Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi
terlentang, lakukan manuever triple airway (kepala tengadah, rahang didorong
kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing
lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.1
Pasien tidak sadar hendaknya diletakkan horisontal, tetapi kalau diperlukan
pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah
(head down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan
meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan
sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada.1
Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang
memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang
dilipat dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali
meletakkan bantal dibawah kepala pasien yang tidak sadar (dapat menyebabkan leher
fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea.1
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.
Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban
kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk
membersihkan jalan nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu garis
lurus, sementara penolong lain memiringkan korban Posisi mantap dianjurkan utnuk
pasien koma bernafas spontan.1
Pada pasien uang dianestesi, hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh ke belakang ke arah dinding posterior faring.
Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk
2
membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan
(artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan
adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior.1
3
a. Lakukan penilaian awal. Pastikan korban tidak sadar dan buka jalan napas
korban.
b. Tentukan ukuran oropharingeal airway yang sesuai dengan korban. Ukuran
yang tepat adalah bila panjang oropharingeal airway sesuai dengan jarak
antara ujung bibir dengan ujung bawah daun telinga (anak telinga), atau jarak
antara pertengahan bibir dengan sudut rahang bawah. Lebih dianjurkan cara
mengukur panjang oropharingeal airway dari ujung bibir sampai ujung
bawah daun telinga (anak telinga).
c. Buka mulut korban, pastikan bahwa tidak ada benda asing yang dapat
terdorong masuk. Membuka mulut korban dilakukan dengan teknik cross
finger, yaitu ibu jari dan jari telunjuk salah satu tangan penolong disilangkan,
kemudian gerakkan ibu jari mendorong gigi bawah dan jari telunjuk
mendorong gigi atas, sehingga gigi atas dan bawah saling menjauhi.
4
Gambar 2.10 Spatula lidah.
e. Masukkan pipa oropharingeal airway ke dalam mulut dengan lengkungan
cembung menghadap kearah langit-langit. Masukkan sampai mulut OPA
menyentuh gigi korban.
f. Fiksasi/ pertahankan posisi oropharingeal airway dengan menggunakan
plester, namun jangan sampai menutupi lubang oropharingeal airway.
5
2. Nasopharingeal Airway (Nasal Airway)
Nasopharingeal airway adalah alat yang dipasang dari hidung sampai faring,
digunakan juga untuk menjaga agar pangkal lidah tidak jatuh ke belakang, terbuat
dari plastik lunak dan elastis. Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasopharingeal
airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak
dengan adenoid. Juga, nasopharingeal airway jangan digunakan pada pasien
dengan fraktur basis cranii. Nasopharingeal airway lebih ditoleransi
daripada oropharingeal airway pada pasien dengan anestesi ringan. Pada korban
tidak sadar yang sulit memasukkan alat bantu airway melalui mulut, misalnya bila
mulut terkatup rapat, nasopharingeal airway dapat digunakan sebagai pilihan.
Nasopharingeal airway tersedia dalam berbagai ukuran.
Pemasangan pipa nasofaring:
1. Pemilihan ukuran nasopharingeal airway yang paling besar yang sesuai dengan
pasien dengan cara menempatkan nasopharingeal airway di samping mulut,
dengan ujung yang melebar ditempatkan pada cuping hidung, ujung yang lain
harus berada di kanalis auditori eksterna. Yang perlu diperhatikan antara lain:
Ukuran pipa yang terlalu panjang dapat menyebabkan udara mengalir ke
lambung dan menyebabkan kembung (distensi lambung). Keadaan ini
menyebabkan korban potensial mengalami muntah. Ukuran untuk dewasa 7 mm
atau jari kelingking kanan
2. Beri pelumas/jelly pada nasopharingeal airway
3. Jika tidak ada kontraindikasi, berikan vasokonstriktor pada mukosa hidung
pasien
4. Masukkan nasopharingeal airway dengan lembut ke dalam rongga hidung
dengan ujung bevel menghadap ke septum
5. Setelah nasopharingeal airway masuk sempurna, putar 900 sehingga posisi
melengkung ke anterior.
6
Gambar 2.12 Pemasangan nasopharingeal airway.
7
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian
proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm,
dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat
pipa. Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara
membuta ke hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah
ada di muara laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam
dibandingkan untuk memasukan oropharingeal airway. Posisi ideal dari balon
adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan spincter
oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di rim balon, distensi
lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi.
Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa pasien.
Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba
memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain
yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena penutupan oleh epiglotis atau
ujung balon merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA
dengan penglihatan secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop
fiberoptik (FOB) menguntungkan pada kasus yang sulit. Demikian juga, sebagian
balon digembungkan sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di plester
seperti halnya TT. LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap
regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai
reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau
membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di
autoklaf, dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan tersedia dalam berbagai ukuran
LMA memberikan keamanan dan cara yang dapat dipercaya untuk ventilasi
daripada face mask. Walaupun LMA tidak memastikan proteksi absolut terhadap
aspirasi, penelitian telah menunjukkan bahwa regurgitasi lebih jarang terjadi
dengan LMA daripada dengan BVM dan jarang terjadi aspirasi. Ketika
dibandingkan dengan pipa trakea, LMA memberikan ventilasi yang sama, ventilasi
yang sukses selama CPR dilaporkan terjadi pada 71,5% sampai 97% pasien.
8
4. Esophageal Tracheal Combitube (ETC)
Esophagus tracheal Combitube (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa,
masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang
lebih panjang ujung distalnya ditutup. Pipa yang tranparant berukuran yang lebih
pendek punya ujung distal terbuka dan tidak ada sisi yang perporasi. ETC ini
biasanya dipasangkan secara buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2
lingkaran hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah. ETC mempunyai 2
balon untuk digembungkan, 100 ml untuk balon prosikmal dan 15 ml untuk balon
distal, keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan. Pipa yang
bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung. Pilihan
lain, jika ETC masuk ke dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan
langsung gas ke trachea. Meskipun pipa kombinasi masih terdaftar sebagai pilihan
untuk penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life
Support, biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai
LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.
9
5. Tracheal Tube (TT)
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea(TT) ke dalam trakea
melalui rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan
trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. TT digunakan untuk mengalirkan gas
anestesi langsung ke dalam trachea dan mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan
oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT (American National Standards for
Anesthetic Equipment; ANSI Z-79). TT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride.
Pada masa lalu, TT diberi tanda IT atau Z-79 untuk indikasi ini telah dicoba
untuk memastikan tidak beracun. Bentuk dan kekakuan dari TT dapat dirubah
dengan pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk membantu
penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah
lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube
bila menempel dengan carina atau trachea.
Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga
dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Ukuran TT biasanya dipola
dalam milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis
(diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu
hasil kompromi antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan
meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil.
Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri
dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon
(cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk
memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube
dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon TT
mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan
aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk
meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubasi croup.
10
Gambar 2.15 Murphy tracheal tube.
Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan
tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya
iskhemia mukosa trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama.
Balon tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas
area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit
(karena adanya floppy cuff). Meskipun demikian, karena insidensi rendah dari
kerusakan mukosa, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.
Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan,
diameter balon yang berhubungan dengan trachea, trachea dan komplians balon,
dan tekanan intratorak (tekanan balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan
balon dapat menaik selama anetesi umum sebagai hasil dari difusi dari N 2O dari
mukosa tracheal ke balon TT.
TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang lentur,
spiral, wire reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada operasi
kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja
menjadi kinking akibat tekanan yang ekstrim (contoh pasien bangun dan menggigit
pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya
termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen
tube). Semua TT memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat radiogopak yang
mengijinkan dapat dilihatnya ETT pada trachea.
Tabel 2.3 Variasi ukuran tracheal tube.
Usia Diameter (mm) Skala French Jarak sampai bibir (cm)
Prematur 2.0-2.5 10 10
Neonatus 2.5-3.5 12 11
1-6 bulan 3.0-4.0 14 11
11
-1 tahun 3.5-3.5 16 12
1-4 tahun 4.0-5.0 18 13
4-6 tahun 4.5-5.5 20 14
6-8 tahun 5.0-5.5 22 15-16
8-10 tahun 5.5-6.0 24 16-17
10-12 tahun 6.0-6.5 26 17-18
12-14 tahun 6.5-7.0 28-30 18-22
Dewasa wanita 6.5-8.5 28-30 20-24
Dewasa pria 7.5-10.0 32-34 20-24
12
Gambar 2.17 Macam blade laringoskop.
Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang telah dibuat, untuk
membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas
yang sulit- Laringokop Bullard dan laringoskop Wu.
Masukkan ET yang sesuai ukurannya dengan tangan kanan melalui sudut kanan
mulut pasien ke dalam trakea.
Laringoskop ditarik sambil memasukan pipa orofaring
Cuff dikembangkan/diinflasi dengan udara lewat spuit sekitar 5-10 cc sesuai
dengan kebutuhan. Berikan ventilasi dan oksigenasi dengan ambu bag.
15
Auskultasi pada daerah epigastrium untuk menyingkirkan kemungkinan intubasi
esofagus. Auskultasi daerah apek dan basal paru kanan dan kiri untuk
menyingkirkankemungkinan intubasi bronkus (biasanya bronkus kanan)
Fiksasi ET dengan plester melingkar yang ditempatkan dibawah dan diatas bibir
yangdiperpanjang sampai ke pipi.
16