Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GADAR KRITIS


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS MELENA
RUANG ICU RSI PURWOKERTO

Disusun Oleh:
Nama : Sofia Nanda Arista
NIM : 200106170

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………………………) (Ns.Eka Ayu Lestari,S.Kep)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2023
KONSEP DASAR MELENA
A. Definisi
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. BAB darah atau
biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah berwarna merah terang
dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja. Sebagian
besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus. Warna darah pada
tinja tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan
dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di anus,
rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang dibandingkan dengan
perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus) yang berwarna
merah gelap atau merah tua.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber  perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran certa atas.
Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang
membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai lebih
kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari saluran
cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering
dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna. Mortalitas akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh kasus.
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam
manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang
bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan
feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea. (Sylvia, A. Price, 2005)
B. Tanda dan gejala
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien dengan
melena adalah
1. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
2. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
3. Syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah)
4. Akral teraba dingin dan basah
5. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
6. Koagulopati  purpura serta memar
7. Demam ringan antara 38 -39° C
8. Nyeri pada lambung /  perut, nafsu makan menurun
9. Hiperperistaltik
10. Jika terjadi perdarahan yang  berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada,
dan pusing yang tampak setelah  beberapa jam
11. Leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
12. Peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan  protein
darah oleh bakteri usus.
13. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
14. Distensi abdomen
15. Berkeringat, membran mukosa pucat
16. Lemah, pusing
17. Wajah pucat

C. Etiologi
1. Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus.
Kelainan di lambung Gastritis erisova hemoragikadapat menyebabkan terjadinya
hematemesis melena bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita minum
obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah  penderita
mengeluh nyeri ulu hati.
2. Tukak lambung
Tukak lambung Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati
dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang
berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena
lebih dominan dari hematemesis. Kelainan darah : polisetimia vera, limfoma,
leukemia, anemia, hemofili, trombositopenia purpura.
3. Wasir.
Penyakit wasir atau ambeien adalah penyakit yang terjadi di dalam rektum.
Biasanya orang-orang yang menderita penyakit in tidak akan merasakan sakit
pada saat buang air besar, namun darah darah tetap keluar setelah buang air besar.
Untuk gejala awal penyakit ini adalah tidak jauh berbeda dengan penyakit ambein
pada umumnya yakni adanya rasa gatal dan panas di bagian lubang anus.
4. Disentri
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah
atau lendir. Selain diare, gejala disentri yang lain meliputi kram perut, mual, dan
muntah.
5. Terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol.

D. Patofisiologi / Pohon Masalah


Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah
dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut
varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik
vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan,
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap
penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala
utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan,
penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah
menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah
akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin berupa
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis lengkap
untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati untuk
menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk menyingkirkan
adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter
pylori.
2. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat memastikan
diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan lainnya dari
esofagus, lambung dan duodenum.
3. Kontras Barium (radiografi)
a. Barrium Foloow through.
b. Barrium enema

Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas dasar
urgensinya dan keadaan kegawatan.

4. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.
5. Colonoscopy
Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan pada melena yaitu:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Kita harus
secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL
0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah
dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Pasien harus diperiksa
darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk
memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan
pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan
lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa perdarahan,
masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D dimmer
dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai
kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan
disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau
oktreotide. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan
pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu
dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada, dan
memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi
tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara pencegahaan agar
tidak mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di
sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau
obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi
dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau
yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan
konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus
dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang
memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,
lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti asam,
cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa proton
(PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari atau bolus
intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama 12 jam
kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai perdarahan berhenti
lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI diindikasikan pada
perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH diatas 6 sehingga
menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil, tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi
tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1) PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) PPI + metronidazol + klaritromisin
3) PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1) Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3) Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi tinggi
klaritromisin).
4. Usaha meningkatkan faktor defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan faktor
defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari

5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup penting
bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah ada
komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan
dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum refrakter

Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam
pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat II
adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih membutuhkan
darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.

6. Tirah baring
7. Diit makanan lunak
8. Pemeriksaan Hn, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
9. Pemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang luas
10. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
11. Pengawasan terhadap tanda – tanda vital pasien
12. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini
dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

G. Komplikasi
1. Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok  berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan  berlangsung selama
24-28 jam.  
2. Gagal Ginjal Akut, terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan
baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi
penurunan kesadaran.
4. Ensefalopati, terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu
kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam
darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
Pathway
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GADAR KRITIS PADA PASIEN
DENGAN MELENA

A. Pengkajian
Data subyektif :
1. Pasien mengeluh mual, muntah
2. Pasien mengatakan BAB berwarna hitam encer
3. Pasien mengatakan cemas dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya.
4. Pasein merasa nyeri
5. Pasien merasa lemas
6. Pasien mengeluh pusing
7. Pasien mengeluh tidak nafsu makan
Data obyektif :
1. Muntah darah (hematemesis)  
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
3. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
4. Denyut nadi yang cepat
5. Akral teraba dingin dan basah
6. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
7. Demam ringan (38-39 º C)
8. Mual, muntah darah berwarna kehitaman
9. BAB berwarna hitam dan berbau busuk
10. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
11. Distensi abdomen
12. Bising usus hiperaktif
13. Berkeringat, membran mukosa pucat
14. Ekstremitas dingin
15. Wajah pucat
16. Turgor kulit jelek
17. Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh),
18. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis),
19. Nyeri
20. Lemas
21. Hiperperistaltik,
22. Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam,
23. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan protein darah
oleh bakteri usus.

B. Diagnosa Keperawatan Gadar Kritis


1. Gangguan perfusi jaringan cerebral.
2. Intoleransi aktivitas
3. Pola nafas tidak efektif

C. Intervensi Keperawatan Gadar Kritis

Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil

Perfusi jaringan NOC NIC


cerebral tidak efektif
berhubungan 1. Circulation 1. Monitor TTV
dengan gangguan afinitas status 2. Monitor AGD,ukuran
HB oksigen,penurunan
2. Neurologic pupil,ketajaman,kesimetris
konsentrasi HB,
hypovolemia,hipoventila status an dan reaksi.
si, gangguan transport 3. Tissue 3. Monitor adanya
O2.
Prefusion diplopia,pandangan
Cerebral. kabur,nyeri kepala.
Batasan Karakteristik:
Setelah dilakukan 4. Monitor level kebingungan
a. Gangguan Status tindakan keperawatan dan orientasi.
Mental
selama 3 x 24 jam dengan 5. Monitor tonus otot
b. Perubahan kriteria hasil: pergerakan.
perilaku
6. Monitor tekanan
1. Tekana systole
c. Perubahan respon intracranial dan respon
motorik. dan diastole
neurologis.
dalamrentang
d. Perubahan reaksi 7. Catat perubahan pasien
pupil. yang diharapkan.
dalam merespon stimulus.
2. Tidak ada
e. Kesulitan
menelan. ortostatikhiperten 8. Monitor status cairan.

f. Kelemahan atau si. 9. Pertahankan parameter


paralisis 3. Komunikasi jelas. hemodinamik.
ektremitas. 4. Menunjukkan 10. Tinggikan kepala 0-45
g. Abnormalitas konsentrasi dan derajat tergantung pada
bicara. orientasi. konsisi pasien dan order
5. Pupil seimbang medis.
dan reaktif.
6. Bebas dari
aktivitas kejang.
7. Tidak mengalami
nyeri kepala.
Intoleransi aktivitas NOC NIC
berhubungan dengan
Energy conservation Activity therapy
kelemahan
Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan
Batasan
tenaga rahabilitasi nedik
karakteristik : Self care : ADLs
dalam merencanakan
1. Respon tekanan Kriteria hasil : program terapi yang tepat
darah abnormal 2. Bantu klien untuk
1. Berpartisipasi
terhadap mengidentifikasi aktivitas
dalam aktivitas
aktivitas yang mampu dilakukan
fisik tanpa
2. Respon 3. Bantu memilih aktivitas
disertai
frekuensi konsisten yang sesuai
peningkatan
jantung dengan kmpuan fisik,
tekanan darah,
abnormal psikologi, dan social
nadi dan RR
terhadap 4. Bantu untuk
2. Mampu
aktivitas mengidentifikasi dan
melakukan
3. Perubahan EKG mendapatkan sumber
aktivitas sehari –
mencerminkan yang diperlukan untuk
hari secara
aritmia aktivitas yang diinginkan
mandiri
4. Perubahan EKG 5. Bantu untuk
3. Tanda – tanda
mencerminkan mendapatkan alat
vital normal
iskemia 4. Energy
5. Ketidaknyamana psikomotor
n normal
6. setelah aktivitas 5. Level kelemahan 6. Bantuan aktivitas seperti
7. Dipsnea setelah menurun kursi roda, krek
aktivitas 6. Mapu berpindah 7. Bantu untuk
8. Menyatakan degan atau tanopa mngidentifikasi kegiatan
merasa letih bantuan alat yang disukai
9. Menyatakan 7. Status 8. Bantu klien untuk
merasa lemah kardiopulmonari membuat jadwal di waktu
Faktor yang adekuat luang
berhubungan : 8. Sirkulasi status 9. Bantu pasien/keluarga
baik untuk mengidentifikasi
1. Tirah baring /
9. Status respirasi kekurangan dalam
imobilisasi
pertukaran gad, beraktivitas
2. Kelemahan
dan ventilasi 10. Sediakan penguatan
umum
adekuat positif bagi yang aktif
3. Ketidak
beraktivitas
seimbangan
11. Bantu pasien untuk
suplai dan
mengembangkan
kebutuhan
motivasi diri dan
oksigen
penguatantual
4. Imobilitas
12. Monitor respon fisik,
5. Gaya hidup
emosi, sosial dan spir
monoton

Ketidakefektifan NOC NIC


pola
nafas berhubungan Status pernafasan: Manajemen jalan nafas
dengan aliran darah ke Ventilasi 1) Mempertahankan kepatenan
otak menurun
Kriteria Hasil : jalan nafas,
1) Frekuensi 2) Mengatur posisi pasien semi
pernafasan dalam fowler
batas normal 3) Memperbaiki posisi masker
2) Irama pernafasan non rebreathing
normal 4) Memeriksa terisinya alat
3) Tidak ada pelembab (humidifier)
penggunaan otot 5) Memeriksa kecepatan aliran
bantu pernafasan oksigen 10 L/menit
4) Tidak ada retraksi 6) Buang secret dengan cara
dinding dada batuk efektif
5) Tidak ada suara 7) Instruksikan cara batuk
nafas tambahan efektif
8) Auskultasi suara nafas.

Terapi oksigen
1) Pertahankan kepatenan jalan
nafas.
2) Berikan oksigen tambahan
sesuai kebutuhan.

3) Monitor aliran oksigen


4) Monitor efektifitas
terapi oksigen

Vital Sign Monitoring


1) Monitor TD, nadi,suhu, dan
RR
2) Monitor frekuensi dan irama
pernapasan.
3) Monitor pola pernapasan
abnormal.
4) Monitor suhu,warna, dan
kelembaban kulit.
5) Monitor sianosis perifer.
6) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

Daftar Pustaka

Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi. Jakarta

Davey, Patrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Dongoes. 2000. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Hardhi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
Dan NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta : Medi Action
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
Price,Sylvia andorson,Lorraine.2006.Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi
Sujono Hadi. 2002. Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung : Penerbit PT Alumni.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan. Edisi 6.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai