TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
2.1.1 Definisi
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah.
Walaupun nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin
biasanya kurang dari 13,5 g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada
wanita dewasa.
2.1.2 Kriteria Anemia
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung
eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Yang
menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal.
Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantungpada
umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh
karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut offpoint) di bawah kadar mana kita
anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk
laki- laki adalah 14 gldl dan 12 gldlpada perempuan dewasa pada ilermukaan laut.
Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit3S%)
untuk perempuan dewasa, I 1 g/dl (hematokrit 36%) untukperempuan hamil, dan
13 g/dl untuk laki dewasa.
Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) di Indonesia dan
negara berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis.
Apabila kriteria WHO dipergunakan secara ketat maka sebagian besar pasien yang
2.1.3Prevalensi Anemia
Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik
maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta
orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. De
Maeyer memberikan gambaran prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985
seperti terlihat pada tabel berikut
Anak prasekolah
Anak usia sekolah
Perempuan dewasa tidak hamil
Perempuanhamil
Laki-laki dewasa
Pekerja berpenghasilan rendah
: 30 40%
: 25 35%
: 30 40%
: 50 70%
: 20 30&
: 30 40%
Berbagai survei yang telah pemah dilakukan di Bali memberikan angkaangka yang tidakjauh berbeda dengan angka di atas.
Mikrositik Hipokrom
Normositik Normokrom
Makrositik
MCV<80 fl
MCV 80-95 fl
MCV >95 fl
MCH <27 pg
MCH >26 pg
Defisiensi besi
Talasemia
Anemia penyakit kronik
(beberapa kasus)
Keracunan timbal
Anemia sideroblastik
2.1.5Etiologi Anemia
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam
penyebab. Pada: dasarhya anemiaisebabkan oleh karena: 1). Gangguan
pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2).Kehilangan darah keluar tubuh
(perdarahan); 3). Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum wakhrnya
(hemolisis). Gambaran lebih rinci tentang etiologi anemia dapat dilihat pada tabel
berikut:
dalam urin, tetapi urin dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena urobilinoen
berlebihan.
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Hemolitik
Herediter
Didapat
Membran
Imun
Autoimun
Metabolisme
Defisiensi G6PD, defisiensi piruvat
kinase
Aloimun
Reaksi transfusi hemolitik
Penyakit hemolitik pada neonatus
Terkait obat
Hemoglobin
maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia
6 bulan.
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe
yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Iron depletion : Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada
tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi
peningkatan absorpsi besi non heme.
Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis : Pada keadaan ini
didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis.
Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi
transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
Iron deficiency anemia : Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari
defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun
atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan
kadar
Hb
atau
Ht
yang
rendah
2.
3.
Fe
melalui
traktus
gastrointestinal.
Tidak
dapat
mempertahankan keseimbangan Fe pada hemodialisa Preparat
yang sering diberikan adalah dekstran besi, larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan : Dosis
besi (mg)=BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5 3.
Terapi Transfusi Transfusi sel-sel darah merah atau darah
lengkap, jarang diperlukan dalam penanganan anemia defisiensi
Fe, kecuali bila terdapat pula perdarahan, anemia yang sangat
berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi
respon terapi. Secara umum untuk penderita anemia berat
dengan
kadar
Hb
Pengertian Gastritis
Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah
proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang
bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.
Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan,
menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan
peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,
difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).
Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor
iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan,
makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan
pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung.Peradangan dari gastritis dapat
hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung,
dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa
lambung yang hampir lengkap.Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi
sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi
peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan
pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan
kemungkinan patogenesis gastritis.Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis
dapat dibagi menjadi akut dan kronik.Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan
pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling
berhubungan.Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono,
2001).
1.1 Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak
dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422).Gastritis akut terjadi akibat respons
mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal.Inflamasi akut mukosa lambung
pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau
perforasi.Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi
pylorus (Brunner, 2000).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk
penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut
gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa
lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya
kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127).
1.1.1 Gastritis Akut Erosif
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu
peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan
erosi.Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada
mukosa muskularis.Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping
dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab
yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat
menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian
atas.Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering
diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).
gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya
tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut
(Suyono, 2001).
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering
digunakan membagi gastritis kronik menjadi :
1.
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria
mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa,
sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh.Sering dikatakan gastritis kronik
superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
2.
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan
destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata.Gastritis atrofik dianggap sebagai
kelanjutan gastritis kronik superfisialis.
3.
Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu
struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan
jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi
sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi
terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4.
Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjarkelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.Perubahan-perubahan
tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung,
tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis
kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :
1.
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh
adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik,
dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan
sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat
berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik.Anemia pernisiosa seringkali dijumpai
pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah
absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12
karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas
secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang
menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005 : 522).
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa
sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya.Netrofil jarang
dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori.Mukosa fundus dan korpus
menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang
mendominasi.Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai
dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi
atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 :
522).
2.
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya
mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan
gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita
yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan
tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa.Kadar gastrin yang rendah sering
terjadi.Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh
Helicobacter pylori.Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol
yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor
Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang
merupakan
tempat
predileksi
Helicobacter
pylori.Kasus-kasus
dini
memperlihatkan
sebukan
limfoplasmasitik
pada
mukosa
lambung
superfisial.Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan
munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus
antrum.Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa
dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan
destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis
tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523).
2.3
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis.
Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya,
asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa
nyeri (Ester, 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam
darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan
pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan
sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa
nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi.
Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga
dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi
tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.Gejala tersebut
bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul,
2005).Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik,
yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan
merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan
makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
2. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan
diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang.
Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat
menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani,
2011).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu
makannya.Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali
dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan
tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih
mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau
mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena
lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan
lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi lambung dan
asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa
panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
3. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam
jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi
makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan
menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat
menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding
lambung menurun.Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung (Baliwati, 2004).
3.2 Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.Ada dua
unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai
faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa
memicu tingginya asam lambung.Sehingga tidak ada komponen tunggal yang
harus bertanggung jawab (Anonim, 2011).
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak),
sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak
heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa
segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein
dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.Hormon
gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung
yang sangat asam dari bagian fundus lambung.Sekresi asam yang meningkat
dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum
kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung).Beberapa orang yang
memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung
biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar
kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
3.3 Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzyme
menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan
lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut
gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat
membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang
mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika
beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki
rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap
protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi
lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih
kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan
proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi
tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi
pada membran mukosa usus (Shinya, 2008).
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah
berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein
mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan
sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan
orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus
peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008).
3.4 Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang
rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun.
Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya
seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene,
urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain
nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun
lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus
dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan
lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat
sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga
mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan
obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana
hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung
(menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk
peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H.
pylori.Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi
perokok
menderita
penyakit
lambung
(gastritis)
sampai
tukak
lambung.Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama
orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
3.5 AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan
sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001).
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin.Asam asetil
salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam
karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase
merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa,
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara
topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut
bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke
dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu
akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
3.7 Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun.Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman
keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan
hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak,
alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.Konsumsi alkohol
berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik,
dan mengganggu penyembuhan tukak peptik.Alkohol mengakibatkan
menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa
gastrointestinal (Beyer 2004).
3.8 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang.Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan
lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia.Sebagian besar populasi di
dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam
lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.Walaupun tidak sepenuhnya
dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan
penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini.Infeksi Helicobacter pylori sering
terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan.Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai
penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya
gastritis (Prince, 2005).
3.9 Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan
dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia
mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi
Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola
hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai
dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia
mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga
berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan
penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
4
Patofisiologi
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat
merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan
memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini
menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan
penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguangangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.Dengan iritasi yang
terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.Masuknya
zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan
peradangan dan nekrosis pada dinding lambung.Nekrosis dapat mengakibatkan
perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan
keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau
kehijauan (gastritis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan
mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa.
Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma
lambung.Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum
(Suyono, 2001).
5
Manifestasi Klinis
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul.Ditemukan pula perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan
tanda-tanda anemia pasca perdarahan.Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih
dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono,
2001).
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,
ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat
terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare
dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah
mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun
nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001).
6
Komplikasi Gastritis
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), komplikasi yang timbul pada gastritis,
yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan
jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum
dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung
(Prince, 2005).
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel
kelenjar dalam mukosa.Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi
Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat
Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas,
kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada
dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap
awal (Anonim, 2010).
7
Penatalaksanaan Gastritis
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar
disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua
kategori tipe A (altrofik atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang
dicurigai.Bila terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk
membatasi Helicobacter Pylory.Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan
gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus
dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan oleh perdarahan
kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi
pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai (Chandrasoma, 2005 : 522).
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi.Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan
antibiotik (seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol).
Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12
(Chandrasoma, 2005 : 522).
8
Diagnosis
4. Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat
dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih
dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
5. Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin
tidak dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan
sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam
esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu
dimatirasakan (anestesi), sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan
pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna
yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari
jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit.Pasien
biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus
menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua
jam.Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop (Anonim,2010).
DAPUS
Bakta, I Made. 2009. Pendekatan terhadap pasien anemia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
Mitchell RN, Kumar, Abbas, Fausto. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Robbins & Cotran. Jakarta: ECG
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta
: EGC