Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MELENA

DIRUANG CEMPAKA RSUD DR. H. SOEWONDO KENDAL


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing akademik : Dafid Ariyanto, M.Kep, Sp.KMB

Clinical Instructure : Siti Indah Budiani, S.Kep., Ns.

Disusun Oleh :

Singgih Bayu Pamungkas

202102040006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

PEKALONGAN

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat bermanifestasi

sebagai hematemesis,malena,atau keduanya. Perdarahan disaluran cerna atas

adalah kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus sampai

duo denum, saluran cerna bagian bawah (SCBB) adalah kehilangan darah di

sebelah bawah ligemen tumtreitz (Azmi dkk,2016).

Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada

saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang

sering di jumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau

ulkus peptikum. 86 % dari angka kematian akibat pendarahan SCBA di Bagian

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berasal dari pecahnya varises

esofagus akibat penyakit sirosis hatidan hepatoma.

Kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas di negara eropa

mencapai100 jiwa per 100.000 jiwa/tahun, kejadian terhadap pria jauh lebih

banyak daripada wanita. Insidensi ini meningkat sesuai dengan bertambahnya

usia. Di indonesia kejadian ini nyatanya dipopulasi tidak diketahui(Milani,2015)

Di Indonesia sebagian besar (70-85%) hemetemesis disebabkan oleh

pecahnya varises esofagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga

prognosisnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Perdarahan akibat

sirosis hati disebabkan oleh gangguan fungsi hati penderita, alkohol, obat-

obatan,virus hepatitis dan penyakit bilier.


B. TUJUAN

1) Tujuan umum
Untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan melena.
2) Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi melena.
b. Untuk mengetahui etiologi melena.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway melena.
d. Untuk mengetahui gambaran klinik melena.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang melena.
f. Untuk mengetahui komplikasi melena.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan melena.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien melena.
KONSEP DASAR MELENA

A. Definisi
Melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter
yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. BAB darah
atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah berwarna merah
terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur dengan tinja.
Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus.
Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi perdarahan. Umumnya, semakin
dekat sumber perdarahan dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh
karena itu, perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna
merah terang dibandingkan dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan
(lebih jauh dari anus) yang berwarna merah gelap atau merah tua.
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan
lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta
dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber  perdarahannya
biasanya juga berasal dari saluran certa atas.
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam
manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang
bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan
feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea. (Sylvia, A. Price,
2005)

B. Tanda dan gejala


Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien dengan
melena adalah
1. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
2. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
3. Syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah)
4. Akral teraba dingin dan basah
5. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
6. Koagulopati  purpura serta memar
7. Demam ringan antara 38 -39° C
8. Nyeri pada lambung /  perut, nafsu makan menurun
9. Hiperperistaltik
10. Jika terjadi perdarahan yang  berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat
nyeri dada, dan pusing yang tampak setelah  beberapa jam
11. Leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan,
12. Peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan
protein darah oleh bakteri usus.
13. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
14. Distensi abdomen
15. Berkeringat, membran mukosa pucat
16. Lemah, pusing
17. Wajah pucat
(Purwadianto & Sampurna, 2000)

C. Etiologi
1. Adanya luka atau pendarahan di lambung atau usus.
Kelainan di lambung Gastritis erisova hemoragikadapat menyebabkan
terjadinya hematemesis melena bersifat tidak masif dan timbul setelah
penderita minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah  penderita mengeluh nyeri ulu hati.
2. Tukak lambung
Tukak lambung Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu
hati dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium
yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis tidak begitu masif dan
melena lebih dominan dari hematemesis. Kelainan darah : polisetimia vera,
limfoma, leukemia, anemia, hemofili, trombositopenia purpura.
3. Wasir.
Penyakit wasir atau ambeien adalah penyakit yang terjadi di dalam rektum.
Biasanya orang-orang yang menderita penyakit in tidak akan merasakan sakit
pada saat buang air besar, namun darah darah tetap keluar setelah buang air
besar. Untuk gejala awal penyakit ini adalah tidak jauh berbeda dengan
penyakit ambein pada umumnya yakni adanya rasa gatal dan panas di bagian
lubang anus.
4. Disentri
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah
atau lendir. Selain diare, gejala disentri yang lain meliputi kram perut, mual,
dan muntah.
5. Terlalu banyak mengonsumsi minuman beralkohol.
D. Patofisiologi / Pohon Masalah
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
teklanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan
perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan
darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada
saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin
berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis
lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi hati
untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk
menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya
infeksi Helicobacter pylori.
2. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan
lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
3. Kontras Barium (radiografi)
a. Barrium Foloow through.
b. Barrium enema

Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas


dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.
4. Ongiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik.
5. Colonoscopy
Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan perdarahan pada melena yaitu:
1. Penatalaksanaan umum/suportif
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Kita harus
secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti NaCL
0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu darah
dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Pasien harus diperiksa
darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit dan trombosit) tiap 6 jam untuk
memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila dicurigai adanya kelainan
pembekuan darah seperti Disseminated Intravascular Coagullation (DIC) dan
lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah seperti masa
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin, Burr
Cell, D dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus
diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengan hipertensi portal dimana
perdarahan disebabkan pecahnya varises esofagus dapat diberikan obat
somatostatin atau oktreotide. Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu
diperhatikan pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien
sudah tidak perlu dipuasakan lagi , dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila
ada, dan memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga
misal memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara
pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.
2. Penatalaksanaan khusus
Pada perdarahan karena kelainan non varises, dilakukan suntikan adrenalin di
sekitar tukak atau lesi dan dapat dilanjutkan dengan suntikan etoksi-sklerol atau
obat fibrinogen-trombin atau dilakukan terapi koagulasi listrik atau koagulasi
dengan heat probe atau terapi laser, atau koagulasi dengan bipolar probe atau
yang paling baik yaitu hemostatik dengan terapi metal clip. Bila pengobatan
konservatif, hemostatik endoskopik gagal atau kelainan berasal dari usus halus
dimana skop tak dapat masuk dapat dilakukan terapi embolisasi arteri yang
memperdarahi daerah ulkus. Terapi ini dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
intervensional.
3. Usaha menghilangkan faktor agresif
a. Memperbaiki/menghindari faktor predisposisi atau risiko seperti gizi, stres,
lingkungan, sosioekonomi.
b. Menghindari/menghentikan paparan bahan atau zat yang agresif seperti
asam, cuka, OAINS, rokok, kortikosteroid dan lainnya.
c. Memberikan obat yang dapat mengurangi asam lambung seperti antasida,
antimuskarinik, penghambat reseptor H2 (H2RA), penghambat pompa
proton (PPI). PPI diberikan per injeksi bolus intra vena 2-3 kali 40 mg/hari
atau bolus intra vena 80 mg dilanjutkan kontinu infus drip 8 mg/jam selama
12 jam kemudian intra vena 4 mg/jam sampai 5 hari atau sampai
perdarahan berhenti lalu diganti oral 1-2 bulan. Alasan mengapa PPI
diindikasikan pada perdarahan non varises, karena PPI dapat menaikkan pH
diatas 6 sehingga menyebabkan bekuan darah yang terbentuk tetap stabil,
tidak lisis.
d. Memberikan obat eradikasi kuman Helicobacter pylori dapat berupa terapi
tripel dan terapi kuadrupel selama 1- 2 minggu :
Terapi tripel :
1) PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) PPI + metronidazol + klaritromisin
3) PPI + metronidazol + tetrasiklin
Terapi kuadrupel, bila tripel gagal :
1) Bismuth + PPI + amoksisilin + klaritromisin
2) Bismuth + PPI + metronidazol + klaritromisin
3) Bismuth + PPI + tetrasiklin + metronidazole (untuk daerah resistensi
tinggi klaritromisin).
4. Usaha meningkatkan faktor defensive
Usaha ini dilakukan dengan memberikan obat-obat yang meningkatkan faktor
defensif selama 4 – 8 minggu antara lain :
a. Sukralfat 3 kali 500-1000 mg per hari
b. Cetraxate 4 kali 200 mg per hari
c. Bismuth subsitrat 2 kali 2 tablet per hari
d. Prostaglandin eksogen 2-3 kali 1 tablet per hari
e. Tephrenone 3 kali 50 mg per hari
f. Rebamipide 3 kali 100 mg per hari

5. Penatalaksanaan bedah/operatif
Penatalaksanaan bedah/operatif merupakan penatalaksanaan yang cukup
penting bila penatalaksanaan konservatif dan khusus gagal atau memang sudah
ada komplikasi yang merupakan indikasi pembedahan. Biasanya pembedahan
dilakukan bila pasien masuk dalam :
a. Keadaan gawat I sampai II
b. Komplikasi stenosis pilorus-duodenum, perforasi, tukak duodenum
refrakter

Yang dimaksud dengan gawat I adalah bila perdarahan SCBA dalam 8 jam
pertama membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter, sedangkan gawat
II adalah bila dalam 24 jam pertama setelah gawat I pasien masih
membutuhkan darah untuk transfusi sebanyak 2 liter.

6. Tirah baring
7. Diit makanan lunak
8. Pemeriksaan Hb, Hb setiap 6 jam pemberian transfusi darah
9. Pemberian transfusi darah apabila terjadi perdarahan yang luas
10. Pemberian infus untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan
11. Pengawasan terhadap tanda – tanda vital pasien
12. Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak
diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus,
dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

G. Komplikasi
1. Syok hipovolemik, disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok  berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan  berlangsung
selama 24-28 jam.  
2. Gagal Ginjal Akut, terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan
baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran, terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga
terjadi penurunan kesadaran.
4. Ensefalopati, terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan
suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun
di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
MELENA

A. Pengkajian
Data subyektif :
1. Pasien mengeluh mual, muntah
2. Pasien mengatakan BAB berwarna hitam encer
3. Pasien mengatakan cemas dan sering bertanya-tanya tentang penyakitnya.
4. Pasein merasa nyeri
5. Pasien merasa lemas
6. Pasien mengeluh pusing
7. Pasien mengeluh tidak nafsu makan
Data obyektif :
1. Muntah darah (hematemesis)  
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
3. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
4. Denyut nadi yang cepat
5. Akral teraba dingin dan basah
6. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
7. Demam ringan (38-39 º C)
8. Mual, muntah darah berwarna kehitaman
9. BAB berwarna hitam dan berbau busuk
10. Tekanan darah menurun (90/60 mmHg)
11. Distensi abdomen
12. Bising usus hiperaktif
13. Berkeringat, membran mukosa pucat
14. Ekstremitas dingin
15. Wajah pucat
16. Turgor kulit jelek
17. Syok (denyut Jantung, Suhu Tubuh),
18. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis),
19. Nyeri
20. Lemas
21. Hiperperistaltik,
22. Penurunan Hb dan Hmt yang terlihat setelah beberapa jam,
23. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan protein
darah oleh bakteri usus.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan
2. Risko perdarahan
3. Risiko infeksi
4. Nyeri akut
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Risiko hipovalemia
7. Intoleransi aktivitas
8. Ansietas
9. Pola nafas tidak efektif
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI

1. Pola nafas Setelah dilakukan Observasi:

tidak efektif tindakan keperawatan  Monitor pola nafas

b.d posisi 1x24 jam diharapkan frek,kedalaman,sahan

tubuh yang perfusi perifer efektif apas)

menghambat KH:  Monitor bunyi napas

ekspansi paru  Penggunaan otot tambahan (mis.

bantu napas Gurgling, mengi,

sedang wheezing,

 Pemanjangan fase ronchikering)

ekspirasi sedang Terapeutik:

 Pernafasan cuping  Pertahan kan

hidung sedang kepatenan jalan napas

 Frekuensi napas  posisikan semi fowler

sedang atau fowler

 Kedalaman napas  lakukan fisioterapi

sedang dada

 lakukan suction,jika

perlu

 berikan oksigen,jika

perlu

Edukasi:

 Anjurkan asupan
Cairan 2000ml/hari

 Ajarkan teknik batuk

efektif

Kolaborasi:

 Kolaborasi

pemberian

bronkodilator,

ekspektoran,

mukolitik,jika perlu

2. Resiko Setelah dilakukan Observasi:

hipovolemia tindakan keperawatan  Periksa tanda dan

b.d kehilangan 1x24 jam diharapkan gejala hipovolemia

cairan secara kebutuh nutrisi tercukupi (mis.Frek nadi

aktif KH: meningkat,nadi

teraba lemah, TD
 Kekuatan nadi
menurun, membran
sedang
mukosa kering)
 Turgor kulit
 Monitor intake
sedang
output cairan
 Pengisian vena
Terapeutik:
sedang
 Hitung kebutuhan
 Intake cairan
cairan
sedang
 Berikan posisi
 Suhu tubuh
modified
Sedang trendelenburg

 Membran mukosa  Berikan asupan

sedang cairan oral

Edukasi:

 Anjurkan

memperbanyak

asupan cairan oral

 Anjurkan

menghindari

perubahan posisi

mendadak

Kolaborasi:

 Kolaborasi

pemberian cairan IV

isotonis

(mis.NaCl,RL)

 Kolaborasi

pemberian cairan IV

hipotonis

(mis.Glukosa 2,5%,

NaCl0,4%)

 Kolaborasi

pemberian produk

darah
3. Intoleransi Setelah dilakukan Observasi:

aktivitas b.d tindakan keperawatan  Identifikasi gangguan

kelemahan 1x24 jam diharapkan fungsi tubuh yang

kemampuan dalam mengakibatkan

mengubah gaya hidup/ kelelahan

perilaku Untuk  Monitor kelelahan

memperbaiki status fisik

kesehatan  Monitor pola dan jam

KH: tidur

 Kemudahan Terapeutik:

melakukan  Sediakan lingkungan

aktivitas sehari- nyaman dan rendah

hari cukup stimulus

meningkat  Lakukan latihan

 Kekuatan tubuh Rentan gerak pasif /

bagian atas cukup aktif

meningkat  Berikan aktivitas

 Kekuatan tubuh Distraksi yang

bagian bawah menenangkan

cukup meningkat Edukasi:

 Kecepatan  Anjurkan tirah baring

berjalan sedang  Anjurkan melakukan

Aktivitas secara

bertahap
 Ajarkan strategi

Koping untuk

mengurangi kelelahan

Kolaborasi:

 Kolaborasi dengan ahli

gizi tentang cara

meningkatkan asupan

makanan
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto, Budi Sampurna. 2000. Kedaruratan Medik. Edisi Revisi.


Jakarta

Davey, Patrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Dongoes. 2000. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Hardhi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


NANDA Dan NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta : Medi Action
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC
Price,Sylvia andorson,Lorraine.2006.Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi
Sujono Hadi. 2002. Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung : Penerbit PT Alumni.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Sylvia, A price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.
Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai