HEMATEMESIS MELENA
Disusun oleh
Tri Novitasari
P27220019242
A. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh
adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis
tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam
lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti
kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal (Sjaifoellah Noor Dkk,
2013).
B. Etiologi
Hematemesis melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan
hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru
dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama
hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga
besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis melena
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera
dirumah sakit. (Sjaifoellah Noor Dkk, 2013). Etiologi yang biasa terjadi
pada hematemesis melena adalah:
a. Kelainan Esofagus: Varises, Esofagitis
b. Kelainan lambung: Tukak lambung
c. Penyakit darah: Leukimia, dll
d. Penyakit sistemik lainnya: Uremik, dll
e. Pemakaian obat-obatan, alkohol, dll
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran
makan bagian atas karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap
macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab saluran makan
bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises
esophagus dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran makan
bagian atas (Hilmy, 2010).
C. Manifestasi klinis
Tanda gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih
menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya.
Didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Anoreksia, mual, muntah, diare
b. Demam, berat badan turun, lekas lelah
c. Edema
d. Ikterus, kadang-kadang urine menjadi lebih tua warnanya atau
kecoklatan
e. Hematomegali, bila terjadi lebih lanjut hati bisa mengecil karena
fibrosis.
f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding. Koput
medusa, wasir, dan varises esophagus.
g. Kelainan endokrin
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu stress,
rokok, asam lambung dan penyakit lainnya yang dapat mengakibatkan erosi
pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan
kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi muskus sebagai
pelindung. Hal ini akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan
menjadi granulasi dan akhirnya menjadi ulkus dan dapat mengakibatkan
hemoragi gastrointestinal.
Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan
hipertensi portal berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan suara
kolateral bypass: melalui vena koronaria lambung ke dalam vena esophagus
dan akan menjadi varises pada vena esophagus. Vena yang melebar dan
berkeluk-keluk terutama terletak di submucosa esophagus distal dan
lambung proksimal, disertai penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke
dalam lumen. Dapat mengalami ulserasi superficial yang menimbulkan
radang, beku darah yang melekat dan kemungkinan rupture, mengakibatkan
hemoragi gastrointestinal.
Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk
penyebab hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada
dinding abdominal anterior. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang oleh darah dan membesar.
Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises dan dapat pecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena.
Hematemesis biasanya bersumber di atas ligamen Treitz (pada jungsi
denojejunal). Dari hematemesis akan timbul muntah darah. Muntah dapat
berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah kandungan
lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan
dengan sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah
terang menjadi hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi
drainase yang dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun
atau merah terang diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak
dengan asam lambung. Sedangkan melena terjadi apabila darah
terakumulasi dalam lambung dan akhirnya memasuki traktus intestinal.
Feses akan seperti ter. Feses ter dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml
darah telah memasuki traktus intestinal.
Pathway
Terbentuknya varises
esophagus, lambung,
pembesaran limfe dan asites
Resiko syok.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram
untuk daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double
kontrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan
pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus,
kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau tidaknya varises.
2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan
secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan
tepat tempat asal dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto
untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk pemeriksaan
sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat
atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin
sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan
ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang
hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti
kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum
kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk
dapat mengikuti perkembangan penderita (Davey, 2005).
G. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus
sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
a. Pengawasan dan pengobatan umum.
1) Tirah baring.
2) Diet makanan lunak
3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas
(hematemesis melena)
5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya
dehidrasi.
6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan
bila perlu CVP monitor.
7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan.
8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal.
9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis berguna untuk menanggulangi perdarahan.
10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatic.
11) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi
cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan
pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan
menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi
penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan
berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan
aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang
setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan
setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
12) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian
pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah
dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan
demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu
diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati
dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit
jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram
dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung
koroner/iskemik.
13) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB
tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga
penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat
tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan
pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran
makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur
esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
14) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau
sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang
fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan
balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan
dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus.
15) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas
mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka
dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa
dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa sakit pada perut, BAB berwarna hitam, mual,
tidak nafsu makan, terkadang disertai diare, panas.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya BAB berwarna hitam,
penyebab terjadinya BAB berwarna hitam serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit melena atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan sistem pencernaan misalnya
penyakit maag, muntaber, diare, atau bahkan penyakit hepatitis
dan atau sirosis hepatikum. Adanya riwayat penyakit hati,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat dan atau tidak
terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita
melena atau penyakit keturunan seperti misal hipertensi,
jantung, hepatitis, sirosis hepatikum, maag.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. (Doengoes
Merillyn, 2011)
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, kelembaban dan suhu kulit, CRT.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
Melena mudah terjadi infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidras, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, nyeri pada
abdomen, feses berwarna hitam.
7) Sistem urinary
Banyak sedikitnya urin saat berkemih, urin panas atau tidak
8) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
(Doengoes Merillyn, 2011)
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output cairan
hipovolemik dengan keperawatan diharapkan 2. Berikan asupan cairan
faktor Perdarahan keseimbangan cairan meningkat. 3. Anjurkan memperbanyak asupan
dilambung Kriteria hasil: cairan oral
1. Asupan cairan meningkat 4. Kolaborasi pemberian cairan IV
2. Edema menurun
3. Dehidrasi menurun
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hadi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Medication
Prince A Sylvia. (2011). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter
Anugrah EGC. Jakarta.
Wilkinson & Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta:
EGC.