OLEH :
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA “NY.R” DENGAN
DIAGNOSA MEDIS HEMATEMESIS DI RUANG JEMPIRING
RSUD KABUPATEN BULELENG PADA TANGGAL 01 APRIL 2019
2. Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per
100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui.
Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam RS
Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat karena
perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bagian penyakit dalam. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan
karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia
perdarahan karena ruptura varises gastroesofagei merupakan penyebab
tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-
30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya < 5%.
Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi
karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai
penyebab perdarahan SCBA yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin.
Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada
penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian pada
perdarahan non varises sekitar 9-12%.Sebahagian besar penderita
perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri
melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit
gagal ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis,pneumonia dan
sepsis.
3. Etiologi
Hematemesis melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera
dirumah sakit. (Sjaifoellah Noor Dkk, 2013). Etiologi yang biasa terjadi
pada hematemesis melena adalah:
a. Kelainan Esofagus: Varises, Esofagitis
b. Kelainan lambung: Tukak lambung
c. Penyakit darah: Leukimia, dll
d. Penyakit sistemik lainnya: Uremik, dll
e. Pemakaian obat-obatan, alkohol, dll
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esophagus
dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy,
2010).
4. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu stress,
rokok, asam lambung dan penyakit lainnya yang dapat mengakibatkan erosi
pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan
kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi muskus sebagai
pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan
menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus dan dapat mengakibatkan
hemoragi gastrointestinal.
Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan
hipertensi portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan suara
kolateral bypass: melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esophagus
dan akan menjadi varises pada vena esophagus. Vena yang melebar dan
berkeluk-keluk terutama terletak di submucosa esophagus distal dan
lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke
dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan
radang, beku darah yang melekat dan kemungkinan rupture, mengakibatkan
hemoragi gastrointestinal.
Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk
penyebab hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada
dinding abdominal anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar.
Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat pecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena.
Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi
denojejunal). Dari hematemesis akan timbul muntah darah. Muntah dapat
berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah kandungan
lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan dengan
sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang
menjadi hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi
drainase yang dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun
atau merah terang diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak
dengan asam lambung. Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi
dalam lambung dan akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti
ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah memasuki
traktus intestinal.
5. Gejala Klinis
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esofagus dan diteruskan dengan
pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum.Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi
terutama pada daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung
untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini mungkin,
dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
2) Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan
biopsi untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran
makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan
endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin
setelah hematemesis berhenti.
3) Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas.
Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang
sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
7. Diagnosis
Masalah yang lazim muncul adalah :
1. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping akibat terapi di tandai dengan gangguan
pola tidur
2. Gangguan menelan b.d hematemesis ditandai dengan terlihat bukti esuitan menelan
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi ditandai dengan perubahan
kedalaman pernapasan
4. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi ditandai dengan
peningkatan konsentrasi urine
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak kemampuan
6. Resiko syok b.d faktor resiko hipovolemik
7. Ansietas defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif ditandai dengan perilaku
hiperbola
8. Penanganan
a) Penanganan pertama pada saluran cerna atas
Seperti dalam menghadapi pasien pasien gawat darurat lainnya
dimana dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu
melakukan anamnesis yang sangat cermatdan pemeriksaan fisik yang
sangat detil, dalam hal ini yang diutamakan adalah penanganan A -B –C
( Airway –Breathing –Circulation ) terlebih dahulu. Bila pasien dalam
keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah resusitasi ABC. Setelah
keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lebih seksama.
b) Penanganan Lanjutan
Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.Pada anamnesis yang perlu
ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis, riwayat
dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik, alkohol,jamu–
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke.Kemudian ditanya
riwayat penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan
ditempat lainnya.Riwayat muntah -muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory
Weiss.
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah
penilaian ABC,pasien-pasien dengan hematemesis yang masif dapat
mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering
dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan
kesadaran. Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi)
perlu dilakukan evaluasi jumlah perdarahan.
Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
- Perdarahan 25%- 40% renjatan + penurunan kesadaran
- Perdarahan >40% moribund
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmata
penyakit hati kronis(kterus,spider nevi,asites,splenomegali,eritema
palmaris,edema tungkai),masa abdomen,nyeri abdomen,rangsangan
peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,penyakit rematik dll.
Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur.Warna feses
ini mempunyai nilai prognostik.Dalam prosedur diagnosis ini penting
melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT).Aspirat berwarna putih
keruh menandakan perdarahan tidak aktif,aspirat berwarna merah marun
menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri.Seperti
halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas
pasien.Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.Dalam
prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang
antara lain :
- laboratorium
- darah lengkap,
- faal hemostasis,
- faal hati, faal ginjal ,
- gula darah ,
- elektrolit,
- golongan darah,
- RÖ dada ,dan
- Elektrokardiografi
9. Komplikasi
a) Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai
dengan menurunnya volume intra!askuler oleh karena perdarahan. dapat
terjadi karena kehilangan cairan tubuhyang lain. menurunnya !olume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. pada klien
dengan syok berat. volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30
% dan berlangsung selama 42-28 jam.
b) Gagal-ginjal Akut terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi
dengan baik. Dntuk mencegahgagal ginjal maka setelah syock. diobati
dengan menggantikan volume intravaskuler.
c) penurunan kesadaran terjadi penurunan transportasi O2 ke otak,
sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d) Ensefalopati terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring
toksin di dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati
terganggu. dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami
kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam
keadaannormal dibuang oleh hati.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013),fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utamauntuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi :
a. Data umum
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien)
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama,biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien
adalah kelemahan, lesu, dan merasa tidak nyaman.
2) Riwayat kesehatan sekarang Data diambil saat pengkajian
berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum
dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di
bangsal.
a. Riwayat kesehatan dahulu Adakah riwayat penyakit terdahulu
yang pernah diderita oleh pasien tersebut, seperti dirawat di
RS berapa kali.
b. Riwayat kesehatan keluarga
c. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi
sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai
pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari
–hari, jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, jeni
makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari, nafsu
makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai,
penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan
selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa
kali sehari, konstipasi, beser.
4. Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas
(muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan
pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam
aktivitas secara mandiri.
5. Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa
tidur siang, gangguan selama tidur (sering terbangun),
nyenyak, nyaman.
6. Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan mengetahui tentang penyakitnya
7. Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan
terisolasi diri atau perasaan tidak percaya diri karena
sakitnya.
8. Pola reproduksi dan seksual
9. Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap
penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan
yang jelas.
10. Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis,
interaksi , komunikasi, car berkomunikasi
11. Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan
beribadah selama sakit, ketaatan dalam berdo’a dan
beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
2. Sistem pernapasan
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping akibat terapi di tandai dengan
gangguan pola tidur
2. Gangguan menelan b.d hematemesis ditandai dengan terlihat bukti esuitan
menelan
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi ditandai dengan perubahan
kedalaman pernapasan
4. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi ditandai dengan
peningkatan konsentrasi urine
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
kemampuan
6. Resiko syok b.d faktor resiko hipovolemik
7. Ansietas defisiensi pengetahuan b.d keterbatasan kognitif ditandai dengan
perilaku hiperbola
3. intervensi keperawatan
3. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Meer head, sue. 2008 Nursing Outcome Classification (NOC) fifth edicition. USA: mosby
ins An Affillato Of elservier