Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK KEKERINGAN BAGI PERTANIAN DAN CARA

PENANGGULANGANNYA
I. Latar Belakang
Letak geografis diantara dua benua, dan dua samudra serta terletak di sekitar
garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di
Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi
dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino
Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila
kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur
menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30 tahun terakhir menunjukkan
bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang menyebabkan
terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor
pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya
pola tanam karena adanya kekeringan.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam
masa yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya
kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan
di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan
karena cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi,
ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila mulai menyebabkan suatu
wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan pada pertanian dan
ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi kekeringan
merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap bidang dapat
berbeda-beda. Namun, suatu kekeringan yang singkat tetapi intensif dapat pula
menyebabkan kerusakan yang signifikan.

The Traveler
Kekeringan menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara
presipitasi dan evapotranspirasi. Kekeringan tidak hanya dilihat sebagai fenomena
fisik cuaca saja, tetapi hendaknya juga dilihat sebagai fenomena alam yang terkait
erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air. Bertambahnya jumlah
penduduk telah mengakibatkan terjadinya tekanan penggunaan lahan dan air serta
menurunnya daya dukung lingkungan. Akibatnya kekeringan semakin sering terjadi
dan semakin meluas. Kekeringan dapat menimbulkan dampak yang amat luas,
kompleks, dan juga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan.
Dampak yang luas dan berlangsung lama tersebut disebabkan karena air merupakan
kebutuhan pokok dan vital bagi seluruh makhluk hidup, yang tidak tergantikan oleh
sumber daya lainnya.
Datangnya bencana kekeringan belum dapat diperkirakan secara teliti, namun
secara umum berdasarkan statistik terlihat adanya fenomena terjadinya kekeringan
setiap empat atau lima tahun sekali. Bencana kekeringan dapat disebabkan oleh curah
hujan yang jauh di bawah normal pada areal yang airnya telah dimanfaatkan secara
maksimal atau pada musim kemarau panjang. Dari segi sosial, dampak yang
ditimbulkan oleh bencana kekeringan berbeda dengan dampak bencana banjir, tanah
longsor, tsunami, ataupun gempa bumi. Pada keempat jenis bencana tersebut, secara
sosial dengan cepat dapat menghimpun bantuan dari berbagai pihak, baik jangka
pendek ataupun jangka panjang. Berbeda halnya, bencana kekeringan malahan dapat

The Traveler
menimbulkan perpecahan dan konflik, baik konflik antar pengguna air dan antar
pemerintah.
Kekeringan perlu dikelola dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai
berikut:
 terus meningkatnya luas sawah yang terkena kekeringan sehingga
berdampak pada penurunan produksi sampai gagal panen
 terjadinya kekeringan pada tahun yang sama saat terjadi anomali iklim
maupun kondisi iklim normal
 periode ulang anomali iklim cenderung acak sehingga sulit untuk
dilakukan adaptasi
 kekeringan berulang pada tahun yang sama di lokasi yang sama
 dampak anomali iklim bervariasi antara wilayah
 kekeringan hanya dapat diturunkan besarannya dan tidak dapat
dihilangkan. Dengan pertimbangan tersebut sehingga diperlukan
pengelolaan terencana dengan semua pemangku kepentingan.

The Traveler
II. Penyebab Kekeringan dan Dampaknya
Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara
perlahan (slow onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba,
berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak dapat
dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami. Variasi
alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad. Dengan
melakukan penelusuran data cuaca dalam waktu yang panjang, akan dapat dijumpai
variasi cuaca yang beragam, misalnya: bulan basah-bulan kering, tahun basah-tahun
kering, dan dekade basah-dekade kering.
Faktor penyebab kekeringan adalah :
 adanya penyimpangan iklim.
Penyimpangan iklim, menyebabkan produksi uap air dan awan di
sebagian Indonesia bervariasi dari kondisi sangat tinggi ke rendah atau
sebaliknya. Ini semua menyebabkan penyimpangan iklim terhadap
kondisi normalnya. Jumlah uap air dan awan yang rendah akan
berpengaruh terhadap curah hujan, apabila curah hujan dan intensitas
hujan rendah akan menyebabkan kekeringan.
 adanya gangguan keseimbangan hidrologis.
Gangguan keseimbangan hidrologis, kekeringan juga dipengaruhi oleh
adanya gangguan hidrologis seperti: 1) terjadinya degradasi Daerah
Aliran Sungai (DAS) terutama bagian hulu mengalami alih fungsi
lahan dari bervegetasi menjadi non vegetasi yang menyebabkan
terganggunya sistem peresapan air tanah; 2) kerusakan hidrologis
daerah tangkapan air bagian hulu menyebabkan waduk dan saluran
irigasi terisi sedimen, sehingga kapasitas tampung air menurun tajam;
3) rendahnya cadangan air waduk yang disimpan pada musim
penghujan akibat pendangkalan menyebabkan cadangan air musim
kemarau sangat rendah sehingga memicu terjadinya kekeringan.

The Traveler
 kekeringan agronomis.
Kekeringan agronomis, terjadi sebagai akibat kebiasaan petani
memaksakan menanam padi pada musim kemarau dengan
ketersediaan air yang tidak mencukupi.
Kekeringan diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, baik akibat alamiah
dan akibat ulah manusia.

1. Akibat Alamiah
 Kekeringan Meteorologis; berkaitan dengan tingkat curah hujan di
bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan
meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
 Kekeringan Hidrologis; berkaitan dengan kekurangan pasokan air
permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi
muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Terdapat
tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi
muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah.
Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya
kekeringan.
 Kekeringan Pertanian; berhubungan dengan kekurangan lengas
tanah (kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah
yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan
meteorologi.
 Kekeringan Sosial Ekonomi; berkaitan dengan kekeringan yang
memberi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi, seperti:
rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik
dari tenaga air, terganggunya kelancaran transportasi air, dan
menurunnya pasokan air baku untuk industri domestik dan perkotaan.

The Traveler
 Kekeringan Hidrotopografi; berkaitan dengan perubahan tinggi
muka air sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi
lahan.

2. Akibat Ulah Manusia


Kekeringan akibat manusia terjadi karena
 kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat
ketidak taatan penguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air.
 Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat
perbuatan manusia

Berdasarkan klasifikasi kekeringan tersebut, maka prioritas penanggulangan


bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Khusus
untuk kekeringan yang disebabkan oleh ketidaktaatan para pengguna air dan
pengelola prasarana air, diperlukan komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan
kesepakatan yang sudah ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi
yang lebih intensif, sehingga memahami dan melaksanakan pola pengguna air sesuai
peraturan/ketetapan.
Dampak terjadinya kekeringan antara lain :
 produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman
mati sehingga merugikan petani

The Traveler
 Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material
maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan
mengancam ketahanan pangan nasional
 menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat
terjadinya kekurangan air pada musim kemarau.

Kekeringan saat ini telah membawa dampak yang lebih parah dan ancaman
bencana ekologis. Dampak kekeringan bisa kita periksa dari aspek ekologi, ekonomi
dan sosial, medis, dan konflik dalam kehidupan masyarakat. Dampak tersebut akan
saling berpengaruh dan berkaitan satu sama lainnya.
Secara ekologi, kekeringan telah berakibat pada kuantitas air di sumber-
sumber air semakin berkurang seperti mata air, sungai, situ, embung-embung, waduk
hingga berkurangnya ketersediaan air bawah tanah. Kekeringannya juga bisa
mengancam terjadinya kebakaran hutan, seperti yang dialami oleh hutan-hutan di
Gunung Papandayan dan Ciremai Kuningan. Kekeringan juga menunjukan fenomena
ketidakseimbangan siklus hidrologi. Mengeringnya sumber-sumber air, membawa
dampak pada lahan-lahan pertanian dan perikanan. Menurut HKTI, kekeringan di
Jawa Barat akan mengancam sekitar 650.000 ha lahan pertanian sawah. Selain itu,
ketersediaan air bersih untuk rumah tangga pun semakin berkurang.
Secara ekonomi, kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian sawah
dan ladang berpangaruh pada menurunnya produksi hasil tani terjadinya puso dan
gagal panen sehingga berpengaruh pada berkurangnya pendapatan para petani dan
buruh tani. Bagi lahan-lahan pertanian di Jawa Barat, dampak kekeringan ini sudah di
alami masyarakat dan kaum tani perdesaan.
Kelangkaan air akibat kekeringan juga akan berdampak pada potensi konflik
sosial di masyarakat. Masyarakat akan melakukan tindakan-tindakann sendiri karena
air merupakan kebutuhan dasar manusia.. Di beberapa daerah di Cianjur, Sukabumi,
Tasikmalaya, Cirebon, Bandung dan daerah lainnya, kita bisa menyaksikan
bagaimana masyarakat yang haus air melakukan tindakan-tindakan untuk
mendapatkan air. Kondisi ini, sungguh ironi dengan semakin merebaknya usaha jual

The Traveler
beli air yang dilakukan perusahaan negara, swasta dan pribadi baik yang
memanfaatkan air permukaan dan air bawah tanah.
Ancaman kekeringan juga akan berpangaruh pada kesehatan (medis).
Sengatan panas karena kenaikan suhu udara, dehidrasi karena kekuarangan asupan
oksigen dari air dan udara bersih merupakan ancaman yang serius. Bahkan, kelaparan
dan kekurangan gizi pada wilayah-wilayah tertentu bisa terjadi karena karakter alam
tanah yang semula memang kering.

The Traveler
III. Cara Penanggulangannya Dampak Kekeringan dalam pertanian
Kemarau dan hujan adalah bagian dari unsur dalam persenyawaan hidup
manusia dan mahluk hidup lainnya di muka bumi. Manusia tentu harus beradaptasi
dalam menghadapi kekeringan dan melakukan upaya agar tidak berdampak pada
bencana ekologi yang semakin parah. Berangkat dari penyebab kekeringan itu sendiri,
maka ada beberapa usulan sebagai jawaban. Pasti jawaban mujarab, ada pada petani,
pengambil kebijakan, para ahli dan praktisi. Usulan yang bisa diajukan diantaranya .
Untuk mengatasi kekeringan dapat dilakukan dengan cara:
 gerakan masyarakat melalui penyuluhan;
 membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi;
 membangun/ rehabilitasi/pemeliharaan konservasi lahan dan air;
 memberikan bantuan sarana produksi (benih dan pupuk, pompa spesifik
lokasi);
 mengembangkan budidaya hemat air dan input (menggunakan metode
SRI/PTT).
Selanjutnya untuk mengatasi penyebab klimatologis perlu melakukan;
 penyebaran informasi prakiraan iklim lebih akurat;
 membuat kalender tanam;
 menerapkan dan memperhatikan peta rawan kekeringan yang dihasilkan
Badan Litbang Pertanian melalui data interpretasi.

SRI (System of Rice Intensification).


Budidaya hemat air dan input pada tanaman padi salah satunya dengan metoda
SRI (System of Rice Intensification). SRI adalah cara budidaya tanaman padi yang
intensif dan efisien dengan proses management system perakaran dengan berbasis
pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Tanaman padi sawah berdasarkan praktek
SRI ternyata bukan tanaman air tetapi dalam pertumbuhan membutuhkan air, dengan
tujuan menyediakan oxygen lebih banyak di dalam tanah, kemudian tidak tergenang

The Traveler
akar akan tumbuh dengan subur dan besar, maka tanaman dapat menyerap
nutrisi/makanan sebanyak-banyaknya.
Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar, pada beberapa tanah tak
subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh
hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10 – 15 ton/ha, bahkan
ada yang mencapai 20 ton/ha. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali
lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran
yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.
Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya,
bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi
dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai
dengan pertumbuhannya.
Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI adalah :
 Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika
bibit masih berdaun 2 helai
 Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih
jarang
 Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-
hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal
 Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu
dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus)
 Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10
hari
 Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau)

Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut :
 Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari
kebutuhan air untuk cara konvensional
 memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan
keseimbangan ekologi tanah

The Traveler
 Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di
lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia
buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
 membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan keluarga petani
 menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak
mengandung residu kimia
 mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
Pemanfaatan Jerami
Sering kita jumpai dilapangan setelah masa panen padi, tumpukan jerami
yang dibirkan menumpuk di sawah atau kadang hanya dibakar saja. Sering kita
menganjurkan kepada para petani untuk tidak membakar atau membuang jerami
tanaman padi di sawah.
Ada sebagian petani yang langsung membakar jerami miliknya, dijual ke
pengepul jerami untuk pakan ternak,ditumpuk begitu saja dll. Intinya Jerami
dianggap sampah yang dibenci dan lebih baik dimusnahkan.Padahal Jerami itu bisa
dimanfaatkan oleh petani dan peternak, dan bisa menghasilkan income tambahan bagi
petani.
Perlu diketahui beberapa fakta dilapangan yang menyebabkan petani lebih
suka membakar jerami:
 Jika jerami kita tumpuk disawah otomatis akan menjadi sarang hama
tikus bahkan hama-hama yang lain.
 Jerami yang ditumpuk memakan waktu berbulan-bulan agar bisa
busuk, apalagi kalau musim kemarau akan lebih lama lagi karena
jerami cenderung kering.
 Jika jerami langsung kita sebar disawah dan langsung diadakan
pengolahan tanah akan menyebabkan tanah menjadi masam (asem-
asemen) kalau orang banyumas bilang.
 Petani lebih suka membakar jerami karena lebih praktis dan mudah
dalam mengelola jerami. Padahal dengan dibakar otomatis jerami

The Traveler
tersebut hanya akan menjadi abu dan karbon di tanah. Selain itu
dengan pembakaran jerami berarti petani akan ikut andil dalam
perusakan lapisan ozon pada bumi kita. Sehingga akan mempercepat
terjadinya pemanasan global.
Solusi pengelolaan jerami yang mudah dan praktis diantaranya:
 Membuat jerami menjadi kompos. Seperti halnya membuat kompos
dengan bahan organik lain, dalam pembuatan kompos dengan media
jerami juga memerlukan mikro organisme dekomposer untuk
mempercepat proses fermentasi. Dengan menggunakan dekomposer
hanya butuh waktu 15 -20 hari untuk membuat kompos yang siap pake
dan langsung bisa diaplikasi ke sawah lagi. Dalam proses
mengkomposkan jerami bisa ditambah dengan kotoran sapi ataupun
sampah hijau (bahan organik) yang lain.

 Membuat jerami menjadi tape jerami. Tape jerami adalah hasil olahan
jerami dengan cara difermentasi sehingga menjadi bahan yang siap
dikonsumsi ternak ruminansia. Dengan dibuat tape jerami kandungan
protein, nutrisi dan vitamin pada jerami akan meningkat. Pada
pembuatan tape jerami dekomposer yang digunakan biasanya adalah
golongan jamur karena prinsip kerjanya sama dengan pembuatan
tempe. Kotoran ternak hasil mengkonsumsi tape jerami sangat bagus
digunakan untuk kompos sawah kita.

The Traveler
 Membuat jerami menjadi media tanam jamur. Dalam budidaya jamur
merang dan jamur kancing jerami padi merupakan bahan yang wajib
digunakan untuk media tanamnya. Limbah media jamur merang dan
kancing yang tidak digunakan sangat baik didaur ulang ke kesawah
digunakan sebagai kompos.

 Jerami Sebagai Mulsa Tanaman. Saat memasuki musim kemarau,


jerami bisa dimanfaatkan sebagi mulsa tanaman yang tujuanya adalah
mengurangi penguapan air sehingga tanaman tidak kekeringan saat
musim kemarau panjang.
Pengaturan Pola Tanam
Sehubungan dengan adanya perubahan iklim yang terjadi di Indonesia secara
umum dan Provinsi Nusa Tenggara Barat secara khusus, maka seluruh pihak yang
bergerak di sektor pertanian harus mengerahkan seluruh daya upaya agar dampaknya
terhadap produksi tanaman yang berujung pada ketahanan pangan nasional serta
kesejahteraan petani, dapat dikurangi seminimal mungkin. Oleh karenanya
Kementerian Pertanian membuat strategi Antisipasi, Mitigasi dan Adaptasi (AMA)
perubahan iklim untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sektor
pertanian.
Antisipasi merupakan penyiapan arah dan strategi, program dan kebijakan
dalam rangka menghadapi pemanasan global dan perubahan iklim. Beberapa program
yang penting untuk dilaksanakan diantaranya : penyusunan strategi dan perencanaan
pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi), evaluasi tata ruang untuk

The Traveler
pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya dukung lahan),
pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta kekeringan,
penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna lahan dan
metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kemampuan
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan
teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Mitigasi adalah upaya memperlambat laju pemanasan global serta perubahan
iklim melalui penurunan emisi (pancaran) GRK serta peningkatan penyerapan GRK.
Program ini lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain :
varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi
karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel,
penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK.
Sebagai pribadi dan komunitas, kita juga dapat berpartisipasi dalam upaya mitigasi
ini dengan mempraktekkan hal-hal seperti : mengurangi pengunaan aerosol,
menghemat air dan energi, mendaur ulang barang-barang seperti plastik, kertas dan
kardus, gelas serta kaleng.
Adaptasi merupakan upaya penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan
di sektor pertanian dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Program adaptasi
lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada tanaman pangan,
seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif terhadap
kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta penganekaragaman
pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi pangan dan lain-lain.
Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan sistem informasi
seperti sekolah lapang iklim, sistem penyuluhan dan kelompok kerja (pokja)
variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan sistem
asuransi pertanian akibat resiko iklim (crop weather insurance).
Teknologi adaptasi yang telah dan akan terus dikembangkan dalam
menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian adalah : Kalender Tanam (pola
tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul
Baru yang adaptif (VUB tahan kering dan umur genjah dan VUB tahan genangan),

The Traveler
teknologi pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan
air, teknologi panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan
teknologi irigasi) serta teknologi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti
pemupukan.

The Traveler
IV. Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kekeringan
http://www.sigana.web.id/index.php/kekeringan.html
http://www.mdmc.or.id/petabencana/index.php/potensi-dan-analisa/45-
penyebab-kekeringan-dan-upaya-penanggulangannya
https://www.academia.edu/2044920/Patologi_Kekeringan_di_Jawa_Barat
https://warasfarm.wordpress.com/2013/03/22/manfaat-jerami-padi-bagi-petani-
peternak/
http://bakorluh.ntbprov.go.id/berita-229-upaya-mengatasi-dampak-perubahan-iklim-di-
sektor-pertanian.html
Mutakin, Jenal .Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode Sri (System of
Rice Intensification).Universitas Garut.Garut

The Traveler

Anda mungkin juga menyukai