Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI DADA (CHEST PAIN)

A. Definisi
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah
dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding
dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena
suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk
kebutuhan metabolisme miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena
lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura
viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit.

B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya
tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam
dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat
disebakan oleh Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan
atau radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau
dapat menyebar ke tempat lain.

C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection
fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik
ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan
atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang
lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal
jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah
infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif
baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan
memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan
sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih
normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas
dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark
lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi.
Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan
tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik ini tidak statis. Bila makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-
daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang
kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral
akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh
perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan
terhadap rangsangan.

D. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak nafas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran
E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG 12 lead selama episode nyeri a
a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat
perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit
jantung 6 koroner yang berat. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik
dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T yang terbalik pada
penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung

F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.
Dilatasi terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada
pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada
daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk
lain dari nitrat longacting termasuk pemberian topikal atau transdermal.
Toleransi adalah suatu keadaan yang memerlukan peningkatan dosis
nitrat untuk merangsang efek hemodinamik atau anti-angina. Nitrat yang
short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan harus
dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya
lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am
tanpa timbul toleransi
b. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada
sebagian besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya
mengurangi denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan
pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain
walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang
ditemukan akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan
riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal jantung.
c. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma
koroner, Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina,
memperkuat efek nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.
Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama bila
dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi
efek samping beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian
nifedipin ditambah dengan separuh dosis beta-bloker daripada pemberian
beta-bloker saja.
d. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat
menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada
penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama
dan sering diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan
menstabilkan keadaan penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-
obatan pada angina pektoris tak stabil secara praktis dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1) Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin
selama fase akut maupun sesudahnya
2) Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak
ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker
dengan caantagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
3) Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker
dapat ditambah dengan nifedipin.
4) Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
2. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery)
Walupun pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina
dapat memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat
dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit
koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan
risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan
kapasitas exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina
didapatkan pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan
kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat
biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi
sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering
karena adanya graft ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh
peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena
tetap baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas
pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita
angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi
pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama
pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik
dengan graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita
umur 20 tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering
didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%.
Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.

G. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
2. Perubahan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
02 miokard dan kebutuhan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis
No. MR
b. Penanggung Jawab
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan
Agama
Alamat
Hubungan dgn klien
c. Pengkajian Primer
Airway : Tidak ada sumbatan jalan napas, tampak penggunaan otot
napas tambahan
Breathing : Dyspnea, irama cepat dan dangkal, spontan, P : 30 x/menit
Circulation : Nadi radialis cepat, kuat angkat, ireguler, N : 120 x/menit
Disability : GCS : E4V5M6, Kesadaran : Composmentis

2. Intervensi Keperawatan
a. Ketidak efektifan Pola Napas b/d penurunan fungsi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, klien
akan menunjukkan pola napas yang efektif.
Kriteria Hasil :
 Klien akan mengatakan tidak merasa sesak lagi
 RR dalam rentang 16-20 x/menit
 Irama napas reguler 4. Klien tampak tenang
Intervensi
 Observasi dan dokumentasikan TTV setiap 30 menit
 Pantau dan dokumentasikan kecepatan, irama, kedalaman dan usaha
respirasi
 Atur posisi klien senyaman mungkin
 Ciptakan lingkungan yang tenang bagi klien
 Lakukan kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi
b. Nyeri akut b/d iskemik pada miokard
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam, nyeri
berkurang.
Kriteria Hasil :
 Klien akan mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang
 Klien dapat melakukan tehnik relaksasi secara mandiri
 Skala nyeri 6
 Klien tampak tenang
Intervensi
 Kaji keluhan nyeri klien dengan menggunakan PQRST
 Ajarkan klien tehnik relaksasi napas dalam untuk mengatasi nyeri
 Anjurkan klien untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat
memberatkan keluhannya
 Lakukan tehnik distraksi bila klien mengeluh nyerinya memberat.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta : EGC
Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,


EGC, Jakarta Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC,
Jakarta

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,


EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan


Nanda, NIC, NOC, 2010, Nuha Medika, Yogyakarta

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakart

Anda mungkin juga menyukai