Anda di halaman 1dari 73

“MAKALAH PENGENDALIAN INFEKSI DAN PATIENT SAFETY”

Disusun Oleh:

LEDY ASTRIDINA : 04064822124001

HALIMIL UMAMI : 04064822124002

REISTI AAN SAVITRI : 04064822124007

WIWIN WIKAYANI : 04064822124015

NISRINA FARAH FADHILAH : 04064822124020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA (JANUARI, 2021)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tugas dalam mata kuliah blok keperawatan dasar profesional yang
berjudul “Makalah Pengendalian Infeksi dan Patient Safety” tanpa ada hambatan apapun dan
selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun maksud dan tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan dapat menjadi pengetahuan
baru bagi pembaca mengenai pengendalian infeksi dan patient safety.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya
bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini, terutama kepada Bu Dian Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kes selaku koordinator dan
Pak Sigit Purwanto, S.Kep., Ns., M.Kes.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami sadar bahwa makalah
ini masih belum baik, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
sebagai bahan evaluasi untuk makalah berikutnya.

Indralaya, Januari 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................................3
C. Manfaat......................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4
A. Infeksi.......................................................................................................................................4
1. Definisi infeksi......................................................................................................................4
2. Etiologi infeksi nosokomial...................................................................................................4
3. Klasifikasi infeksi nosokomial...............................................................................................5
4. Cara penularan infeksi nosokomial:.......................................................................................6
5. Pengendalian infeksi..............................................................................................................6
B. Patient Safety............................................................................................................................7
1. Definisi patient safety............................................................................................................7
2. Tujuan patient safety..............................................................................................................8
3. Sasaran patient safety.............................................................................................................8
4. Faktor yang memengaruhi penerapan patient safety............................................................11
5. Insiden patient safety...........................................................................................................13
6. Sembilan solusi keselamatan pasien rumah sakit.................................................................14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................17
A. Pengkajian Patient Safety........................................................................................................17
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................................21
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................................................21
D. Implementasi Pasien Safety.....................................................................................................27
BAB IV PEMBAHASAN ARTIKEL DAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM
KEPERAWATAN.............................................................................................................47
A. Pembahasan Artikel.................................................................................................................47
B. Aspek Legal Etik Dalam Keperawatan....................................................................................53
1. Dasar Hak & Kewajiban dalam Etika Keperawatan.............................................................54
2. Permasalahan Etika Dalam Praktik Keperawatan Saat Ini...................................................54
3. Prinsip Moral Dalam Etika Keperawatan.............................................................................57
BAB V KESIMPULAN..........................................................................................................60
A. Kesimpulan..............................................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................61
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan komponen penting dari mutu
peayanan kesehatan, merupakan prinsip dasar dari pelayanan keseahatan yang
memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan (World Health Organitation, 2004 dalam Depkes RI, 2011).
Patient safety adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. World Health Organization (WHO)
sebagai induk organisasi kesehatan dunia telah mengkampanyekan program
keselamatan pasien salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi nosokomial
(hospital acquired infection /HAIs) (WHO, 2009).
Infeksi merupakan interaksi antara mikroorganisme dengan penjamu rentan yang
menginvasi tubuh oleh patogen yang menyebabkan sakit. Cara penularan dapat terjadi
melalui darah, udara dan kontak langsung. Di rumah sakit dan sarana kesehatan
lainya, infeksi dapat terjadi antar pasien, dari pasien ke petugas, dari pasien ke
penunggu pasien, dari petugas ke petugas, dan dari petugas ke pasien. Infeksi ini
terdapat dalamsarana kesehatan tersebut disebut “Infeksi Nosokomial”(Potter &
Perry, 2012).
Rumah sakit bisa menjadi tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena
mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang
mungkin resisten terhadap antibiotik. Pasien yang berada dalam lingkungan
perawatan kesehatan berisiko tinggi mendapat infeksi. Jumlah tenaga pelayanan
kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis dan jumlah prosedur invasif,
terapi yang diterima, dan lama perawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Tempat
utama untuk infeksi nosokomial termasuk traktus urinarius, luka trauma bedah,
traktus respiratorius, dan pembuluh darah (Potter dan Perry, 2012).
Infeksi yang terjadi di rumah sakit atau biasa disebut infeksi nosokomial dapat
berasal dari proses penyebaran di pelayanan kesehatan, baik pasien, petugas
kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Infeksi nosokomial diperoleh ketika
seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan
minimal terjadi 3×24 jam sesudah masuk kuman (Darmadi, 2008).
Tingginya angka kejadian HAIs menandakan penurunan mutu pelayanan medis,
memperpanjang lama rawat inap pasien dan bertambahnya biaya pelayanan kesehatan
serta menjadi penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian (Darmadi,
2008). Dampak yang diakibatkan infeksi nosokomial (HAIs) sangat banyak
diantaranya dapat menimbulkan risiko terpapar infeksi yang tidak hanya dialami oleh
pasien tetapi juga untuk petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung (Darmadi,
2008). HAIs juga berdampak pada pasien dan keluarga akan kehilangan pendapatan,
bahaya, cacat atau kematian, peningkatan lama perawatan, pengeluaran tambahan
bagi rumah sakit dan dapat menurunkan citra rumah sakit (Weston, 2013).
Wigglesworth (2014) menyebutkan bahwa langkah Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi dasar (PPI dasar), diperlukan untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme dari yang diketahui atau tidak diketahui sumber infeksinya sehingga
Komite PPI merupakan salah satu unsur penting yang wajib ada di Rumah Sakit,
berdasarkan Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 tentang program pengendalian
resistensi anti mikroba di RS (Menkes, 2015).
Upaya pencegahan infeksi nosokomial (hospital acquired infection) melibatkan
berbagai unsur, mulai dari para pimpinan sebagai pengambil kebijakan sampai
petugas kesehatan dan penunggu pasien itu sendri. Peran petugas adalah sebagai
pelaksana dalam upaya pencegahan infeksi. Namun petugas kesehatan wajib
memperhatikan kesehatan dirinya. Petugas kesehatan wajib melindungi dirinya
misalnya dengan mengikuti seluruh prosedur universal precaution ketika bertugas
(Utama, 2006).
WHO (2007) resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions”
(Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit), peran perawat dalam standard
of care: safety, yaitu memerhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names, memastikan identifikasi pasien, komunikasi secara
benar saat serah terima pasien, memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang
benar, mengendalikan cairan elektrolit pekat, memastikan akurasi pemberian obat
pada pengalihan pelayanan, menghindari salah kateter dan salah sambung slang,
menggunakan alat injeksi sekali pakai, meningkatkan kebersihan tangan untuk
pencegahan infeksi nosokomial.

2
Ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan dalam pengendalian infeksi,
diantaranya yaitu mencuci tangan biasa atau steril, memakai masker, memakai skort,
memakai sarung tangan steril, mendesinfektan alat, mndesinfektan dengan bahan
kimia, menterilisasi alat, dan mengganti balutan luka.
Isu keselamatan pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan
kesehatan. Patient safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari pada
sekedar efisiensi pelayanan, sehingga penulis tertarik untuk menganalisis asuhan
keperawatan pencegahan infeksi dan patient safety.

B. Tujuan
1. Mengetahui asuhan keperawatan pada pengendalian infeksi dan patient safety.
2. Mengetahui implementasi keperawatan pada pengendalian infeksi dan patient
safety.
3. Mengetahui etik legal keperawatan pada pengendalian infeksi dan patient safety.

C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat memberikan wawasan dalam mempelajari konsep maupun
praktik dalam melaksanakan pengendalian infeksi dan patient safety.
2. Bagi institusi keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan
sebagai referensi yang bermanfaat bagi instansi pendidikan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi
1. Definisi infeksi
Infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), adanya respons imun, tetapi tidak disertai gejala klinik
(PERDALIN, 2011). Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme
dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan adanya gejala klinis
baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry, 2012).
2. Etiologi infeksi nosokomial
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial (Darmadi 2008)
1) Faktor dari dalam (instrinsik factors)
a) Dari penderita (instrinsic factors).
b) Umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya
penyakit lain yang menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta
komplikasinya.
c) Keperawatan.
d) Lamanya hari perawatan (length of stay), menurunkan standar pelayanan
perawat, serta padatnya penderita dalam suatu ruangan.
e) Patogen.
f) Seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat kemampuan merusak
jaringan, lamanya pemaparan (length of exposure) antara sumber
penularan (reservoir) dengan penderita.
2) Faktor dari luar (extrinsic factors)
a) Petugas pelayanan medis.
b) Perawat, dokter, bidan, tenaga laboratorium.
c) Peralatan dan material medis.
d) Instrumen, respirator, jarum, kateter, kain/doek, kassa.
e) Lingkungan.
f) Lingkungan eksternal adalah halaman Rumah sakit dan tempat
pembuangan sampah atau pengolahan limbah.

4
5

g) Makanan atau minuman.


h) Hidangan yang disajikan setiap saat pada penderita.
5

i) Penderita lain.
j) Keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan
dapat merupakan sumber penularan.
k) Pengunjung atau keluarga.
l) Keberadaan tamu atau keluarga dapat merupakan sumber penularan.

3. Klasifikasi infeksi nosokomial


Infeksi nosokomial yang sering ditemukan, antara lain (Septiari, 2012):
a) Infeksi luka operasi (ILO)
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari pasca operasi, jika
tidak menggunakan implant atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implant, dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan
operasi, dan melibatkan suatu bagian anatomi tertentu pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda yaitu, keluar cairan purulent
dan drain organ dalam, isolasi bakteri dari organ dalam, abses, infeksi ahli
bedah atau dokter.
b) Infeksi saliran kemih (ISK)
Infeksi yang terjadi pada saluran kemih baik ureter maupun uretra.
Disebabkan oleh pemasangan hingga lama pemasangan serta kualitas
kateter yang digunakan, umur pasien, debilitas dan post partus.
c) Infeksi saluran cerna
Peradangan pada saluran pencernaan, yang melibatkan Lambung,
usus, atau keduanya, biasanya menyebabkan diare, kram perut, mual dan
mungkin muntah. Faktor resikonya adalah anak, geriatric, pasien anak
dengan PASI, gangguan fungsi imunologi dan debilitis.
d) Bakterimia dan septikemia
Infeksi sistemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau
produknya dari suatu focus infeksi ke dalam peredaran darah, biasanyan
disebabkan oleh bakteri yang resisten antibiotika seperti Staphylococcuc
dan Candida.
e) Infeksi saluran nafas (Pneumonia)
6

Infeksi yang terjadi pada bagian organ saluran nafas bagian bawah.
Hal-hal yang dapat menjadi factor pencetus infeksi ini seperti pemasangan
intubasi, usia, obesitas, obstruksi paru, atau bisa juga karena gangguan
fungsi imunologi.

4. Cara penularan infeksi nosokomial:


a) Penularan secara kontak (Contact transmision)
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, dan droplet.
Kontak langsung terjadi apabila sumber infeksi berhubungan langsung
dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus
hepatitis A secara fecal oral. Kontak langsung terjadi apabila penularan
membtuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya
kontaminasi peralatan medis oleh mokroorganisme.
b) Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman, dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu.
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan
intravena, obat-obatan, dan sebagainya.
c) Penularan melalui udara, dan inhalasi
Penularan terjadi karena mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup
jauh, dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang
terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus), dan
tuberculosis.
d) Penularan dengan perantara vektor
Terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
mekanis dari mokroorganisme yang menempel pada tubuh vector, missal
shigella, dan salmonella oleh lalat.

5. Pengendalian infeksi
Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu (PERDALIN, 2011):
a) Peningkatan daya tahan pejamu
7

Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi


aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang
adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
b) Inaktivasi agen penyebab infeksi
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode-sik maupun
kimiawi. Contoh metode-sik adalah pemanasan (pasteurisasi atau
sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk
klorinasi air, disinfeksi.
c) Memutus rantai penularan
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan
petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan
pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”
(kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard
Precautions” (kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased
Precautions” (kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
d) Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP)
terhadap petugas kesehatan.
Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi
karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang
perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

B. Patient Safety
1. Definisi patient safety
Patient Safety atau keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran,
pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal
dari proses perawatan kesehatan (Vincent, 2011). Pengertian lain tentang
keselamatan pasien yaitu menurut Emanuel (2008) dalam Kasiati dan
Rosmalawati (2016) yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin
ilmu di sektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan
8

menuju tujuan mencapai sistem penyampaian layanan kesehatan yang dapat


dipercaya.

2. Tujuan patient safety


Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (Depkes RI, 2011):
a) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
b) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
c) Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan (KTD).

3. Sasaran patient safety


Enam sasaran keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit menurut
DEPKES RI (2011), yaitu:
1) Sasaran I: ketepatan mengidentifikasi pasien
Tujuan sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut. Elemen penilaian sasaran I, yaitu:
a) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
e) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.
2) Sasaran II: peningkatan komunikasi yang efektif
Tujuan Sasaran II adalah komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat,
lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan,
dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
9

berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis dan Rumah sakit secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan
telepon. Elemen Penilaian Sasaran II, yaitu:
a) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan
kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
c) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
d) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
3) Sasaran III : peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
Tujuan dari sasaran III adalah bila obat-obatan menjadi bagian dari
rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk
memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-
alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Elemen
Penilaian sasaran III, yaitu:
a) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
b) Implementasi kebijakan dan prosedur.
c) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
d) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
4) Sasaran IV : kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepatpasien operasi
10

Tujuan sasaran IV adalah salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada


operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah
sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang
tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi
lokasi operasi. Elemen penilaian sasaran IV, yaitu:
a) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
b) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat, dan fungsional.
c) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
d) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat
pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.

5) Sasaran V : pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Tujuan dari sasaran V adalah pencegahan dan pengendalian infeksi
merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan
peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Elemen penilaian sasaran V, yaitu:
a) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari
WHO Patient Safety).
b) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
11

c) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan


pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
6) Sasaran VI : pengurangan risiko pasien jatuh
Tujuan dari sasaran VI adalah umlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai
penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat
yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi
risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan
rumah sakit. Elemen penilaian sasaran VI, yaitu:
a) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
b) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
c) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
d) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah
sakit.

4. Faktor yang memengaruhi penerapan patient safety


Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja seseorang
dalam penerapan keselamatan pasien, yaitu:
1) Faktor predesposisi (predisposing factor)
a) Sikap
Dalam pelayanan keperawatan sikap mental memegang peranan
sangat penting karena dapat berubah dan dibentuk sehingga dapat
mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja perawat.
b) Pengetahuan
12

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses


sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya
perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan
umumnya bersifat langgeng.
2) Faktor pemungkin (enabling factor)
a) Sumber daya
Sumber daya manusia terdiri dari tenaga profesional, non
profesional, staf administrasi dan pasien, sedangkan sumber daya alam
antara lain uang, metode, peralatan dan barang habis pakai serta barang
tidak habis pakai.
b) Kepemimpinan
Kepemimpinan patient safety seharusnya memiliki kedudukan
senior dalam organisasi, memiki otoritas untuk bertindak dan mengambil
keputusan guna meningkatkan patient safety, memiliki hubungan
langsung dengan CEO (Chief Executive Officer), melaksanakan
pelatihan, menguasai manajemen risiko, menjamin cukup sumber daya
untuk meningkatkan patient safety dan dihargai semua profesi dan
tingkat staf dalam organisasi.
c) Imbalan
Adanya imbalan/penghargaan yang baik akan memotivasi karyawan
untuk bekerja lebih produktif dan suksesnya suatu organisasi ditentukan
oleh besarnya imbalan yang diberikan. Kompensasi berkaitan dengan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatannya
sehingga tercipta keseimbangan antara input dan output.
d) Struktur organisasi
Struktur organisasi menggambarkan garis komando, garis
kewenangan dan garis koordinasi dalam sebuah organisasi untuk
memberikan arah dalam melaksanakan tugas. Kualitas dan keselamatan
pasien ditentukan oleh berbagai faktor dalam sistem organisasi dan juga
lingkungan kerjanya.
e) Desain pekerjaan
13

Desain pekerjaan mencakup kedalaman dan tujuan dari setiap


pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan lainnya. Desain pekerjaan merupakan upaya seorang manajer
untuk mengelompokkan tugas dan tanggung jawab setiap individu.
f) Pelatihan
Pelatihan merupakan proses secara sistematik bagi individu untuk
memperoleh dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk menunjang kinerjanya yang lebih baik.
3) Faktor pendorong
Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dalam
penelitian ini merupakan perawat pelaksana) atau petugas kesehatan lainnya.
Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari
pemerintah daerah maupun dari pusat. Faktor penguat juga merupakan faktor
yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau
tidak. Faktor pendorong (reinforcing factor), antara lain: pelatihan
keselamatan pasien dan motivasi perawat dalam pengimplementasian
keselamatan pasien.

5. Insiden patient safety


Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal secara luas
berikut definisinya yaitu (Kasiati & Rosmalawati, 2016):
a) Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident adalah setiap
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain) yang
tidak seharusnya terjadi.
b) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”),
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
c) Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada
pasien.
14

d) Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke


pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan reaksi
alergi diberikan , diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
e) Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.
f) Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat diterima seperti:
operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait
dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang
salah, dan sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur
yang berlaku.

6. Sembilan solusi keselamatan pasien rumah sakit


Menurut WHO (2007), sembilan keselamatan pasien di rumah sakit, anatara
lain:
a) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (lookalike, sound-alike
medication names)
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), adalah salah satu
penyebab yang paling sering terjadi dalam kesalahan pemberian obat
(medication error). Dengan ada banyaknya jenis dan macam obat maka hal
ini sangat berpotensi untu mengakibat kesalahan. Solusi NORUM
diutamkan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan
memastikan resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih
dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b) Memastikan identfikasi pasien
Kegagalan melakukan identifikasi pasien secara benar sering
mengakibat kesalahan pengobatan, tranfusi dan pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur pada orang yang salah; penyerahan bayi kepada yang bukan
keluarganya, dsb. Arahan ini ditekankan pada metode untuk melakukan
15

pengecekan terhadap identitas pasien dan turut serta dalam melibatkan


pasien dalam proses ini; membentuk protokol atau kebijakan identifikasi
pasien; dan partisipasi pasien dalam proses identifikasi; serta pembentukan
protokol untuk melakukan identifikasi pasien dengan nama yang sama
c) Komunikasi dengan benar saat melakukan serah terima pasien
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki prosedur serah terima
pasien termasuk penggunaan protokol atau kebijakakn yang sudah disusun
untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi tenaga medis lain untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan.
d) Memastikan tindakan yang benar pada sisi dan area tubuh yang benar
Keselahan pada proses ini seharusnya dapat dicegah. Kasus-yang
menyebakan prosedur yang salah atau pembedahan pada sisi tubuh yang
salah sebagian besar akibat dari miskomunikasi dan tidak adanya
informasi yang benar. Faktor yang paling utama adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra- bedah yang sesuai standar. Rekomendasi pada
permasalahan ini adalah pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
memberikan tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melakukan prosedur; keterlibatan tim dalam prosedur, konfirmasikan
identitas pasien sebelum prosedur.
e) Pengendalian cairan elektrolit pekat (concentrated)
Cairan elektrolit pekat terutama yang penggunaannya melalui injeksi
sagat berbahaya. Rekomendasi yang diberikan adalah membuat protokol
atau kebijakan dari dosis, unit ukuran dan istilah serta standarisasi dalam
proses pembuatan campuran larutan saat penggunaan.
f) Memastikan akurasi pemberian obat
Rekomendasinya adalah membuat daftar “home medication list” atau
daftar obat yang sedang didapatkan oleh pasien, sebagai perbandingan
dengan daftar obat saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah
pemulangan dan komunikasikan daftar tersebut kepada setiap petugas
pelayanan berikutnya pada saat transisi atau oper pasien.
g) Menghindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)
16

Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain


sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang
yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail / rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi
serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana
menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan
& slang yang benar).
h) Gunakan alat injeksi sekali pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV,
HBV dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang dari jarum
suntik.Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di
fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di
lembagalembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip
pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga, mengenai
penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum sekali pakai yang
aman.
i) Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit.
Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk
menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs" tersedia pada
titik-titik pelayan, tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebarsihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.
17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Patient Safety

Tanda yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien, meliputi:

a) Untuk membedakan jenis kelamin pasien, digunakan perbedaan warna pada gelang
identitas pasien, gelang pink untuk perempuan, dan gelang biru muda untuk laki-
laki.
b) Untuk pasien yang sudah menggunakan gelang identitas pasien, tanya langsung
kepada pasien (pertanyaan terbuka): nama lengkap pasien dan tanggal lahir atau
nomor rekam medis. Untuk pasien yang tidak sadar, petugas harus bertanya
langsung kepada keluarga/ penunggu pasien (nama lengkap pasien dan tanggal lahir
atau nomor rekam medis). Lalu cocokan/ periksa dan bandingkan data nama lengkap
pasien dan tanggal lahir atau nomor rekam medis pada gelang pasien dengan data di
formulir terkait (misal: form pemeriksaan). Jika data yang diperoleh sama, lakukan
prosedur/ berikan obat/ tindakan sesuai rencana.
c) Jika terdapat ≥ 2 pasien di ruangan rawat inap dangan nama yang sama, periksa
ulang identitas dengan melihat alamat rumahnya
d) Untuk bayi baru lahir yang masih belum diberi nama, data di gelang pengenal
berisikan jenis kelamin bayi, nama ibu, tanggal & jam lahir bayi, nomor rekam
medis bayi, dan modus kelahiran. Dan Saat nama bayi sudah didaftarkan, gelang
pengenal berisi data ibu dapat dilepas dan diganti dengan gelang pengenal yang
berisikan data bayi.
e) Untuk pasien dengan alergi digunakan gelang merah
f) Untuk pasien yang berisiko jatuh digunakan gelang/ klip warna kuning

1. Identifikasi Gelang Pasien


a) Semua oasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau
pemberian pengobatan atau tindakan lain.
18

b) Pakaikan gelang identifikasi di pergelangan tangan pasien yang dominan, jelaskan


dan psatikan gelang terpasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
c) Pada pasien dengan fistula arterio-vena (pasien hemodialisis), gelang identifikasi
tidak boleh dipasang di sisi lengan yang terdapat fistula.
d) Jika tidak dapat dipakaikan di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan kaki.
Pada situasi dimana tidak dipasang di pergelangan kaki, gelang identifikasi dapat
dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini harus dicatat di rekam
medis pasien. gelang identifikasi harus dipasang ulang jika baju pasien diganti dan
harus selalu menyertai pasien sepanjang waktu.
e) Pada kondisi tidak memakai baju, gelang identifikasi harus menempel pada badan
pasien dengan menggunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal ini harus
dicatat dalam rekam medis pasien.
f) Gelang pengenal dan gelang alergi hanya boleh dilepas saat pasien keluar/pulang
dari rumah sakit. Gelang risiko jatuh hanya boleh dilepas apabila pasien sudah tidak
berisiko jatuh.
g) Gelang pengenal pasien (gelang pink/gelang biru) sebaiknya mencakup 3 detail
wajib yang dapat mengidentifikasi pasien, yaitu:
1) Nama pasien dengan minimal 2 suku kata.
2) Tanggal lahir pasien (tanggal/bulan/tahun).
3) Nomor rekam medis pasien.
4) Gelang identifikasi pasien.
h) Gelang identifikasi alergi sebaiknya mencakup 4 detai wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu :
1) Nama pasien.
2) Umur pasien.
3) Nomor rekam medis pasien.
4) Jenis alergi.
i) Gelang identifikasi risiko jatuh sebaiknya mencakup 4 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
1) Nama pasien.
2) Umur pasien,
3) Nomor rekam medis pasien.
4) Tingkat risiko jatuh.
19

j) Nama tidak boleh disingkat. Nama harus sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.
k) Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang identifikasi. Ganti gelang
identifikasi jika terdapat kesalahan penulisan data.
l) Jika gelang identifikasi terlepas, segera berikan gelang identifikasi yang baru.
m) Jika gelang harus dipakai oleh semua pasien selama perawatan di rumah sakit.
n) Periksa ulang ¾ detail data di gelang identifikasi sebelum dipakaikan pasien.
o) Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka, misalnya :
‘Siapa nama Anda?’ (jangan menggunakan pertanyaan tertutup seperti ‘Apakah
nama Anda Ibu Susi?’)
p) Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien tidak
sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien kepada
keluarga/pengantarnya. Jika mungkin gelang pengenal jangan dijadikan satu-satunya
bentuk identifikasi sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya ulang nama dan
tanggal lahir pasien, kemudaian bandingkan jawaban pasien dengan data yang
tertulis di gelang pengenalnya.
q) Semua pasien rawat ina dan yang akan menjalani prosedur menggunakan minimal 1
gelang identifikasi.
r) Pengecekan gelang identifikasi dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
s) Sebelum pasien di transfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan
pstikan gelang identifikasi terpasang dengan baik.
t) Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identifikasi.
u) Pada kasus pasien yang tidak menggunakan gelang identifikasi:
1) Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti: Menolak penggunaan
gelang identifikasi, gelang identifikasi menyebabkan iritasi kulit, gelang
identifikasi terlalu besar, pasien melepas gelang identifikasi.
2) Pasien harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika gelang
identifikasi tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada rekam medis.
3) Jika pasien menolak menggunakan gelang identifikasi, petugas harus lebih
waspada dan mencari cara lai untuk menggunakan gelang identifikasi, petugas
harus lebih waspada dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pasien
dengan benar sebelum dilakukan prosedur kepada pasien.
20

2. Tatalaksana Identifikasi Pasien Pada Pemberian Obat-Obatan


a) Perawat harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum melakukan
prosedur, dengan cara:
1) Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya.
2) Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal dengan rekam medis.
Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur/ berikan obat Jika terdapat
≥ 2 pasien di ruangan rawat inap dangan nama yang sama, periksa ulang
identitas dengan melihat alamat rumahnya.
b) Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus diperoleh sebelum
pemberian obat dilakukan.

3. Tatalaksana Identifikasi Pasien yang Menjalani Tindakan Operasi

a) Petugas di kamar operasi harus mengkonfirmasi identitas pasien


b) Jika diperlukan untuk melepas gelang identifikasi selama dilakukan operasi,
tugaskanlah seorang perawat di kamar operasi untuk bertanggungjawab melepas
dan memasang kembali gelang identifikasi pasien.
c) Gelang identifikasi yang dilepas harus ditempelkan di depan rekam medis
pasien

4. Tatalaksana Identifikasi Pasien yang akan Dilakukan Pengambilan dan Pemberian


Darah (Transfusi Darah)
a) Identifikasi, pengambilan, pengiriman, penerimaan, dan penyerahan komponen
darah (transfusi) merupakan tanggungjawab petugas yang mengambil darah.
b) Dua orang staf RS yang kompeten harus memastikan kebenaran: data
demografik pada kantong darah, jenis darah, golongan darah pada pasien dan
yang tertera pada kantong darah, waktu kadaluasanya, dan identitas pasien pada
gelang pengenal.
c) Staf RS harus meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya
d) Jika staf RS tidak yakin/ ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan lakukan
transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.
21

B. Diagnosa Keperawatan

Selama pengkajian, perawat mengumpulkan temuan objektif, seperti insisi terbuka atau
asupan kalori menurun dan data subjektif, seperti keluhan pasien tentang adanya nyeri
tekan pada tempat luka infeksi. Kemudian perawat menginterprestasikan data tersebut
dengan teliti, mencari kelompok dari karakteristik yang ditetapkan atau faktor risiko
yang menciptakan pola yang mengarah pada diagnosa keperawatan (Potter & Perry,
1999).

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien

a) D.0136 Risiko Cedera d.d terpapar patogen, perubahan fungsi psikomotor,


perubahan fungsi kognitif
b) D.0142 Risiko Infeksi d.d penyakit kronis
c) D.0143 Risiko Jatuh d.d usia ≥65 tahun (pada lansia) atau ≤2 (tahun pada anak), ,
penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, kekuatan otot menurun
d) D.0144 Risiko Luka Tekan d.d skor skala Barden Q ≤16 (anak) atau skala Barden
≤18 (dewasa), penurunan mobilisasi.

1. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Infeksi Nosokomial


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian infeksi nosokomial adalah
multifaktprial atau banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Darmadi (2008)
adanya sejumlah faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya infeksi
nosokomial, yang menggambarkan faktor-faktor yang datang dari luar (ektrinsik
factor) yaitu petugas pelayanan medis, peralatan medis, lingkungan, makanan dan
minuman penderita lain dan pengunjung.

C. Intervensi Keperawatan

Nomor SLKI SIKI


Diagnosa
Keperawatan
D. 0136 Setelah dilakukan intervensi Manajeman Keselamata
selama 24 jam, tingkat cedera Lingkungan
pasien menurun, dengan kriteria
Tindakan
- Toleransi aktivitas
22

meningkat 1. Observasi
- Kejadian cedera - Identifikasi kebutuhan (mis.
menurun Kondisi fisik, fungsi
- Ekspresi wajah kognitif, dan
kesakitan menurun riwayatperilaku)
- Ganguan mobilitas - Monitor perubahan status
menurun keselamatan lingkungan
2. Terapeutik
- Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis.fisik,biologi dan
kimia), jika memungkinkan
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan rsisiko
3. Edukasi
- Ajarkan
individu,keluargadan
kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
Pencegahan Cedera
Tindakan
1. Observasi
- Identfikasi area lingkungan
yang berpotensi
menyebabkan cedera
- Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
2. Terapeutik
- Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruangrawat
- Pastikan tempat tidur posisi
terendah saat digunakan
- Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
3. Edukasi
- Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri
D. 0142 Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
selama 24 jam, maka tingkat
infeksi menurun dengan kriteria Tindakan
hasil
23

- Kebersihan tangan 1. Observasi


meingkat - Identifikasi pasien pasien
- Kebersihan badan yang mengalami penyakit
meningkat infeksi menular
- Demam menurun 2. Terapeutik
- Kemerahan menurun - Terapkan kewaspadaan
- Nyeri menurun universal (mis.cuci tangan
- Bengkak menurun aseptik, gunakan alat
- Kadar sel darah putih pelindung diri seperti
membaik masker, sarung tangan,
pelingdung wajah, apron,
sepatu bot sesuai model
transmisi mikroorganisme)
- Sterilisasi dan desinfeksasi
alat-alat furnitur, lantai
sesuai kebutuhan
- Berikan tanda khusus untuk
pasien pasien dengan
penyakit menular
3. Edukasi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Ajarkan etika batuk
dan/atau bersin
D. 0143 Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh
selama 24 jam, maka tingkat
jatuh menurun dengan kriteria Tindakan

- Jatuh dari tempat tidur 1. Observasi


menurun - Identifikasi faktor risiko
- Jatuh saat dipindahkan jatuh (mis usia >65 tahun,
penurunan tingkat
menurun
kesadaran, defisit kognitif,
- Jatih saat di kamar
hipotensi ortostetik,
mendi menurun
gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan,
neuropati)
- Identifikasi faktor
lingkungan yang
mebgakibatkan risko jatuh
(mis, lantai licin,
penerangan kurang)
2. Terapeutik
- Orientasi ruanganpada
pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur,
dan kursi roda dalam
kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis
pada posisi terendah
3. Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat jika membutuhkan
24

bantuan untuk berpindah


- Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
Pemasangan Alat Pengaman
Tindakan
1. Observasi
- Identifikasi kebutuhan
keselamatan pasien
(berdasarkan tingkat fungsi
fisik, kognitif dan riwayat
perilaku sebelumnya)
2. Terapeutik
- Pasang alatpengaman (mis,
pengekang, pagar tempat
tidur, pintu dengan kunci)
untuk membatasi molitas
fisik atau akses pada situasi
yangmembahayakan, sesuai
kebutuhan
- Berikan tempat tidur
yangrendah dan ala-alat
bantuan( mis, tangga tempat
tidur, alatpenyangga) jika
perlu
- Berikan perabot dalam
ruangan yang tidak mudah
jatih
- Berikan alat untuk
memanggil perawat
- Respon setiap panggilan
segera
3. Edukasi
- Anjurkan menjauhkan
barang yang membahayakan
(mis, karpet, furnitur)
D.0144 Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Luka Tekan
selama 24 jam, maka
integritaskulit dan jaringan Tindakan
meningkat dengan kriteria Observasi
- Elastisitas meningkat - Periksa luka tekan dengan
- Hidrasi meningkat menggunakan skala (mis,
- Perfusi jaringan skala noton, skala barden)
meningkat - Periksa suhu kulit yang
- Kerusakan jaringan tertekan
menurun - Monitor status kulit harian
Kerusakan lapisa kulit menurun Terapeutik
- Keringkan daerah kulit yang
lembab akibat keringat,
cairan luka dan
25

inkontinensia fekal atau urin


- Gunakan berier seperti
lotion atau bahan penyerap
air
- Ubah posisi dengan hati-hati
setiap 2 jam sekali
- Buatjadwal perubahan
posisi
- Berikan bantalan pada titik
tekan atau tonjolan tulang
- Jaga sprai tetap kering,
bersih dan tidak ada
kerutan/lipatan
- Gunakan kasur khusus jika
perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda-tanda
kerusakan kulit
- Anjurkan melapor jika
menemukan tanda-tanda
kerusakan kulit
- Ajarkan cara merawat kulit
Perawatan Integritas Kulit
Tindakan
Observasi
- Identifikasi ganguan
integritas kulit (mis,
perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi
penurunan kelembaban,
suhu lingkungan
ekstrem,penurunan
mobilitas)
Terapeutik
- Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
- Gunakan produkberbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pad akulit
sensitif
- Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan
pelembab (mis, lotion,
serum)
26

- Anjurkan minum air yang


cukup
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
- Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saatberada diluar rumah
27

D. Implementasi Pasien Safety


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MENCUCI TANGAN BIASA


JUDUL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk membersihkan tangan


dari agent penyebab penyakit dengan
PENGERTIAN membersihkan jari, kuku, telapak tangan
hingga pergelangan tangan dilakukan dengan
sabun antiseptik atau alkohol paling tidak
selama 10 sampai 15 detik.
Mencegah infeksi nosokomial dan melindungi
TUJUAN diri dari agen penyakit yang terdiri dari kuman.
Sebelum dan sesudah melakukan asuhan
INDIKASI keperawatan secara langsung dan tidak
langsung pada pasien.

1. Sabun cair atau batang.


PERSIAPAN ALAT
2. Kran dengan air mengalir.
DAN TEMPAT 3. Lap tangan bersih dan kering atau alat
pengering.
4. Hand lotion bila diperlukan.

Pasang pengaman tempat tidur pasien, posisikan


PERSIAPAN PASIEN pasien dengan nyaman.
28

PERSIAPAN Terdapat hand sanitizer di bed pasien atau


LINGKUNGAN wastafel, sabun dan tissu di ruang rawat.

1. Kedua tangan dibasahi di bawah air mengalir


.
2. Sabun cair dituangkan dalam telapak tangan
(2-4ml), atau bila menggunakan sabun
batang digosokkan pada telapak tangan
secukupnya.
3. Telapak tangan digosokkan dengan gerakan
memutar sebanyak 10 kali.
4. Punggung tangan digosok dengan telapak
tangan yang lain sambil meratakan sabun.
5. Membersihkan kuku dan jari-jari tangan
PROSEDUR
dengan mulai kelingking samapai ibu jari
dengan arah memutar masing-masing
sebayak 10 kali, kemudian kearah telapak
tangan, punggung telapak tangan dan
melingkari pergelangan tangan. Ulangi
prosedur untuk tangan yang lain.
6. Tangan dibersihkan mulai pergelangan
tangan, punggung dan telapak tangan sampai
jari-jari tangan.
7. Tangan dikeringkan dengan lap atau alat
pengering.
Evaluasi
1. Pastikan perawat mencuci tangan dengan
TERMINASI tahapan yang benar dan lengkap.
Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
29

Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MENCUCI TANGAN STERIL


JUDUL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk membersihkan tangan


dari agent penyebab penyakit dengan
PENGERTIAN membersihkan jari, kuku, telapak tangan
hingga pergelangan tangan dengan
menggunakan sabun antiseptik dan
dikeringkan dengan handuk steril.
Mencegah infeksi nosokomial dan melindungi
TUJUAN diri dari agent penyakit mulai kuman sampai
spora.
Sebelum dan sesudah melakukan asuhan
INDIKASI keperawatan secara langsung dan tidak
langsung pada pasien.

1. Sabun yang mengandung antiseptik.


PERSIAPAN ALAT
2. Kran dengan air mengalir.
DAN TEMPAT 3. Pembersih kuku.
4. Sikat.
5. Handuk/lap steril

Pasien sudah dipersiapkan di ruang operasi


PERSIAPAN PASIEN mayor atau minor.

PERSIAPAN Siapkan alat dan bahan cuci tangan steril.


LINGKUNGAN
PROSEDUR 1. Periksa adanya luka pada tangan dan jari.
2. Lepaskan jam tangan atau cincin.
3. Gunakan pakaian bedah, penutup kepala,
masker wajah, pelindung mata jika dipakai.
30

4. Air dialirkan dengan pengontrol kaki atau


siku.
5. Kedua tangan dibasahi dibawah air mengalir,
mulai jari-jari sampai atas siku. Pertahan kan
tangan atas berada setinggi siku selama
prosedur.
6. Sabun antiseptik cair dituangkan dalam
telapak tangan (2-4 ml) dengan siku atau
pengontrol kaki.
7. Sabun diratakan mulai jari sampai 5 cm
diatas siku.
8. Kuku jari bagian dalam dibersihkan dengan
menggunakan pembersih kuku. Buang
pembersih kuku.
9. Menyikat mulai ujung jari dan kuku 15 kali
(selama ½ menit).
10. Jari-jari disikat dengan arah ke bawah selama
10 kali gerakan (kira-kira 1 menit).
11. Telapak dan punggung tangan disikat dengan
arah memutar masing-masing selama 10
gerakan (kira-kira ½ menit).
12. Pergelangan sampai diatas siku dengan arah
memutar 10 kali gerakan (selama 1 menit).
13. Mengulangi prosedur untuk tangan yang lain,
buang sikat
14. Membersihkan tangan dengan air mengalir,
mulai ujung jari sampai atas siku, dengan
tangan tetap berada diatas siku untuk masing-
masing tangan.
15. Matikan aliran air dengan menggunakan
pengontrol kakiatau siku.
16. Keringkan tangan dengan handuk steril mulai
jari-jari kearah siku.
17. Ulangi untuk tangan yang lain.
Evaluasi
1. Pastikan perawat mencuci tangan dengan
TERMINASI tahapan yang benar dan lengkap.
2.Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com
31

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MEMAKAI MASKER
JUDUL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk melindungi diri saat


kontak langsung dengan pasien dengan
PENGERTIAN menggunakan masker/penutup mulut dan
hidung.
Melindungi diri saat melakukan asuhan
TUJUAN keperawatan.
Melakukan asuhan keperawatan secara langsung
INDIKASI
dengan pasien dan lingkungan sekitar pasien.

1. Masker
PERSIAPAN ALAT
DAN TEMPAT

Pasien juga mengenakan masker, supaya tidak


PERSIAPAN PASIEN terjadi perpindahan kuman.

1. Masker tersedia di ruangan pasien atau


PERSIAPAN perawat.
LINGKUNGAN 2. Tersedianya tempat sampah medis.
PROSEDUR 1. Mencuci tangan.
2. Memberi tahu pasien maksud perawat
memakai masker.
3. Memasang masker menutupi hidung dan
mulut, kemudian mengikat tali-talinya, tali
bagian atas diikat ke belakang kepala
melewati bagian atas telinga sedangkan tali
bagian bawah diikat dibelakang leher.
4. Menanggalkan masker, dengan melepaskan
ikatan tali-talinya kemudian masker dilipat
32

dengan bagian luar di dalam.


5. Masker direndam dalam larutan lysol
(masker disposible langsung dibuang).
6. Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Masker hanya dipakai satu kali,
kemudian dicuci atau dibuang. Jika
masker sudah lembab berarti tidak efektif
lagi dan harus diganti.
b. Jangan Menggulung masker di leher dan
kemudian dipakai lagi.
c. Tidak memakai masker keluar
lingkungan pasien.
d. Mencuci tangan.
Evaluasi
1. Pastikan perawat memakai masker dengan
TERMINASI benar.
3.Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com
33

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MEMAKAI SKORT
JUDUL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk melindungi diri saat


kontak langsung dengan pasien dengan
PENGERTIAN menggunakan skort.
Melindungi diri saat melakukan asuhan
TUJUAN keperawatan.
Melakukan asuhan keperawatan secara langsung
INDIKASI
dengan pasien dan lingkungan sekitar pasien.

1. Skort sesuai ukuran, bertali, bersih.


PERSIAPAN ALAT
DAN TEMPAT

PERSIAPAN PASIEN Posisikan klien dengan nyaman.

PERSIAPAN Skort tersedia di ruangan.


LINGKUNGAN
1. Mencuci tangan.
2. Memakai skort.
3. Melepas skort dengan bagian dalam di luar,
PROSEDUR kemudian langsung dimasukan ke dalam
kantong cucian.
4. Mencuci tangan.
TERMINASI Evaluasi
1. Pastikan perawat memakai skort dengan
benar.
4.Merapikan Alat
34

Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com
35

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MEMAKAI SARUNG TANGAN


JUDUL
STERIL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk melindungi diri saat


kontak langsung dengan pasien.
PENGERTIAN
Melindungi diri saat kontk langsung dengan
TUJUAN pasien yang memiliki luka atau peralatan medis
yang steril.
Perawatan pada pasien yang terdapat luka atau
INDIKASI peralatan keperawatan yang harus terjaga
kesterilannya

1. Sarung tangan.
PERSIAPAN ALAT
2. Piala ginjal yang berisi larutan desinfektan.
DAN TEMPAT

Pastikan pasien nyaman dan saat memakai


PERSIAPAN PASIEN sarung tangan pastikan tidak tersentuh pasien.

PERSIAPAN Pastikan diletakkan jauh dari alat non


LINGKUNGAN steril.sarung tangan steril tersedia.

PROSEDUR 1. Mencuci tangan.


2. Mengambil sarung tangan hingga lipatan
jari-jari terlepas.
3. Memasukkan jari-jari tangan sesuai dengan
jari-jari sarung tangan.
4. Lakukan juga tangan yang lain sama seperti
atas.
36

5. Membuka sarung tangan, kemudian


dimasukkan ke piala ginjal yang berisi
larutan desinfektan.
6. Membereskan peralatan.
7. Mencuci tangan.

Evaluasi
1. Pastikan sarung tangan steril terpasang
TERMINASI dengan benar.
5.Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com
37

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

MENDESINFEKSI ALAT (LOGAM,


JUDUL
TENUN, KASA)

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk mensucihamakan alat-


alat medis yang digunakan pada saat
PENGERTIAN pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
menggunakan bahan kimia.
Mencegah infeksi nosocomial yang berasal dari
TUJUAN alat-alat medis.
Alat-alat medis yang digunakan saat
INDIKASI pelaksanaan asuhan keperawatan berupa logam,
tenun dan kasa.

PERSIAPAN ALAT 1. Tempat untuk merendam alat (sesuai dengan


DAN TEMPAT keperluan)
2. Larutan desinfeksi missal: lysol, saflon.

Menjauhkan pasien dari ruangan desinfeksi alat


PERSIAPAN PASIEN (logam, tenun, kasa).

PERSIAPAN Membuat ruangan khusus untuk alat desinfeksi


LINGKUNGAN alat (logam, tenun kasa)

1. Membersihkan alat dari kotoran.


2. Merendam alat selama 2 jam.
PROSEDUR
3. Membersihkan alat.
4. Membereskan alat.

TERMINASI Evaluasi
1. Pastikan alat sudah bersih.
6.Merapikan Alat
38

Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET,
KODE
TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih
Km. 32 Gedung Abdul Muthalib,
39

Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir


30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax:
0711- 581831Email :
keperawatan.unsri@yahoo.com

TANGGAL
STANDAR PROSEDUR
DOKUMEN STANDAR DIKELUARKAN
OPERASIONAL
MENDESINFEKSI DENGAN
BAHAN KIMIA
JUDUL

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk mensucihamakan alat-


alat medis yang digunakan pada saat
PENGERTIAN pelaksanaan asuhan keperawatan dengan
menggunakan bahan kimia.
Mencegah infeksi nosocomial yang berasal dari
TUJUAN alat-alat medis.
Alat-alat medis yang digunakan saat
INDIKASI
pelaksanaan asuhan keperawatan.

1. Larutan desinfektan (klorin 1%,


PERSIAPAN ALAT
glutaraldehid 2 %)
DAN TEMPAT 2. Desinfektan padat (formalin)
3. Peralatan yang akan didesinfeksi (dari kaca
atau plastic).
4. Air steril/aquabides.

Menjauhkan pasien dari dasinfektan berbahan


PERSIAPAN PASIEN kimia, supaya tidak membahayakan klien.

Desinfektan berbahan kimia tersedia,


PERSIAPAN tersedianya ruangan dan alat khusus untuk
LINGKUNGAN mendesinfektan dengan bahan kimia dan
tersimpan dalam tempat yang aman.
PROSEDUR 1. Peralatan yang sudah dipakai, direndam
dalam larutan desinfektan (lisol 0,5%)
selama 2 jam.
40

2. Kemudian dicuci bersih.


Disenfeksi dengan larutan kimia:
1. Peralatan yang bisa didesinfeksi dengan
larutan kimia, yaitu peralatan dari plastik
atau kaca.
2. Kemdian peralatan dimasukkan dalam
larutan desinfektan yang sudah
dipersiapkan (klorin 1% dalam aquabides,
glutaraldehid 2% dalam alcohol 90%),
kemudian ditunggu sampai 90 menit.
3. Peralatan dicuci dalam air steril
(aquabidest) dengan menggunakan
korentrang steril.
4. Peralatan ditempatkan dalam bak
instrumen dan bisa digunakan.

Desinfeksi dengan bahan kimia (formalin):


1. Peralatan yang bisa didesinfeksi dengan
formalin, yaitu kasa dan sarung tangan,
tetapi karena sifatnya iritatif, perlu
dipertimbangkan bila mengenai pasien
secara langsung.
2. Peralatan dimasukkan dalam dessing drum
yang sudah diberikan formalin yang
sebelumnya dibungkus kassa.
3. Dressing drum ditutup pori-porinya dan
diberi label tanggal dan jam proses
dimulai.
4. Tunggu sampai 24 jam, baru bisa
digunakan.
Evaluasi
TERMINASI 7.Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap
41

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN
42

JUDUL STERILISASI ALAT

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Suatu kegiatan untuk mensucihamakan alat-


alat medis yang digunakan pada saat
PENGERTIAN pelaksanaan asuhan keperawatan.
Mencegah infeksi nosocomial yang berasal dari
TUJUAN alat-alat medis.
Alat-alat medis yang digunakan saat
INDIKASI
pelaksanaan asuhan keperawatan.

1. Larutan desinfeksi ( Lisol, savlon, klorin)


PERSIAPAN ALAT
2. Tempat untuk merendam alat.
DAN TEMPAT 3. Jenis sterilisator yang sesuai (autoclave,
oven)

Jauhkan pasien dari tempat sterilisasi alat


PERSIAPAN PASIEN kesehatan.

PERSIAPAN Tersedianya tempat, bahan dan alat untuk


LINGKUNGAN sterilisasi.

PROSEDUR 1. Peralatan yang sudah dipakai, direndam


dalam larutan desinfektan selama 2 jam.
2. Kemudian dicuci bersih dan dikeringkan.
3. Sterilisasi dengan autoclave.
4. Peralatan yang bisa disterilkan dengan
autoclave, yaitu berbagai peralatan dari
lateks, sarung tangan, kain (laken, kassa).
5. Peralatan dipisahkan sesuai dengan jenisnya,
dan dibungkus dengan kain. Untuk sarung
tangan bagian dalam ditaruh kassa atau
43

kertas tahan air, kemudian dibungkus dengan


kertas tahan air (kertas minyak).
6. Buka autoclave, isi bagian luar panic dengan
air +/- 1500 ml.
7. Masukkan peralatan dalam panic, atur agar
panas dapat merata.
8. Tutup pipa uap, kemudian panaskan dalam
tungku pemanas.
9. Tunggu sampai panas pada thermometer
mencapai 20 derajat F, kemudian buka pipa
uap dan angkat dari sumber panas.
10. Tunggu sampai thermometer menunjukkan
angka 0, peralatan bisa diangkat.
11. Sterilisasi dengan oven.
12. Peralatan yang bisa disterilisasi dengan
sterilisasi, yaitu berbagai peralatan dari
logam (pinset, klem, dan lain-lain), kain
(laken, kassa). Untuk gunting bedah akan
mudah tumpul dengan sterilisasi ini. Untuk
jenis peralatan dari kain akan mudah rusak
juga dengan papas yang kurang merata pada
oven.
13. Peralatan disusun berdasarkan dengan
susunan rak dalam oven.
14. Kemudian atur tombol untuk pengaturan
kerja otomatis atau manual.
15. Putar pengatur panas dan lamanya waktu
pemanasan. Untuk pemanasan 160 derajat C
selama 60 menit, 170 derajat C selama 40
menit dan 180 derajat C selama 20 menit.
16. Kemudian tunggu oven bekerja sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Bila
menggunakan kerja otomatis, oven akan
44

langsung mati bila sudah sesuai dengan


pengaturan waktu dan panas. Bila
menggunakan pengaturan manual waktu
dihitung mulai suhu oven mencapai suhu
yang diinginkan, matikan oven bila selesai.
17. Setelah dingin peralatan diangkat dan bisa
digunakan atau disimpan alam tempat yang
steril.
Evaluasi
TERMINASI 8.Merapikan Alat
Dokumentasi Kegiatan secara lengkap

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email : keperawatan.unsri@yahoo.com

TANGGAL
DOKUMEN STANDAR STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
DIKELUARKAN

TATA LAKSANA KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN GANGGUAN
JUDUL INTEGRITAS KULIT DAN PERAWATAN
LUKA
45

AREA DASAR KEPERAWATAN PROFESIONAL

KEPERAWATAN
BAGIAN

Merawat luka/ mengganti balutan luka adalah


adalah suatu tindakan keperawatan untuk
PENGERTIAN mengganti balutan dalam perawatan luka
untuk mencegah infeksi silang dengan cara
menjaga agar luka tetap dalam keadaan
bersih
1. Menghilangkan sekresi yang menumpuk dan
TUJUAN jaringan mati pada luka insisi.
2. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
pada luka/insisi.
3. Membersihkan luka.
4. Memberi rasa aman dan nyaman.
5. Membantu mempercepat penyembuhan

INDIKASI Balutan luka kotor

Alat-alat yang steril:


PERSIAPAN ALAT
1. Pinset anatomi 2 buah
DAN TEMPAT 2. Pinset chirurgi 1 buah
3. Gunting runcing bila ingin mengangkat
jahitan
4. Kom kecil 2 buah masing-masing berisi:
sublimate submencurothroom / alcohol atau
kompres yang baru (menurut kebutuhan)
5. Kapas beberapa gelintir
6. Kain kasa secukupnya
7. Bengkok / kapas bersih di dalam bengkok
8. Potongan plastik ( bila luka di kompres )
9. Duk penutup
Alat-alat yang tidak steril:
1. Gunting
2. Perban
3. Plester
4. pembalut
PROSEDUR Tahap pra interaksi :
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat
Tahap orientasi :
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
46

2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan,


dan instruksikan klien untuktidak
menyentuh area luka atau peralatan steril.
3. Beri kesempatan pada klien untuk
bertanya
Tahap kerja :
1. Cuci tangan.
2. Kaji tingkat kenyamananklien.
3. Tinjau ulang instruksi penggantian
balutan.
4. Tutup ruangan atau tirai dan jendela.
5. Posisikan klien di tempat yang nyaman,
dan tutupi dengan selimut khusus untuk
memaparkan area luka.
6. Letakkankantungsekalipakaidiantaraareak
erja. Lipat ujungnyauntuk membuat
mangkuk.
7. Gunakan masker dan pelindung mata
(google) jika memungkinkan terjadi
cipratan.
8. Pakaisarung tangan sekali pakai, dan
singkirkan selang, balutan atau tali.
9. Angkat plester; tarik balutan searah
paralel pada kulit menuju balutan; angkat
plester yang masih melekat pada kulit.
10. Dengan tangan yang masih memakai
sarung tangan sekali pakai, buang semua
kasa balutan dalam satu waktu, hati- hati
agar tidak menarik drainase atau selang.
Catatan pada pembukaan balutan adalah:
a. Jika balutan menempel pada balutan
basah kering, jangan melembabkan
balutan, tarik balutan dengan perlahan
dan ingatkan klien atas
ketidaknyamananyangmungkinakandi
irasakan.
b. Jika balutan menempel di balutan
kering, lembabkan dengan larutan
saline lalu angkat.
11. Observasi karakter dan jumlah drainase
balutan dan penampakkanluka.
12. Lipat balutan yang mengandung drainase,
dan buka sarung tangan sekali pakai pada
bagian luarnya. Dengan
13. balutan kecil, buka sarung tangan dengan
bagian dalam
14. di luar. Buang sarung tangan dan balutan
yang kotor pada
15. kantung sekali pakai. Cuci tangan.
47

16. Buka nampan balutan steril atau peralatan


steril lainnya yang terpisah. Letakkan di
meja atau troli di samping tempat tidur.
17. Bersihkan luka (jika terdapat instruksi )
dengan prosedur:
18. Tuang larutan yang di instruksikan ke
dalam tabung irigasi steril.
19. Pakai sarung tangan steril. Letakkan
bantalan tahan air di bawah tubuh yang
terdapat luka. Gunakan suntikan, alirkan
larutan pada area luka.
20. Terus lakukan aliran irigasi hingga bersih.
21. Keringkan kulit dansekitarnya.
22. Beberapa pembersih yang diresepkan
dijadikan satu pada botol semprot.
Semprotkan luka untuk membersihkan
debris.
23. Berikan balutan
a. Balutan Kering
1) Pakai sarung tangansteril.
2) Inspeksi penampilan, drain, drainase
dan integritas pada kulit.
3) Bersihlkan luka dengan larutan
(bersihkan dari area yang
terkontaminasi sedikit ke area yang
paling terkontaminasi).
4) Keringkan area dengan kasa.
5) Berikan balutan kering steril yang
menutupi luka.
6) Berikan penutup balutan jika
diinstruksikan.
b. Balutan Basah
1) Pasang sarung tangansteril
2) Kaji penampilan area sekitar luka.
3) Bersihkan dasar luka dengan normal
saline atau pembersih luka lainnya.
Kaji dasarluka.
4) Lembabkkan kasa dengan kasa yang
diinstruksikan. Peras kelebihan
larutan.
5) Letakkan satu lapis kasa langsung di
atas permukaan luka. Jika luka dalam,
masukkan balutan ke dasar luka
dengan tangan atau forceps hingga
semua permukaan luka kontak dengan
kasa. Jika ada lorong luka, gunakan
aplikator berujung kapas untuk
meletakkan kasa pada area yang
berlorong. Pastikan kasa tidak
menyentuh kulit disekitarnya.
48

6) Tutupi dengan kasa kering yang steril


dan penutup balutan.
c. Fiksasi balutan
1) Gunakan plester non alergi untuk
memfiksasi balutan.
2) Gunakan teknik ikatan Montgomery:
3) Paparkanpermukaanplesterpadamasin
g-masing ikatan.
4) Letakkan ikatan berlawanan dari
balutan.
5) Letakkan plester tepat diatas kulit,
ataugunakan barrierkulit.
6) Fiksasi balutan dengan meletakkan
tali di atasnya.
24) Untuk balutan pada ekstremitas, fiksasi
balutan dengan kasa gulung atau jaring
elastis.
25) Buka sarung tangan dan buang ke
kantung. Lepaskan masker dan pelindung
mata.
26) Catat tanggal dan waktu penggantian
balutan menggunakan tinta (bukan spidol)
padaplester.
27) Rapikan semua alat dan cuci tangan
28) Bantu klien ke posisi yang nyaman
1) Evaluasi hasil / respon klien
2) Dokumentasikan hasilnya
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan
TERMINASI
selanjutnya
4) Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5) Cuci tangan
49
BAB IV

PEMBAHASAN ARTIKEL DAN ASPEK LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN

A. Pembahasan Artikel
Keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Salah satu sasaran keselamatan pasien (patient safety)
yaitu: pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan (Azhari, 2020).
Infeksi adalah invasi tubuh atau pathogen mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedara yang serius
terhadap sel atau jaringan, infeksi disebut asimtomatik dan yang terdapat melalui dari
lingkungan atau tenaga kesehatan, ini disebut infeksi nasokomial (Septriari, 2012).
Pencegahan penyebaran infeksi dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara lain
dengan menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur dan indikasi, serta
melakukan hand hygiene yang baik sesuai dengan prosedur.
Keselamatan pasien di rumah sakit kemudian menjadi isu penting karena banyaknya
kasus medical error yang terjadi di berbagai negara. Setiap tahun di Amerika hampir
100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit meninggal akibat medical error. Beberapa
faktor yang mendorong penyebaran mikroba resisten difasilitas antara lain kurangnya
perhatian pada tindakan pencegahan infeksi dasar, penggunaan alat tanpa disinfeksi,
keterbatasan fasilitas cuci tangan. Penggunaan antibiotika yang bijak dan rasional dapat
mengurangi beban penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sebaliknya, penggunaan
antibiotika secara luas pada manusia dan hewan yang tidak sesuai indikasi,
mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika secara signifikan (Azhari, 2020).
Cuci tangan merupakan salah satu penerapan salah satu perawat dalam pencegahan
infeksi nosokomial, dimana kebersihan tangan adalah suatu prosedur tindakan
memberikan tangan menggunakan sabun/antiseptic di bawah air mengalir atau dengan
menggunakan handrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara
48

mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Persatuan Pengendalian


Infeksi Indonesia, 2010).Kebersihan tangan juga terbukti paling penting faktor risiko
dalam infeksi yang didapat di rumah sakit (Squeri, Genovese, Palamara, Trimarchi, & La
Fauci, 2016). Penelitian Ragusa et al (2018) menilai kepatuhan terhadap prosedur
mencuci tangan yang dijelaskan dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pedoman,
saat memberikan perawatan rutin. WHO pedoman menunjukkan 5 momen kebersihan
tangan perawatan kesehatan: sebelum menyentuh pasien atau sebelum kontak dengan
objek milik area perawatan kesehatan; sebelum prosedur bersih / aseptik; setelah paparan
cairan tubuh; setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh pasien lingkungan.
Hasil penelitian Ragusa et al (2018) menggambarkan kepatuhan kebersihan tangan
melalui dua periode tahun pengamatan (2015 dan 2016) dilaporkan. Hasil dari analisis
kovarian dilakukan pada data tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
tingkat insiden rata-rata antara tahun 2015 dan 2016 (p = 0,15) sedangkan korelasi linear
signifikan yang umum ditemukan di antara keduanya kepatuhan terhadap prosedur
mencuci tangan dan tingkat kejadian di area medis. Korelasi linier negatif Koefisien
adalah -0,8911 (p = 0,003) yang menunjukkan bahwa kepatuhan yang lebih buruk
terhadap prosedur, semakin besar tingkat insiden infeksi terjadi.
Hal serupa juga didukung hasil penelitian Nadeak (2017) hubungan pelaksanaan
cuci tangan oleh perawat sebelum dan sesudah berinteraksi dengan pasien tentang
pencegahan infeksi nosokomial. Terdapat Hubungan yang signifikannya antara
Pengetahuan dengan kepatuahn cuci tangan oleh perawat sebelum dan sesudah
berinteraksi degan pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial di RS PTP 2 Kota
Binjai, sehingga diharapkan pada perawat untuk menerapkan langkah-langkah dan
kepatuhan terhadap cuci tangan.
Hal tersebut menegaskan peran tersebut mencuci tangan yang benar pada infeksi
silang, sejauh ini karena kebanyakan infeksi terkait perawatan kesehatan dapat dicegah
dengan kebersihan tangan yang baik. Artinya membersihkan tangan di waktu yang tepat
dan dengan cara yang benar. Kebersihan tangan adalah intervensi utama dalam
mengganggu penularan antar pasien, tenaga perawatan kesehatan dan pengunjung
(Sickbert-Bennett, DiBiase, Willis, Wolak, Weber, & Rutala, 2016).
Salah satu penggunaan APD seperti masker yang digunakan untuk melindungi wajah
dan membran mukosa dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan
lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan lingkungan udara
49

dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang digunakan harus menutupi bagian
hidung dan mulut serta melakukan fit test (penekanan di bagian hidung). Masker bedah
sebagai APD harus memenuhi kriteria sebagai berikut: kedap air agar dapat mencegah
cairan masuk ke mulut atau hidung, dan harus menempel sempurna dan erat di sekitar
mulut dan hidung. Masker juga harus fleksibel dalam pemakaiannya, inilah mengapa
masker mempunyai bagian keras fleksibel yang berada di bagian yang menemel dengan
hidung dan dapat disesuaikan oleh penggunanya. Dalam teknik pelepasan, pengguna
masker bedah juga dihimbau agar tidak menyentuh bagian depan dari masker dimana
bagian tersebut dianggap bagian yang infeksius. Penggunaan yang tidak tepat dapat
menyebabkan pengguna berisiko menghirup aerosol yang bersifat infeksius (CDC,
2015).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmalia, Ulliya, Neny dan Hartanty (2019)
untuk melihat gambaran penggunaan APD masker di ruang perawatan rumah sakit,
didapetkan data bahwa sebagian besar perawat sudah sesuai dalam pemakaian masker
dan apron dengan indikasi yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan perawat sudah
menggunakan masker kurang lebih dengan alasan yang tepat, seperti perawat sedang
sakit sehingga menghindari penularan dari perawat ke pasien, atau perawat sedang
melakukan tindakan ganti balut luka bersih maupun kotor. Perawat juga menggunakan
masker saat berinteraksi dengan pasien yang diduga menderita penyakit airborne disease
seperti suspect tuberculosis dan juga pasien yang sedang batuk atau flu. Hanya
ditemukan seorang perawat yang memakai masker lalu menurunkannya sebatas leher
dengan tujuan agar dapat berkomunikasi dengan lebih jelas. Hal itu membuat masker
menjadi kehilangan fungsinya karena tidak menutupi hidung ataupun mulut.
Hasil riset penelitian yang dilakukan oleh Muchlis dan Yusuf (2017) untuk
mengetahui gambaran kesadaran perawat dalam penggunaan APD, motivasi perawat
untuk menggunakan APD saat melaksanakan tindakan keperawatan telah sesuai dengan
jenis SOP yang akan dilakukan. Alat pelindung diri terbukti mampu membantu perawat
memperlancar pelayanan kesehatan oleh karena itu pengetahuan tentang alat pelindung
diri dasar harus dikuasi penuh oleh perawat agar tingkat kepuasan pasien semakin baik.
Perlunya peningkatan pengawasan terhadap perawat dalam penggunaan APD saat
melakukan tindakan keperawatan.
Selain mencuci tangan, perawat juga wajib menggunakan Alat Perlindungan Diri
(APD) agar menjaga dirinya dan pasien terhindar dari infeksi. Alat pelindung diri
50

merupakan salah satu peralatan yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk mencegah
terjadinya infeksi nosokomial, melindungi penderita dari kemungkinan terjadinya infeksi
dimulai dari pasien masuk, mendapatkan asuhan keperawatan dan tindakan medis sampai
pasien pulang dari rumah sakit (Pratiwi, 2020).
Salah satu alat pelindung diri yang dapat digunakan oleh perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yaitu gown/skort. Gown/Skort adalah contoh alat pelindung diri
yang digunakan dalam pengaturan perawatan kesehatan. Peralatan tersebut digunakan
untuk melindungi pemakainya dari penyebaran infeksi atau penyakit jika pemakainya
bersentuhan dengan cairan dan bahan padat yang berpotensi menularkan. Mereka juga
dapat digunakan untuk membantu mencegah pemakai jubah mandi memindahkan
mikroorganisme yang dapat membahayakan pasien yang rentan, seperti mereka yang
memiliki sistem kekebalan yang lemah. Gown adalah salah satu bagian dari strategi
pengendalian infeksi secara keseluruhan. Beberapa dari banyak istilah yang telah
digunakan untuk merujuk pada gaun yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
pengaturan perawatan kesehatan, termasuk gown bedah, gown isolasi, gaun isolasi bedah,
gown non-bedah, gown prosedur, dan gown ruang operasi (FDA, 2021).
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
dapat melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di tangan petugas kesehatan.
Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) yang paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi. Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien
sebagai upaya menghindari kontaminasi silang. Sarung tangan dipakai saat ada
kemungkinan kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit
yang terlepas, saat akan melakukan prosedur medis yang bersifat invasif (seperti:
pemasangan kateter dan infus intravena), saat menangani bahan-bahan bekas pakai yang
telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar, serta memakai sarung
tangan bersih atau tidak steril saat akan memasuki ruang pasien yang telah diketahui atau
dicurigai mengidap penyakit menular (Azhari, 2020).
Menurut Pratiwi (2020), pemakaian sarung tangan sangat efektif untuk mencegah
kontaminasi, tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaikpun, mungkin
mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat
digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan. Selain itu,
Perawat memakai sarung tangan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan.
51

Perawat memakai sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan seperti
perawatan luka, sedangan perawat memakai sarung tangan non steril dipakai apabila
melakukan tindakan seperti injeksi dan tindakan pengukuran TTV.
Strategi pencegahan infeksi seperti mencuci tangan yang efektif, menggunakan
APD, menggunakan sarung tangan steril, antiseptik, serta penggunaan dressing dapat
mencegah kontaminasi kuman patogen secara intraluminal (Basri & Nurhayati, 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jain, Clezy dan McLaws (2018)
munjukkan bahwa penggunaan sarung tangan dapat menimbulkan kekhawatiran tentang
kontaminasi silang jika dipakai terlalu dini, dilepas terlambat, atau tidak diganti antar
tugas. Selain itu, bahan sarung tangan yang terkontaminasi dapat menularkan patogen.
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan modifikasi pada penggunaan
sarung tangan untuk kontak kering dengan pasien, sehingga dapat meningkatkan
keselamatan pasien.
Selain dapat digunakan untuk mencuci tangan, larutan antiseptik juga dapat
digunakan untuk membersihkan instrumen yang kotor, sarung tangan bedah dan barang-
barang lain yang digunakan kembali dapat diproses dengan dekontaminasi, pembersihan
dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk mengendalikan infeksi.
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan dan pengendalian
yang sangat efektif meminimalkan risiko penularan infeksi. Hal penting sebelum
membersihkan adalah mendekontaminasi alat tersebut. Dengan merendam dalam larutan
kloron 0,5 % selama 10 menit. Langkah ini dapat menonaktifkan HBV, HCV dan HIV
serta dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut. Setelah melakukan
langkah dekontaminasi, selanjutnya adalah pembersihan. Proses pembersihan penting
dilakukan karena tidak ada prosedur sterilisasi dan DTT yang efektif tanpa melakukan
pembersihan terlebih dahulu (Megawati, 2020).
Menurut Grota dan Grant (2018) pembersihan dan dekontaminasi dari semua
peralatan dan lingkungan permukaan kerja harus dilakukan setelah kontak dengan darah
atau bahan lainnya yang berpotensi infeksius untuk mencegah terpaparnya patogen. Tren
terbaru dalam pembersihan lingkungan yaitu menggunakan sistem desinfeksi otomatis
menggunakan ultraviolet lampu atau uap hidrogen peroksida.
Desinfeksi dilakukan melalui penggunaan produk kimia dirancang untuk membunuh
patogen. Desinfeksi lingkungan rumah sakit memainkan peran sentral dalam mengurangi
potensi infeksi nosokomial yang disebabkan oleh C difficile, MRSA, dan VRE. Metode
52

membersihkan dan mendisinfeksi Environmental Protection Agency (EPA) sangat


penting untuk pencegahan infeksi (Branch & Amiri, 2020).
Intervensi lainnya yang dapat dilakukan dalam mencegah infeksi yaitu mensterilisasi
alat. Menggunakan bahan yang steril merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam
mencegah infeksi situs bedah dan memberikan keselamatan pasien. Sterilisasi harus
dilakukan untuk alat-alat yang kontak langsung dengan aliran darah atau cairan tubuh
lainnya dan jaringan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap bertekanan
tinggi (autoclafe), pemanasan kering (oven), sterilisasi kimiawi dan fisik. The High-
Level Disinfectant (HLD) dengan efek sporicidal atau sterilisasi gas jangka pendek
metode lebih disukai untuk sterilisasi. Proses sterilisasi dapat melindungi pasien
keamanan di ruang operasi mencegah lokasi operasi infeksi, mengurangi komplikasi,
meningkatkan kualitas operasi dan berkontribusi pada kualitas layanan kesehatan dengan
menurunkan biaya (Fatma & Gencturk, 2018).
Metode sterilisasi lain yang dapat digunakan yakni metode sterilisasi terminal yang
dapat memberikan hasil yang lebih steril. Tujuan utama dari proses sterilisasi adalah
menghancurkan mikroorganisme beban biologis sehingga keamanan pasien dapat
dijamin setiap hari (Agalloco, 2017).
Kegagalan dalam proses sterilisasi dapat mengakibatkan pengerjaan ulang,
peningkatan pemrosesan waktu, instrumen rusak, dan sterilisasi yang tidak efektif atau
tidak dapat diverifikasi. Keandalan proses sterilisasi sangat tergantung pada dukungan
teknisi terlatih dan termotivasi dalam jumlah yang memadai untuk memilih dan
menggunakan mesin sterilisasi dan memilih siklus dengan tepat, melakukan pemeriksaan
ganda sebelum sterilisasi, serta melakukan kegiatan penjaminan dan pencatatan pasca
sterilisasi (Alfred, Catchpole, Huffer, Taafe & Fredendall, 2019).
Pencegahan infeksi juga dapat dilakukan dengan mengganti balutan luka pasien.
Faktor penyebab terjadinya infeksi pada luka antara lain perdarahan oleh karena
hemostasis yang kurang sempurna, infeksi luka, jahitan kurang baik, dan teknik operasi
yang kurang baik yang ditandai dengan adanya purulent, peningkatan drainase,
peradangan/inflamasi, nyeri, kemerahan dan pembengkakan di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih. peran perawat dalam teknik
perawatan luka juga menentukan terjadinya infksi luka operasi. Semakin baik perawatan
luka dilakukan maka kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi semakin kecil, tetapi
sebaliknya semakin buruk perawatan luka dilakukan semakin tinggi kemungkinan
53

terjadinya infeksi luka operasi. Perawatan luka yang baik harus sesuai dengan standar
operasional yang ditetapkan masing-masing rumah sakit (Nenoharan, Rusmawati &
Efendy, 2020).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Arviyani dan Rusminah (2020) manfaat dari
perawatan luka steril yaitu untuk mencegah terjadinya risiko infeksi. Teknik perawatan
luka steril merupakan teknik merawat luka yang mana tenaga kesehatan memaki perlatan
dan bahan yang telah disterilkan, sehingga tidak ada bakteri atau partikel virusyang
menempel di permukaannya. Perawatan luka dan ganti balutan steril bertujuan agar
mencegah infeksi dan penyembuhan luka menjadi optimal.
Perkembangan terkini dalam balutan luka dan biosensing memungkinkan terjadinya
representasi kuantitatif, real-time dari lingkungan luka, termasuk tingkat eksudat,
patogen konsentrasi, dan regenerasi jaringan. Pengembangan kemampuan tersebut
memungkinkan lebih banyak perawatan pribadi yang strategis pada permulaan ulserasi
dan membatasi infeksi yang mengarah ke amputasi pada pasien dengan luka DM
(Gianino, Miller & Gilmore, 2018).

B. Aspek Legal Etik Dalam Keperawatan

Menurut Cooper (1991), dalam Potter dan Perry (1997), etika keperawatan dikaitkan
dengan hubungan antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang
lain.Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala macam masalah
yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para pasien yang tidak mengindahkan
dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya (Amelia, 2013). Etika keperawatan merujuk
pada standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dalam praktek sehari-hari
(Fry, 1994). Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika
keperawatan adalah mampu :

1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktekkeperawatan.


2. Membentuk strategi/cara menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktek
keperawatan.
3. Menghubungkan prinsip-prinsip moral yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan kepada Tuhan, sesuai dengan
kepercayaannya.
54

Menurut National League for Nursing (NLN): Pusat Pendidikan keperawatan milik
Perhimpunan Perawat Amerika, pendidikan etika keperawatan bertujuan:

1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antar profesi kesehatan dan
mengerti tentang peran dan fungsi masing-masing anggota tim tersebut.
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang berkenaan denganmoralitas,
keputusan tentang baik dan buruk yang akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
sesuai dengan kepercayaannya.Mengembangkan sikap pribadi dan sikap profesional
peserta didik.
3. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu dan prinsip-
prinsip
etika keperawatan dalam praktek dan dalam situasi nyata.
1. Dasar Hak & Kewajiban dalam Etika Keperawatan
Dasar Hukum Hak dan Kewajiban Perawat dan Pasien adalah sebagai berikut:
a) UU RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
b) UU RI No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
c) UU RI No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
d) Keputusan Menteri Kesehatan No 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi
dan
Praktek Perawat
e) PP No 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
f) Permenkes No 148/2010
g) UU Keperawatan No 38 Tahun 2014
2. Permasalahan Etika Dalam Praktik Keperawatan Saat Ini
a) Malpraktik
Secara harfiah malpraktik terdiri atas kata “mal” yang berarti salah dan
“praktik” yang berarti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktik berarti
pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian, tetapi
kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang
salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.Malpraktik juga didefinisikan
sebagai kesalahan tindakan professional yang tidak benar atau kegagalan untuk
menerapkan keterampilan profesional yang tepat.
Dalam profesi kesehatan, istilah malpraktik merujuk pada kelalaian dari
seorang dokter atau perawat dalam mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
55

pengetahuannya untuk mengobati dan merawat pasien. Malpraktik dapat juga


diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum
yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-
prinsip transparansi atau keterbukaan dalam arti harus menceritakan secara jelas
tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan jasa lain yang diberikan.
Malpraktik terbagi kedalam tiga jenis, yaitu malpraktik kriminil (pidana),
malpraktiksipil (perdata),malpraktik etik.
1) Criminal Malpractice atau Malpraktik kriminal (pidana) merupakan kesalahan
dalam menjalankan praktek yangberkaitan dengan pelanggaran UU Hukum
“pidana” yaitu seperti: melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien
menyebabkan pasien meninggal/luka karena kelalaian; melakukan abortus;
melakukan pelanggaran kesusilaan/kesopanan; membuka rahasia kedokteran /
keperawatan; pemalsuan surat keterangan atau sengaja tidak memberikan
pertolongan pada orang yang dalam keadaan bahaya. Pertaggungjawaban
didepan hukum pada criminal malpraktik adalah bersifat individual/personal
dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada instansi
yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.
2) Civil malpractice atau Malpraktik sipil (perdata). Seorang tenaga kesehatan
akan disebut melakukan malpraktik sipil apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak melaksanakan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).
3) Malpraktik etik, merupakan tidakan keperawatan yang bertentangan dengan
etika keperawatan, sebagaimana yang diatur dalam kode etik keperawatan
yang merupakan seperangkat standar etika, prinsip, aturan, norma yang beraku
untuk perawat. Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik
merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan
pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan
kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

b) Negligence (Kelalaian)
56

Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar
sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno, 2005). Menurut Amir
dan Hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati,
yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.Negligence, dapat berupa Omission
(kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission
(melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
a. Jenis-jenis kelalaian

Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:

1) Malfeasance: yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak


tepat/layak.Misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat.
2) Misfeasance: yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat.Misal: melakukan Tindakan keperawatan
dengan menyalahi prosedur.
3) Nonfeasance: tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajibannya. Misalnya Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur
tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga


kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat unsur, yaitu :

1) Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu pada pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertrntu.
2) Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3) Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
4) Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya.
57

b. Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas,
tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit,
Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana,
juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan
bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesaiannya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan
juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan
361 KUHP.
3. Prinsip Moral Dalam Etika Keperawatan
Moral mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang etis dan
dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi
untuk menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diijinkan
dalam suatu keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam keperawatan yaitu:
Otonomi, beneficience, justice/keadilan, veracity, avoiding killing dan fidelity (John
Stone, 1989; Baird et.al, 1991).
a. Prinsip Otonomi (Autonomy)
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan
sendiri atau mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai
harga diri dan martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak Tindakan
invasif yang dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak
untuk melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan
otoritas bagi dirinya.
Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas sejelasnya
bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb
sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah
mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman
b. Prinsip Kebaikan (Beneficience)
58

Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien,
tidak merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan
dengan hal ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak
boleh dipaksakan untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong
menggunakan kursi roda.
c. Prinsip Keadilan (Justice)
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai
dengan kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total
care, maka perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa
membeda-bedakan klien. Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri
maka perawat tidak perlu memandikannya lagi.
d. Prinsip Kejujuran (Veracity)
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya
dan tidak membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina
hubungan saling percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien
yang menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat
perlu memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan
kondisi kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
e. Prinsip mencegah pembunuhan (Avoiding Killing)
Perawat menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber
pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan
tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara
istrinya diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan
untuk tidak melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa
Indonesia yang agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU RI
memang belum ada tentang legalitas Tindakan euthanasia.

f. Prinsip Kesetiaan (Fidelity)

Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati


janji, menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering
dihadapi misalnya perawat telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi
59

klien pada saat Tindakan pemberi asuhan maka perawat harus siap untuk
memenuhinya.
BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
1. Asuhan keperawatan pada pasien dengan memperhatikan aspek pengendalian infeksi
dan patient safety yaitu dimulai dari pengkajian, perumusan diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi yang fokus membahas mengenai masalah keperawatan
pengendalian infeksi dan patient safety.
2. Implementasi keperawatan yang dapat dilaksanakan dalam mengatasi masalah
pengendalian infeksi dan patient safety yaitu dengan melaksanakan hand hygiene
yang tepat dan pemakaian alat pelindung diri yang sesuai dengan standar operasional
prosedur dan indikasi.
2. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan dapat memperhatikan hak dan kewajiban
pasien dan keluarga, nilai-nilai fundamental keperawatan, prinsip moral etika
keperawatan, serta keamanan dan keselamatan pasien.
61

DAFTAR PUSTAKA

Agalloco, J. P. (2017). Increasing patient safety by closing the sterile production gap-part 1.
Introduction. PDA Journal of Pharmaceutical Science and Technology, 71(4), 261 – 268.
Alfred, M., Catchpole, K., Huffer, E., Taafe, K., & Fredandall, L. (2019). A work systems
analysis of sterile processing: sterilization and case cart preparation. WSA of Sterile
Processing, 18, 173 – 196. Doi: 10.1108/S1474-823120190000018008.
Amelia, N. (2013).Prinsip Etika Keperawatan. Yogyakarta: D-Medika.
Arviyani., & Rusminah. (2019). Penerapan perawatan luka pasca open reduction internal
fixation (orif) klavikula hari ke-2. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, 5(1), 14 – 18.

Azhari, R. (2020). Patient safety memutus rantai infeksi.

Basri., & Nurhayati, S. (2020). Hubungan perawatan catheter vena central (cvc) terhadap
terjadinya infeksi aliran darah primer (iadp). Jurnal Keperawatan Priority, 3(2), 69 – 77.
Branch, R., & Amiri, A. (2020). Environmental surface hygiene in the or: strategies for
reducing the transmission of health care–associated infections, 112(4), 327 – 342.
Centre for Disease Control and Prevention. (2015). Personal protective equipment. Diperoleh
dari https://www.cdc.gov/niosh/topics/emres/ppee
Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial: problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Depkes RI. (2011). Peraturan menetri kesehatan republik indonesia no.1691
/menkes/per/viii/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit. Jakarta: DEPKES.

DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indoensia. Jakarta : DPP PPNI.

Fatma, A. Y., & Gencturk, N. (2018). Disinfection and sterilization related situations for
patient safety in operation rooms. International Journal of Caring Sciences, 11(1), 607 –
613.
Gianino, E., Miller, C., & Gilmore, J. (2018). Smartwound Dressings for Diabetic
chronicwounds. Bioengineering, 5(51).
Grota, P.G., & Grant, P. S. (2018). environmental infection prevention priorities of patient
safety collaboration. Crit Care Nurs, 41(1), 38 – 46.
62

Jain, S., Clezy, K., McLaws M. L. (2018). Safe removal of gloves from contact precautions:
The role of hand hygiene. American Journal of Infection Control 46.
https://doi.org/10.1016/j.ajic.2018.01.013

Kasiati., & Rosmalawati, W.D. (2016). Manajemen keselamatan pasien. Jakarta:


KEMENKES.
Menkes, R. I. (2017). Permenkes ri nomor 27 tahun 2017 tentang pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta: KEMENKES.
Megawati, Y. (2010). Peran perawat dalam memutus rantai infeksi di rumah sakit.
https://doi.org/10.31219/osf.io/vbkwf
Muchlis, S., & Yusuf, M. (2017). Kesadaran perawat dalam penggunaan alat pelindung diri
(APD). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 2(3), 1-8.
Nadeak, YS. (2017). Hubungan Pelaksanaan Cuci Tangan oleh Perawat Sebelum dan
Sesudah berinteraksi dengan Pasien tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS
PTPN II Bangkatan Binjai Tahun 2017. Jurnal Riset Hesti Medan,2(1). 71-75.
Nenoharan, R.A., Rusmawati, A., & Efendy. M.A. (2020). Analisis peran perawat dalam
mengatasi kejadian infeksi luka operasi (ilo) di rsud gambiran kota kediri.
Nurmalia, D., Ulliya, S., Neny, L., & Hartanty, A.A. (2019). Gambaran penggunaan alat
pelindung diri oleh perawat di ruang perawatan rumah sakit. Journal Of Holistic And
Health Sciense, 2(1), 45-53.
PERDALIN. (2011). Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya kesiiapan menghadapii emerrgiing iinffecttiious
diisease. Jakarta: KEMENKES.
Potter, P. A. & Perry, A. G. (2012). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses,
dan praktik (Ed. 4). Jakarta: EGC.
Pratiwi, N. (2020). Penggunaan alat pelindung diri sebagai upaya dalam memutus rantai
infeksi di rumah sakit. https://doi.org/10.31219/osf.io/qsg35.
Ragusa, R et al (2018). Healthcare-associated Clostridium difficile infection: role of correct
hand hygiene in cross-infection control. J PREV MED HYG 59: E145-E152.
Septiari, B. B. (2012). Infeksi nosokomial. Jakarta: Nuha Medica.
Squeri R, Genovese C, Palamara MA, Trimarchi G, La Fauci V. (2016). Clean care is safer
care: correct handwashing in the prevention of healthcare associated infections. Ann Ig
28:409- 415. doi: 10.7416/ai.2016.2123
63

Sickbert-Bennett EE, DiBiase LM, Willis TM, Wolak ES, Weber DJ, Rutala WA. Reduction
of healthcare-associated infections by exceeding high compliance with hand hygiene
practices. Emerg Infect Dis. 22(16): 28-30.

Tutianty., Lindawati., & Krisanti, P. (2017). Manajemen keselamatan pasien. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Utama, H.W. (2006). Infeksi nosokomial. Diakses pada


http://zmutclik.blogspot.com/2010/01/infeksi-nosokomial.

Utami, N.W., Agustine, U & Happy, R.,E. (2016). Etika Keperawatan dan Keperawatan
Profesional. Jakarta : BPPSDM KEMENKES RI.

Vincent, C. (2011). The essentials of patient safety. Diakses pada


http://www.iarmm.org/IESRE2012May/Vincent_Essentials.pdf
Weston, D. (2013). Fundamentals of infection prevention and control: theory and practice
2nd edition. Wiley-Blackwell.
Wigglesworth, N. (2014). National model policies for infection prevention and control.
Diakses pada http://www.hps.scot.nhs.uk
WHO. (2007). The nine patients safety solution. Diakses pada
https://www.who.int/patientsafety/events/07/02_05_2007/en/
WHO. (2009). Who guidelines on hand hygiene in health care. Diakses pada
https://www.who.int/gpsc/5may/tools/who_guidelines-handhygiene_summary.pdf
64

PEBAGIAN TUGAS

1. Ledy Astridina

Legal etik dalam keperawatan dan pembahasan jurnal (7jurnal)

2. Halimil Umami

Sekretaris makalah dan Bab II (Tinjauan Pustaka)

3. Reisti Aan Savitri

Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan pembahasan


jurnal (7jurnal)

4. Wiwin Wikayani

Legal etik dalam keperawatan dan sekretaris ppt

5. Nisrina Farah Fadhilah

Bab I (latar belakang), Bab II (Tinjauan Pustaka), dan pembahasan jurnal (12jurnal)

Anda mungkin juga menyukai