Anda di halaman 1dari 28

LP GERONTIK

SINDROM GERIATRI

Oleh:
Pipit Kurniatul Laila
NIM: 160070301111027
Kelompok 18

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
KONSEP LANSIA
Pengertian Lansia
Usia lanjut adalah bagian akhir dari perkembangan hidup manusia. Menurut teori
Erikson bahwa usia lanjut merupakan tahap perkembangan psikososial yang terakhir (ke
delapan). Tercapainya integritas yang utuh merupakan perkembangan psikososial lansia
(Keliat, et al, 2006 dalam Syerniah, 2010).
Pada tahap ini lansia dikatakan berada pada tahap integritas ego versus
keputusasaan dan mempunyai tugas perkembangan menerima tanggung jawab diri dan
kehidupan (Videback, 2008; Lahey, 2002). Lansia dikatakan dapat mencapai integritas ego
apabila si lansia merasakan kepuasan atas keberhasilan yang telah dicapai pada seluruh
tahap kehidupan dari masa anak-anak sampai usia dewasa. Kepuasan ini dimanifestasikan
dalam bentuk konsep diri yang positif dan sikap posistif terhadap kehidupan. Perilaku lansia
yang mencapai integritas diri adalah mempunyai harga diri tinggi, menilai kehidupan berarti,
memandang ssesuatu hal secara keseluruhan (tuntutan dan makna hidup), menerima nilai
dan keunikan orang lain serta menrima datangnya kematian (Keliat, 2006). Pada lansia yang
kecewa terhadap kehidupannya akan merasakan keputusasaan sehingga muncul perilaku
dan sikap yang tidak menghargai terhadap diri sendiri atau orang lain. Perilaku yang putus
asa ditujukan dengan memandang rendah atau menghina atau mencela orang lain,
merasakan kehidupan selama ini tidak berarti, merasakan kehilangan dan masih ingin
berbuat banyak tetapi takut tidak punya waktu lagi (Keliat, 2006). Lansia yang gagal
mencapai integritas ego ini akan mempunyai resiko untuk mengalami masalah psikososial
keputusasaan yang merupakan salah satu tanda depresi.
Usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60+ tahun (WHO, 2010
dalam Syerniah, 2010). Menurut UU RI no. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
juga menyebutkan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang dimaksud lansia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas atau lebih.
Batasan Usia Lanjut
 Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun.
 Lanjut usia (elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun.
 Lanjut usia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
 Usia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia di atas 90 tahun.
(WHO, dalam Nugroho, 2000, dalam Syerniah, 2010)
TEORI PROSES MENUA
Teori Biologi
Proses menua dilihat sebagai suatu kejadian dimulai dari molekul, sel, bahkan
sistem. Menurut Hayflick (1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006, dalam Syerniah,
2010) perubahan biologis ini akan menurunkan fungsi suatu organisme yang mengarah
pada kegagalan yang komplit termasuk kegagalan organ atau sistem organ (Syerniah,
2010).
Perubahan sistem orgam akan mengakibatkan penurunan fungsi tubuh sehingga
seorang lansia rentan untuk mengalami penyakit fisik yang berkaitan dengan fungsi organ
tersebut. Penyakit fisik yang sering dialami oleh lansia adalah hipertensi, penyakit jantung,
gagal jantung, osteoporosis, diabetes mellitus, katarak, dan presbiakusis (Nugroho,
2006).Perubahan biologis pada lansia dapat mencetuskan masalah psikososial depresi.
Teori biologi ini dibagi dalam dua bagian utama, yaitu teori stochastic dan teori
nonstochastic (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Ebersole, et al., 2005, dalam Syerniah,
2010).
Teori stochastic mencakup error teori, teori radikal bebas, teori rantai silang dan teori
pemakaian dan rusak.

Teori stochastic
1. Error teori
Dalam error teori sel yang tua akan mengalami perubahan secara alami pada asam
deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA) (Black dan Hawks, 2005 dalam
Meiner dan Lueckenotte, 2006). Pada DNA terjadi kesalahan transkrip yang mengakibatkan
kesalahan dalam reproduksi enzim atau protein dan bersifat menetap.Akbatnya terjadi
kerusakan pada aktivitas sel sehingga sistem tidak dapat berfungsi secara optimal
(Syerniah, 2010).
Perubahan sel ini bersamaan dengan proses menua. Proses penuaan dan kematian
organisme dapat disebakan oleh kejadian ini (Sonneborn, 1979, dalam Meiner dan
Lueckenotte, 2006; Ebersole, et al., 2005). Berdasarkan prinsip error teori ini lansia
mengalami kerusakan pada sistem organ yang akan mempengaruhi aktivitas kehidupannya.
Lansia menjadi ketergantungan dengan orang lain dalam perawatan dirinya karena adanya
penurunan fungsi organ tersebut. ketergantungan lansia dengan orang lain dalam
pemenuhan kebutuhan dirinya ini merupakan stressor psikologis dan lansia dapat
mengalami ketidakberdayaan dan keputusasaan dalam Syerniah, 2010
2. Teori radikal bebas
Radikal bebas merupakan dasar dari aktivitas metabolisme dalam tubuh dan dapat
meningkat akibat polusi lingkungan seperti ozon, pestisida, dan radiasi. Radikal jika tidak
dinetralisis oleh aktivitas enzim atau antioksidan alami dapat menyerang molekul lain di
dalam membran sel. Hal ini akan menurunkan funngsi membran sel dan akhirnya merusak
membran sel sehingga sel menjadi mati (Haflick, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006).
Teori ini memberikan kejelasan bahwa kerusakan bahkan kematian sel pada individu dapat
disebabkan oleh radikal bebas yang berdampak pada kerusakan organ dan mengakibatkan
penurunan fungsi fisik sehingga aktivitas fisik lansia terbatas. Keterbatasan fisik dapat
menimbulkan keputusasaan, ketidakberdayaan dan mengisoloasi diri dari orang lain
(Syerniah, 2010).
3. Teori rantai silang (cross linkage theory)
Bahwa dikatakan protein dalam proses menua mengalami peningkatan penyilangan
(pertautan) atau saling mengikat dan akan menghambat proses metabolisme yang akan
mengganggu sirkulasi nutrisi dan produk sisa di antara kompartemen intra sel dan ekstra sel
(Meiner dan Lueckenotte, 2006; Matteson dan McConnel, 1998). Akibat proses ini adalah
ikatan kolagen semakin kuat tetapi transportasi nutrisi dan pengeluaran produk sisa
metabolisme dari sel menurun sehingga menurunkan fungsi strukturnya. Perubahan ini
tampak pada kulit dimana kulit kehilangan kekenyalan dan elastisitasnya (Bjorkstein, 1976;
Hayflick, 1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006).Teori rantai silang ini juga
menjelaskan bahwa sistem imun menjadi kurang efisien sehingga mekanisme pertahanan
tubuh tidak dapat merubah ikatan rantai silang.Lansia menjadi rentan mengalami penyakit
infeksi.Kondisi psikologis ini merupakan fenomena yang sering ditemukan pada masalah
keperawatan harga diri rendah, keputusasaan, dan isolasi sosial yang meruapakn tanda
depresi lansia (Syerniah, 2010).
4. Teori pemakaian dan rusak
Sel yang digunakan dalam waktu lama secara terus menerus akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena kelelahan dan tidak mengalami peremajaan. Proses menua
dalam teori ini merupakan suatu proses yang diprogram yang mempunyai resiko untuk
mengalami stress atau akumulasi injuri atau trauma yang pada akhirnya akan mempercepat
kematian (Haflick, 1996 dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006). Beberapa gangguan yang
dialami oleh lansia adalah kehilangan gigi, penurunan fungsi indera penglihatan,
pendengaran, dan pegecap, penurunan fungsi sel otak dan penurunaan kekuatan otot
pernafasan (Nugroho, 2006, dalam Syerniah, 2010).

Teori nonstochastic
Ada teori program dan teori imunitas
1. Teori diprogram
Hayflick dan Moorehead (1996, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) menyatakan
bahwa pembelahan sel normal dibatasi oleh waktu yang mengartikan bahwa harapan hidup
setiap orang telah diprogramkan.Pembatasan kerja sel ini tampak pada penurunan fungsi
hormon khususnya hormon reproduksi.Pada wanita penurunan sekresi estrogen dan
progesterone mengakibatkan wanita mengalami menopause (Meiner dan Lueckenotte,
2006; Fortinash dan Worret, 2004; Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah, 2010).
2. Teori imunitas
Proses menua menurunkan pertahanan tubuh terhadap kuman patogen. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya insiden penyakit infeksi dan produksi autoantibodi yang mengarah
pada penyakit autoimun (Meiner dan Lueckenotte, 2006; Fortinash dan Worret, 2004;
Matteson dan McConnel, 1998, dalam Syerniah, 2010).

Teori psikologis
Menurut Birren dan Cunningham (1985, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006)
mekanisme adaptasi lansia adalah memori, kemampuan belajar, perasaan, fungsi intelektual
dan motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan aktivitas. Pada aspek psikologis proses
menua tidak hanya terjadi perubahan pada perilaku tetapi juga aspek perkembangan yang
berhubungan dengan kehidupan dewasa tua (Syerniah, 2010).
1. Teori hirarki kebutuhan dasar manusia Maslow
Motivasi individu digambarkan sebagai suatu hirarki kebutuhan yang penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan semua individu yang ditujukan sebagai partisipasi aktif
dalam hidup dan kerja keras untuk aktualisasi diri (Crason dan Arnold, 1996 dalam Meiner
dan Lueckenotte, 2006). Lansia juga mempunyai kebutuhan dasar yang akan memotivasi
lansia untuk melakukan aktivitas. Pada lansia yang mengalami perasaan putus asa dan
tidak mempunyai harapan akan menurunkan motivasi lansia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Lansia akan mejadi lamban dalam beraktivitas bahkan dapat menjadi apatis
(Syerniah, 2010).
2. Teori individualism oleh Carl Jung
Jung (1960, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006) mengemukakan suatu teori
perkembangan kepribadian melalui kehidupan usia anak, remaja, dan remaja akhir, usia
pertengahan dan usia tua. Kepribadian individu merupakan komponen dari ego, keadaan
individu yang tidak disadari dan kumpulan keadaan yang tidak disadari.Kepribadian
seseorang dilihat sebagai sesuatu yang diorientasikan pada lingkungan eksternal atau
pengalaman internal yang bersifat subjektif.Keseimbangan antara dua kekuatan ini harus
ada pada setiap individu dan merupakan hal yang penting bagi kesehatan mental. Dengan
menurunnnya tanggung jawab dan tuntuatan dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering
terjadi pada lansia, maka orang akan menjadi lebih introvert (Jung, dalam Stanley, Blair dan
Beare, 2005). Lansia yang sehat mental mempunyai pandangan positif tentang diri sendiri
dan nilai-nilai yang dimilikinya, tanpa melihat kepada keterbatasan fisik yang dialaminya
maupun kehilangan yang telah dialami.Masa lalu dipandang positif dan memberikan
kepuasan bagi dirinya dan kehidupannya. Lansia yang tidak mempunyai pandangan positif
tentang perubahan yang dialaminya pada masa tua akan merasa putus asa dan
meminimalkan interaksi dengan orang lain. Perasaan putus asa dan menghindari kontak
sosial merupakan gejala depresi lansia (Syerniah, 2010).
3. Teori delapan tingkatan hidup menurut Erikson
Tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan
yang dijalani dengan integritas Stanley, Blaire, dan Blair, 2005) Pada lansia yang tidak
mampu mencapai integritas ini akan mengalami rasa penyesalan atau putus asa. Tugas
perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai masa tua yang sukses.Setiap
individu mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan setiap tahapan dengan
sukses.(Meiner dan Lueckenotte, 2006, dalam (Syerniah, 2010).
4. Ekspansi peck teori Erikson
Peck (1998) Tahapan delapan tugas perkembangan erikson, yaitu ego versus
keputusasaan menjadi tiga tahapan, yaitu perbedaan ego versus preokupasi peran kerja,
trancedence tubuh versus preokupasi tubuh dan transcendence ego versus preokupasi ego
(Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan
Beare, 2005, dalam Syerniah, 2010).
Pada tahapan perbedaan ego versus preokupasi peranan kerja, tugas lansia adalah
mencapai identitas dan perasaan berharga dari sumber lain selain dari peran kerjanya.
Akibat pension dan penghentian bekerja telah menurunkan perasaan nilai (harga) diri
lansia.Sebaliknya lansia dengan perbedaan ego yang baik dapat menggantikan peranan
kerjanya dengan aktivitas dan peran baru sebagai sumber utama untuk harga dirinya
(Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan
Beare, 2005, dalam (Syerniah, 2010).
Tahapan kedua; transcendence tubuh versus preokupasi tubuh mengarah pada
pandangan bahwa kesenangan dan kenyamanan berarti kesejahteraan fisik.Tugas lansia
pada tahap ini melalui interksi interpersonal dan aktivitas psikososial lansia dapat mencapai
esejahteraan meskipun mengalami kemunduran fisik (Ignatavius dan Workman, 2005,
dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan Beare, 2005, dalam (Syerniah,
2010).
Tahap ketiga; transcendence ego versus preokupasi ego melibatkan penerimaan
tentang kematian individu. Hal ini melibatkan secara aktif bagi setiap individu bahwa
kematian adalah sesuatu yang telah ditetapkan dan akan mencapai transcendence ego
(Ignatavius dan Workman, 2005, dalam Meiner dan Lueckenotte, 2006; Stanley, Blair dan
Beare, 2005, dalam (Syerniah, 2010).).
Berdasarkan teori ini lansia dapat mencapai kesejahteraan melalui interksi dengan orang
lain ataupun aktivitas psikososial yang baru meskipun mengalami perubahan fisik yang
menurunkan kemampuan fungsi tubuhnya (Syerniah, 2010).

KONSEP SINDROM GERIATRI


Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengan kecacatan. Tampilan klinis yang
tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Masalah yang sering dijumpai
pada pasien geriatric adalah sindrom geriatri yang meliputi: imobilisasi, instabilitas,
inkontinensia, insomnia, depresi, infeksi, defisiensi imun, gangguan pendengaran dan
penglihatan, gangguan intelektual, impecunity, dan impotensi.
1. Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak / tirah baring selama 3 hari atau lebih,
diiringi gerakan atomis tubuh yang menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis.
Imobilisasi menyebabkan komplikasi lain yang lebih besar pada pasien usia lanjut
bila tidak ditangani dengan baik. Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan
memudahkan pasien geriatric terjatuh dan dapat mengalami patah tulang.
2. Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada
waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,
sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urin seringkali
tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya karena malu atau tabu untuk
diceritakan, ketidaktahuan dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada
orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Prevalensi inkontinensia urin di Indonesia
pada pasien geriatri yang dirawat mencapai 28,3%. Masalah inkontinensia urin
umumnya dapat diatasi dengan baik jika dipahami pendekatan klinis dan
pengelolaannya.
3. Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri.
Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
mempertahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang usia lanjut di komunitas
mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga
sepanjang malam, 19% mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19% mengalami
kesulitan untuk tertidur.
4. Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus tidak
dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Prevalensi depresi pada pasien geriatri yang dirawat mencapai
17,5%. Deteksi dini depresi dan penanganan segera sangat penting untuk mencegah
disabilitas yang dapat menyebabkan komplikasi lain yang lebih berat.
5. Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada usia lanjut.
Infeksi yang sering dijumpai adalah infeksi saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan
meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan faktor lingkungan
memudahkan usia lanjut terkena infeksi.
6. Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai hal yang
biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada pasien geriatric
yang dirawat di Indonesia mencapai 24,8%. Gangguan penglihatan berhubungan
dengan penurunan kegiatan waktu senggang, status fungsional, fungsi sosial, dan
mobilitas. Gangguan penglihatan dan pendengaran berhubungan dengan kualitas
hidup, meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul, dan
mortalitas.
7. Pasien geriatrik sering disertai penyakit kronis degeneratif. Masalah yang muncul
sering tumpang tindih dengan gejala yang sudah lama diderita sehingga tampilan
gejala menjadi tidak jelas. Penyakit degeneratif yang banyak dijumpai pada pasien
geriatrik adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, osteoartritis, dan penyakit
kardiovaskular. Penelitian multi senter di Indonesia terhadap 544 pasien geriatri yang
dirawat inap mendapatkan prevalensi hipertensi dan diabetes mellitus sebesar
50,2% dan 27,2%.
8. Impotensi (Disfungsi Ereksi) adalah ketidakmampuan seseorang untuk mencapai
atau mempertahankan ereksi dalam waktu yang cukup untuk bersenggama secara
memuaskan. Pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor.
Disfungsi ereksi dan diabetes saling berkaitan. Sekitar 60% pria dengan diabetes
dan penyakit jantung iskemi ternyata menderita disfungsi ereksi. Komplikasi disfungsi
ereksi pada lansia adalah gangguan saraf tepi, disebut neuropati yang salah satu
keluhannya adalah kesemutan. Disfungsi ereksi pada penderita DM disebabkan
karena terjadinya neuropati ditambah dengan adanya gangguan fungsi pembuluh
darah.
9. Impecunity, hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah
tua maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia berhenti dari
pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan berkurang. Lansia dapat
menikmati masa tua dengan bahagia apabila :
a) Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b) Tempat yang layak untuk tinggal.
c) Masih mempunyai peran setidaknya di dalam keluarganya.
KONSEP BARU PROSES MENUA
Setiap individu pasti mengharapkan usia panjang dengan kondisi sehat, sejahtera
dan akhirnya meninggal dengan tenang dan damai. Konsep menua saat ini tidak hanya
berfokus pada pencapaian individu dalam kesuksesan finansial, status kesehatan atau
partisipasi sosial.Setiap individu juga diharapkan dapat memerkaya kapasitas diri dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan
seiring tuntutan zaman. Komponen usia panjang yang perlu disesuaikan antara lain:
pembenahan kebiasaan dan gaya hidup dengan makanan sehat dan latihan fisik, intervensi,
farmakologis yang dapat memerpanjang usia, dan kemampuan adaptasi terhadap kemajuan
zaman. Setua apapun seseorang harus mampu bertahan hidup dengan mandiri dan
menikmati masa tua dengan nyaman sepanjang individu tersebut mampu merespons
dengan baik setiap perubahan dan mau beradaptasi (Setiati, 2013).
Tujuan pemberian asuhan keperawatan pada lansia adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan
pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien.
3. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit.
4. Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses kepeawatan.
5. Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif, preventif,
dan rehabilitative.
6. Membantu lansia menghadapi kematian dengan damai dan dalam lingkungan yang
nyaman.
(Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain: gangguan nutrisi kurang/lebih,
gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan, kurangnya perawatan diri,
intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur, perubahan pola eliminasi, gangguan mobilitas fisik,
resiko cedera, isolasi sosial: menarik diri, harga diri rendah, cemas, reaksi berduka, marah
serta penolakan terhadap proses penuaan. Diagnosis keperawatan pada lansia secara
individu: gangguan persepsi sensori : penglihatan yang berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan. Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan
sensori persepsi: penglihatan pada ibu S di keluarga bapak A yang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat lansia dengan katarak. Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti:
resiko cedera pada kelompok lansia di panti X yang berhubungan dengan penurunan
penglihatan ditandai dengan 80% lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh,
20% lansia di panti X pernah jatuh di selokan karena tidak melihat jalan dengan jelas, 80%
lansia di panti X tampak lensa matanya keruh (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
PENATALAKSANAAN GERIATRIC SYNDROME
Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua komponen
penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian comprehensive
geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien geriatri merupakan
prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen diagnostik yang bersifat
multidisiplin untuk mengumpulkan data medik, psikososial, kemampuan fungsional, dan
keterbatasan pasien usia lanjut. Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan
berbagai masalah pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien,
mengidentifikasi jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana
asuhan yang berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien
geriatri berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus pada
pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status fungsional dan
kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin (Soedjono, 2007). Berikut
beberapa penatalaksanaan secara umum sindrom geriatrik, diantaranya :
1. Pemberian asupan diet protein, vitamin C,D,E, & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi
(AKG). Penelitian multisenter di 15 propinsi di Indonesia mendapatkan bahwa 47%
usia lanjut mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang
adekuat merupakan faktor penting; bukan dalam jumlah besar pada sekali makan.
Hal penting lainnya adalah kualitas protein yang baik, yaitu protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial dengan
kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat mencegah sarkopenia.
Leusin dikonversi menjadi hydroxy-methyl-butyrate (HMB). Suplementasi HMB
meningkatkan sintesis protein dan mencegah proteolisis (Setiati et al, 2013)
2. Pengaturan olah raga secara teratur. Perlu pemantauan rutin kemampuan dasar
seperti berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif. Aktivitas fisik dapat menghambat
penurunan massa dan fungsi otot dengan memicu peningkatan massa dan kapasitas
metabolik otot sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolise glukosa, dan
cadangan protein tubuh. Resistance training merupakan bentuk latihan yang paling
efektif untuk mencegah sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang
tua. Program resistance training dilakukan selama 30 menit setiap sesi, 2 kali
seminggu (Waters et al, 2010). Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang adekuat
menyebabkan keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi otot
(Sullivan et al, 2009).Kombinasi resistance training dengan intervensi nutrisi berupa
asupan protein yang cukup dengan kandungan leusin, khususnya HMB yang
adekuat, merupakan intervensi terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia
lanjut (Setiati et al, 2013)
3. Pencegahan infeksi dengan vaksin
4. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya pembedahan elektif dan
reconditioning cepat setelah mengalami stres dengan renutrisi dan fisioterapi
individual (Setiati et al, 2011)
5. Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien
pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan
oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat
diresepkan oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang
dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek
samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat
yang benar pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan
lengkap, jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat
terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan
perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan hati-
hati mengguakan obat baru (Setiati dkk., 2006).

Penatalaksanaan Resiko Jatuh:


a. Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kacamata) dan alat bantu dengar
(earphone)
b. Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
c. Evaluasi kemampuan kognitif
d. Beri lansia alat bantu berjalan seperti hand rails, walkers, dsb

Penatalaksanaan Gangguan Tidur:


a. Tingkatkan aktifitas rutin setiap hari
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman
c. Kurangi konsumsi kopi
d. Berikan benzodiazepine seperti Temazepam (7,5-15 mg)
e. Anti depresan seperti Trazadone untuk insomnia kronik

PENCEGAHAN GERIATRIC SYNDROME


Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan yaitu:
peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), diagnosis dini dan pengobatan,
pembatasan kecacatan dan pemulihan.
1. Promosi (Promotif)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga
merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga
provesional dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial. Upaya promotif di lakukan untuk membantu organ-organ mengubah
gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan yang optimal serta
mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang
perilaku hidup mereka.

Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :


a. Mengurangi cedera, di lakukan dengan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan penggunaan alat
pengaman dan mengurangi kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan pengunaan sistem
keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk, bertujuan untuk
mengurangi pengunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi di
rumah, meningkatkan pengolahan rumah tangga terhadap bahan berbahaya,
serta mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memelihara kebersihan gigi dan mulut.

2. Pencegahan (Preventif)
a. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia sehat, terdapat
faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jenis pelayanan
pencegahan primer adalah: program imunisasi, konseling, berhenti merokok dan
minum beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan di dalam dan sekitar rumah,
manajemen stres, penggunaan medikasi yang tepat.
b. Melakukan pencegahan sekunder, meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa
gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak secara
klinis dan mengindap faktor risiko. Jenis pelayan pencegahan sekunder antara
lain adalah sebagai berikut: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kangker,
screening: pemeriksaan rektal, papsmear, gigi mulut dan lain-lain.
c. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit dan
cacat, mecegah cacat bertambah dan ketergantungan, serta perawatan dengan
perawatan di rumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan perawatan jangka
panjang.

3. Diagnosis dini dan Pengobatan


a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas profesional dan
petugas institusi. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes dini, skrining
kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatangan kontrak kesehatan.
b. Pengobatan: Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi
meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan,
urogenital, hormonal, saraf dan integumen.

DAFTAR PUSTAKA
Setiati, S. 2013. Geriatric Medicine, Sarkopenia, fraility dan Kualitas Hidup Pasien Usia
Lanjut: Tantangan Masa Depan Pendidikan, Penelitian dan Pelayanan Kedokteran di
Indonesia. Jurnal Kedokteran Indonesia ; (1) 3: 234-242.
Syarniah. 2010. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscene terhadap Depresi pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan.Tidak
diterbitkan, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Won, C.W., Yoo, H.J., Yu, S.H., Kim, C.O., Dumlao, L.C.I., Dewiasty, E., et al. 2013. List of
Geriatric syndromes in the Asian Pasific geriatric Societies. Journal European
Medicine, 2013; 2013 (4): 335-338.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA

A. KEGIATAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR BAGI LANJUT USIA


Kegiatan ini menurut Depkes (1993 1b), dimaksudkan untuk memberikan bantuan,
bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara
individu maupun kelompok, seperti di rumah/lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang di berikan perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.(Depkes, 1993 1b).
Adapun asuhan keperawatan dasar yang di berikan, disesuaikan pada kelompok
lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain :
1. Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan
tentang personal hygine, kebersihan lingkungan serta makanan yang sesuai dan
kesegaran jasmani.
2. Untuk lanjut usia yang telah mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal
yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia
pasif pada dasarnya sama sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan
penuh oleh anggota keluarga atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu
dicegah agar tidak terjadi dekubitus.
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain :
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan.
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas.
3. Menurunnya efisiensi kolateral kapital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
4. Ada kecendrungan lansia imobisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.
Disamping itu, faktor intrinsik (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya
dekubitus, yakni :
a. Status gizi
b. Anemia
c. Adanya hipoalbunemia
d. Adanya penyakit-penyakit neurologik
e. Adanya penyakit-penyakit pembuluh darah
f. Adanya dehidrasi
Faktor ekstrinsik, yakni :
a. Kurang kebersihan tempat tidur.
b. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor.
c. Kurangnya perawaatan yang baik dari perawatan

B. PENDEKATAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-
kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit
yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian,
yakni :
a. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan
keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan
perorangan (personal hygiene) sanga penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan kurang
mendapat perhatian.
2. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhaadap segala sesuatu yang asing, sebagai penamung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian
dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat
harus dapat mendukung mental mereka kea rah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar
dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa pua dan bahagia.
3. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercarita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalh mahluk social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat
dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut
usia dan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lajut usia
untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi,
menonton film, atau hiburan-hiburan lain.
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat
disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya
dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para
klien lanjut usia.
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang di anutnya, terutamabila klien lanjut
usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut seringkali
menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam
factor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit /
penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan
keluarga / lingkungan sekitarnya.

C. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


1. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dengan :
 Peningkatan kesehatan (Health Promotion).
 Pencegahan penyakit
 Pemeliharaan kesehatan.
Sehingga memiliki ketenengan hidup dan produktif sampai akhir hidup.
2. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
3. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangathidup
klien lanjut usia (Life Support ).
4. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit / mengalami
gangguan tertentu (kronis maupun akut).
5. Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat )untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan
tertentu.
6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita
suatu penyakit / gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (Memelihara kemandirian secara maksimal

D. FOKUS ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA


1. Peningkatan kesehatan (health promotion).
2. Pencegahan penyakit (preventif).
3. Mengoptimalkan fungsi mental.
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Tujuan :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri.
2. Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.
Meliputi aspek :
a. Fisik
Wawancara
 Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
 Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
 Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
 Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.
 Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
 Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
 Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.
 Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam
minum obat.
 Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.
Pemeriksaan fisik
 Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
 Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu :
a) Head to toe
b) Sistem tubuh
b. Psikologis
 Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.
 Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.
 Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.
 Bagaimana mengatasi stress yang dialami.
 Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.
 Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.
 Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.
 Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam
perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.
c. Sosial ekonomi
o Darimana sumber keuangan lanjut usia.
o Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.
o Dengan siapa dia tinggal.
o Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.
o Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.
o Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
o Siapa saja yang bisa mengunjungi.
o Seberapa besar ketergantungannya.
o Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas yang ada.
d. Spiritual
 Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya.
 Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,
misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
 Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa.
 Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

PENGKAJIAN DASAR
1) Temperatur
- Mungkn serendah 95° F(hipotermi) ±35°C.
- Lebih teliti diperiksa di sublingual.
2) Pulse (denyut nadi)
- Kecepatan, irama, volume.
- Apikal, radial, pedal.
3) Respirasi (pernapasan)
- Kecepatan, irama, dan kedalaman.
- Tidak teratutnya pernapasan.
4) Tekanan darah
- Saat baring, duduk, berdiri.
- Hipotensi akibat posisi tubuh.
5) Berat badan perlahan – lahan hilang pada tahun-tahun terakhir.
6) Tingkat orientasi.
7) Memori (ingatan).
8) Pola tidur.
9) Penyesuaian psikososial.
Sistem persyarafan
1. Kesemetrisan raut wajah
2. Tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak
 Tidak semua orang menjadi snile
 Kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah
3. Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak
4. Pupil : kesamaan, dilatasi
5. Ketajaman penglihatan menurun karena menua :
 Jangan di tes depan jendela
 Pergunakan tangan atau gambar
 Cek kondisi mata
5. Sensori deprivation (gangguan sensorik)
6. Ketajaman pendengaran
 Apakah menggunakan alat bantu dengar.
 Tinutis
 Serumen telinga bagian luar, jangan dibersihkan
7. Adanya rasa sakit atau nyeri.
Sistem kardiovaskuler
a. Sirkulasi periper, warna, dan kehangatan
b. Auskultasi denyut nadi apikal
c. Periksa adanya pembengkakan veba jugularis
d. Pusing
e. Sakit
f. Edema
Sistem Gastrointestinal
a. Status gizi
b. Pemasukan diet
c. Anoreksia, tidak di cerna, mual, dan muntah
d. Mengunyah dan menelan
e. Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut
f. Auskultasi bising usus
g. Palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon
h. Apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi
Sistem Genitourinarius
a. Warna dan bau urine
b. Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk BAK )
c. Frekwensi, tekanan, desakan
d. Pemasukan dan pengeluaran cairan
e. Disuria
f. Seksualitas
 Kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks
 Adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual
Sistem Kulit / Integumen
a) Kulit
 Temperatur, tingkat kelembaban
 Keutuhan luka, luka terbuka, robekan
 Perubahan pigmen
b) Adanya jaringan parut
c) Keadaan kuku
d) Keadaan rambut
e) Adanya gangguan-gangguan umum
Sistem Muskuloskeletal
1) Kontraktur
o Atrofi otot
o Mengecilkan tendo
o Ketidakadekuatannya gerakan sendi
2) Tingkat mobilisasi
o Ambulasi dengan atau tanpa bantuan / peralatan
o Keterbatasan gerak
o Kekuatan otot
o Kemampuan melangkah atau berjalan
3) Gerakan sendi
4) Paralisis
5) Kifosis
Psikososial
a. Menjauhkan tanda-tanda meningkatnya ketergantungan
b. Fokus-fokus pada diri bertambah
c. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
d. Membutuhkan bukti nyata akan rasa kasih sayang yang berlebihan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Fisik / Biologi
Gangguan nutrisi : kurang / berlebihan dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pemasukan yang tidak adekuat.
Gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan sehubungan
dengan hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan.
Kurangnya perawatan diri sehubungan dengan penurunan minat dalam
merawat diri.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan penyempitan jalan nafas
atau adanya sekret pada jalan nafas.

b. Psikososial
Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan curiga.
Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
Coping tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengemukakan pendapat secara tepat.
Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
c. Spiritual
Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan ketidaksiapan
menghadapi kematian.
Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan
ibadah secara tepat.
3. RENCANA KEPERAWATAN
Meliputi :
1. Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan.
2. Bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya.
3. Tentukan prioritas :
Klien mungkin puas dengan situasi demikian.
Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan.
Keamanan atau rasa aman adalah utama yang merupakan kebutuhan.
4. Cegah timbulnya masalah-masalah.
5. Sediakan klien cukup waktu untuk mendapat input atau pemasukan.
6. Tulis semua rencana dan jadwal.

Perencanaan :
Tujuan tindakan keperawatan lanjut usia diarahkan pada pemenuhan kebutuhan
dasar, antara lain :
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
2. Peningkatan keamanan dan keselamatan.
3. Memelihara kebersihan diri.
4. Memelihara keseimbangan istirahat/tidur.
5. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi efektif.

1. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi


Penyebab gangguan nutrisi pada lanjut usia :
Penurunan alat penciuman dan pengecapan.
Pengunyahan kurang sempurna.
Gigi yang tidak lengkap.
Rasa penuh pada perut dan susah buang air besar.
Melemah otot-otot lambung dan usus.
Masalah gizi yang timbul pada lanjut usia :
Gizi berlebihan
Gizi kurang
Kekurangan vitamin
Kelebihan vitamin
Kebutuhan nutrisi pada lanjut usia :
1. Kalori pada lansia : laki-laki = 2.100 Kal sedangkan perempuan : 1.700
kalori. Dapat dimodivikasi tergantung keadaan lansia.Misalnya gemuk /
kurus atau disertai penyakit demam.
2. Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan.
3. Lemak, tidak dianjukan karena menyebabkan hambatan pencernaan dan
terjadi penyakit. 15%-20% dari total kalori yang dibutuhkan.
4. Protein, untuk mengganti sel-sel yang rusak, 20%-25% dari total kalori
yang dibutuhkan.
5. Vitamin dan mineral sama dengan usia muda kebutuhannya.
6. Air, 6-8 gelas perhari.
Rencana makanan untuk lansia :
1. Berikan makanan porsi kecil tapi sering
2. Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin.
3. Berikan makanan yang mengandung serat.
4. Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori.
5. Batasi minum kopi dan teh.
2. Meningkatkan keamanan dan keselamatan lansia :
Penyebab kecelakaan pada lansia :
1. Fleksibilitas kaki yang berkurang.
2. Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
3. Pencahayaan yang berkurang.
4. Lantai licin dan tidak rata.
5. Tangga tidak ada pengaman.
6. Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.

Tindakan mencegah kecelakaan :


1. Klien (lansia)
 Biarkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan
keselamatan.
 Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
 Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
 Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik latih klien untuk
menggunakan alat bantu berjalan.
 Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang
mrnggunakan obat penenang / deuretik.
 Meggunakan kaca mata jika berjalan atau melakukan sesuatu.
 Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
2. Lingkungan
 Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkaui.
 Letakkan bel didekat klien dan aja rkan cara penggunaannya.
 Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
 Letakkan meja kcil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan
alat-alat yang biasa digunakannya.
 Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
 Pasang pegangan dikamar mandi / WC
 Hindari lampu yang redup / menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu
70-100 watt.
 Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk
memejamkan mata sesaat.
3. Memelihara Kebersihan Diri
Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
 Penurunan daya ingat
 Kurangnya motivasi
 Kelemahan dan ketidak mampuan fisik
Upaya yang dilakukan untuk kebersihan diri, antara lain :
o Mengingatkan / membantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri
o Menganjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung
minyak atau berikan skin lotion
o Mengingatkan lansia untuk membersihkan telinga, mata, dan gunting kuku
4. Memelihara Keseimbangan Istirahat Tidur
Upaya yang dilakukan, antara lain :
- Menyediakan tempat / waktu tidur yang nyaman
- Mengatur lingkungan yang cukup ventilasi, bebas dari bau-bauan
- Melatih lansia untuk latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi dan
melenturkan otot (dapat disesuaikan dengan hobi)
- Memberikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat
5. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi
Masalah umum yang dikemukakan pada lansia adalah daya ingat menurun,
depresi, lekas marah, mudah tersinggung dan curiga. Hal ini disebabkan
hubungan interpersonal yang tidak adekuat
Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata
b. Member stimulus / mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan
dilakukan
c. Menggunakan Menyediakan waktu untuk berbincang-bincang pada
lansia
d. Memberikan kesempatan pada lansia untuk menekspresikan atau
tanggap terhadap respond an verbal lansia
e. Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan
lansia
f. Menghargai pendapat lansia

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Meliputi :
1. Tumbuhkan dan bina rasa saling percaya
2. Sediakan cukup penerangan
- Penerangan alam lebih baik
- Hindarkan cahaya yang menyilaukan
- Penerangan malam sepanjang waktu di kamar mandi dan ruangan
3. Tingkatkan rangsangan panca indra melalui :
 Buku-buku yang dicetak besar
 Perubahan lingkungan
 Berikan warna-warna yang dapat dilihat klien
4. Pertahankan dan latih daya orientasi nyata, dapat menggunakan :
 Kalender atau penanggalan
 Jam
 Saling mengunjungi
5. Berikan perawatan sirkulasi :
o Hindarkan pakaian yang menekan yang mengikat atau sempit
o Ubah posisi
o Berikan kehangatan dengan selimut pakaian
o Berikan dorongan dalam melakukan aktivitas untuk meningkatkan sirkulasi
o Berikan bantuan, dukungan dan gunakan tindakan yang aman selama
perpindahan
o Lakukan penggosokan pada waktu mandi
6. Berikan perawatan pernapasan :
 Bersihkan nostril atau kotoran hidung
 Lindungi dari angin
 Tingkatkan aktivitas pernapasan dengan latihan-latihan seperti
 Bernapas dalam (deep breathing)
 Latihan batuk
 Latihan menghembuskan napas
Hati hati dengan terapi O2, cek terjdinya CO2 narkosis, yang biasanya
ditandai dengan :
- Gelisah
- Keringat berlebihan
- Gangguan pengelihatan
- Kejang otot
- Tekanan darah renda (hipotensi)
- Kerja otot menurun
7. Berikan perawatan pada alat pencernaan :
 Ransangan nafsu makan
 Berikan makanan porsi sedikit-sedikit tapi sering dan kualitasnya bergizi
 Berikan makanan yang menarik
 Bisa minum anggur bila dibolehkan
 Sediakan makanan yang hangat-hangat
 Sediakan makanan jika mungkin yang sesuai dengan pilihannya
 Cegah terjadinya gangguan pencernaan
 Berikan sikap fowler waktu makan
 Pertahankan keasamn lmbung
 Berikan makanan yang tidak membentuk gas
 Cukup cairan
 Cegah konstipasi / sembelit
 Jamin kecukupan cairan dalam diet
 Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
 Fasilitas gerakan usus dalam mencerna
 Berikan kebebasan dan posisi tubuh normal
 Berikan laksatif atau supositorial , jika hal hal diatas tak efektif
8. Berikan perawatan genitorinaria :
o Cukup cairan masuk 2000-3000 ml per hari
o Cegah ankontinensia
o Jelaskan dan berikan dorongan pada klien untuk BAK tiap 2 jam
o Pertahankan penerangan dikamar mandi un tuk mencegah jatuh
o Observasi jumlah urine untuk hasil maksimum selama siang hari
o Batasi cairan terutama mendekati waktu tidur
9. Seksualitas :
 Sediakan waktu untuk diskusi atau konsultasi
 Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaanya terhadap keinginan
seksual
 Berikan dorongan untuk menumbuhkan rasa persahabatan
10. Berikan perawatan kulit :
 Mandi
 Jelaskan dan berikan dorongan pada klien untuk mandi bersih hanya 2x
seminggu untuk mencegah kekeringan kulit
 Gunakan sabun superfot atau lotion yang mengandung lemak untuk
menambah kesehatan kulit
 Potong kuku kaki jika tidak ada kontra indikasi, missal : ada jamur dikuku atau
adanya gangguan medic atau bedah
11. Berikan perawatan muskuluskeletal :
- Bergerak dengan keterbatasan
- Ganti posisi tiap 2 jam, luruskan dan hati-hati
- Cegah osteoporosis dari tulang panjang dengan menberikan latihan
- Lakukan latihan aktif dan pasif misalnya waktu istirahat atau pada waktu
waktu tertentu
- Berikan arah dan latihan gerak pada sendi 3x.
- Anjurkan dan berikan dorongan pada keluarga untuk memandirikan klien
contohnya membiarkan klien duduk tanpa dibantu
12. Berikan perawatan psikososial :
 Jelaskan dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas psikososial agar
tercipta suasana normal
 Bantu dalam memilih dan mengikuti aktivitas
 Fasilitas pembicaraan
 Pertahankan sentuhan yang merupakan suatu alat yang sangat berguna
dalam menetapkan atau memelihara kepercayaan.
 Berikan penghargaan dan rasa empathi
13. Pelihara Keselamatan :
 Berikan penyangga sewaktu berdiri bila diperlukan
 Klien diberikan pegangan di kamar mandi / WC
 Tempat tidur dalam posisi rendah
 Usahakan ada pagar tempat tidur jika tempat tidur dalam posisi tinggi.
 Kamar dan lantai terhindar dari keadaan licin

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi ke-6. Jakarta
: EGC.
Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2. Jakarta : EGC.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai