Anda di halaman 1dari 17

EFEK MAGNESIUM SULFAT (MgSO4) SEBAGAI OBAT ANTI

KONVULSI PADA PASIEN EKLAMPSIA , PROFILAKSIS KONVULSI


PADA PREEKLAMPSIA SERTA SEBAGAI BRAIN PROTECTOR PADA
BAYI PRETERM
I. PENDAHULUAN
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama
pada Negara-negara berkembang. Diperkirakan terdapat 50.000 kematian maternal akibat
eklampsia diseluruh dunia setiap tahunnya, dan terbanyak adalah dinegara berkembang.
Insiden eklampsia sendiri diberbagai negara cukup bervariasi dari 0,5%-1,8%. Gebrakan
besar dalam pengobatan eklampsia ada ketika Dr. J. A Pritchard mempublikasikan regimen
standar dengan MgSO4 pada tahun 1984. Penggunaan magnesium sulfat parenteral sendiri
untuk pengobatan eklampsia pertama kali dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan
penyuntikan secara intrathekal. Rissman tahun 1916 memberikan secara subkutan, Fisher
tahun 1916 tahun memberikan secara infus sebanyak 200 ml sebanyak larutan 2% dan Von
Miltner (1920) memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.
Pada percobaan multicenter yang dilakukan didunia yakni pada kurang lebih 27 center
dari 9 negara berkembang, didapatkan bahwa magnesium sulfat (MgSO4) akan menjadi obat
antikonvulsan yang lebih baik sebagai pengobatan eklampsia jika dibandingkan dengan
fenitoin ataupun diazepam. Dosis dari magnesium sulfat ini sendiri juga masih didiskusikan.
J. A Pritchard memberi pernyataan bahwa jika wanita dengan perawakan kecil, maka dosis
yang diberikan juga terbatas dan Winit et al juga menyepakati hal tersebut. Tujuan dari
percobaan mengenai magnesium sulfat ini sendiri terutama dosisnya adalah untuk menilai
tingkat toksisitas dan menganalisa hasil luaran ibu dan bayi setelah menggunakan magnesium
sulfat tersebut.
Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeclampsia dan eklampsia di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri
penggunaan magnesium sulfat pada penderita Preeklampsia dan eklampsia sudah cukup lama
serta merupakan satu-satunya obat yang dipakai untuk pengobatan preeclampsia dan
eklampsia.
Selain sebagai obat antikonvulsan, ada pendapat yang mengatakan bahwa mungkin
ada efek proteksi magnesium terhadap celebral palsy pada BBLR. Pada sebuah penelitian di
Australia dan New Zealand, mortalitas dan celebral palsy lebih sedikit pada infant yang
diberikan magnesium, akan tetapi perbedaannya tidak signifikan. Hubungan anatara
magnesium sulfat dan paparannya terhadap janin indutero dan penurunan angka morbinitas
perinatal telah dilaporkan pertama kali oleh Kuban dkk pada tahun 1992. Mereka melakukan
percobaan prospective dari 449 bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dari 1500
gram dan menemukan bahwa ibu yang magnesium sulfat berhubungan dengan penurunan
bahwa pemberian MgSO4 untuk ibu yang beresiko terjadi persalinan preterm pada saat
antenatal pada hakekatnya dapat mengurangi risiko terjadinya cerebral palsy pada bayinya.
Cerebral Palsy dan gangguan perkembangan otak memang menjadi masalah yang serius pada
bayi-bayi preterm.
II. MAGNESIUM SULFAT (MgSO4)
Magnesium sulfat adalah senyawa kimia garam anorganik yang mengandung
magnesium, sulfur dan oksigen, dengan rumus kimia MgSO4. Di alam, terdapat dalam
bentuk mineral sulfat heptahidrat epsomit (MgSO₄·7H₂O). atau umumnya disebut garam
Epsom. Nama ini diambil dari sebuah air terjun mengandung saline yang terdapat dikota
Epsom di Surrey, Inggris dimana garam diproduksi dari air yang muncul dimana kapur
berpori dari North Downs bertemu clay London tanpa-pori. Monohidratnya, MgSO₄·H₂O
dijumpai sebagai mineral kieserite.
Magnesium sulfat anhidrat sebagai bahan pengering. Bentuk anhidratnya adalah
higroskopis (mudah meyerap air di udara) dan oleh karena itu sulit untuk menimbang dengan
akurat ; hidratnya sering lebih disukai saat menyiapkan larutan (misalnya, sebagai sediaan
medis). Garam Epsom telah digunakan secara tradisional sebagai komponen garam mandi
(bath salts). Garam Epsom dapat juga digunakan sebagai produk kecantikan. Atlit
menggunakannya untuk menenangkan sakit otot, sementara tukang kebun menggunakannya
untuk meningkatnkan hasil panen. Garam Epsom memiliki berbagai kegunaan lain. Garam
Epsom juga efektif dalam penghapusan potongan subkutan.
Magnesium sulfat nama IUPAC-nya, sedangkan nama lainnya, Garam Epsom
(heptahidrat), atau garam pahit (bitter salts).
Adapun sifat-sifat magnesium sulfat adalah sebagai berikut:
 Rumus molekul: MgSO₄
 Berat molekul: 120,366 gr/mol (anhidrat); 246,47 gr/mol (heptahidrat)
 Penampilan: Kristal padat putih
 Bau: Tidak berbau
 Densitas: 2,66 gr/cm³ (monohidrat); 1,68 gr/cm³ (heptahidrat); 1,512 gr/cm³ (11-
hidrat)
 Titik leleh: anhidrat terurai pada 1124 ºC; monohidrat terurai pada 200 ºC; heptahidrat
terurai pada 150 ºC; undekahidrat terurai pada 2 ºC.
 Kelarutan dalam air: 26,9 gr/100 mL pada 0 ºC; 25,5 gr/100 mL pada 20 ºC (anhidrat),
71 gr/ 100 mL pada 20 ºC (heptahidrat).
 Kelarutan dalam pelarut lain: 1,16 gr/100 mL (18 ºC, eter); sedikit larut dal alkohol,
gliserol, tidak larut dalam aseton.
 Indeks refraksi (nᴅ): 1,523 (monohidrat); 1,433 (heptahidrat)
 Struktur Kristal: Monoklin (hidrat)
 Bahaya: MSDS eksternal; tidak tercantum dalam Indeks Uni Eropa
 Senyawa terkait adalah: Berilium sulfat, Kalsium sulfat, Stronsium sulfat, dan Barium
sulfat.

Farmakokonetik dan Farmakodinamik


Magnesium merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam cairan
intraseluler. Magnesium diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan berfungsi penting
dalam transmisi neurokimiawi dan eksitabilitas otot. Kurangnya kation ini dapat
menyebabkan gangguan struktur dan fungsi dalam tubuh.
Seorang dewasa dengan rata-rata berat badan 70 kg mengandung kira-kira 2000 meq
magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45% merupakan kation
intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai
2,2 meq magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4 mg/100 mL, dimana 2/3 bagian adalah kation
bebas dan 1/3 bagian terikat dengan plasma protein.
Pada wanita hamil terdapat penurunan pada magnesium darah, walaupun tidak
ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan preeclampsia-eklampsia.
Penurunan kadar magnesium dalam darah pada penderita preeclampsia dan eklampsia
mungkin dapat diterangkan atas dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan. Pada
wanita hamil kadar magnesium plasma menurun ; 1,83 mEq/1 untuk wanita tidak hamil
menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.

Absorbsi dan Eksresi


Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya 1/3 bagian
diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif yang berhubungan erat
dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan magnesium kurang akan menyebabkan
penyerapan kalsium meningkat dan sebaliknya.
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan. Pemberian
magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel, sebagian ketulang dan
sebagian lagi segera melewati plasenta. Eksresi magnesium terutama melalui ginjal, sedikit
melalui pernapasan, air susu ibu, saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian
proksimal. Bila kadar magmesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal
menurun, sedangkan clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar
magnesium dalam darah dapat disebabkan karena pemberian yang berlebihan atau terlalu
lama dank arena terhambatnya ekskresi melalui ginjal akibat adanya insufisiensi atau
kerusakan ginjal.
Pada preeklampsia atau eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh darah
sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR dan produksi urine
berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian kadar magnesium dalam darah.
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, ammonium klorida,
furosemide, asam etakrinat dan merkuri organic. Kekurangan magnesium dapat disebabkan
oleh karena penurunan absorbs misalnya pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus,
malnutrisi, alkholisme, diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare,
hiperaldosteronisme, hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme.
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan melaui
ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90%
setelah 24 jam pemberian. Pitchard mendemonstrasikan bahwa 99% magnesium akan
diekskresikan melalui ginjal setelah 24 jam pemberian intavena.
Mekanisme kerja
a. Sistem enzim
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksi
adenosine fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian metabolism fosfat. Juga
berperan penting dalam metabolism instraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-
RNA dalam ribosom.
b. Sistem neuromuscular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka. Kelebihan
magnesium dapat menyebabkan :
- Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
- Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
- Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin. Akibat
kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuscular dapat diatasi dengan pemberian
kalsium, asetilkoin dan fisostigmin.
Endotelium otak yang membentuk sawar darah otak memiliki fitur unik dibandingkan
dengan endothelium perifer. Gangguan sawar darah otak dapat mengakibatkan pembentukan
edema vasogenik, sebuah komponen penting dalam gambaran klinis eklampsia. Penurunan
permeabilitas sawar darah otak dengan MgSO₄ sangat efektif untuk menurunkan
pembentukan edema cerebral. Beberapa mekanisme tindakan telahdiusulkan untuk
menjelaskan efek saraf dari MgSO₄· magnesium merupakan antagonis kalsium yang
bertindak baik instraseluler dan ekstraseluler, dan dapat bertindak langsung pada sel endotel
otak. Ada kemungkinan bahwa dengan bertindak sebagai antagonis kalsium pada tingkat
sitoskeleton sel endotel aktin. Pemberian MgSO₄ dapat menurunkan pinosistosis yang
disebabkan oleh hipertensi akut dan membatasi gerakan air dan zat terlarus kedalam otak,
sehingga membatasi edema.
Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek tendon dalam mulai
berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama
pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patela.
Refleks patella akan menghilang bila kadar magnesium dalam plasma mencapai
10mEq/L (sekitar 12 mg/DL). Tanda ini merupakan peringatan dari adanya keracunan
magnesium, karena pada peningkatan kadar yang lebih lanjut mengarah ke depresi
pernapasan. Ketika kadar dalam plasma meningkat diatas 10mEq/L, terjadi peningkatan
depresi pernapasan dan pada 12mEq/L atau lebih paralisis penapasan akan mengikuti.
Lipton dan Rosenberg (1994) menghubungkan efek entikonvulsan dalam menutup
masuknya kalsium kedalam glutamate channel. Cotton, dkk (1992) mengatakan bahwa
terinduksinya kejang pada region hipokampus pada tikus disebabkan oleh ambang batas
kejang yang rendah dan tingginya jumlah reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Reseptor
dihungkan dengan berbagai macam epilespi. Karena kejang hipokampus bisa dihentikan
dengan magnesium, maka dipercaya bahwa terdapaat hubungan pada reseptor NMDS pada
kejang eklampsia. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa magnesium memiliki efek pada
system saraf pusat dalam menghentikan kejang.
c. Sistem saraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat digunakan untuk
mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan katekolamin
sehingga dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik alfa.
d. Sitem kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhadap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar
magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 mEq/liter meyebabkan perpanjangan waktu
hantaran PR dan QRS interval pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node
dan pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi
henti jantung yaitu pada kadar 30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung
terhadap otot jantung atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi
karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan
simpatis. Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan daraah tinggi serta pada
anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat penyakit glomerulonephritis akut.
MgSO₄ mungkin memiliki efek lain didalam pembuluh darah yang bisa menjelaskan
efektivitas dalam eklampsia. Magnesium dapat bertindak dengan merangsang produksi
prostasiklin oleh sel endotel menyebabkan vasodilatasi, atau dengan agregasi platelet. Pada
pasien dengan hipertensi akibat kehamilan, MgSO₄ secara signifikan menurunkan tingkat
sirkulasi angiotensing converting enzyme. Tindakan ini mungkin menipiskan disfungsi
endotel terkait dengan preeclampsia.

e. Sistem respirasi
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari 10
meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya mencapa 15 meq/liter.
Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita dengan kadar magnesium dalam
darh 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot pernapasan tanpa disertai gangguan
kesadaran maupun sensoris.
Sebagai pengobatan hipermagnesia setelah setelah terjadi depresi pernapasan
diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram ( 10 ml dari larutan 10%) secara intravena
dalam waktu 3 menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas
sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam
dektrose 10% per infus. Bila keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau
peritoneum dialisis.

f. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak dipelajari oleh
para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4 gram MgSO₄ secara
intravena dan mendapatkan adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita,
pada 7 penderita terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita
malah didapatkan penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya
berlangsung selama 3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter menjadi
7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. Lama dan derajat
perubahan sangat individual, bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invirto efek magnesium sulfat pada
miometrium. Pada penelitian ini magnesium sulfat menyebabkan relaksasi bila konsentrasi
mencapai 8-10 mEq/l, penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30
mEq/l. pada penelitian invivo, digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8
mEq/l. Toksisitas tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/l.
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik yakni
dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara langsung berefek kepada
sel-sel miometrium. Pertama, peningkatan kadar magnesiummenurunkan pelepasan asetikolin
oleh motor end plate pada neuromuscular junction. Sebagai tambahan magnesium mencegah
masuknya kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua, magnesium
berefek sebagai antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ekstraseluler.
Peningkatan kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanansekresi
hormone paratiroid dan melalui peningkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. Baik
magnesium dan kalsium direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan
kadar magnesium mencegar rabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping
menyebabkan hipokalsemia, peningkatan kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi
ikatan kalsium yang sama yang mengakibatkan penurunan menurunnya kadar ATP
(adenosine triphosphate) sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini
mecegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin. Data klinik pendukung teori bahwa
magnesium berefek sebagai tokolitiknya melalui antagonism kalsium : pada keadaan
hipokalsemia pada penderita yang menerima magnesium sulfat kemudian diobati dengan
pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.
Ion magnesium pada konsentrasi yang tinggi dapat menurunkan kontraktilitas
miometrium secara invivo maupun invitro. Dengan aturan pemberian dan kadar magnesium
dalam plasma, tidak ada bukti yang ditemukan mengenai depresi miometrium, juga setelah
pemberian loading dose intravena. Magnesium sulfat memberikan hasil yang sama dengan
phenintoin.
Mekanisme menganai magnesium yang bagaimana yang dapat menghambat
kontraktilitas urteus belum dapat ditentukan, tetapi secara umum diperkirakan atas dasar
efeknya terhadap kalsium inrasekular. Kontraksi uterus dimulai dengan peningkatan
konsentrasi ion kalsium bebas intraselular, dimana akan mengaktifka myosin light chain
kinase. Konsentrasi tinggi magnesium ekstraselular tidak hanya menghambat masuknya
kalsium kedalam sel endometrium tetapi juga meningkatkan kadar magnesium intraselular.
Efek lebih lanjut yaitu menghambat kalsium masuk kedalam sel dengan menutup
channel kalsium. Mekanisme penghambatan kontraktilitas uterus sangat tergantung pada
dosis, karena kadar magnesium serum sekitar 8-10 mEq/L dapat menghambat kontraksi
uterus. Hal ini menjelaskan mengapa tidak ada efek klinis pada uterus ketika magnesium
sulfar diberikan untuk pengobatan maupun profilaksis eklampsia.
Magnesium yang diberikan secara parenteral dengan cepat melewati plasenta dan
mencapai keseimbangan pada serum fetus dan lebih sedikit pada cairan amnion. Despresi
neonates terjadi hanya jika ada hipermagnesemia berat. Efek terhadap neonates setelahterapi
dengan magnesium sulfat belum dilaporkan. Apakah magnesium sulfat mempengaruhi pola
denyut jantung fetus masih menjadi kontroversi.

Kegunaan medis
Magnesium sulfat adalah sediaan magnesium farmasi biasa, secara umum dikenal
sebagai garam Epsom, yang digunakan baik secara eksternal maupun internal. Garam Epsom
digunakan sebagai garam mandi. Sulfat disediakan sebagai sediaan gen untuk aplikasi topical
dalam mengobati rasa sakit dan nyeri. Magnesium sulfat oralbiasa digunakan sebagai laksatif
air asin atau purgatif osmotik. Magnesium sulfat merupakan sediaan utama magnesium
intravena (melalui urat nadi).
Mandi dalam larutan 1% garam Epsom (sekitar 500 gram garam Epsom untuk ukuran
bak standar 60 liter) “cara yang aman dan mudah untuk meningkatkan sulfat dan kadar
magnesium dalam tubuh”
Khasiat untuk penggunaan internal antara lain adalah:
 Terapi menggantian untuk hipomagnesemia
 Magnesium sulfat adalah lini-pertama agen anti aritmik untuk torsades de pointes
dalam serangan jantung menurut pedoman ECC 2005 dan untuk mengelola aritmia
diinduksi-quinidine.
 Sebagai bronkodilatorsetelah zat-zat beta-agonist dan antikolinergis telah dicoba,
misalnya pada eksaserbasi asma yang parah. Studi yang dilakukan telah
mengungkapkan bahwa magnesium sulfat dapat dinebulisasi untuk mengurangi gejala
asma akut. Hal ini umumnya diberikan melalui rute intravena untuk pengelolaan
serangan asma berat.
 Magnesium sulfat dapat digunakan untuk mengobati eklampsia pada wanita hamil.
 Magnesium sulfat juga dapat menunda persalinan dengan menghambat kontraksi otot
uterus dalam kasus persalinan prematur, untuk menunda kelahiran prematur. Namun,
meta-analis telah gagal untuk mendukungnya sebagai tokolitik. Dan digunakan untuk
waktu yang lama (lebih dari 5 sampai 7 hari) dapat mengakibatkan masalah kesehatan
bagi bayi.
 Magnesium sulfat intravena telah menunjukkan mencegah celebral palsy pada bayi
prematur. Sebuah tinjauan sistematis baru-baru ini menunjukkan bahwa antenatal
magnesium sulfat intravena dapat mengurangi risiko celebral palsy dan disfungsi
motorik gross pada bayi prematur dengan rata-rata 30%.
 Magnesium sulfat telah digunakan sebagai pengobatan eksperimental sindrom
Irukandji yang disebabkan oleh envenomasi oleh spesies tertentu Irukandji jellyfish,
namun kemanjuran pengobatan ini tetap tidak terbukti.
 Larutan garam sulfat seperti garam Epsom mungkin diberikan sebagai bantuan
pertama untuk keracunan barium klorida.
 Dosis berlebih magnesium menyebabkan hipermagnesemia. Pengunaan garam Epsom
merupakan cara yang efektif untuk “ menari keluar “ irisan yang membandel atau
yang terbenam.

Kontraindikasi penggunaan MgSO₄ :


 Absolut : Maternal Myasthenia Gravis, pasien dengan kerusakan miokard atau heart
block
 Relatif :
- Denyut Jantung Janin non-reassuring : persalinan tidak dapat ditunda untek
mempermudah pemberian MgSO4.
- Menggunakan calcium channel blocker : kemungkinan terjadi interaksi
anatara calcium channel blocker seperti nifedipin dan magnesium sulfat yang
dapat mengarah pada keadaan hipotensi dan neuromuscular blockade.
- Insufisiensi Ginjal : pemantauan kadar magnesium dengan tepat untuk
menghindari terjadinya gagal ginjal.

Efek Samping
o Fetal Harm : pemberian magnesium sulfat lebih dari 5 sampai 7 haru pada wanita
hamil dapat menyebabkan keadaan hipokalsemia dan abnormalitas tulang pada
perkembangan janin termasuk demineralisasi dan osteopenia. Sebagai tambahan,
kasus fraktur pada neonatus juga pernah dilaporkan.
o Toksisitas Aluminium : Produk magnesium sulfat ini mengandung toksik yang dapat
mengganggu fungsi ginjal.
o Efek Umum : akibat intoksikasi magnesium seperti flushing, berkeringat, mual
muntah, hipotensi, depresi refleks, kelumpuhan, hipotermia, depresi pada jantung dan
susunan saraf pusat yang menyebabkan depresi nafas.

III. MAGNESIUM SULFAT (MgSO4) PADA PASIEN PREEKLAMPSIA DAN


EKLAMPSIA
Magnesium sulfat (MgSO₄) telah digunakan selama 20 abad untuk mencegah
terjadinya eklampsia dan terus dimanfaatkan secara luas. Namun, mengenai keamanan obat
ini masih terus menjadi perdebatan mengingat efek yang ditimbulkan juga cukup banyak. Hal
yang harus diperhatikan adalah kemungkinan terjadinya hipermagnesemia dalam pengobatan
eklampsia. Mekanisme kerja magnesium sulfat sendiri pada preeclampsia dan eklampsia
berhubungan dengan efek vasodilatasi, efek pada sawar darah otak dan edema celebral, serta
sebagai antikonvulsan.

Efek Vasodilator
Magnesium adalah kalsium antagonis yang dapat bekerja pada hamper semua calcium
channel otot polos pembuluh darah dan juga dapat menurunkan kalsium intraseluler. Satu
efek utama penurunan kalsium intraseluler adalah inaktivasi calmodulin-dependent dan
penurunan kontraksi yang menyebabkan relaksasi arteri ke perifer berkurang serta terjadi
resistensi pembuluh darah celebral, meringankan vasospasme dan menurunkan tekanan
darah. Efek vasodilatasi dari magnesium sulfat ini masih diteliti pada berbagai pembuluh
darah. Bagaimana juga, efek vasodilatasi sebagai pengobatan dan pencegahan pada pasien
eklampsia masih belum sepenuhnya dimengerti.
Teori vasospasme cerebrovascular sebagai etiologi eklampsia diperkuat dengan
penelitian transcranial Doppler (TCD) yang menduga pengobatan magnesium sulfat dapat
menyebabkan dilatasi pada sirkulasi otak. Bagaimanapun juga, vasodilator seperti
magnesium sulfat dianggap sebagai pilihan pengobatan yang bertentangan dengan
ensefalopati eklampsia.

Efek Pada Awar Darah Otak dan Edeme Celebral


Endotel celebral pada sawar darah otak memiliki tampilan yang unik dibandingkan
dengan endotel perifer antara lain karena kurangnya aliran pembuluh kapiler, rendahnya
tingkat basal pinocytosis dan tingginya resistensi muatan listrik antara sel-sel endotel yang
berdekatan. Gangguan dari sawar darah otak menyebabkan pembentukan edema vasogenik
yang merupakan komponen penting pada gambaran klinis eklampsia.
Beberapa mekanisme kerja magnesium sulfat bertujuan untuk menjelaskan efek
neuroprotektif. Magnesium merupakan kalsium antagonis yang bekerja pada intra dan
ekstraseluler, dan dapat bekerja langsung pada sel endotel otak. Magnesium sulfat yang
berperan sebagai kalsium anatgonis pada tingkat sel endotel actin sitoskeleton mungkin saja
dapat melawan pergerakan paraseluler melalui ikatan yang erat. Hipotesis ini didukung
beberapa penelitian yang memperlihatkan bahwa penghambatan dari fosforilasi myosin light
chain (MLC) dapat menurunkan permeabilitas agonis yang diinduksi dengan menghambat
kontraksi serat aktin. Sebagai alternatif, pinocytosis di induksi oleh hipertensi akut dan dapat
berkontribusi meningkatkan permeabilitas sawar darah otak selama peningkatan tekanan
intravascular. Oleh karena magnesium sulfat menyebabkan penurunan pinocytosis yang
diakibatkan hipertensi akut dan pembatasan gerakan air dan zat terlarut ke otak oleh transport
trans seluler, maka magnesium sulfat dikatakan dapat membatasi edema pada otak dan
memberikan hasil luaran klinis yang baik pada penderita eklampsia.
Sebagai Antikonsulvan
Pengobatan magnesium sulfat melalui aksinya pada sambungan neumosukuler
dikhawatirkan dapat menyamarkan tanda kejang tanpa mengobati penyebab kejang di sistem
saraf pusat. Bagaimanapun juga, percobaan klinis telah menunjukkan efektivitas magnesium
sulfat dalam pengobatan dan pencegahan kejang eklampsia dibandingkan obat antikonvulsan
lain seperti fenitoin atau diazepam.
Magnesium sebagai antikonvulsan mungkin berhubungan dengan perannya sebagai
reseptor antagonis N-methyl-d-aspertate (NMDA) yang diperlihatkan pada gambar 1. Krjang
dianggap dimediasi setidaknya oleh stimulasi reseptor glutamat seperti reseptor NMDA.
Kejang terdiri dari pelepasan neurotransmiter excitotoxic termasuk glutamate dalam jumlah
besar. Glutamate dalam jumlah besar dapat mengaktifkan reseptor NMDA, yang memicu
depolarisasi massif ke jaringan saraf. Magnesium dapat meningkatkan ambang batas kejang
dengan menghambat batas reseptor NMDA, dengan demikian efek glutamate menjadi
terbatas.
Ion magnesium harus melewati sawar darah otak untuk menimbulkan efek
antikonvulsan di pusat. Hal yang menarik adalah, aktivitas kejang meningkatkan pergerakan
magnesium ke otak pada percobaan hewan. Penelitian yang dilakukan pada manusia juga
menunjukkan peningkatan konsentrasi magnesium sulfat pada cairan cerebrospinal walaupun
dalam jumlah kecil tapi cukup signifikan. Oleh karena itu, bahkan dengan magnesium dalam
jumlah kecil pada susunan saraf pusat dapat menekan aktivitas cortical neuron.

Anticonfulsant Activity Of Magnesium Sulfate

Gambar 1. Aktivitas antikonvulsan dari magnesium sulfat

Penggunaan Magnesium Sulfat (MgSO₄)


Magnesium sulfat atau disebut juga garam Epsom banyak dipergunakan dalam bidang
kebidanan, merupakan sediaan yang dipakai untuk penggunaan parenteral. Apabila kita
menyebut magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4.7H2O USP
(United States Pharmacop) yang merupakan Kristal berbentuk prisma dingin, pahit dan larut
dalam air (kelarutan 1:1). Satu gram ini setara dengan 4,08 millimol atau 8,12 meq
magnesium dan terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%.

Dalam kasus preeclampsia berat dan juga kasus eklampsia, magnesium sulfat yang
diberikan secara parenteral merupakan suatu antikonvulsan yang efektif tanpa menimbulkan
depresi sistem syaraf pusat, baik untuk ibu maupun janin. Magnesium sulfat bisa diberikan
secara intravena maupun intramuscular. Pemberian dosis untuk preeclampsia berat sama
dengan penderita eklampsia. Karena kejadian kanvulsi mudah untuk muncul lagi, wanita
dengan preeclampsia-eklampsia biasanya diberikan magnesium sulfat selama kejang dan 24
jam hingga post partum. Magnesium sulfat jangan diberikan untuk mengobati hipertensi.

Tabel 1. Aturan Pemberian Dosis Magnesium Sulfat

Infus Intraverna

1. Berikan 4- sampai 5- sampai 6-g loading dose Magnesium sulfat diencerkan dalam
100mL cairan IV selama 15-20 menit

2. Mulai pemberian 2 gr/jam dalam 100mL dengan dosis maintenance

3. Ukur kadar serum Magnesium Sulfat setiap 4-6 jam dan pertahankan kadar tersebut
pada 4-7mEq/L (4,8-8,4m/dL).

4. Magnesium sulfat tidak dilanjutkan 24 jam setelah kejang

Injeksi Intramuskular

1. Berikan 4gr Magnesium Sulfat (MgSO₄.7H2O USP) 20% secara intravena dengan
kecepatan jangan melebihi 1g/menit

2. Selanjutnya diberikan 10g atau 50% cairan Magnesium Sulfat, setengahnya lagi(5g)
diinjeksi pada kuadran atas luar pada kedua bokong selama 3 inci dengan jarum 20.
(tambahkan 1ml lidokain 2% mengurangi rasa tidak nyaman). Jika kejang tetap timbul
setelah 15 menit, naikkan 2gr atau 20% cairan, dengan kecepatan jangan melebihi
1gr/menit. Jika wanita tersebut besar, bisa dinaikkan hingga 4g secara perlahan.
3. Setiap 4jam setelah pemberian, injeksi 5gr atau 50% cairan Magnesium Sulfat pada
kuadran atas luar bokong pada bokong yang lainnya, tetapi hanya jika telah
memastikan bahwa:

a. Reflex patella ada

b. Tidak dalam depresi pernafasan

c. Urin output tidak kurang dari 100mL dalam 4 jam

4. Magnesium Sulfat tidak dilanjutkan 24 jam setelah kejang

Pengobatan dengan Kalsium Glukonas, 1g secara intravena, dilakukan sepanjang


terjadi depresi pernapasan ringan atau sedang akibat penggunaan magnesium sulfat.
Sayangnya, efek kerjanya secara intravena hanya bertahan sebentar. Untuk dipresi pernapasan
yang berat ataupun arrest, intubasi trakea dan ventilasi mekanik lebih menolong. Efek
keracunan langsung pada miokardium tidak umum ditemukan. Biasanya disfungsi cardia
muncul disebabkan oleh karena respiratory arrest dan hipoksia. Dengan ventilasi cukup, kerja
jantung akan tetap bagus walaupun pada kadar pada plasma tinggi.
Setelah pemberian 4g dosis intravena selama 15menit,mean arterial blood pressure
terasa berkurang, dan diiringi peningkatan 13% indeks jantung. Jadi, magnesium menurunkan
resistensi vascular sistemik dan MABP, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan cardiac
output tanpa menyebabkan depresi myocardium. Selain itu, juga terkadang ditemukan rasa
mual yang bersifat sementara, dan efek kardiovaskular hanya berlangsung selama 15 menit
meskipun dengan infus magnesium 1,5g per jam.

IV. MAGNESIUM SULFAT (MGSO4) SEBAGAI BRAIN PROTECTOR PADA


BAYI PRETERM
Beberapa penelitian yang dilakukan pada manusia, pemberian magnesium sulfat
sebagai tokolisis atau untuk preeclampsia dilaporkan berhubungan dengan angka mortalitas
neonatal dan kejadian cerebral palsy yang rendah pada bayi-bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah, walaupun keuntungan ini belum banyak yang meneliti. Tiga percobaan
randomized diambil beberapa tahun yang lalu yang dilakukan di Australia, Perancis dan
Amerika Serikat untuk melihat efektifitas magnesium sulfat dalam mencegah kematian
neonatal dan gangguan otak atau cerebral palsy. Penelitian pertama menunjukkan
rendahnya angka disfungsi motoric pada anak berumur 2 tahun yang sebelumnya lahir
dengan sangat preterm (<30 minggu) dimana ibunya telah diberikan infus magnesium sulfat
pada saat prenatal. Penelitian kedua juga dilakukan pada ibu dengan umur kehamilan 33
minggu kebawah. Tujuannya untuk melihat efektifitas magnesium sulfat dalam mencegah
kematian atau terjadinya whitematter injury (WMI) pada bayi baru lahir dan hasilnya cukup
memuaskan seperti penelitian pertama. Namun penelitian ketiga tidak dicantumkan data
pada jurnal tersebut. Sedangkan penelitian terakhir yang dilakukan di Perancis walaupun
secara statistik tidak bermakna namun secara klinis memperlihatkan perbaikan pada hasil
luaran neonatal yang sebelumnya diberikan magnesium sulfat. Penelitian yang
dipublikasikan tahun 2012 di Nigeria utara menunjukkan penurunan angka mortalitas
neonatal setelah penggunaan magnesium sulfat pada saat eklampsia disbanding yang
menggunakan diazepam.
Pada penelitian yang dipublikasikan tahun 2013 di Jerman, menyatakan bahwa
pemberian magnesium sulfat dapat mencegah terjadinya iskemik di otak. Sejak diketahui
pentingnya kalsium dalam iskemik kematian sel, kalsium antagonis menjadi focus sebagai
pelindung saraf. Magnesium telah disebut sebagai “penghambat fisiologi kalsium secara
alami” karena merupakan mineral fisiologis dan dapat mempengaruhi kalsium dalam
berbagai cara.kation magnesium yang bivalen dapat melawan ion kalsium dalam pengikatan
reseptor atau berjalan melalui ion channel. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pelebaran pembuluh darah melalui penghambatan dari calcium channel pada otot polos
pembuluh darah,dapat meningkatkan fungsi rheology dengan menghambat agregasi
trombosit, serta meningkatkan deformabilitas sel darah merah. Pada kondisi percobaan,
magnesium mencegah masuknya kasium seluler dan merangsang pelepasan asam amino di
saraf dengan memblock N-type dan L-type calcium channel, mencegah kalsium seluler masuk
melalui NMDA reseptor, mengurangi kalsium yang diinduksi difungsi mitokondria, serta
mempertahankan metabolism energy sel. Oleh beberapa mekanisme ini, magnesium dapat
menghambat dan menunda terjadinya iskemik kematian sel selama dan setelah kejadian
iskemik otak.
Mekanisme magnesium sulfat sebagai neuroprotection sebenarnya belum diketahui
secara pasti, namun beberapa pathway berikut telah dikemukakan :
- Magnesium sulfat men-down regulasi stimulus otak dengan memblock reseptor
NMDA
- Sifat vasoaktif magnesium sulfat mungkin dapat meningkatkan aliran darah otak
- Magnesium telah membuktikan dapat mencegah kerusakan saraf melalui sitokin pro
inflamasi yang mungkin dapat berperan pada kejadian bayi lahir preterm
- Magnesium memiliki efek anti apoptosis (program kematian sel) dalam menurunkan
kehilangan jumlah neuron
Penggunaan Magnesium Sulfat Pada Antenatal
- Cairan yang digunakan adalah 8 gram MgSO4 dalam 100 ml cairan. Ini harus
diberikan melalui alat infus.
- Pemberian loading dose bolus intravena dengan 4 gram MgSO4 selama 20 menit
melalui alat infus yang bisa dikontrol. Ini sesuai dengan tetesan 150mL/jam selama 20
menit
- Loading dose akan diikuti oleh pemberian infus yang dipertahankan/maintenance
berupa 1 gram MgSO4 per jam. Saat dirubah menjadi tetesan yang dipertahankan,
tetesan tersebut harus di cek dan dikonfirmasi. Ini sesuai dengan tetesan 2,5 mL per
jam
- Dilanjutkan pada 1 gram/jam selama 4 jjam kemudian dipertahankan. Jika persalinan
terjadi sebelum 4 jam, hentikan pemberian cairan saat proses melahirkan.
- Selama pemberian infus MgSO4, pastikan:
o Refleks patella
o Pernapasan lebih dari 12 kali per menit
o Pastikan instruksi, pemberian obat dan dosis, serta tetesan cairan infus
diperiksa oleh 2 orang bidan
- Kalsium glukonas 1 gram dalam 10 mL (2,2mmol kalsium dalam 10 mL) harus
tersedia setiap saat sebagai pengobatan untuk intoksikasi MgSO4.
o Direkomendasikan untuk melakukan EKG saat pemberian kalsium glukonas
- Lakukan pemantauan denyut jantung janin secara berkelanjutan

Table dibawah ini memperlihatkan dosis pemberian magnesium sulfat pada saat
antenatal berddasarkan beberapa penelitian.

Table 1. Penelitian menurut Cochrane review


MgSO4 Number Of
Dosing Women enrolled
study Gestational Age Result
Regimen

Lower rates of death (RR


0.83, 95% C1 0.64-1.09),
celebral palsy (RR 0.83,
4g loading 95% C1 0.54-1.27) and the
dose, 1 combination of death or
Crowther et al13 < 30 weeks 1062 cerebral palsy RR 0 83,
g/hari
infusion 95% C1 0.66 – 1.03)
among infants exposed to
magnesium sulphate
No difference in rates of
total mortality, severe WMI
and the combination of
death or severe WMI at
discharge.
Marret et al14 <33 weeks 4g loading 573
dose 2 year follow up:
Significant reduction in
combined outcome of death
or gross motor dysfunction
(OR 0.62;0.41 – 0.93).

Exposure to magnesium
sulphate associated with
significantly lower rates of
Rouse et al16 <31 weeks 6g loading 2241 moderate to severe cerebral
dose, 2g/hr palsy at 2 years (RR 0.55,
infusion 95% C1 0.32 – 0.95,
p=0.03).No different in
combined outcome of death
or cerebral palsy.

Antenatal exposure to
magnesium sulphate
Mittendor et 25-33 weeks 4g loading 149 associated with an
al18 dose increased risk of adverse
neonatal outcome (OR 3.7;
95% CI, 1.1 – 1 1.9)

Non-significant reduction
Duley et al All gestations 4g loading 1544
in celebral palsy among
dose, 1g/hr
infants exposed to
infusion
magnesium sulphate (RR
0.4, 95% CI 0.08 – 2.05)
V. KESIMPULAN
Magnesium sulfat telah terbukti menjadi pilihan pengobatan yang efektif dalam
mencegah eklampsia. Mekanisme kerjanya bersifat multifactorial, meliputi mekanisme
vaskuler dan neurologik. Dapat menjadi kalsium antagonis yang memberi efek pada otot
polos pembuluh darah agar menjadi relaksasi dan vasodilatasi yamg memiliki peran dalam
menurunkan resistensi pembuluh darah perifer. Sebagai tambahan magnesium sulfat
mempunyai efek pada endothelium otak untuk membatasi terjadinya edema vasogenik
dengan cara menurunkan tekanan kontraksi dan permeabilitas paraseluler melalui sistem
second messanger calcium-dependent seperti myosin light chain (MLC) kinase. Penelitian
terbaru menyatakan magnesium sulfat bekerja di sistem pusat untuk menghambat reseptor
NMDA, sebagai antikonvulsan dengan meningkatkan ambang batas kejang.
Angka kejadian cerebral palsy secara keseluruhan adalah 2 – 2,5 per 1000 kelahiran
hidup, akan tetapi risikonya dapat naik menjadi 80 kali lipat untuk bayi-bayi yang lahir
dibawah 28 minggu. Oleh karena itu strategi untuk menurunkan angka kejadian cerebral
palsy ini perlu dilakukan. Magnesium sulfat dari mekanismenya dianggap dapat menjadi
neuroprotection pada otak walaupun sampai saat ini masih terus diteliti mengingat manfaat
yang diberikan juga efek samping yang masih harus dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gautam S. Aher, Urmila Gavali. Body Friendly, Safe And Effective Regimen Of
Mgso4 For Eclampsia. International Journal of Medical Research & Health Sciences.
Volume 2 Issue 1 Jan-Mar 2013.
2. Universitas Sriwijaya. [online]. 2010. [cited: 16 April 2012]. Available from: URL:
digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mgso4/mrdetail/904/
3. Antenatal magnesium sulphate for Neuro protection of the fetus and child- National
Clinical Practice Guidelines Feb 2010.
4. Multum, cerner. Magnesium Sulfate. About Drugs (FDA). [online].2000.Available
from :URL: http://MGSO4/Magnesium Sulfate-FDA prescribing information,sid
effects and uses.htm
5. Universitas Sriwijaya. [online]. 2010. Available from: URL:
digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mgso4/mrdetail/904
6. Euser, Anna G., Marilyn J. Cipolla. [online].2009. Mgnesium Sulfate for the
Treatment of Eclampsia.Available from: URL:
http://stroke.ahajournals.org/content/40/4/1169.full
7. Clinical Practice Guideline. Antenatal Magnesium Sulphate For Fetal
Neuroprotection. Institude of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of
Physicians of Ireland And Directorate of Strategy and Clinical Care Health Service
Executive. Published 2013.
8. Cunningham, Lenovo, Bloom, etc.2010. Williams Obstetrics 23th Edition. United
States: The McGrawhill Companies.
9. S Marret, L Marpeau, et al. Magnesium sulphate given before very-preterm birth to
protect infant brain: the randomized controlled PREMAG trial. BJOG An
International Journal of Obstetrics and Gynaecology.2006
10. Westermaier, Thomas, et al. magnesium treatment for neuroprotection in ischemic
diseases of the brain. Experimental & translational Stroke Medicine 2013, 5:6
http://www.etsmjournal.com/content/5/1/

Anda mungkin juga menyukai