KEPERAWATAN
HEMATEMESIS
Penyusun
HEMATEMESIS MELENA
Pengertian
Etiologi
Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai
keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena
sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran
makan bagian atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat
dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996)
Etiologi dari Hematemesis melena adalah :
Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,
alkohol, dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus
dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy
1971: 58 %)
Gejala Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai
berikut :
Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan
diare.
Demam, berat badan turun, lekas lelah.
Ascites, hidratonaks dan edemo.
Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecilkarena fibrosis. Bila
secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam
bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-
hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput
medusa, wasir dan varises esofagus.
Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
- Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan
pubis.
- Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
- Spider nevi dan eritema
- Hiperpigmentasi
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Darah : Hb menurun / rendah
SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan.
Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan kemampuan
sel hati yang kurang.
Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan sel
hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.
Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
Peninggian kadar gula darah.
Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB,
HBeAg, dll
2. Radiologi
USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan splenomegali,
acites
Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
Angiografi untuk pengukuran vena portal
Penatalaksanaan
Istirahat cukup ditempat tidur
Diet rendah protein, rendah garam, diit tinggi kalori
Antibiotik
Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dan glukosa.
Robansia vitamin B kompleks
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HEMATEMESIS MELENA
D. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
Jumlah serta warna darah hematemesis.
Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih
tertinggal, potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan
nafas, mencegah renjatan.
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc
dan terjadi secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah, nadi,
pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan
cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau
cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang,
menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi
secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu
menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian
atas dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah
berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien
hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus
sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan
edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,
jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena
sering mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair
selanjutnya makanan lunak.
Pola makan klien
BB sebelum terjadi perdarahan
Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa
perdarahan
dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur
kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa
perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh
klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi
sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi.
Yang perlu dikaji adalah :
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine
berkurang dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu
dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan
lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan
pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara
persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan
darah.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa I
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses / mencerna makanan ditandai
dengan klien mengeluh nyeri diabdomen / kuadran kanan atas,
anoreksia, mual, muntah, tidak mau makan, mudah kenyang,
penurunan BB.
Diagnosa II
Resiko tinggi terhadap pola pernafasan tidak efektif sehubungan
dengan penurunan ekspansi paru ditandai dengan klien mengeluh sesak
nafas, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan, hipoksia.
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka intervensi
keperawatan perlu untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah
masalah pasien.
Diagnosa I
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses / mencerna makanan ditandai
dengan klien mengeluh nyeri abdomen / kuadran kanan atas, anoreksia,
mual, muntah, tidak mau makan, mudah kenyang, penurunan BB.
Tujuan : Intake dan output nutrisi terpenuhi dalam waktu 1x24 jam
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang
Peningkatan BB
Tidak mual, muntah, anoreksia berkurang
Diagnosa keperawatan II
Resiko tinggi terhadap pola pernafasan tidak efektif sehubungan
dengan penurunan ekspansi paru ditandai dengan klien mengeluh sesak
nafas, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan.
Tujuan : Sesak berkurang dalam waktu 2x24 jam
Kriteria hasil :
Frekuensi pernafasan normal
Tidak ada bunyi nafas tambahan
Klien tidak hipoksia.
Rencan tindakan
Awasi pernafasan, kedalaman dan irama pernafasan
Auskultasi bunyi nafas
Pertahankan kepala tempat tidur tinggi, posisi miring.
Ubah posisi dengan sering dorong nafas dalam, latihan batuk
Awasi suhu catat adanya mengigil, meningkatnya batuk, perubahan
warna / karakter sputum.
Kolaborasi dengan tim medis
Rasional
Pernafasan dangkal cepat / dispnea, mungkin ada sehubungan
dengan hipoksia dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
Menunjukkan terjadinya komplikasi, meningkatkan resiko
infeksi.
Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekresi.
Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret
Menunjukkan timbulnya infeksi contoh pneumonia.
Penatalaksanaan
Pada tahap ini adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.
Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain.
Daftar Pustaka
Soeparman: Ilmu penyakit dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta. 1984
Long, Phips, Medical surgical nursing, Philadelphia, WB. Sounders. 1991
Junadi, P. et all, Kapita selekta, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta. 1984
Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. 2000.
Mudjiastuti, Diktat Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Pencernaan Makanan,
Tidak Dipublikasikan, Surabaya, 2000,