Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


CIDERA KEPALA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Emergency


Rumah Sakit Tentara TK II Dr. Soepraoen Malang

Oleh :
PIPIT KURNIATUL LAILA
NIM. 160070301111027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS

A. DEFINISI
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluarn feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya
hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya
perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan
bergumpal-gumpal. ( Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi
4. Jakarta : EGC)
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit
saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal
yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace & Borley, 2007).

B. ETIOLOGI
a) Kelainan di esophagus
1) Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya varises
esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrium. Pada
umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan masif. Darah yang dimuntahkan
berwarna kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak masif.
3) Sindroma Mallory Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang pada
akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alkohol atau pada
hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering muntah - muntah
hebat dan terus - menerus.

4) Esofagitis dan tukak esophagus


Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermiten atau
kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada
hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika
dibandingka dengan tukak lambung dan duodenum.
b) Kelainan di lambung
1) Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum obat-
obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita
mengeluh nyeri ulu hati.
2) Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati dan sebelum
hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan
dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih
dominan dari hematemesis.
c) Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena
adalah muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati
kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara
38 -39 C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika
terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan
Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang
tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah
perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat
pemecahan protein darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000)
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia,
seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing

D. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang
lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik
menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises
dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang terlihat pada
saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap
bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna
hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan
saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna
merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit
perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna
hitam seperti ter selama 48 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti
keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast
pada lambung dan duodenum. emeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai
posisi terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin, dan sebaiknya segera
setelah hematemesis berhenti.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat
tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan
endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi,
aspirasi cairan, dan biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan
saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik
dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah hematemesis
berhenti.

3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati


Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab
perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.

F. PENATALAKSANAAN

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini


mungkin dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang
teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran
makan bagian atas meliputi :

1. Pengawasan dan pengobatan umum


Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif
morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan
lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal
sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan
demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi
berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam.
Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung
sudah jernih.

3. Pemberian pitresin (vasopresin)


Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan
varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot
polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung
iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis
terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

4. Pemasangan balon SB Tube


Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan
makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja
ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.

Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube


ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat
pecahnya varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti
laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

5. Pemakaian bahan sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan
ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus.

6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan
operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus,
transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6
minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

G. KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan
penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran.
4. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam
darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu
kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di
dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat mengidap : Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus
peptikum

1. Kanker saluran pencernaan bagian atas


2. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
3. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
4. Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan

b. Pengkajian Umum

1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.


2. Eliminasi :
BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam,
konsistensi pekat, jumlahnya)
BAK : warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).

4. Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia

5. Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot

c. Pengkajian Fisik

1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi


2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)

Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah

Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat

Kulit : dingin

3. Auskultasi :
Paru

Jantung : irama cepat atau lambat

Usus : peristaltik menurun

4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak

Reflek patela : menurun

5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.

Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan

Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.

d. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :

Jumlah serta warna darah hematemesis.


Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih tertinggal,
potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan nafas,
mencegah renjatan.
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan
terjadi secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah,
nadi, pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg,
pernafasan cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit
dingin pucat atau cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke
ginjal berkurang, menyebabkan urine berkurang.

2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi
secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu
menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas
dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah berlalu,
pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien
hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus
sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan
edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,
jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering
mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair selanjutnya
makanan lunak.
Pola makan klien
BB sebelum terjadi perdarahan
Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa
perdarahan

4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan
temperatur kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan
sisa perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu
tubuh klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat
menjadi sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.

5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi.
Yang perlu dikaji adalah :
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine
berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.

6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu
dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.

7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis


Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan
lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan
pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara
persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan darah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan


tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan
tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian
vena, dan berat badan tiba tiba, membrane mukosa kering, kulit kering,
peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus,
dan kelemahan.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan
dengan hipovolemik karena perdarahan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran
pencernaan
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
tentang penyakitnya.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Kekurangan volume Fluid balance Fluid management
Hydration
cairan berhubungan Pertahankan catatan
Nutritional status : food
dengan perdarahan intake dan output yang
and fluid
Intake akurat
Monitor status hidrasi
Kriteria hasil :
Mempertahankan urine ( kelembapan membran

output sesuai dengan mukosa,nadi

usia dan BB adekuat,tekanan darah


Tekanan darah,nadi ortostatik )
suhu tubuh, dalam batas Monitor vital sign
Monitor masukan
normal
Tidak ada tanda-tanda makanan
Kolaborasikan pemberian
dehidrasi
Elastisitas turgor kulit cairan Iv
Monitor status nutrisi
baik,membran mukosa
Dorong masukan oral
lembab,tidak ada rasa Dorong keluarga untuk
haus yang berlebihan membantu pasien makan
Kolaborasikan
pengamatan hasil
elektrolit serum
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
Monitor tingkat HB dan
hematokrit
Monitor tanda vital
Monitor berat badan
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
Monitor adanya tanda
gagal ginjal
2 Risiko ketidakefektifan Circulation status Acid-base management
Elektrolit and acid
perfusi gastrointestinal Observasi status hidrasi
Base balance
dan/atau ginjal Fluid balance (kelembapan membran
Hidration
berhubungan dengan mukosa,TD ortostatik,dan
Urinary elimination
hipovolemik karena keadekuatan dinding
Kriteria hasil :
perdarahan. nadi )
Tekanan systole dan
Monitor HMT,
diastole dalam rentang
ureum,albumin,total
normal
Tidak ada ganguan protein,serum osmolalitas

mental,orientasi kognitif dan urine


Observasi tanda-tanda
dan kekuatan otot
Tidak ada distensi vena cairan berlebih
Pertahankan intake dan
leher
Tidak ada bunyi paru output secara akurat
Monitor ttv
tambahan Monitor glukosa darah
Intake dan output
arteri dan serum,elektrolit
seimbang
Tidak ada oedem perifer urine
Monitor hemodinamik
dan asites
status
Bebaskan jalan nafas
Menejemen akses
intravena

Pasien hemodialisis
Observasi terhadap
dehidrasi
Monitor TD
Monitor BUN,creat,HMT
dan elaktrolit
Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
Kaji status mental
Monitor CT
Pasien peritoneal dialysis
Kaji temperatur,TD,denyut
perifer,RR,dan BB
Monitor adanya
respiratory distress
3 a. Nyeri akut Kriteria hasil : Kaji nyeri
berhubungan Adanya penurunan Ajarkan tekhnik relaksasi

dengan agen cedera intensitas nyeri kepada pasien


Ketidaknyamanan akibat Berikan analgetik sesuai
biologis (rasa
nyeri berkurang jadwal
panas/terbakar pada Kolaborasikan dengan
Tidak menunjukkan
mukosa lambung dokter pemberian
tanda-tanda fisik dan
dan rongga mulut antibiotik
perilaku dalam nyeri
atau spasme otot Observasi TTV
akut Pastikan keadaan
dinding perut).
nadi,RR,Td dalam
rengtang normal
4 a. Ketidakseimbangan Nutritional status Nutrition manegemnt :
Weight control
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh Kaji adanya alergi
Kriteria hasil :
berhubungan makanan
Adanya peningkatan Kolaborasika dengan ahli
dengan
berat badan sesuai gizi untuk menentukan
ketidakmampuan
tujuan jumlah kalori dan nutrisi
mencerna makanan
Berat badan ideal
akibat perdarahan yang dibutuhkan pasien
sesuai dengan tinggi Anjurkan pasien untuk
pada saluran
badan meningkatkan intake
pencernaan Mampu mengidentifikasi Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein
Tidak ada tanda-tanda
vitamin c
malnutris Berikan makanan yang
Tidak menunjukakan
sudah dikonsulkan oleh
penurunan berat badan
ahli gizi
berati Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya
penurunan berat badan
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda Nurarif.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action

Davey, Patrick (2005). At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.

Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah rded.). Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.

Purwadianto & Sampurna (2000). Kedaruratan Medik Pedoman Pelaksanaan Praktis (105-
110). Jakarta: Binarupa Aksara.

Primanileda (2009). Askep Hematemesis Melena. Diambil pada 13 Juli 2010 dar
http://primanileda.blogspot.com/2009/01/asuhan keperawatan-gratis-free.html.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan. Edisi 6.


Jakarta : EGC
http://library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/206301026/bab1.pdf.

Anda mungkin juga menyukai