0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
252 tayangan11 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan, dan diagnosis hematemesis melena. Hematemesis adalah muntah darah sedangkan melena adalah BAB berwarna hitam, yang disebabkan oleh perdarahan di saluran cerna bagian atas. Penyebab utamanya adalah ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan, dan diagnosis hematemesis melena. Hematemesis adalah muntah darah sedangkan melena adalah BAB berwarna hitam, yang disebabkan oleh perdarahan di saluran cerna bagian atas. Penyebab utamanya adalah ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan, dan diagnosis hematemesis melena. Hematemesis adalah muntah darah sedangkan melena adalah BAB berwarna hitam, yang disebabkan oleh perdarahan di saluran cerna bagian atas. Penyebab utamanya adalah ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Hematemesis merupakan suatu keadaan gawat darurat yang disebabkan oleh ulkus peptikum, gastritis erosive, varises esophagus dan ruptur mukosa esofagogastrika ( Fadila, 2015). Warna hematemesis tergantung pada lamanya kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah - merahan dan bergumpal – gumpal ( Nettina & Sandra, 2001). F adila, M N. (2015). Hematemesis Melana Dikarenakan Gastritis Erosif Dengan Anemia dan Riwayat Gout Atritis. J Medula Unila. Volume 4 Nomor 2 – 109. Nettina & Sandra, M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Ed. 4. Jakarta : EGC 2. Epidemiologi Hematemesi Melena Perdarahan SCBA merupakan perdarahan yang berasal dari esofagus sampai ligamentum of Treitz. Insiden perdarahan SCBA di duniadiperkirakan, yaitu 100-150 perawatan dirumah sakit per 100.000 populasi pertahun.Mortalitas akibat perdarahan SCBA berkisar antara 7-14%, sedangkan mortalitas karena perdarahan ulang mendekati 40%, terutama insidens tertinggi pada laki-laki dan lanjut usia (Effendi et al, 2016). Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifahemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karenasebab lainnya < 5% (Almi, 2013). Almi , D U. (2013). Hematemesis Melena Et Causa Gastritis Erosif Dengan Riwayat Penggunaan Obat Nsaid Pada Pasien Laki-Laki Lanjut Usia. Medula.Volum 1, Nomor 1, September 2013 Effendi, J, Waleleng, B J, & Sugeng, C. (2016). Profil pasien perdarahan saluran cerna bagian atas yang dirawat di RSUPProf. Dr. R. D Kandou Manado periode 2013 – 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, 3. Etiologi Hematemesis Melena Hematemesis Melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan melena dapat terjaditersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melenaHematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera dirumah sakit. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996). Ada empat penyebab hematemesis melena yang paling sering ditemukan, yaitu ulkus peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan rupture mukosa esofagogastrika (Fadila, 2015). Etiologi dari Hematemesis melena lainnya adalah: 1. Kelainan esophagus a. Karsinoma esophagus b. Sindrom Mallory-Weiss Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosadaerah kardia atau esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Sifatperdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkalimuntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis gravidarum. c. Esophagitis, 2. Kelainan lambung dan duodenum a. Gastritis erosiva hemoragika b. Tukak lambung dan duodenum c. Karsinoma lambung 3. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain. 4. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain 4. Patofisiologi Hematemesis Melena Pada gagal hepar sirosis kronis kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus lambung dan rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah disebut Varises. Varises dapat pecah mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba- tiba pnurunan arus balik vena ke jantung dan penurunan perfusi jaringan. dalam berespon terhadap penurunan curah jantung tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala- gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. jika volume darah tidak digantikan penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCE lambung ,pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Kadang- kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang /gelap. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 – 100 cc baru dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti teh selama 48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 -10 hari setelah episode perdarahan tunggal 5. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien hematemesis melena adalah muntah darah, BAB kehitaman, mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah), akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis, dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38-390C, nyeri pada lambung/perut, nafsu makan menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya penurunnan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing yang tampak setelah beberapa jam,leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus (Purwadianto & Sampurna, 2000). 6. Pemeriksaan Fisik Evaluasi status hemodinamik (denyut nadi dan tekanan darah), laju respirasi, kesadaran,konjungtiva pucat, waktu pengisian kapiler melambat, dan stigmata sirosis hepatis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai),merupakan tanda utama yang harus segera dikenali. Takikardi saat istirahat dan hipotensi ortostatik menandakan banyaknya darah yang hilang.Perhatikan adanya keluaran urin yang rendah,bibir kering, dan vena jugular kolaps. Pemeriksaan fisik harus menilai adanya defans muskuler, nyeri tekan lepas, skar bekasoperasi, dan stigmata penyakit hepar kronik.Pemeriksaan rektum dilakukan untuk menilaiwarna feses. Spesimen feses perlu diambiluntuk tes darah samar (Adi, 2006). Adi, P. (2006). Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I -289– 97. Jakarta : FKUI. 7. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang perlu adalah hemoglobin, hematokrit, ureum darah, kreatinin, hitung trombosit, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), international normalized ratio (INR), tes fungsi hepar, serta tes golongan darah dan crossmatch. (Nugraha, 2017). Nugraha, D A. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non-Variseal. CDK-252. vol. 44 no. 5 b. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah esophagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double kontrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau tidaknya varises. c. Pemeriksaan endoskopik Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis berhenti.
d. Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti perkembangan penderita (Davey, 2005). 8. Diagnosis / Kriteria diagnosis Presentasi klinis terbanyak perdarahan SCBA adalah hematemesis (muntah darah), emesis hitam seperti bubuk kopi, dan melena (feses hitam seperti aspal). Sekitar 30% pasien perdarahan ulkus mengalami hematemesis, 20% melena, dan 50% keduanya. Sekitar 5% pasien mengalami hematokezia (buang air besar berwarna merah marun), biasanya jika perdarahan lebih dari 1000 mL. Pasien dengan hematokezia dan tanda hemodinamik tidak stabil perlu dicurigai mengalami perdarahan SCBA. Presentasi klinis non-spesifik adalah nausea, muntah, nyeri epigastrium, fenomena vasovagal, sinkop, dan tanda komorbid pasien (seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik, dan artritis). Riwayat konsumsi obat perlu diketahui. . (Nugraha, 2017). 9. Tindakan penatalaksanaan Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi : a. Pengawasan dan pengobatan umum. 1) Tirah baring. 2) Diet makanan lunak 3) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah 4) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas (hematemesis melena) 5) Infus cairan lagsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi. 6) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu CVP monitor. 7) Pemeriksaan kadar Hb dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti keadaan perdarahan. 8) Tranfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal. 9) Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari, karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis berguna untuk menanggulangi perdarahan. 10) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai timdakan sterilisasi usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatic. 11) Pemasangan pipa naso-gastrik Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung, lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih. 12) Pemberian pitresin (vasopresin) Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik. 13) Pemasangan balon SB Tube Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. 14) Pemakaian bahan sklerotik Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 % sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus. 15) Tindakan operasi Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik 10. Komplikasi a. Syok hipovolemik Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam. b. Gagal Ginjal Akut Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler. c. Penurunan kesadaran Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran. d. Ensefalopati Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. R acun- racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati. Pengkajian a. Data subjektif Pasien mengeluh muntah darah, BAB berdarah, mengeluh nyeri, mual,
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Pain Management berhubungan dengan keperawatan selama…x24 Kaji nyeri secara agen cedera biologis jam, nyeri pasien dapat komprehensif (rasa nyeri pada perut , berkurang dengan kriteria Monitor TTV pasien iritasi mukosa hasil Ajarkan tekhnik relaksasi lambung).ditandai NOC : pain level kepada pasien dengan melaporkan Melaporkan nyeri Kolaborasikan dengan nyeri secara verbal, berkurang tenaga kesehatan lain sikap melindungi area Nilai TTV dalam pemberian analgetik nyeri rentang normal ( TD : sesuai jadwal 120/80. S : 36,5 – 37,5, N: 60-100, RR : 16-20) NOC : Pain Control melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
2 kekurangan volume Setelah diberikan asuhan Fluid management
cairan berhubungan keperawatan selama ..x24 Pertahankan catatan dengan kehilangan jam, resiko kekurangan intake dan output yang berlebihan melalui rute volume cairan pada pasien akurat normal ditandai dengan dapat teratasi dengan Monitor status hidrasi ( muntah dan berak kategori: kelembapan membran darah, membrane Nausea & vomiting mukosa,nadi mukosa oral kering, severity adekuat,tekanan darah penurunan TD, turgor Intensitas dan ortostatik ) kulit lambat, Frekuensi muntah Monitor vital sign dapat berkurang Pemberian cairan IV Darah dalam feses monitor adanya tanda dan (emesis) tidak ada gejala kelebihan volume Keseimbangan Cairan cairan tekanan darah dan Monitor status nutrisi nadi dalam rentang Kolaborasikan normal ( TD : pengamatan hasil 120/80, N : 60-100) elektrolit serum Intake dan output Atur kemungkinan cairan selama 24 tranfusi jam seimbang Monitor status cairan Turgor kulit baik termasuk intake dan output cairan dan makanan Monitor tingkat HB dan hematokrit rr3 Resiko syok Setelah diberikan asuhan Syok prevention (hipovolemik) b/d keperawatan selama ..x24 Monitor status perdarahan dilambung jam, resiko syok pada sirkulasi BP, warna pasien dapat dicegah kulit, suhu kulit, dan dengan kriteria hasil TTV Syok prevention Monitor tanda Tanda –tanda vital inadekuat oksigenasi dalam rntang jaringan normal Pantau nilai labor Natrium serum, Monitor tanda dan kalium serum, gejala asites klorida serum, Monitor tanda awal kalsium serum, syok magnesium serum, Berikan vasodilator PH darah serum yang tepat dbn. Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda dan gejalany adatangnya syok 2 Risiko ketidakefektifan Circulation status Acid-base management perfusi gastrointestinal Elektrolit and acid Observasi status hidrasi dan/atau ginjal Base balance (kelembapan membran berhubungan dengan Fluid balance mukosa, TD ortostatik, hipovolemik karena Hidration dan keadekuatan dinding perdarahan. Urinary elimination nadi ) Monitor HMT, Kriteria hasil : ureum,albumin,total protein,serum osmolalitas dan urine Tekanan systole dan Observasi tanda-tanda diastole dalam rentang cairan berlebih normal Pertahankan intake dan Tidak ada ganguan output secara akurat mental,orientasi Monitor ttv kognitif dan kekuatan Monitor glukosa darah otot arteri dan serum,elektrolit Tidak ada distensi vena urine leher Monitor hemodinamik Tidak ada bunyi paru status tambahan Bebaskan jalan nafas Intake dan output Menejemen akses seimbang intravena Tidak ada oedem perifer dan asites Pasien hemodialisis Observasi terhadap dehidrasi Monitor TD Monitor BUN,creat,HMT dan elaktrolit Timbang BB sebelum dan sesudah prosedur Kaji status mental Monitor CT Pasien peritoneal dialysis Kaji temperatur,TD,denyut perifer,RR,dan BB Monitor adanya respiratory distress 3 a. Nyeri akut Kriteria hasil : Kaji nyeri berhubungan Adanya penurunan Ajarkan tekhnik relaksasi dengan agen cedera intensitas nyeri kepada pasien biologis (rasa Ketidaknyamanan Berikan analgetik sesuai panas/terbakar pada akibat nyeri berkurang jadwal mukosa lambung Tidak menunjukkan Kolaborasikan dengan dan rongga mulut tanda-tanda fisik dan dokter pemberian atau spasme otot perilaku dalam nyeri antibiotik dinding perut). akut Observasi TTV Pastikan keadaan nadi,RR,Td dalam rengtang normal