PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah
darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai
di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi
karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. 86 % dari
angka kematian akibat pendarahan SCBA di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit
sirosis hati dan hepatoma
Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh
pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga
prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Perdarahan akibat
sirosis hati disebabkan oleh gangguan fungsi hati penderita, alkohol, obat-obatan,
virus hepatitis dan penyakit bilier. Pendarahan SCBA dapat bermanifestasi
sebagai hematemesis, malena, atau keduanya. Walaupun perdarahan akan berhenti
dengan sendirinya, tetapi sebaiknya setiap pendarahan saluran cerna dianggap
sebagi suatu keaadaan serius yangs setiap saat dapat membahayakan pasien.
Setiap pasien dengan pendarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa kecuali,
walaupun pendarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi
secara saksama dan dengan optimal untuk mencegah pendarahan lebih banyak,
syok hemoragik, dan akibat lain yang berhubungan dengan pendarahan tersebut,
termasuk kematian pasien.(Dwaney, 2012).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
hematemesis melena.
2. Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan definisi hematemesis melena
b. Mampu menyebutkan etiologi hematemesis melena
c. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hematemesis melena
d. Mampu menjelaskan patofisiologi hematemesis melena
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang hematemesis melena
f. Mampu menyebutkan penatalaksanaan hematemesis melena
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah kehitaman/seperti
kopi, tidak berbusa, bercampur makanan dan PH asam lambung yang berasal dari
saluran cerna bagian atas (SCBA). Melena adalah buang air besar darah berwarna
hitam, encer yang berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA) (Suyono, 2001).
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses
atautinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya
hubungan ataukontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya
perdarahan, sehinggadapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan
bergumpal-gumpal (sylvia,2005).
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami
muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna
hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada
saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang
sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau
ulkus peptikum (Bruner and Suddart, 2011).
B. Etiologi
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :
1. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan
lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lai-lain.
6. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan
bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises
esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas
(Hilmy 2010)
C. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:
1. Gelisah
2. Suhu badan mungkin meningkat
3. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih
5. Rasa sakit di perut
6. Rasa kembung
7. Tonus dan turgor kulit berkurang
8. Selaput lendir dan bibir kering
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu aspirin,
OAINS, stres, kortikosteroid, rokok, asam lambung, infeksi H.Pylori dapat
mengakibatkan erosi pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis
disertai dengan kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mukus sebagai
pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi
granulasi dan akhirnya menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi
gastrointestinal.
Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan
hipertensi portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran
kolateral bypass : melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esofagus
subepitelial dan submukosal dan akan menjadi varises pada vena esofagus. Vena-
vena yang melebar dan berkeluk-keluk terutama terlatak di submukosa esofagus
distal dan lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya
ke dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan radang,
beku darah yang melekat dan kemungkinan ruptur, mengakibatkan hemoragi
gastrointestinal.
Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk
penyebab hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal
anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini
disebut varises dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena.
Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi
denojejunal). Dari hematemesis akan timbul muntah darah. Muntah dapat
berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah kandungan
lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan dengan
sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang menjadi
hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi drainase yang
dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun atau merah terang
diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak dengan asam lambung.
Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi dalam lambung dan
akhirnya memasuki traktus intestinal. Feses akan seperti ter. Feses ter dapat
dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah memasuki traktus intestinal.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula,
biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai
antibiotika (pada diare persisten).
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap
untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk
menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter
pylori.
3. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat memastikan
diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari
esofagus, lambung dan duodenum.
4. Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas dasar
urgensinya dan keadaan kegawatan.
5. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti
dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan
bagian atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
a. Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek sedatif
morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan. Penderita dipuasakan
selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan berhenti dapat
diberikan makanan cair.
b. Infus cairan langsung dipasang dan diberikan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
c. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
d. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
e. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
f. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
g. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri
usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat
segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan
hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan
berhenti dan fungsi hari membaik
H. Pengkajian Fokus
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat mengidap :Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus
peptikum
b. Kanker saluran pencernaan bagian atas
c. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
d. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
e. Kebiasaan/gaya hidup :Alkoholisme, kebiasaan makan
2. Pengkajian Umum
a. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
b. Eliminasi : BAB : konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam,
konsistensi pekat, jumlahnya), BAK :warna gelap, konsistensi pekat
c. Neurosensori :adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
d. Respirasi :sesak, dyspnoe, hypoxia
e. Aktifitas :lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
3. Pengkajian Fisik
a. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
b. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
c. Auskultasi :
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
d. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
4. Studi diagnostic
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
I. Diagnose Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan kebutuhan nutrisi b/d intake yang kurang, anoreksia.
2. Gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit b/d pendarahan.
3. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang.
J. Intervensi
1. Gangguan kebutuhan nutrisi b/d intake yang kurang, anoreksia
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan tindakan Nutrition Management
keperawatan selama ……….a. Kaji adanya alergi makanan
status nutrisi klien adekuatb. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan kriteria menentukan jumlah kalori dan nutrisi
a. Adanya peningkatan berat yang dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan tujuan c. Yakinkan diet yang dimakan
b. Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk mencegah
malnutrisi konstipasi
c. Menunjukkan peningkatand. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
fungsi pengecapan dari dikonsultasikan dengan ahli gizi)
menelan Nutrition Monitoring
d. Tidak terjadi penurunan berata. BB pasien dalam batas normal
badan yang berarti b. Monitor adanya penurunan berat badan
e. Pemasukan yang adekuatNilaic. Monitor kulit kering dan perubahan
Lab.: pigmentasi
Protein total: 6-8 gr% d. Monitor mual dan muntah
Albumin: 3.5-5,3 gr % e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
Globulin 1,8-3,6 gr % dan kadar Ht
HB tidak kurang dari 10 gr % f. Monitor kalori dan intake nuntrisi
Bruner and Suddart, 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Dawney.2012. At A Glance Medicine, Jakarta, EMS
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey:Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Suyono, 2001. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Sylvia,2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi 6.Jakarta :
EGC
1. Pengertian
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. BAB darah
atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah berwarna merah
terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja.
Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus.
Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin
dekat sumber perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh
karena itu, perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna
merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon
kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah tua.
2. Tanda dan gejala
a. Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh),
b. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis),
c. Demam ringan 38-39°C,
d. Nyeri di perut,
e. Hiperperistaltik,
f. Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam,
g. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan protein darah
oleh bakteri usus.
3. Etiologi
a. Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus.
b. Tukak lambung .
c. Wasir.
d. Disentri.
e. Minuman beralkohol
4. Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior
untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang
dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung,
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan
curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-
gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel
akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
5. Pemeriksaan diagnosis
a. Laboratorium (pemeriksaan darah)
Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Hmt, peningkatan leukosit.
Elektrolit : penurunan kalium serum, peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.
b. Radiologi
Barrium Foloow through.
Barrium enema.
c. Colonoscopy
Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.
6. Penatalaksanaan
a. Pengaturan diet
Bila terjadi konstipasi berikan makan dengan makanan tinggi serat. Dianjurkan
untuk menghindari susu.
b. Pengaturan obat-obatan
7. Komplikasi
a. Encelofati
b. Asites
c. Sirosis Hepatis
b. Pemerikasaan fisik
1) Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis
sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
2) Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering,
berat badan menurun, anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja, darah lengkap.
2. Diagnosa keperawatan
a. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake asupan yang tidak adekuat.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
d. Ansietas berhubungan dengan sakit kritis.
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa 1
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
b. Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake asupan yang tidak kuat.
Tujuan dan kriteria hasil:
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi. Intake nutrisi klien meningkat,
diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Rencana Tindakan :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi.
Timbang berat badan klien.
Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi).
Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
c. Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
d. Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan sakit kritis.
Tujuan dan kriteria hasil :
Rasa cemas pasien teratasi. Pasien tampak rileks.
Rencana tindakan :
Kaji rasa cemas pasien.
Berikan motivasi pada pasien untuk semangat sembuh.
Berikan penjelasan mengenai sakit yang diderita pasien.
Ciptakan suasana yang menyenangkan bagi pasien
4. Implementasi Keperawatan
a. Gunakan deskripsi tindakan untuk menentukan apa yang telah dikerjakan.
b. Identifikasi alat yang digunakan.
c. Be ikan kenyamanan, keamanan, dan perhatikan lingkungan selama melalukan
tindakan keperawatan.
d. Catat waktu dan orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan tindakan.
e. Catat semua respoinformasi tentang pasien.
5. Evaluasi
a. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
c. Rasa nyaman terpenuhi.
d. Rasa cemas pasien teratasi.
REFERENSI
1.Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual,
muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia,
ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat
tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan /
tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare /
konstipasi.
C. Perencanaan / Intervensi
1. Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan
perdarahan dilambung
Ø Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Ø Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti
- Nadi teratur dan pengisian kuat (60 – 100 x/mnt)
- Tekanan darah menurun (110/70 – 120/80 mmHg)
- Akral hangat
Ø Rencana Tindakan
a. Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat menentukan
tindakan yang lebih tepat.
b. Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari
kaki..
R / Mencegah terjadinya hipoksia
c. Observasi intake dan out put cairan
R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat
d. Observasi adanya perdarahan
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander
R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah
DAFTAR PUSTAKA
H. M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk., Ilmu Penyakit Dalam,FKUI, Jakarta, 1996.
Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
2000.
Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian Hematemesis Melena
Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah kehitaman/seperti kopi,
tidak berbusa, bercampur makanan dan PH asam lambung yang berasal dari
saluran cerna bagian atas (SCBA). (Suyono, 2001)
Melena adalah buang air besar darah berwarna hitam, encer yang berasal
dari saluran cerna bagian atas (SCBA).
2. Epidemiologi/Insiden kasus
Dari penelitian retrospektif di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 tahun
(1996-1998) didapatkan penyebab perdarahan SCBA terbanyak adalah pecahnya
varises esofagus (27,2 %). Tukak duodenum dan tukak lambung menempati
nomor 5 dan 6 sebagai penyebab perdarahan SCBA.
3. Penyebab/faktor predisposisi
Penyebab hematemesis melena antara lain :
1) Bila ada penyakit pada selaput lendir pada alat pencernaan
Misalnya : tukak, tumor, Infamasi pada lambung dan usus.
2) Disebabkan sebagai salah satu gejala penyakit sistemik
Misalnya : penyakit darah, infeksi.
3) Kerusakan pembuluh darah di selaput lendir pada saluran pencernaan dan
sirosis hepatis karena tekanan darah portal yang meningkat.
4) Ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif pada mukosa.
4. Gejala klinis
Demam ringan (38-39 º C)
Mual, muntah darah berwarna kehitaman
BAB berwarna hitam dan berbau busuk
Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
Distensi abdomen
Bising usus hiperaktif
Berkeringat, membran mukosa pucat
Lemah, pusing
Ekstremitas dingin
Wajah pucat
Turgor kulit jelek
6. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin
berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis
lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati
untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk
menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi
Helicobacter pylori.
b) Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan
lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
c) Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas dasar
urgensinya dan keadaan kegawatan.
d) Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.
7. Terapi/Tindakan penanganan
Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas dapat dibagi atas:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang paling
penting pada pasien perdarahan SCBA adalah memberikan resusitasi pada waktu
pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memasang infus untuk
pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid
(plasma expander) sambil menunggu darah dengan/tanpa komponen darah
lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor
apakah perdarahan memang berasal dari SCBA dan apakah masih aktif berdarah
atau tidak dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih. Pasien
harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit)
tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya
kelainan pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation
(DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell,
D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati
sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan
disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau
oktreotide. Pada perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan
somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja. Pada prinsipnya,
urutan penatalaksanaan perdarahan SCBA dapat mengikuti anjuran algoritme
penatalaksanaan dari Konsensus Nasional Indonesia atau Palmer atau
Triadapafilopoulos. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan
pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu
dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada, dan
memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi
tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar
tidak mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Penatalaksanaan khusus merupakan penatalaksanaan hemostatik perendoskopik
atau terapi embolisasi arteri. Terapi hemostatik perendoskopik yang diberikan
pada pecah varises esofagus yaitu tindakan skleroterapi varises perendoskopik
(STE) dan ligasi varises perendoskopik (LVE). Pada perdarahan karena kelainan
non varises, dilakukan suntikan adrenalin di sekitar tukak atau lesi dan dapat
dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau obat fibrinogen-trombin atau
dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi dengan heat probe atau terapi
laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau yang paling baik yaitu hemostatik
dengan terapi metal clip. Bila pengobatan konservatif, hemostatik endoskopik
gagal atau kelainan berasal dari usus halus dimana skop tak dapat masuk dapat
dilakukan terapi embolisasi arteri yang memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini
dilakukan oleh dokter spesialis radiologi intervensional.
Data obyektif :
Pasien muntah darah kehitaman
Membran mukosa pucat dan turgor kulit jelek
Feses berwarna hitam cair, frekwensi BAB 1-2 x/hari
Pasien terlihat gelisah dan cemas
Tekanan darah menurun
Ekstremitas dingin
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas berhubungan dengan sakit kritis, ketakutan akan kematian ataupun
kerusakan bentuk tubuh, perubahan peran dalam lingkup sosial, atau
ketidakmampuan yang permanen.
2) PK Anemia
3) Risiko aspirasi berhubungan dengan reflek muntah.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan nutrisi parenteral.
5) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut,
penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.
6) PK Koma Hepatikum.
b. Rencana Keperawatan
1. Dx : Ansietas
Berikan lingkungan yang mendorong diskusi terbuka untuk persoalan-
persoalan emosional.
Berikan waktu pada pasien untuk mengekspresikan diri. Dengarkan dengan
aktif.
Berikan penjelasan yang sederhana untuk peristiwa-peristiwa dan stimuli
lingkungan.
Berikan dorongan komunikasi terbuka antara perawat dan keluarga mengenai
masalah-masalah emosional.
Validasikan pengetahuan dasar pasien dan keluarga tentang penyakit kritis.
Libatkan sistem pendukung religius sesuai kebutuhan.
3. Dx : PK Koma Hepatikum
Kaji keparahan perdarahan.
Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk
mengatasi koma hepatikum.
4. Dx : PK Anemia
Pantau adanya tanda-tanda anemia seperti konjungtiva pucat, lemas, pusing,
cappilary refil, akral dingin.
Kolaborasi pemberian obat anemia.
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang perencanaan menu untuk mengatasi
anemia.
5. Dx : Risiko infeksi
Ukur suhu tubuh tiap 4 jam.
Gunakan teknik aseptik saat mengganti balutan dan selang.
Lepaskan dan lakukan pemeriksaan kultur bila terjadi tanda-tanda dan gejala
infeksi.
6. Dx : Risiko aspirasi
Atur posisi pasien dengan kepala lebih tinggi atau posisi berbaring miring
untuk menghindari aspirasi sewaktu muntah jika tidak ada kontra indikasi karena
cedera.
Bersihkan sekresi dari mulut dengan tisu.
Periksa bahwa selang makan tidak berubah letaknya sejak pemasangan.
Aspirasi isi residu sebelum pemberian makan melalui selang.
Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30-45 menit selama periode makan dan 1
jam setelahnya untuk mencegah refluks karena adanya gaya gravitasi.
Berikan makan jika isi residu kurang dari 150 ml (Intermiten) atau berikan
makan jika residu tidak lebih dari 150 ml pada 10 % sampai 20 % dari frekuensi
setiap jam (kontinue).
4. Evaluasi
Pasien akan mengekspresikan ansietasnya pada narasumber yang tepat.
Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik.
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda koma hepatikum.
Pasien tidak mengalami anemia (Konjungtiva merah muda, akral hangat).
Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial.
Pasien tidak mengalami aspirasi dan mengungkapkan tindakan untuk mencegah
aspirasi.