Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN HEMATEMESIS MELENA

A. DEFINISI
Hematemesis atau muntah darah dan melena atau berak darah merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) (Adam, 2008).
Hematemesis melena adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat
darurat rumah sakit. Sebahagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian
lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan
tepat (Mazen, 2010).
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah
saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster,
dan esophagus. Pada perdarahan SCBA penting untuk dibedakan antara perdarahan yang
disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan
prognosis (Fadila, 2015).

B. ETIOLOGI
Ada empat penyebab SCBA yang paling sering ditemukan, yaitu ulkus peptikum,
gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa esofagogastrika. Semua keadaan ini
meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan gastrointestinal atas dengan
ditemukannya suatu lesi yang pasti (Almani, 2009). Penegakan pasti etiologi hematemetis
melena dilakukan dengan pemeriksaan endoskopi, sehingga diketahui letak perdarahan
dan keparahannya (Ahlquist, 2009).
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau
dengan penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Pada kasus ini
mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastritis erosif atas dasar riwayat
kebiasaan pasien obat anti nyeri (NSAID) yaitu ibuprofen sejak 6 tahun yang lalu tanpa
anjuran maupun kontrol ke dokter (Fadila, 2015). Obat NSAID adalah obat-obatan yang
paling sering menyebabkan ulkus lambung (ulcerogenic drugs). Obat lain yang dapat
menimbulkan hematemesis melena adalah golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin,
spironolakton, dan lain-lain (Moradpour, 2007).
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah
muntah darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena),
mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung
meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis
(sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38 -39° C,
nyeri pada lambung / perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi
perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunan Hb dan Ht
(anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah
beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan
peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh
bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000).
Gejala yang ada yaitu :
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya anemia,
seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

D. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang
lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik
menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut varises. Varises dapat
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme
ini merangsang tanda-tanda dan gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan. Pada
melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan
hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini
diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna
bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang /
gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada
saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit
perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna
hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti
keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
WOC Hematemesis Melena

Kelainan esophagus: Kelainan lambung dan Penyakit darah:


varises esophagus, leukemia, DIC, purpura Penyakit sistemik: Obat-obatan
duodenum: tukak
esophagitis, trombositopenia, sirosis hati ulserogetik:
lambung, keganasan
keganasan esophagus hemophilia gol.salisilat,
kortikosteroid, alcohol.

Tekanan portal Infeksi mukosa Pecahnya PD Obstruksi aliran O2 mukosa


lambung darah lewat hati terhambat

Pembuluh darah
Erosi dan ulserasi Perdarahan Pembentukan Asam lambung
pecah
kolateral

Kerusakan Masuk saluran Distensi PD Inflamasi mukosa


vaskuler pada cerna abdomen lambung
mukosa lambung

Varises

PD ruptur

HEMATEMESIS
MELENA

Anoreksia Mual-muntah MK: perdarahan


ansietas
Tekanan kapiler
MK: Syok
ketidakseimbangan hipovolemik Protein plasma
nutrisi kurang dari hilang
kebutuhan tubuh
MK: gangguan
keseimbangan Edema
cairan dan
Spasme dinding
elektrolit Penekanan PD
perut

Perfusi jaringan
MK:nyeri
akut
MK:
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
gastrointestinal
E. KOMPLIKASI
a. Syok Hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.
b. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah
gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.
d. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-
racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi
otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan
normal dibuang oleh hati.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk
daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada lambung
dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada
atau tidaknya varises (Davey, 2005).
b. Pemeriksaan Endoskopi
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri
mungkin setelah hematemesis berhenti (Davey, 2005).
c. Pemeriksaan Ultrasonografi dan Scanning Hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi
penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus
yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium
seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan
uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan
penderita (Davey, 2005).
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang diteliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas
meliputi :
a. Tirah baring.
b. Diet makanan lunak
c. Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
d. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena)
e. Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
f. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP
monitor.
g. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan.
h. Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan
kadar Hb 50-70% harga normal.
i. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom
(adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk
menanggulangi perdarahan.
j. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap
oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat
menimbulkan ensefalopati hepatic.
k. Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian
air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila
perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
l. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus
akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga
menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises
dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian
obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu
pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung koroner/iskemik.
m. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang
dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube
ini dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
n. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan
varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan
narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai
populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus.
o. Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan
dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti
dan fungsi hari membaik.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Emergency dan Kritis
a. Primary Survey
1) Airway
a) Sesak napas, hipoksia, retraksi interkosta, napas cuping hidung, kelemahan.
b) Sumbatan atau penumpukan secret.
c) Gurgling, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor.
d) Diaporesis

2) Brething
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronki, krekels.
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e) Penggunaan obat bantu nafas.
f) Tampak sianosis / pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
3) Circulation
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat/perlahan
(vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung pada jumlah kehilangan
darah, kelembaban kulit/membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologik).
a) Nadi lemah/tidak teratur.
b) Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis.
i) Output urine menurun / meningkat

4) Disability
a) Penurunan kesadaran.
b) Penurunan refleks.
c) Tonus otot menurun
d) kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e) Kelemahan
f) Iritabilitas,
g) Turgor kulit tidak elastis

5) Exposure
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan BAK,
distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual muntah, hasil
foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.

b. Secondary Survey
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari tidur
sampai duduk/berdiri.
b) Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit.
d) Suhu hipotermi/hipertermia.
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan.
b) Nyeri abdomen, hiperperistalitik usus, produksi, Anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan
dengan luka duodenal), masalah menelan; cegukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat; diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya, penurunan berat
badan.
Tanda : Muntah: Warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa
bekuan darah, membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis), berat jenis urin meningkat. urin menurun,
pekat,
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih, krekels,
mengi, whwzing, ), sputum.
d) Odem ekstremitas, kelemahan, diaporesis
3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen.
b) Obat-obat anti biotic, analgeti.
c) Makan-makanan tinggi natrium.
d) Penyakit penyerta DM, Hipertensi, hepatitis, gastroenteritis.
e) Riwayat alergi.

c. Tirtiery Survey
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Patologi Klinis : Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT,
albumin, globulin)
b) Patologi Anatomi : Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
c) CPKMB, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemi).
e) Sel darah putih (10.000-20.000).
f) GDA (hipoksia).
g) Radiologi : Endoskopi SCBA, USG hati
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan cairan tubuh
secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status mental, penurunan tekanan darah,
tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit, haluaran urine, pengisian vena, dan berat
badan tiba – tiba, membrane mukosa kering, kulit kering, peningkatan hematokrit,
suhu tubuh, frekuensi nadi, dan konsentrasi urine, haus, dan kelemahan.
b. Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal dan/atau ginjal berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar pada
mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran pencernaan
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi tentang
penyakitnya.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Kekurangan volume  Fluid balance Fluid management
cairan berhubungan  Hydration  Pertahankan catatan intake
dengan perdarahan  Nutritional status : food dan output yang akurat
and fluid  Monitor status hidrasi (
 Intake kelembapan membran
mukosa,nadi
Kriteria hasil : adekuat,tekanan darah
 Mempertahankan urine ortostatik )
output sesuai dengan  Monitor vital sign
usia dan BB  Monitor masukan
 Tekanan darah,nadi suhu makanan
tubuh, dalam batas  Kolaborasikan pemberian
normal cairan Iv
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor status nutrisi
dehidrasi  Dorong masukan oral
 Elastisitas turgor kulit
 Dorong keluarga untuk
baik,membran mukosa
membantu pasien makan
lembab,tidak ada rasa
 Kolaborasikan
haus yang berlebihan
pengamatan hasil
elektrolit serum
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
 Monitor tingkat HB dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal
2 Risiko ketidakefektifan  Circulation status Acid-base management
perfusi gastrointestinal  Elektrolit and acid  Observasi status hidrasi
dan/atau ginjal  Base balance (kelembapan membran
berhubungan dengan  Fluid balance mukosa, TD ortostatik,
hipovolemik karena  Hidration dan keadekuatan dinding
perdarahan.  Urinary elimination nadi )
 Monitor HMT,
Kriteria hasil : ureum,albumin,total
 Tekanan systole dan protein,serum osmolalitas
diastole dalam rentang dan urine
normal  Observasi tanda-tanda
 Tidak ada ganguan cairan berlebih
mental,orientasi kognitif  Pertahankan intake dan
dan kekuatan otot output secara akurat
 Tidak ada distensi vena  Monitor ttv
leher  Monitor glukosa darah
 Tidak ada bunyi paru arteri dan serum,elektrolit
tambahan urine
 Intake dan output  Monitor hemodinamik
seimbang
status
 Tidak ada oedem perifer
dan asites  Bebaskan jalan nafas
 Menejemen akses
intravena

Pasien hemodialisis
 Observasi terhadap
dehidrasi
 Monitor TD
 Monitor BUN,creat,HMT
dan elaktrolit
 Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
 Kaji status mental
 Monitor CT
 Pasien peritoneal dialysis
 Kaji
temperatur,TD,denyut
perifer,RR,dan BB
 Monitor adanya
respiratory distress
3 a. Nyeri akut Kriteria hasil :  Kaji nyeri
berhubungan dengan  Adanya penurunan  Ajarkan tekhnik relaksasi
agen cedera biologis intensitas nyeri kepada pasien
(rasa panas/terbakar  Ketidaknyamanan akibat  Berikan analgetik sesuai
pada mukosa nyeri berkurang jadwal
lambung dan rongga  Tidak menunjukkan  Kolaborasikan dengan
mulut atau spasme tanda-tanda fisik dan dokter pemberian
otot dinding perut). perilaku dalam nyeri antibiotik
akut  Observasi TTV
 Pastikan keadaan
nadi,RR,Td dalam
rengtang normal
4 a. Ketidakseimbangan  Nutritional status Nutrition manegemnt :
nutrisi : kurang dari  Weight control
kebutuhan tubuh  Kaji adanya alergi
berhubungan Kriteria hasil : makanan
dengan  Adanya peningkatan  Kolaborasika dengan ahli
ketidakmampuan berat badan sesuai tujuan gizi untuk menentukan
mencerna makanan  Berat badan ideal sesuai jumlah kalori dan nutrisi
akibat perdarahan dengan tinggi badan yang dibutuhkan pasien
pada saluran  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk
pencernaan kebutuhan nutrisi meningkatkan intake
 Tidak ada tanda-tanda  Anjurkan pasien untuk
malnutris meningkatkan protein
 Tidak menunjukakan vitamin c
penurunan berat badan  Berikan makanan yang
berati sudah dikonsulkan oleh
ahli gizi
 Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya
penurunan berat badan
DAFTAR PUSTAKA
Adam V. 2008. Estimates of Costs of Hospital Stay for Varical and Non Varical Upper
Gastrointestinal Bleeding. Value Health.
Ahlquist DA. 2012. Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.
N Engl J Med. 2012; 312:1422.
Almani SA. 2009. Chirrosis of liver: etiology, complication, and prognosis. Blackwell
publishing; hlm. 65- 79.
Amin, Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine (36-37). Jakarta: Erlangga.
Fadila, Milani Nur 2015. Hematemesis Melena dikarenakan Gastritis Erosif dengan
Anemia dan Riwayat Gout Atritis. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Mazen A. 2010. Managing Acute Upper GI Bleeding, Preventing Recurrences. Clev Clin
J Med.
Moradpour D. 2007. Chronic or recurring abdominal pain. In: Siegenthaler W, ed.
Differential diagnosis in internal medicine, from symptom to diagnosis. Edisi ke-
1. New York: Thieme; 2007. hlm. 273-99.

Anda mungkin juga menyukai