Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Hematemesis Melena

2.1.1 Defenisi Hematemesis Melena

Hematemesis adalah dimuntahkanya darah dari luar mulut, darah berasal dari saluran

cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan (epitaksis, hemoptysis, ekstrasi

gigi, tonsilektomi). Tergantung pada lamanya kontak dengan asam lambung, darah

dapat berwana merah, coklat, atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan

bereaksi asam. (Purwadianto, 2000).

Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran

cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang

mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal

(Grace & Borley, 2007).

Melena adalah keluarnya tinja hitam, seperti teh yang terjadi sekunder akibat

perdarahan saluran cerna dengan waktu transit intestinal yang mungkin perdarahan

hemoglobin, tinja yang berwarna hitam seperti teh dapat disebabkan oleh zat besi

yang dimakan, licorice, atau bismut, tetapi hasilnya tinja negatif (Robert L, 2007).

2.1.2. Etiologi

Hematemesis melena disebabkan oleh ulkus plektikum, varises esophagus, gastritis

erosice atau ulseralis (mengkonsusmsi alcohol dalam jumlah besar, obat-obatan yang

ulserogenik golongan salisillat kortikosteroid dan stress, esofagitis, karsinoma

lambung dan penyakit darah ( leukemia purpura, trombositopenia ) (Mubin, 2006).

9
10

2.1.3. Meanifestasi Klinis

Gejala kejadian akibat morfologi dan lebih menggambarkan beratnya keruusakan

yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebgai berikut :

a. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.

b. Demam, berat badan turun, lekas lelah.

c. Ascites, hidratonaks dan edema.

d. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.

e. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara

klinis didapati demam, icterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab

lain, ditambahka sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya

prekoma dan koma hepatikum

f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput, medusa,

wasir dan varises esofagus.

g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu :

1) Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila, dan pubis.

2) Amenore, hiperpigmentasi aerola mamae.

3) Spider nevi dan eritema.

4) Hiperpigmentasi.

(Manjoer Arif, 2008)


11

2.1.4 Patofisiologi

Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan

peningkatan tekanan vena porta, sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam

submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior

yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah sirkulasi splenik

menjauhin hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut

menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises

bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal massif, selanjutnya dapat

mengakibatkan kehilangan darah secara tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke

jantung, penurunan perfusi jaringan.

Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakuakan mekanisme

kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi, mekanisme ini merangsang

tanda-tanda dan gejala utama yang terlihat saat pengkajian awal. Pada melena dalam

perjalanan melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam

disebabkan oleh HCL lambung pepsin, dan warna hitam ini karena adanya pigmen

porfirin. Kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus/colon

asenden, feses dapat berwarna merah terang atau gelap.

Darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna

sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam, paling sedikit perdarahan

sebanyak 50-100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam

seperti ter selama 48-72 jam setelah perdarahan berhenti, ini bukan berarti keluarnya

feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan berlangsung. Darah

yang bersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah periode perdarahan

tunggal. (Price, 2005)


12

2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamnesis

Pemeriksaan fisik dan laboratorium dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan

umum penderita lama atau kesadaran menurun.

Perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esophagus

tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di daerah epigastrium dan gejala

hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil anamnesis sudah dapat diperkirakan

jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai takaran praktis seperti beberapa

gelas, beberapa kaleng dan lain-lain.

b. Pemeriksaan fisik

Penderita perdarahan saluran cerna bagian atas yang perlu diperhatikan adalah

keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala

hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaa yang lebioh serius seperti adanya

rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari tanda-tanda hipertensi portal

dan serosis hepatis, seperti spider nevi, ginekomasti, eritema Palmaris, caput

medusa, adanya kolateral, acites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.

Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan

darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk

dapat mengikuti perkembangan penderita.

c. Pemeriksaan radiologic

(1/3 distal esophagus) kardia untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk

mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologic ini sedini

mungkin, sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.


13

d. Pemeriksaan endoskopik

Dengan berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara endoskopi

menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber

perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopi adalah dapat dilakukan

pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsy untuk pemeriksaan

sitopatologi. Pada perdarahan saluran makanan bagian atas yang sedang berlangsung,

pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan secara darurat atau sedini mungkin setelah

hematemesis berhenti.

e. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati

Pemeriksaan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik

seperti serosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran cerna bagian

atas.

(H.M. Syaifoellah Noer. 2001)

2.1.6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien hematemesis melena adalah koma hepatic (suatu

syndrome neuropsikiatrik yang di tandai dengan perubahan kesadaran, penurunan

intelektual, kelainan neurologis yang menyertai kelainan parenkim hati), syok

hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung dan tekanan

darah menurun), aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang

masuk saluran nafas), anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan

tidak disadari). (Mubin, 2006)


14

2.1.7. Penatalaksanaan

setiap penderita dengan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) dalam

penatalaksanaan hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan umum dan

khusus. Tindakan umum bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien,

apapun penyebab perdarahannya. Tindakan khusus, biasanya baru dikerjakan setelah

diagnosis penyebab perdarahan sudah dapat dipastikan.

a. Tindakan umum

1. Infuse dan transfuse darah.

Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk memulihkan keadaan

penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu infuse dekstrose 5% atau ringer

laktat NaCl 0,9% dan transfusi whole blood atau packet red cell.

2. Psikoterapi sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita

menjadi gelisah, maka diperlukan psikoterapi.

3. Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang-kurangnya selama 3 hari setelah

perdarahan berhenti.

4. Diet

Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat nutrisi

secara parentral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti, diet bias

dimulai dengan diet cair HI/LI . selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan

padata.

5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage

Tujuan pemasangan pipa naso adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah

lambung).
15

6. Medikamentosa

Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi simetidin atau injeksi

ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi sekresi asam lambung.

Injeksi trineksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi vitamin K,

jika ada tanda-tanda sirosis hati. Seterilisasi usus dengan laktulosa oral serta clisma

tinggi, jika ada tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan neomycin atau kanamycin.

b. Tindakan khusus

Tindakan khusus ini ditunjukkan pada penyebab perdarahan yang dapat dibagi atas

dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esophagus daan bukan karena varises

Pengobatan perdarahan SCBA non varises :

1. Injeksi simetidine 200/8 jam atau injeksi ranitidine 50mg/8jam

2. Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral

3. Antasida, dapat diberikan jika perdarahan sudah berhenti

4. Selain obat-obat di atas, mengurangi rasa sakit atau pedih dapat diberikan

golongan anti kolinergik.

Bila tata cara tersebut setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak berhasil, dan

perdarahan masih tetap berlangsung, maka iniindikasi untuk dilakukan pembedahan.

(H.M. Syaifoellah Noer. 2001)

2.1.8. Pembedahan

Pembedahan darurat dipikirkan bila pengobatan konservatif dianggap gagal, yaitu

bila :

1. Dalam 8 jam pertama, untuk memperbaiki dan mempertahankan tekanan darah

atau sirkulasi di perlikan transfuse darah lebih dari 2 liter.


16

2. Dalam 24 jam berikutnya untuk mempertahankan sirkulasi diperlukan transfuse

darah lebih dari 2 liter.

3. Perdarahan belum juga berhenti selama 3 x 24 jam sejak di rawat, walaupun hanya

sedikit-sedikit.

Pembedahan tetep dijalankan meskipun penderita dalam keadaan koma Pada

perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh pecahnya varises

esofagus, sementara menunggu persiapan pembedahan atau transpotasi, dapat dicoba

pemaasangan balon modifikasi atau (bila ada) pipa sengstaken–Blakemore.

Pipa ini dimasukan melalui hidung kedalam lambung, sebelumnya penderita dapat

diberikan petidin 5-20 mg iv/ im. Setelah mencapai lambung, dipompakan udara

melalui 2 lumen yang masing-masing berhubungan dengan balon retensi dalam

lambung dan sebuah balon silindrik yang berfungsi menekan dinding esofagus.

Lumen ke-3 berfungsi untuk aspirasi isi lambung atau memasukan obat-obatan.

Komplikasi tindakan ini antra lain perdarahan ulang, erosi esofagus, ,sumbatan jalan

nafas dan aspirasi. Pembedahan darurat yang dapat dilakukan :

1. Transeksi esofagus atau reseksi lambung dengan atau tanpa alat anastomosis

boerema.

2. shunt porto-kaval atau spleno-renal.

(purwadianto,agus : 106,2000)
17

2.2 Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan

pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui

berbagai permasalan yang ada.

(Alimatul Aziz, 2006 : 85).

a. Anamnese

1) Identitas

Bisa menyerang siapa saja tidak membedakan umur mupun jenis kelamin

2) Keluhan Utama

Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang

secara tiba-tiba.

3) Riwayat penyakit sekarang

keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-

tiba.

4) Riwayat penyakit dahulu

Biasanya klien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis,

hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit

darah (misal : DM), riwayat penggunaan obat ulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup

(alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).

5) Data psikososial

Biasanya pada kasus ini pasien mengalami gelisah, cemas dn ketakutan tentang

dampak muntah darah dan berak darah.


18

b. Pola-pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Biasanya klien mempunyai kebiasaan atau riwayat penggunaan alkoholisme, atau

penggunaan obat-obat ulserogenik.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Terjadi perubahan karena adanya keluhan klien berupa mual, muntah, kembung, dan

nafsu makan menurun dan intake nutrisi harus dalam bentuk makanan yang lunak dan

mudah dicerna.

3) Pola aktivitas

Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein yang dapat

menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan,

sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti

bekerja.

4) Pola eliminasi

Pola eliminasi mengalami gangguan, baik BAK maupun BAB. Pada BAB mengalami

konstipasi atau diare, perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi

pekat, sedangkan pada BAK warna gelap dan konsistensi pekat.

5) Pola tidur dan istirahat

Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut

membesar karena ascietas dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.

6) Pola hubungan dan peran

Dengan adanya perawatan akan terjadi hambatan dalam menjalankan peranya seperti

semula.
19

7) Pola reproduksi

Akan terjadi perubahan karena ketidakseimangan hormon, androgen dan estrogen.

Bila terjadi pada laki-laki dapat menyebabkan penruna libido dan impotensi. Dan bila

terjadi pada wanita menyebabkan gangguan pada siklus menstruasi atau dapat terjadi

aminore.

8) Pola penanggulangan stres

Biasanya klien dengan kopinng stress yang baik, maka dapat mengatasi masalanya

namun sebaliknya bagi klien yang tidak bagus kopingnya maka klien dapat destruktif

lingkungan sekitarnya.

9) Pola kepercayaan

Pada pola ini tidak akan terjadi perubahan pada klien

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien hematemesis melena akan terjadi ketidak seimbangan nutrisi

akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah,

kembung.

2) Sistem respirasi

Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia,

ascites.

3) Sistem kardiovaskuler

Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan

gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).


20

4) Sistem gastrointestinal.

Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.

5) Sistem geniturianaria/eliminasi

Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan / tak

adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipas.

2.2.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau

komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan potesial atau actual.

(carpenito, 2007)

a. Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung.

Rasional : muntah dan berak yang terus menerus mengakibat hemoglobin menurun,

sehingga anemia menybabkan plasma darah menurun.

b. Ketidakseimbangan pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru.

Rasional : penurunn ekspansi paru akan akan menyebabkan pemasukan oksigen ke

dalam paru menurun.

c. Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.

Rasional : mual-muntah, anoreksia menyebabkan perasaan yang tidak enak dan [enuh

pada lambung.

d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan

penyakitnnya.

Rasional : gelisah merupakan awal tanda gejala klien ansietas.


21

e. Intoleransi aktivitas berhubungnan dengan kelemahan.

Rasional : muntah berak darah yang terus menerus menyebabkan kehilangan nutrisi

yang dibtukan tubuh untuk memproses energi yang dibutuhkan oleh tubuh.

2.2.3 Intervensi

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawataan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah

klien. Perencanaan merupakan, proses ketiga dalam proses keperawataan yang

membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan

tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan

praktik keperawataan, peran dan tenaga kesehatan lainya, kemampuan dalam

mencegahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, menulis intruksi

keperawatan, dan bekerjasama dengan tingkat kesehatan lainnya (Alimatul Aziz,

2006 : 117)

a. Diagnosa Keperawatan. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan

perdarahan dilambung. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

tidak terjadi syok hipovolemik, Kriteria Hasil : Perdrahan berkurang / berhenti, nadi

teratur dan pengisian kuat (60 – 100 x/mnt), tekanan darah menurun kurang dari

110/70 – 120/80 mmHg, akral hangat.

Rencana Tindakan : 1) Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30

menit. Rasional : Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat

menentukan tindakan yang lebih tepat. 2) Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri

posisi kepala lebih rendah dari kaki. Rasional : Mencegah terjadinya hipoksia.
22

3) Observasi intake dan out put cairan. Rasional : Menjaga kebutuhan keseimbangan

cairan tetap adekuat 4) Observasi adanya perdarahan. Rasional : Deteksi dini

terhadap perubahan kondisi pasien. 5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian

plasma expander. Rasional : Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB

darah.

b. Diagnosa Keperawatan II : Ketidakseimbangan pola pernafasan tidak efektif

berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan : Sesak nafas berkurang.

Kriteria Hasil : Frekuensi pernafasan normal (RR 16 – 20 x/menit), Tidak terdapat

bunyi nafas tambahan, pasien tidak hipoksia.

Rencana Tindakan : 1) Observasi TTV klien (terutama RR). Rasional : peningkatan

RR menunjukan pasien mengalahami sesak. 2) Auskultasi bunyi nafas pasien.

Rasional : Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan. 3) Berikan posisi yang

nyaman pada pasien seperti semi fowler. Rasional : Mengurangi rasa nyeri. 4)

Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan terapi obat. Rasional : Untuk

memudahkan penentuan pemberian terapi.

c. Diagnosa Keperawatan. III : Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan)

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Kebutuhan nutrisi

pasien terpenuhi. Kriteria Hasil : Tidak ada nyeri tekan abdomen, mual / muntah

berkurang, bb meningkat, nafsu makan bertambah. Rencana Tindakan : 1) Timbang

BB pasien setiap hari. Rasional : Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau

belum. 2) Berikan HE pada pasien dan keluarga tentang pentingnya makanan / nutrisi
23

bagi diri pasien. Rasional : pasien dapat kooperatif dan mau makan. 3) Motivasi

pasien agar mau makan. Rasional : Meningkatkan nafsu makan. 4) Kolaborasi

dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi. Rasional : Melaksanakan fungsi

independent.

d. Diagnosa Keperawatan. IV : Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan

tentang perawatan penyakitnnya. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan ansietas berkurang / hilang. Kriteria Hasil: Menunjukkan rasa rileks

serta melaporkan rasa ansietas hilang atau berkurang. Rencana Tindakan: 1) Awasi

respon fisiologis, misalnya takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala dan sensasi

kesemutan. Rasional : Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien

tetapi dapat juga berhubungan dengan kondisi fisik/ status syok. 2) Catat petunjuk

perilaku seperti gelisah, kurang kontak mata dan perilaku melawan. Rasional :

Indikator derajat takut yang dialami klien. 3) Dorong pernyataan takut dan ansietas,

berikan umpan balik. Rasional : Membantu klien menerima perasaan dan

memberikankesempatan untuk memperjelas konsep. 4) Berikan lingkungan tenang

untuk istirahat. Rasional : Meningkatkan relaksasi dan keterampilan koping. 5)

Dorong orang terdekat tinggal dengan klien. Berespons terhadap tanda panggilan

dengan cepat. Gunakan sentuhan dan kontak mata dengan tepat. Rasional :

Membantu menurunkan takut melalui pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.


24

e. Diagnosa Keperawatan. V : Intoleransi aktivitas berhubugnan dengan kelemahan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pasien mampu ADLs

Kriteria hasil : mampu melaksanankan aktivitas ADLs, Tanda-tanda vital normal,

Status kardiopunari adekuat. Rencana Tindakan : 1) Bantu klien melakukan

aktivitas yang mampu dilakukan. Rasional : Mengurangi beban klien. 2) Bantu klien

untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, pisikologi

dan sosial. Rasional : Dengan aktivitas sesuai kemampuan fisik, pisikologi dan sosial

dapat melatih kemampuan klien. 3) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik

dalam merencanakan program terapi yang tepat. Rasional : Dengan adanya program

terapi yang tepat diharapkan klien dapat segera ADLs.

2.2.4 Implentasi

Merupaakan langkah keempat dalam proses keperawataan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawataan (tindakaan keperawatan) yang telah direncanakan

dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam hal ini perawat harus mengetahui

berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik

komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak

pasien serta dalam memahami tingkatan perkembangan pasien, semua tindakan

keperawatan dicatat kedalam format yang telah ditentukan oleh institusi. Jenis

tindakan keperawatan dalam tahap pelaksanaaan terdapat dua jenis yaitu tindakan

keperawatan mandiri dan tindakan keperawatan kolaborasi (Alimul Aziz, 2006).


25

Seringkali perdarahan dari ulkus peptikum berhenti secara spontan, namun

kekambuhan-kekambuhan perdarahan sangat tinggi. Karena perdarahan sangat fatal,

maka penyebab dan beratnya hemoragi dengan cepat diidentifikasi dan kehilangan

darah dapat diatasi untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik. Penatalaksanaan

perdarahan saluran gastrointestinal atas terdiri dari 1) penentuan cepat jumlah

kehilangan darah dan kecepatan perdarahan, 2) dengan cepat mengganti darah yang

telah hilang, 3) menghentikan perdarahan dengan air atau lavase salin, 4)

menstabilkan pasien, dan 5) mendiagnosa dan mengobati penyebab (smeltzer, 2002).

2.2.4 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan

kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan

kesimpulaan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan

tindakan keperawataan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua

kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses

keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan

kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai

evaluasi hasil (Alimatul Aziz, 2006 : 122).

Hasil yang diharapkan pada klien hematemesis melena merujuk pada kasus

perdarahan gastrointestinal atas menurut Doenges (2000) adalah 1)tanda vital dalam

batas normal (TD= 140/90, N=80x/Menit, RR= 20x/Menit, T=36-37ºC), 2) trugor

kulit normal, membrane mukosa lembab, produksi urine output seimbang, muntah
26

darah dan berak darah berhenti, kulit hangat, nadi perifer teraba, keluaran urine

adekuat, skala nyeri 0-1, pasien mengerti dengan penjelasan yang diberikan perawat,

tampak tenang, mendiskusikan masalah kecemasannya dan menunjukkan rasa rileks

serta melaporkan rasa ansietas hilang atau berkurang. Evaluasi dilakukan dengan

melihat respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan dengan

memperhatikan tujuan dan criteria hasil yang diharapkan. Evaluasi bias bersifat

formatif yaitu dilakukan secara terus-menerus untuk menilai setiap hasil yang telah

dicapai dan bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus pada akhir semua tindakan

keperawatan yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai