MELENA EC BISITOPENIA
OLEH
KIKI ELVIANI
NIM.04064822124009
1
pada saluran cerna. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas
ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh kasus (Anderson, S., & Price, 2005).
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam
manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding
yang bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada
pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea
(Anderson, S., & Price, 2005).
B. ETIOLOGI
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anderson, S., & Price (2005)
mengatakan bahwa terdapat beberapa etiologi dari melena yaitu:
1. Terdapat luka atau pendarahan di lambung atau usus.
Kelainan di lambung Gastritis erisova hemoragikadapat menyebabkan
terjadinya hematemesis melena bersifat tidak masif dan timbul setelah
penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
2. Esofagitis dan Tukak Esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena daripada hematemis. Tukak di esophagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum
3. Tukak lambung
Tukak lambung Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah,
nyeri ulu hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak
begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
4. Kelainan darah
Kelainan darah seperti polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia,
hemofili dan trombositopenia purpura.
2
5. Wasir.
Penyakit wasir atau ambeien adalah penyakit yang terjadi di dalam
rektum. Biasanya orang-orang yang menderita penyakit in tidak akan
merasakan sakit pada saat buang air besar, namun darah darah tetap keluar
setelah buang air besar. Untuk gejala awal penyakit ini adalah tidak jauh
berbeda dengan penyakit ambein pada umumnya yakni adanya rasa gatal
dan panas di bagian lubang anus.
6. Disentri
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang
disertai darah atau lendir. Selain diare, gejala disentri yang lain meliputi
kram perut, mual, dan muntah.
7. Terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol.
C. PATOFISIOLOGI
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna
merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung,
pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang-
kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon
asenden, feses dapat berwarna merah terang/gelap. Diperkirakan darah yang
muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-
8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan
sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam
seperti teh selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti
keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari
setelah episode perdarahan tunggal
Adapun penyebab terjadinya melena salah satunya yaitu aspirin, OAINS,
stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat
mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa
muskularis disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi
mukus sebagai pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang
3
akan menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan
hemoragi gastrointestinal.
Penyebab melena yang lainnya adalah alkohol dan hipertensi portal berat
dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran kolateral bypass: melalui
vena koronaria lambung ke dalam vena esofagus subepitelial dan submukosal
dan akan menjadi varises pada vena esofagus. Vena-vena yang melebar dan
berkeluk-keluk terutama terletak di submukosa esofagus distal dan lambung
proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke dalam lumen.
Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan radang, beku darah
yang melekat dan kemungkinan ruptur, mengakibatkan hemoragi
gastrointestinal.
Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab
melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai
akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah. Pembuluh yang berdilatasi
ini disebut varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan melena. Melena terjadi apabila
darah terakumulasi dalam lambung dan akhirnya memasuki traktus intestinal.
Feses akan seperti ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah
telah memasuki traktus intestinal.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan
menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme
ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat
pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
4
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan atas (Anderson, S., &
Price, 2005).
E. DIAGNOSA MEDIS
Penegakan diagnosa medis dari melena, tindakan pertama tenaga
kesehatan harus melakukan dan memastikan pasien mengalami melena atau
tidak, salah satu tindakannya yaitu dengan colok dubur. Lalu setelah
melakukan tindakan pemeriksaan fisik, maka dilakukan tes hitung darah
5
lengkap dan mengambil sampel tinja untuk memastikan adanya perdarahan.
Selain itu pula, pemeriksaan endoskopi akan dilakukan untuk melihat kondisi
saluran pencernaan bagian atas, pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan
sumber perdarahan, sehingga dapat ditentukan tindakan yang tepat untuk
menghentikan pendarahan. Adapun penyebab dari melena itu sendiri yaitu
menurut (Purwadianto & Sampurna, 2000):
1. Kelainan esophagus:
Varises, esofagitis dan kegananasan esophagus
2. Kelainan lambung dan duodenum:
Tukak lambung, tukak duodenum dan keganasan lambung serta keganasan
pada duodenum
3. Penyakit darah:
Leukemia, purpura dan trombositopenia
4. Uremia
5. Pemakaian obat yang ulserogenik:
Golongan salisilat, kortikosteroid dan alkohol
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah
rutin berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan
hemostasis lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis,
pemeriksaan fungsi hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan
fungsi ginjal untuk menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis,
pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori.
2. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan
lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
3. Kontras Barium (radiografi)
a. Barrium Foloow through.
b. Barrium enema
6
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini
dilakukan atas dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.
4. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna
yang tersembunyi dari visual endoskopik.
5. Colonoscopy
Pemeriksaan colonoscopy dianjurkan pada pasien yang menderita
peradangan kolon.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan perdarahan pada melena menurut Purwadianto &
Sampurna (2000) yaitu:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Kita
harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti
NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil
menunggu darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan.
Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan
trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila
dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated
Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan
pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa
protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer dan lainnya. Bila
terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada
penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya
varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Selain
pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan pemberian nutrisi
yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan
lagi, dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada, dan memberikan
edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu
mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar
tidak mengalami perdarahan lagi.
7
2. Penatalaksanaan khusus
Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan
adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan
etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi
listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi
dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi
metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau
kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat
dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi
ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
a. Memperbaiki atau menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti
gizi, stres, lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari atau menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif
seperti asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa
proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intravena 2-3 kali 40
mg/hari atau bolus intravena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8
mg/jam selama 12 jam kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau
sampai perdarahan berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa
PPI diindikasikan pada perdarahan non varises, karena PPI dapat
menaikkan pH diatas 6 sehingga menyebabkan bekuan darah yang
terbentuk tetap stabil, tidak lisis
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa
terapi tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu:
Terapi tripel :
- PPI + amoksisilin + klaritromisin
- PPI + metronidazol + klaritromisin
- PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
8
- Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
- Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
- Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole
4. Usaha meningkatkan faktor defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang
meningkatkan faktor defensif selama 4-8 minggu antara lain:
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari
5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang
cukup penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau
memang sudah ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan.
Biasanya pembedahan dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
Keadaan dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8
jam pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter,
sedangkan gawat II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I
pasien masih membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum
refrakter
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Tirah baring
2. Diit makanan lunak
3. Pemeriksaan Hn, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
4. Pemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang luas
5. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
6. Pengawasan terhadap tanda-tanda vital pasien
9
7. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang
tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik
I. KOMPLIKASI
Terdapat beberapa komplikasi menurut Hamidah (2019) yaitu:
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan dapat
terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%
dan berlangsung selama 24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Gagal Ginjal Akut, terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak
teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock,
diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
3. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak,
sehingga terjadi penurunan kesadaran
4. Ensefalopati
Ensefalopati, terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring
toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati
terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran
akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang
oleh hati.
J. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien melena sebelum dilakukan penatalaksanaan lebih
lanjut diantaranya seperti obat antihipertensi portal, transfusi darah, endoskopi
dan pengobatan lain yang sesuai dengan gejala yang disebabkan oleh
10
perdarahan, dapat dilakukan dulu alat penilaiain glasgow blatchford score
(GBS). Karena alat penilaian GBS telah terbukti memiliki kepekaan yang
cukup baik untuk mengidentifikasi pasien perdarahan saluran cerna bagian atas
yang beresiko tinggi mendapatkan intervensi. GBS menggunakan skala 0
sampai 23 sesuai dengan besarnya resiko (Nabilla, Iriawan, & Nuriatin, 2016):
- Skor 0 pada GBS memiliki resiko rendah dengan prognosis baik dan dapat
hanya dilakukan rawat jalan
- Skor 1-5 merupakan resiko sedang dengan prognosis kurang baik karena
terdapat peningkatan intervensi dari pengobatan lain misalnya dilakukan
endoskopi dan dianjurkan untuk rawat inap.
- Skor >6 menandakan resiko buruk karena memerlukan intervensi dari
pengobatan, misalnya dilakukan transfusi darah atau pembedahan.
11
K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Kelainan esophagus: Kelainan lambung dan Penyakit darah: Penyakit sistemik: Obat-obatan
varises esophagus, duodenum: tukak leukemia, DIC, purpura sirosis hati ulserogenik: golongan
esofaglotis, keganasan lambung dan trombositopenia, salisilat,
esofagus keganasan hemophilia kortikosteroid, alkohol
Peningkatan tekanan Iritasi mukosa lambung Pecahnya pembuluh Obstruksi aliran darah O2 mukosa terhambat
portal darah lewat hati
Pembuluh darah pecah Erosi dan ulserasi Perdarahan Pembentukan kolateral Asam lambung
meningkat
Varises
NYERI
AKUT
12 MELENA
ANSIETAS Feses warna hitam Melena Perdarahan
13
KONSEP BISITOPENIA
A. DEFINISI
Bisitopenia adalah penurunan jumlah pada dua jenis komponen sel darah.
Gejala bisitopenia dapat beragam misalnya berupa gejala anemia seperti lemas,
pucat, berdebar-debar atau gejala trombositopenia dan leukopenia seperti
perdarahan sulit berhenti, mudah memar dan mudah terkena infeksi
(Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2015).
B. ETIOLOGI
Penurunan dua komponen sel darah tersebut dapat terjadi jika terdapat
kelainan hematologi maupun kelainan organ yang berhubungan dengan sel
darah. Bisitopenia dapat menggambarkan suatu proses yang dilalui sebelum
terjadinya pansitopenia (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2015).
C. PATOFISIOLOGI
Bisitopenia adalah penurunan dua dari tiga komponen sel darah (angka
eritrosit, angka leukosit dan trombosit). Dua dari tiga komponen tersebut dapat
mengalami penurunan jumlah jika terjadi suatu kelainan hematologi maupun
kelainan organ yang berhubungan dengan sel darah. Penurunan dapat terjadi
pada jumlah eritrosit dan jumlah trombosit dengan jumlah leukosit yang
normal atau meningkat, penurunan jumlah eritrosit dan leukosit dengan angka
trombosit normal. Bisitopenia dapat menggambarkan suatu proses yang dilalui
sebelum terjadinya pansitopenia. Pansitopenia, yaitu penurunan jumlah ketiga
komponen sel darah. Jadi, bisitopenia dapat berkembang menjadi pansitopenia
(Sudoyo, A, W, 2007)
14
d. Penurunan kinerja fisik
2. Penurunan Kadar Leukosit ditandai dengan:
Rentan mengalami infeksi
3. Penurunan Kadar Trombosit ditandai dengan:
Risiko perdarahan
E. DIAGNOSA MEDIS
1. Anemia defisiensi Fe
2. Anemia hemolitik
3. Anemia aplastik
4. Trombositopenia
5. Idiopatik trombositopenia purpura
6. Leukositosis (Sudoyo, A, W, 2007)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan BMA (Bone Marrow Aspiration) ) dilakukan jika penyebab
dicurigai berasal dari keganasan (Sudoyo, A, W, 2007)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan ditujukan untuk mencari penyebab menurut Aru W.
Sudoyo (2007) yaitu dengan cara:
1. Transplantasi sel darah
2. Pemberian antibiotik untuk pencegahan infeksi
3. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada
H. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung dan kematian akibat beban jantung yang berlebihan dapat
terjadi pada anemia berat
2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel darah putih atau
trombosit juga terlihat (Sudoyo, A, W, 2007)
15
I. PROGNOSIS
1. Qua ad vitam : dubia ad malam
2. Qua ad functionam : dubia ad malam
3. Qua ad sanationam : dubia ad malam
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Ketidakseimbangan RISIKO
antara suplai dan INFEKSI
kebutuhan oksigen
INTOLERANSI
AKTIVITAS
16
PENGKAJIAN
PADA PASIEN MELENA EC BISITOPENIA
A. IDENTITAS PASIEN
Pada identitas pasien terdapat beberapa hal yang harus dikaji, yaitu:
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku/ Bangsa :
6. Pekerjaan :
7. Pendidikan :
8. Alamat :
B. PENANGGUNG JAWAB
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Hubungan pasien:
7. Alamat :
8. No handphone :
C. KELUHAN UTAMA
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang dilakukan untuk mendukung
keluhan utama dengan cara melakukan dan menanyakan pertanyaan yang
bersifatt ringkas dan menyeluruh
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pengkajian pada riwayat kesehatan sebelumnya dilakukan untuk
mendukung apakah pasien tersebut memiliki riwayat penyakit lain yang
pernah diderita sebelumnya
17
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian pada kesehatan keluarga dilakukan untuk mengetahui
apakah keluarga mengidap riwayat penyakit yang sama
18
Cara pasien dalam menghadapi masalah
11. Nilai dan kepercayaan
Kepercayaan agama yang dianut pasien
E. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Kesadaran umum
b. TB/BB
c. Postur tubuh
d. Warna kulit
e. Turgor kulit
2. Tanda-tanda vital
a. Nadi
b. Suhu
c. Respirasi
d. Tensi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala
- Insepksi : Kepala bersih atau tidak, ada lesi atau tidak, rambut
bersihh atau tidak, beruban atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
2) Wajah
- Inspeksi : Kulit wajah pasien pucat atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
3) Mata
- Inspeksi : Kongjuntiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak,
visus 6/6, isokor atau tidak
- Palpasi : Tekanan intraokular 15 mmHg
19
4) Telinga
- Inspeksi : Ada serumen atau tidak, apakah warnanya, terdapat
rambut halus atau tidak, ada kemersahan atau tidak,
menggunakan alat bantu atau tidak, ada lesi atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
5) Hidung
- Inspeksi : Ada lesi atau tidak, lembab atau tidak, apakah ada polip
atau tidak dan septum sejajar atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
6) Leher
- Inspeksi : Ada lesi atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
- Auskultasi: CVP teraba atau tidak, arteri karotis teraba atau tidak
7) Mulut
- Inspeksi : Mukosa bibir kering atau tidak, bibir pucat atau tidak
b. Pemeriksaan integumen
- Inspeksi : Kulit terdapat lesi atau tidak, turgor kulit
20
- Perkusi : Batas jantung lebih dari 4,7,10 ke arah kiri dari garis mid
sterna pada RIC 4,5, 8
- Auskultasi : Terdengar bunyi jantung I (S1=Lup) dan bunyi jantung II
(S2= dup)
d. Pemeriksaan mamae
- Inspeksi : Integritas kulit baik atau tidak, puting menonjol atau tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
e. Pemeriksaan abdominal
- Inspeksi : Tidak ada lesi, ada bekas operasi sesar atau tidak, ada
stretch mark atau tidak
- Auskultasi : Bising usus
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
- Perkusi : Timpani
f. Pemeriksaan genetalia
- Inspeksi : Bersih atau tidak, Ada bengkak atau tidak, kulit baik tidak
- Palpasi : Ada pembengkakan atau tidak dan teraba nyeri atau tidak
- Anus : Anus dapat berfungsi dengan baik atau tidak, nyeri tidak
21
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
3. Kontras Barium (radiografi)
4. Ongiografi
5. Colonoscopy
6. Pemeriksaan darah lengkap
7. Pemeriksaan BMA (Bone Marrow Aspiration) ) dilakukan jika penyebab
dicurigai berasal dari keganasan
22
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 DS: Agen pencedera Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri fisiologis (inflamasi
mukosa lambung)
DO:
- Pasien tampak meringis
- Pasien bersikap protektif
- Pasien gelisah
- Frekuensi nadi pasien
meningkat
- Pasien sulit tidur
- Tekanan darah pasien
meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir pasien
terganggu
- Pasien menarik diri
- Pasien berfokus pada diri
sendiri
- Diaforesis
2 DS: Iritasi lambung Nausea
- Pasien mengeluh mual
- Pasien mengatakan merasa
ingin muntah
- Pasien tidak minat untuk makan
- Pasien mengatakan asam di
mulut
- Pasien mengatakan ada sensai
panas/ dingin
- Pasien mengatakan sering
23
menelan
DO:
- Saliva pasien meningkat
- Pasien pucat
- Diaforesis
- Takikardia
- Pupil dilatasi
3 DS: Kehilangan cairan Hipovolemia
- Pasien mengatakan merasa aktif dan
lemah kekurangan intake
- Pasien mengatakan merasa haus cairan
DO:
- Frekuensi nadi meningkat
- Nadi teraba lemah
- Tekanan darah menurun
- Tekanan nadi menyempit
- Turgor kulit menurun
- Membran mukosa kering
- Volume urin menurun
- Hematokrit meningkat
- Pengisian vena menurun
- Suhu tubuh meningkat
- Konsentrasi urin meningkat
- Berat badan turun tiba-tiba
4 DS: Faktor psikologis Defisit nutrisi
- Pasien mengatakan kenyang (mual dan muntah
(cepat kenyang setelah makan) sehingga enggan
- Pasien mengatakan kram perut untuk makan)
- Pasien mengatakan nyeri
abdomen
- Pasien mengatakan nafsu maan
menurun
24
DO:
- Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot penelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
5 - Gangguan koagulasi Resiko perdarahan
(Penurunan
trombosit)
6 - Perdarahan dan Resiko
hipovolemia ketidakseimbangan
cairan
7 - Ketidakadekuatan Resiko infeksi
pertahanan tubuh
sekunder:
Penurunan
imunitas tubuh
8 DS: Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
- Pasien mengatakan dispnea antara suplai dan
saat/ setelah aktivitas kebutuhan oksigen
- Pasien mengatakan merasa
tidak nyaman setelah beraktivitas
- Pasien mengatakan merasa
lemah
DO:
- Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat
- Tekanan darah berubah >20%
25
dari kondisi istirahat
- Gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/ setelah aktivitas
- Gambaran EKG menunjukkan
iskemia
- Sianosis
26
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut behubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi mukosa
lambung) dibuktikan dengan pasien mengatakan nyeri, pasien tampak
meringis, pasien bersikap protektif, pasien gelisah, frekuensi nadi pasien
meningkat, pasien sulit tidur, tekanan darah pasien meningkat, pola napas
berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir pasien terganggu, pasien
menarik diri, pasien berfokus pada diri sendiri dan diaforesis
27
6. Resiko keseimbangan cairan dibuktikan dengan perdarahan dan hipovolemia
28
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSIS TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI
keperawatan selama ...x24 TINDAKAN
jam diharapkan tingkat nyeri OBSERVASI
menurun dengan kriteria 1. Mengidentifikasi lokasi,
hasil: karakteristik, durasi,
- Kemampuan frekuensi, kualitas dan
menuntaskan aktivitas intensitas nyeri
meningkat 2. Mengidentifikasi skala nyeri
- Keluhan nyeri 3. Mengidentifikasi respon non
menurun verbal
- Meringis menurun 4. Mengidentfikasi faktor yang
- Tidak gelisah lagi memperberat dan
- Kesulitan tidur memperingan nyeri
menurun 5. Identifikasi pengaruh nyeri
- Tidak lagi menarik terhadap kualitas hidup
diri 6. Monitor keberhasilan terapi
- Tidak berfokus pada komplementer
diri sendiri
- Diaforesis menurun TERAPEUTIK
- Perasaan tertekan 1. Memberikan teknik
menurun nonfarmakologi
- Pupil dilatasi menurun 2. Kontrol lingkungan yang
- Tidak lagi mual dan memperberat nyeri
muntah
- Frekuensi nadi EDUKASI
membaik menjadi 60- 1. Jelaskan penyebab, periode
100x/menit dan pemicu nyeri
- Pola napas membaik 2. Jelaskan strategi meredakan
- Tekanan darah nyeri
membaik menjadi 120/80 3. Anjurkan memonitor nyeri
29
mmHg secara mandiri
- Nafsu makan 4. Ajarkan teknik
membaik nonfarmakologi
- Pola tidur membaik
Nausea Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN MUAL
keperawatan selama ...x24 TINDAKAN
jam diharapkan tingkat OBSERVASI
nausea menurun dengan 1. Observasi pengalaman mual
kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor penyebab
- Keluhan mual mual
menurun 3. Identikfikasi antiemetik untuk
- Perasaan ingin muntah mencegah mual
menurun 4. Monitor mual (frekuensi,
- Mulut tidak terasa durasi, dan tingkat keparahan
asam lagi 5. Monitor asupan nutrisi dan
- Sensasi panas atau kalori
dingin menurun
- Frekuensi menelan TERAPEUTIK
menurun 1. Kendalikan faktor lingkungan
- Diaforesis menurun penyebab mual (bau tak sedap,
- Jumlah saliva suara, dan rangsangan visual
menurun yang tidak menyenangkan)
- Tidak lagi pucat 2. Kurangi atau hilangkan
- Tidak lagi takikardi keadaan penyebab mual (misal
- Tidak dilatasi pupil kecemasan, ketakutan, dan
kelelahan)
3. Berikan makanan dalam
bentuk kecil dan menarik
EDUKASI
1. Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
2. Anjurkan sering
30
membersihkan mulut
3. Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak
4. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk
mengatasi mual
KOLABORASI
Kolaborasi pemberian antiemeti
MANAJEMEN MUNTAH
TINDAKAN
OBSERVASI
1. Identifikasi karakteristik
muntah (warna, konsistensi,
adanya darah, waktu,
frekuensi dan durasi)
2. Periksa volume muntah
3. Identifikasi riwayat diet
(makanana yang disukai. tidak
disukai dan budaya)
4. Identifikasi faktor penyebab
muntah
5. Identifikasi faktor kerusakan
esophagus dan faring posterior
jika muntah terlalu lama
6. Monitor efek manajemen
muntah secara menyeluruh
7. Monitor keseimbangan cairan
dan elektrolit
TERAPEUTIK
1. Kontrol faktor lingkungan
31
penyebab muntah
2. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab muntah
3. Atur posisi untuk mencegah
aspirasi
4. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
5. Bersihkan mulut dan hidung
6. Berikan dukungan fisik saat
mual (misal membantu
membungkuku atau
menundukkan kepala)
7. Berikan kenyamanan selama
muntah
8. Berikan cairan yang
mengandung karbonasi
minimal 30 menir setelah
muntah
EDUKASI
1. Anjurkan membawa kantong
plastik untuk menampung
muntah
2. Anjurkan memperbanyak
istirahat
3. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi untuk
mengelola muntah
32
membaik dengan kriteria 1. Monitor status kardiopulmonal
hasil: (frekuensi dan kekuatan nadi,
- Kekuatan nadi meningkat frekuensi napas, TD dan
- Turgor kulit meningkat MAP)
- Ortopnea menurun 2. Monitor status oksigenasi
- Dispnea menurun (oksimetri nadi, AGD)
- Frekuensi nadi membaik 3. Monitor status cairan
- Tekanan darah membaik (masukan dan haluaran, turgor
- Tekanan nadi membaik kulit dan CRT)
- Membran mukosa membaik 4. Monitor tingkat kesadaran dan
- JVP membaik respon pupil
- Kadara Hb membaik
- Kadar Ht membaik TERAPEUTIK
1. Pertahankan jalan nafas paten
2. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
3. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika perlu
4. Pasang jalur IV
5. Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
6. Pasang selang nasogatrik
untuk dekompresi lambung
KOLABORASI
1. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus
cairan kristaloid 20 Ml/kg BB
pada anak
33
3. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
34
asupan oral dapat ditoleransi
EDUKASI
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
KOLABORASI
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(misal pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
35
- Tekanan darah membaiik perdarahan
- Suhu tubuh membaik 2. Batasi tindakaan invasif
3. Gunakan kasur pencegah
dekubiktus
4. Hindari pengukuran suhu
rektal
EDUKASI
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
3. Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
4. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
5. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
KOLABORASI
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
diperlukan
2. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika diperlukan
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika diperlukan
36
kriteria hasil: (frekuensi nadi, kekuatan nadi,
- Asupan cairan meningkat akral, pengisian kapiler,
- Haluaran urin meningkat kelembapan mukosa, turgor
- Kelembapan membran kulit, tekanan darah)
mukosa meningkat 2. Monitor berat badan harian
- Edema menurun 3. Monitor hasil pemeriksaan
- Dehidrasai menurun laboratorium (misal
- Tekanan darah membaik hematokrit, Na, K, Cl, berat
- Denyut nadi radialis mebaik jenis urine)
- Mata cekung membaik 4. Monitor status hemodinamik
- Turgor kulit membaik (Misal MAP, CVP, PAP,
- Berat badan membaik PCWP, jika tersedia)
TERAPEUTIK
1. Catat intake output dan hitung
balance cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika
diperlukan
KOLABORASI
1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika diperlukan
37
- Nyeri dan bengkak menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
- Kadar sel darah putih 2. Berikan perawatan kulit pada
membaik area edema
- Kultur darah membaik 3. Cuci tangan sebelum dan
- Kultur urine membaik sesudah kontak dengan pasien
- Kultur feses membaik dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi
EDUKASI
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
38
TERAPEUTIK
1. Sediakan lingkungan yang
nyaman dan rendah stimulus
2. Lakukan latihan rentang gerak
aktif atau pasif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
EDUKASI
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan startegi koping untuk
mengurangi kelelahan
KOLABORASI
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang mengingkatkan asupan
makanan
IMPLEMENTASI
Dalam implementasi keperawatan melakukan tindakan sesuai dengan
intervensi yang telah direncanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari
pasien, yang tergantung pada kondisi pasien. Adapun sasaran utama pada pasien
meliputi nyeri akut, nausea, hipovolemia, defisit nutrisi, resiko perdarahan, resiko
ketidakseimbangan cairan, resiko infeksi dan intoleransi aktivitas
EVALUASI
39
Dalam evaluasi yang dilakukan yaitu melakukan pengkajian kembali untuk
mengetahui apakah semua tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan
perbaiikan pada status kesehatan terhadap pasien sesuai dengan kriteria hasil yang
telah diharapkan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, S., & Price. (2005). Patofisiologi: Konsep Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. (2015). Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Nabilla, R., Iriawan, J., & Nuriatin. (2016). Gambaran Karaktersitik dan
Prognosis Pasien Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Berdasarkan
Glasgow Blachtford Score di RS Dustira. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Unjani Bagian Endoskopi Penyakit Dalam
Sudoyo, A, W., et.al. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi IV.
Jakarta:
41
42