Anda di halaman 1dari 12

RANGKUMAN RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP )

Disusun Oleh :

AYU LESTARI

(P17324119005)

Tingkat 1A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN BANDUNG

2020
Perbedaan AHA 2010 dan AHA 2015

1.Pengenalan dan Pengaktifan Cepat Sistem Tanggapan Darurat

AHA 2010: HCP (Health Care Provider) harus memastikan reaksi pasien sewaktu
memeriksanya untuk menentukan apakah napas terhenti atau tidak.

AHA 2015: HCP harus meminta bantuan terdekat bila mengetahui korban tidak
menunjukkan reaksi, namun akan lebih praktis bagi HCP untuk melanjutkan
dengan menilai pernapasan dan denyut secara bersamaan sebelum benar-benar
mengaktifkan system tanggapan darurat (atau meminta HCP pendukung).

2. Penekanan pada Kompresi Dada

AHA 2010: Melakukan kompresi dada dan napas buatan untuk korban serangan
jantung adalah tindakan yang perlu dilakukan oleh EMS dan penolong profesional
di lingkungan rumah sakit.

AHA 2015: Melakukan kompresi dada dan menyediakan ventilasi untuk semua
pasien dewasa yang mengalami serangan jantung adalah tindakan yang harus
dilakukan oleh HCP, baik yang disebabkan maupun tidak disebabkan oleh
jantung. Lebih lanjut, penting bagi HCP untuk menyesuaikan urutan tindakan
penyelamatan berdasarkan penyebab utama serangan.

3. Kejut atau CPR terlebih dahulu

AHA 2010: Bila penolong menyaksikan terjadinya serangan jantung di luarrumah


sakit dan AED tidak tersedia di lokasi, penolong tersebut harus memulai CPR
dengan kompresi dada dan menggunakan AED sesegera mungkin. HCP yang
menanggani pasien serangan jantung di rumah sakit dan fasilitas lainnyadengan
AED atau defibrillator yang tersedia di lokasi harus segera memberikan CPR dan
menggunakan AED segera setelah tersedia. Rekomendasi ini dirancang untuk
mendukung CPR dan defibrilasi awal, terutama bila AED tersedia beberapa saat
setelah terjadinya serangan jantung mendadak.

AHA 2015: Untuk pasien dewasa yang mengalami serangan jantung dan terlihat
jatuh saat AED dapat segera tersedia, penting bahwa defibrillator digunakan
secepat mungkin. Untuk orang dewasa yang mengalami serangan jantung tidak
terpantau atau saat AED tidak segera tersedia, penting bila CPR dijalankan
sewaktu peralatan defibrillator sedang diambil dan diterapkan, dan bila
defibrilasi, jika diindikasikan, diterapkan segera setelah perangkat siap digunakan.

4. Kecepatan Kompresi dada : 100 hingga 120/min


AHA 2010: Penolong tidak terlatih dan HCP perlu melakukan kompresi dada
pada kecepatan minimum 100/min.

AHA 2015: Pada orang dewasa yang menjadi korban serangan jantung, penolong
perlu melakukan kompresi dada pada kecepatan 100 hingga 120/min.

5. Kedalaman Kompresi Dada

AHA 2010: Tulang dada orang dewasa harus ditekan minimum sedalam 2 inci (5
cm).

AHA 2015: Sewaktu melakukan CPR secara manual, penolong harus melakukan
kompresi dada hingga kedalaman minimum 2 inci (5 cm) untukdewasa rata-rata,
dengan tetap menghindari kedalam kompresi dada yang berlebihan (lebih dari 2,4
inci [6 cm]).

6. Rekoil Dada

AHA 2010: Penolong harus membolehkan rekoil penuh dinding dada setelah
setiap kompresi agar jantung terisi sepenuhnya sebelum kompresi berikutnya
dilakukan.

AHA 2015: Penting bagi penolong untuk tidak bertumpu di atas dada di antara
kompresi untuk mendukung rekoil penuh dinding dada pada pasien dewasa saat
mengalami serangan jantung.

7. Meminimalkan Gangguan dalam Kompresi Dada

AHA 2010: Penolong harus berupaya meminimalkan frekuensi dan durasi


gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi yang
dilakukan permenit.

AHA 2015: Untuk orang dewasa yang mengalami serangan jantung dan
menerima CPR tanpa saluran udara lanjutan, mungkin perlu untuk melakukan
CPR dengan sasaran fraksi kompresi dada setinggi mungkin, dengan target
minimum 60%.

8. Ventilasi tertunda

AHA 2010: -

AHA 2015: Untuk pasien OHCA yang terpantau dengan ritme dapat dikejut,
mungkin penting bagi sistem EMS dengan umpan balik beberapa tingkat berbasis
prioritas untuk menunda ventilasi bertekanan positif (PPV/Positive Pressure
Ventilation) dengan menggunakan strategi hingga 3 siklus dari 200 kompresi
berkelanjutan dengan insuflasi oksigen pasif dan tambahan saluran udara.

RANGKUMAN RESUSITASI JANTUNG PARU ( RJP )

Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) Atau Cardio Pulmonary Resuscitation


( Cpr ) adalah Suatu usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau
fungsi jantung, serta menangani akibat-akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut
pada orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian tindakan
penyelamatan jiwa untuk meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dari korban
yang mengalami henti jantung.Inti dari RJP yang optimal adalah bagaimana cara
memberikan RJP sedini mungkin dan seefektif mungkin.
RJP dibagi dalam 3 fase :
 Bantuan hidup dasar (BHD)
 Bantuan hidup lanjut (BHL) yaitu BHL menggunakan alat dan obat
resusitasi sehingga penanganan lebih optimal. BHL hanya dapat dilakukan
di pelayanan kesehatan seperti Rumah sakit. Bertujuan memulihkan dan
mempertahankan sirkulasi spontan setelah dilakukan BHD.
 Bantuan hidup jangka lama.

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)


Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan sebuah fondasi utama yang dilakukan
untuk menyelamatkan seseorang yang mengalami henti jantung. BHD terdiri dari
identifikasi henti jantung dan aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT), Resusitasi Jantung Paru (RJP) dini, dan kejut jantung menggunakan
automated external defibrillator (AED) atau alat kejut jantung otomatis.
Bantuan Hidup Dasar pada orang dewasa:
1. Menilai Tingkat Kesadaran Korban
Tepuk/ goyang/ cubit bahu dan panggil namanya, jika tidak ada jawaban dan
tidak membuka mata,serta tangan kaki tidak gerak, disebut Tidak Sadar.
2. Panggil Bantuan
Kepada Orang terdekat dengan teriak minta tolong
3. Cek Nadi (10 detik), Jika Korban Tak Sadar
  a. Dewasa :cek Arteri Karotis
b. Anak : cek Arteri Brakhialis
4. Lakukan Kompresi (Penekanan Dada) 30 kali
5. Bersihkan jalan napas
Buka mulut korban untuk melihat adanya sumbatan -> teknik Cross Finger 
->  bersihkan sumbatan jika terlihat ->teknik Swipe Finger
6. Buka jalan napas/ tengadahkan kepala
Teknik head tilt chin lift (Non trauma) atau Jaw Trust (Trauma Leher)
7. Berikan ventilasi/ bantuan napas -> 2 kali tiupan
8. 8. Ulangi lagi kompresi 30 kali : Bantuan napas 2 kali hingga 5 siklus
atau 2 menit
1 siklus -> 30 kompresi dada : 2 ventilasi
9. Lakukan evaluasi -> setelah/ setiap 5 siklus atau 2 menit
     a. Jika nadi tidak teraba
          Lanjutkan kompresi dan ventilasi 5 siklus/ 2 menit
     b. Jika nadi teraba
Lanjutkan cek pernapasan -> beri bantuan napas (20x/ 2 menit) jika napas
tidak ada/ belum adekuat -> lakukan re-evaluasi (nadi dan napas setelah
20x ventilasi/ 2 menit)
10. Atur posisi sisi mantap jika nadi korban sudah ada dan napas adekuat
       ( frekuensi napas > 12 kali/ menit).

Tindakan RJP ini hanya boleh dihentikan bila :


1. RJP sudah berhasil
2. Ada orang lain yang menggantikan
3. Penolong kelelahan
4. Penderita sudah meninggal meninggal (pupil makin melebar melebar).

DAFTAR TILIK RESUSITASI

Instruksi : Nilaipenampilandarikegiatan yang


diobservasidenganskalasebagaiberikut :

0 : Langkahkerja / kegiatantidakdilakukan

1 : Langkah kerja / kegiatan dilakukan dengan tidak benar / belum sesuai

2 : Langkahkerja / kegiatandilakukandenganbenartapiragu-ragu

3 : Langkahkerja / kegiatandilakukandenganbenar dan percayadiri


LANGKAH KERJA/ KEGIATAN KASUS

Langkah Awal

Amankan lingkungan

Jika korban tidak menunjukan reaksi. Minta pertolongan


terdekat (bisa berteriak). AKtifkan system tanggap darurat
jika tersedia, minta seseorang untuk mengambil AED dan
peralatan gawat darurat

Perhatikan apakah nafas terhenti atau tersengal dan periksa


denyut (secara bersamaan) apakah denyut benar-benar
terasa dalam 10 detik

Jika bernafas normal, ada denyut, pantau hingga tenaga


medis terlatih tiba

Jika bernapas tidak normal, ada denyut :

berikan 1 napas buatan setiap 5-6 detik atau sekitar 10-12 napas
buatan per 1 menit

Aktifkan system tanggapan darurat (jika belum dilakukan)


setelah 2 menit

Terus berikan nafas buatan; periksa denyut kurang lebih setiap


2 menit. Jika tidak ada denyut, mulai lakukan CPR

Jika nafas terhenti atau tersengal, tidak ada denyut


lanjutkan langkah dibawah ini:

Manajemen , LAKUKAN CPR, MULAI SIKLUS 30


KOMPRESI DAN 2 NAPAS BUATAN

Cirrculation (C)

Berdiri disamping tempat tidur pasien. Tentukan letak


kompresi dada, yaitu pada tengah dada korban (setengah
bawah sternum). Caranya letakan tumit dari tangan yang
pertama di atas sternum, 2 jari dari ujung sternum.
Kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan
yang sudah berada di tengah sternum

Lakukan kompresi dada, tekan dengan tumit tangan, jari-


jari mengarah ke atas saat melakukan penekanan. lakukan
penekanan dengan kuat (5 cm) dan cepat lurus ke bawah
sebanyak 30 kali dengan kecepatan 100-120 kali tekanan
dalam satu menit, biarkan dada mengembang kembali
(recoil sempurna) pada setiap kompresi

Airway

Letakkan satu tangan pada dahi korban, lalu dorong dahi


korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut
sedikit terbuka (Head Tilt), Angkat dagu pasien (Chin Lift)
Breathing

Bila tidak ada amubag:

Pastikan hidung korban terpencet rapat

Gunakan kain kassa sebagai perantara

Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)

Buat keadaan mulut kemulut yang serapat mungkin

Berikan satu ventilasi tiap satu detik

Lihat dada pasien, bila mengembang maka tiupan sudah


berhasil

Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua


selama satu detik.

Menggunakan Amubag:

Pasang sungkup, menutupi mulut dan hidung , Pastikan


menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar
dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal
sekitar 600 ml

Kompresi berkelanjutan pada kecepatan 100-120/min

Berikan 1 napas buatan setiap 6 detik atau sekitar 10


nafas/menit

Periksa denyut nadi pasien, bila ada denyutan tapi tidak ada
nafas spontan:

lanjutkan pemberian ventilasi dengankecepatan 5-6


detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit
periksa denyut nadi setiap 2 menit.

Bila nadi tidak teraba”

Lakukan kembali penekanan dada sebanyak 30 kali dan


2 kali nafas buatan atau

Lakukan ventilasi dengan saluran udara/amubag setiap 6 detik


atau sekitar 10 nafas/menit, Kompresi berkelanjutan pada
kecepatan 100-120/min

Periksa denyutna di setiap 2 menit.

Hentikan RJP bila:

pasien sadar atau bangun

alat debrifilasi otomatis sudah ada

petugas yang lebih kompeten datang

Catat setiap kejadian dengan lengkap pada status atau


catatan perkembangan pasien

CATATAN:

Berikut adalah Rantai Keselamatan pada anak:

1. Mencegah terjadinya cedera dan henti jantung


2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat
3. Aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu (SPGDT)
4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif
5. Melakukan resusitasi pasca henti jantung secara terintegrasi

Berikut adalah langkah-langkah dalam BHD pada anak:

1. Pastikan Keselamatan Diri Sendiri dan Korban, Selalu pastikan area


penolong dan korban aman untuk kedua belah pihak.
2. Pastikan Korban Membutuhkan RJP
-Jika korban bernapas secara normal, tidak perlu melakukan RJP.
-Jika tidak ada cedera, segera miringkan kepala korban atau baringkan dalam
posisi pemulihan untuk mematenkan jalan napas dan mencegah tersedak.
- jika korban tidak sadarkan diri, tidak memberikan respons, dan tidak bernapas
atau napasnya terengah-engah, segera mulai lakukan RJP
3. Mulai Penekanan Dada
Penekanan dada dilakukan secara cepat dengan kecepatan minimal 100 kali per
menit, lalu secara kuat, berikan penekanan hingga sedalam minimal 4 cm pada
bayi dan minimal 5 cm pada anak. pastikan dada mengembang kembali secara
sempurna. Lakukan penekanan pada permukaan yang datar dan keras.

-Untuk kasus bayi, penekanan dada dilakukan pada tulang dada dengan 2 jari,
tempatkan jari dibawah garis antara puting bayi. Jangan sampai melakukan
penekanan pada ujung tulang dada dan tulang rusuk.

-Untuk anak, penekanan dada dilakukan pada bagian setengah bawah dari tulang
dada, dengan 1 atau 2 tangan, menggunakan bagian pangkal dari telapak tangan
akan lebih baik disertai napas buatan.
4. Buka Jalan Napas dan Beri Napas Bantuan

Pada anak yang tidak sadarkan diri, penolong harus membuka jalan napas korban
dengan teknik menengadahkan kepala dan mengangkat dagu seperti pada dewasa.

5. Mengaktifkan SPGDT

Jika ada dua penolong, salah satu penolong harus segera mengaktifkan SPGDT
bersamaan dengan Bantuan Hidup Dasar yang dilakukan oleh penolong yang satu.

-Pada anak, SPGDT dilakukan setelah melakukan siklus RJP selama 2 menit (5
siklus, di mana masing-masing siklus terdiri dari 30 penekanan dan 2 bantuan
napas). Setelah itu, penolong harus kembali dan menggunakan alat kejut jantung
otomatis (AED) jika ada atau melanjutkan RJP. RJP dilakukan hingga bantuan
datang atau korban bernapas secara normal kembali.

BANTUAN TERSEDAK
Tersedak atau tersumbatnya saluran napas dengan benda asing dapat
menjadi penyebab kematian. Biasanya saat seseorang mengalami tersedak, orang
lain dapat membantu saat korban masih sadar. Pada orang dewasa, tersedak
paling sering terjadi ketika makanan tidak dikunyah sempurna, serta makan
sambil berbicara atau tertawa. Pada anak-anak, penyebab tersedak adalah tidak
dikunyahnya makanan dengan sempurna dan makan terlalu banyak pada satu
waktu. Selain itu, anak-anak juga sering memasukkan benda- benda padat kecil ke
dalam mulutnya.

Terdapat beberapa manuver yang terbukti efektif untuk menangani


tersedak, antara lain back blow (tepukan di punggung), abdominal thrust
(hentakan pada perut) disebut juga dengan manuver Heimlich untuk usia diatas 1
tahun dan dewasa, dan chest thrust (hentakan pada) untuk orang yang sedang
hamil dan orang yang mengalami kegemukan.
Tepukan di punggung (back blow) dilakukan dengan memberikan lima kali
tepukan di punggung korban.

A. Cara melakukan tepukan di punggung (back blow) :

1. Berdiri di belakang korban den sedikit bergeser kesamping


2. Miringkan korban sedikit ke depan dan sangga dada korban dengan salah satu
tangan
3. Berikan lima kali tepukan di punggung bagian atas di antara tulang belikat
menggunakan tangan bagian bawah

B. cara melakukan manuver hentakan pada perut :

1. Miringkan korban sedikit ke depan dan berdiri di belakang korban dan letakkan
salah satu kaki di sela kedua kaki korban.
2. Buat kepalan pada satu tangan dengan tangan lain menggenggam kepalan
tangan tersebut. Lingkarkan tubuh korban dengan kedua lengan kita.
3. Letakkan kepalan tangan pada garis tengah tubuh korban tepat di bawah tulang
dada atau di ulu hati
4. Buat gerakan ke dalam dan ke atas secara cepat dan kuat untuk membantu
korban membatukkan benda yang menyumbat saluran napasnya. Manuver ini
terus diulang hingga korban dapat kembali bernapas atau hingga korban
kehilangan kesadaran.

C. Cara hentakan pada dada.

1. Letakkan tangan di bawah ketiak korban


2. Lingkari dada korban dengan lengan kita
3. Letakkan bagian ibu jari pada kepalan di tengah-tengah tulang dada korban
(sama seperti tempat melakukan penekanan dada pada RJP)
4. Genggam kepalan tangan tersebut dengan tangan satunya dan hentakan ke
dalam dan ke atas.

D. Langkah-langkah manuver tepukan punggung dan hentakan dada pada


bayi:

1. Posisikan bayi menelungkup dan lakukan tepukan di punggung dengan


menggunakan pangkal telapak tangan sebanyak lima kali.
2. Kemudian, dari posisi menelungkup, telapak tangan kita yang bebas menopang
bagian belakang kepala bayi sehingga bayi berada di antara kedua tangan kita
(tangan satu menopang bagian belakang kepala bayi, dan satunya menopang
mulut dan wajah bayi).
3. Lalu, balikan bayi sehingga bayi berada pada posisi menengadah dengan
telapak tangan yang berada di atas paha menopang belakang kepala bayi dan
tangan lainnya bebas
4. Lakukan manuver hentakan pada dada sebanyak lima kali dengan
menggunakan jari tengah dan telunjuk tangan yang bebas di tempat yang sama
dilakukan penekanan dada saat RJP pada bayi
5. Jika korban menjadi tidak sadar, lakukan RJP.

Anda mungkin juga menyukai