and Tracheotomy
(Manajemen Jalan Napas Tingkat Lanjut:
Intubasi & Trakeotomi)
A.R.F
BAILEY’S TRANSLATE
A.R.F 1
INTUBASI
• Sejarah Intubasi • Alat Intubasi pada Jalan Napas
• Indikasi Intubasi yang Sulit
• Pemeriksaan Jalan Napas • The Hunsaker Tube (Selang
Hunsaker) & Jet Ventilation
• Klasifikasi Mallampati
(Ventilasi Jet) pada Bedah
• Pertimbangan Khusus Mikrolaringeal
• Pemilihan Selang Endotrakeal (ET • Ventilasi Noninvasif
Tube) • The Laryngeal Mask Airway
• Intubasi Orotrakeal (Masker Laringeal)
• Intubasi Nasotrakeal • Komplikasi Intubasi
A.R.F 2
Sejarah Intubasi
• Abad ke 19: Sebelum intubasi, trakeotomi masih dikenal sebagai
metode manajemen jalan napas yang paling dipercaya.
• 1854: Manuel Garcia pertama kali melihat glottis menggunakan alat
dari dua cermin dan matahari sebagai pencahayaan.
• 1858: Eugene Bouchut menggunakan selang logam lurus sebagai
alternatif nonbedah pada obstruksi laringeal & mengembangkannya
menjadi satu set selang intubasi.
• 1878, Wilhelm Hack of Freiburg mempublikasikan dua makalah tentang
penggunaan intubasi orotrakeal nonbedah dalam pengangkatan polip
korda vokalis & mengamankan jalan napas pada pasien edema glottis
akut.
• 1895: Alfred Kirstein melakukan laringoskopi direk menggunakan
"autoscope" (esofagoskopi yang dimodifikasi).
A.R.F 3
Sejarah Intubasi….
• 1913: Chevalier Jackson mengembangkan laringoskop yang terdiri atas
alat dengan sumber cahaya pada ujung distalnya & digunakan saat
pemasangan ET tube.
• 1913: Henry Janeway (ahli anestesi) mendesain laringoskop dengan
modifikasi spesifik untuk intubasi trakea.
• Sir Ivan Whiteside Magill memperkenalkan the technique of awake
blind nasotracheal intubation (teknik intubasi nasotrakeal dalam
keadaan terjaga), mendesain The Magill forceps yang secara luas
dipakai di Amerika Utara.
• 1943: Robert MacIntosh mengembangkan the MacIntosh curved
Iaryngoscope (laringoskop lengkung MacIntosh) , yang sampai saat ini
digunakan pada intubasi orotrakeal.
A.R.F 4
Indikasi
A.R.F 5
Indikasi
Indikasi Nonoperatif Intubasi :
Cedera kepala dengan hilangnya gag refleks atau refleks batuk
Obstruksi jalan napas akibat edema laring, epiglottis, orofaring
atau neoplasma laring
Trauma pada leher atau multisistem
Pulmonary toilet
Gagal napas akibat pneumonia, emfisema, penyakit paru
obstruktif kronis, atau asthma
A.R.F 6
Indikasi
A.R.F 7
Pemeriksaan Jalan Napas
Riwayat Jalan Napas Sebelum Intubasi
Riwayat kesulitan pemasangan atau komplikasi pada intubasi
Riwayat pembedahan jalan napas, trauma jalan napas, neoplasma kepala
& leher
Riwayat radioterapi pada leher
Keberadaan gigi palsu atau kelonggaran maupun kerapatan gigi
Trismus, permasalahan sendi temporomandibuIar, atau kesulitan
membuka mulut
Penyakit atau ketidakstabilan pada area servikal tulang belakang
Diagnosis sleep apnea
A.R.F 8
Pemeriksaan Jalan Napas
Pemeriksaan Fisik Setelah Intubasi
Umum: body habitus (struktur tubuh Adanya retrognathia
bawaan), tanda-tanda vital, adanya Komplians jaringan
stridor Gigi yang buruk: gigi yang mobile /
Pemeriksaan orofarirng (klasifikasi bergerak atau patah / rusak, gigi
Mallampati) prominen / besar.
Deformitas fasial / wajah Lidah yang besar / lebar dan/atau
Trismus—pembukaan mulut, palatum yang tinggi melengkung
seharusnya ≥ 3 jari Gangguan kognisi
Mobilisasi leher terbatas
Ruang Tiromental, seharusnya ≥ 3 jari
(6 cm)
A.R.F 9
Klasifikasi Mallampati
Kelas I: Pilar tonsilar tampak secara
keseluruhan—intubasi cenderung
mudah dilakukan.
Kelas II: Uvula tampak, namun pilar
tonsilar tampak terhalang sebagian
atau seluruhnya
Kelas III: Hanya sebagian uvula &
palatum mole yang tampak.
Kelas IV: Lidah menghalangi pilar
tonsilar, uvula, & palatum mole.
Hanya palatum durum yang tampak
—intubasi cenderung sulit
dilakukan.
A.R.F 10
Pertimbangan Khusus
• Tinjauan seluruh informasi klinis yang bersangkutan
• Antisipasi durasi & kebutuhan ventilasi mekanik
• Kondisi pasien, contoh: distres pernapasan
• Keahlian / keterampilan ahli anestesi & dokter bedah
• Komunikasi antara ahli anestesi & dokter bedah
• Menetapkan rencana tindakan yang jelas
A.R.F 11
Pemilihan Selang Endotrakeal (ET Tube)
Pemilihan ukuran ETT ditentukan
berdasarkan jenis kelamin & kebutuhan
klinis.
Wanita dewasa: 6,5 – 7,5, pria dewasa: 7,0
– 8,0.
Pasien obes: selang lebih besar sebagai
kompensasi peningkatan berat pada dada
& tekanan ventilasi yang lebih tinggi.
• Tipe ETT: selang polivinil klorida (polyvinyl
chloride tube), baja (armor tube), &
resisten laser (laser-resistant tube).
• ETT Bentuk spesifik: intubasi nasotrakeal &
orotrakeal, serta situasi bedah tertentu
seperti tonsilektomi .
A.R.F 12
Intubasi Orotrakeal
• Intubasi yang paling sering digunakan, dengan teknik yang paling
sederhana & familiar.
• Cocok untuk kasus-kasus operatif otolaringologi:
Sinonasal
Otologi
Parotidektomi
Eksisi massa pada leher, dsb.
• Pemasangan dapat dilakukan langsung atau dibantu dengan brokoskopi
serat optik.
• Sebagian besar menggunakan laringoskop lengkung Macintosh yang
kaku untuk memfasilitasi intubasi.
A.R.F 13
Intubasi Orotrakeal
Intubasi Orotrakeal
Serat Optik
• Dalam kasus yang sulit, dapat digunakan bantuan seperti GlideScope atau
dibantu oleh bronkoskopi serat optik fleksibel.
• Intubasi orotrakeal dengan bronkoskopi serat optik fleksibel digunakan pada:
Pasien yang kesulitan membuka mulut
Jalan napas yang sempit (contoh: edema laring, infeksi dalam rongga leher,
papillomatosis laringeal, neoplasma).
A.R.F 14
Intubasi Orotrakeal
Prosedur:
1. Pasien diposisikan dengan leher fleksi terhadap dada & kepala ekstensi
terhadap leher.
2. Pasien diberi pre-oksigenasi melalui masker yang terpasang rapat.
3. Dilakukan suction faring & rongga mulut.
4. Dokter berdiri di sisi kepala bed, tangan kiri memegang laringoskop
MacIntosh, tangan kanan membuka mulut, Tangan kiri memasukkan
laringoskop ke sisi kanan mulut, menggeser lidah ke kiri karena ujungnya
mengarah ke vallecula.
5. Laring diangkat ke arah anterior untuk mengekspos glottis.
6. ETT dipegang oleh tangan kanan, dimasukkan ke dalam & melalui glottis.
7. Mengikuti intubasi, masuknya udara ke dalam kedua paru diuji / dibuktikan &
ETT difiksasi dengan plester.
A.R.F 15
Intubasi Nasotrakeal
• Digunakan dalam jangka pendek, lebih baik pada pasien sadar, &
apabila ada kontraindikasi intubasi orotrakeal.
• Menyediakan akses jalan napas tanpa hambatan untuk prosedur
onkologi mayor kepala & leher yang melibatkan rongga mulut &
orofaring.
• Kontraindikasi pada pasien dengan fraktur midface yang
melibatkan plat / lempeng cribriform atau fovea etmoidalis karena
risiko masuk ke otak.
• Pemasangan dapat dilakukan langsung atau dibantu dengan
brokoskopi serat optik fleksibel maupun rigid.
A.R.F 16
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi Nasotrakeal
Serat Optik
A.R.F 19
Alat Intubasi pada Jalan Napas yang Sulit
Curved MacIntosh Blade
• Paling sering digunakan untuk intubasi
• Didesain untuk digunakan oleh tangan
kiri.
• Dimasukkan ke sisi kiri mulut dan juga
dapat digunakan pada pasien dengan
luka atau abnormalitas fasial kanan.
• Menyediakan sudut pandang glottis
yang lebih baik dalam banyak kasus.
A.R.F 20
Alat Intubasi pada Jalan Napas yang Sulit
Straight Miller Blade
• Suatu variasi straight blade (bilah lurus)
yang paling sering digunakan.
• Dimaksudkan untuk mengangkat epiglotis.
• Secara khusus digunakan pada pasien
dengan kesulitan membuka mulut seperti
pada leher yang pernah pembedahan atau
radiasi.
• Direkomendasikan penggunaan stylet
karena ruang manuver ETT terbatas pada
tipe ini.
A.R.F 21
Alat Intubasi pada Jalan Napas yang Sulit
GlideScope
• Penggabungan kamera digital resolusi tinggi &
tersembunyi dengan layar monitor lampu kristal.
• Kelebihan GlideScope:
Angulasi tajam blade 60 derajat membantu
kejelasan tampilan glottis
Kamera digital CMOS APS ditempatkan pada
titik angulasi blade, memperjelas tampilan
kamera
Posisi kamera tersembunyi sehingga
terlindung dari darah & sekresi yang
menghalangi tampilan
Sudut pandang kamera lebar, 50 derajat
Lensa gabungan yang dihangatkan mencegah
lensa berkabut.
A.R.F 22
The Hunsaker Tube (Selang Hunsaker) & Jet Ventilation
(Ventilasi Jet) pada Bedah Mikrolaringeal
Jet Ventilation:
Menyediakan ventilasi adekuat dengan
pemaparan laringeal maksimal
Kanula injektor, dilekatkan dengan
laringoskop, mengirimkan udara tekanan
tinggi di atas lipatan vokal / vocal fold
Hunsaker Tube:
Serbaguna & digunakan dalam berbagai
kondisi, obesitas & jalan napas sulit
Keranjang hijau / green basket di ujung selang
meluruskan selang dalam trakea, mencegah
sambungan / jet port berkontak langsung
dengan mukosa.
The Hunsaker Tube A.R.F 23
The Hunsaker Tube (Selang Hunsaker) & Jet Ventilation (Ventilasi Jet) pada Bedah Mikrolaringeal….
A.R.F 24
The Laryngeal Mask Airway (LMA) / Masker Jalan Napas
Laringeal
Manfaat LMA:
• Kurang invasif dibanding ETT
• Dapat digunakan secara langsung tanpa
alat bantu tambahan
• Dapat digunakan dengan fiberoptic
scope / scope serat optik
• Berguna pada jalan napas yang sulit.
Contoh: C-spine instabil, obesitas,
micronagthia
• Berguna dalam keadaan gawat darurat.
Contoh: kegagalan intubasi
• Komplikasi minimal.
A.R.F 25
Ventilasi Noninvasif
Masker & Kantong Resusitasi /
Resuscitation Bag
• Mengacu pada penggunaan masker &
kantong resusitasi / resuscitation bag
yang menutup rapat seluruh hidung &
mulut.
• Bermanfaat sebagai resusitasi temporer
sebelum pemasangan bantuan jalan
napas definitif.
• Tidak dapat melindungi pasien dari
aspirasi, pemakaiannya melelahkan
operator.
A.R.F 26
Komplikasi Intubasi
• Perlukaan bibir / lip injury • Perforasi esofageal / faringeal /
• Perlukaan gigi / dental injury sinus piriform
• Trauma nasal (intubasi • Intubasi intrakranial
nasotrakeal) • Edema pulmoner
• Perlukaan mukosa / mucosa injury • Barotrauma (dengan ventilasi jet /
• Makroglossia jet ventilation)
• Obstruksi jalan napas
• Trauma laringeal / trakeal
• Perlukaan saraf / nerve injuries
• Intubasi bronkial
• Cedera / injury servikal
• Intubasi esofageal
• Abrasi kornea
A.R.F 27
TRAKEOTOMI
• Sejarah Trakeotomi
• Indikasi Trakeotomi
• Teknik Pembedahan Jalan Napas
• Bedah Trakeotomi Terbuka
• Komplikasi
• Fistula Trakeoesofagal Intraoperatif
• Komplikasi Postoperatif Lanjutan
• Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif
(ICU)
A.R.F 28
Sejarah Trakeotomi
• Istilah trakeotomi & trakeostomi (Yunani):
Trakeotomi: dari penggalan “tracheia arteria (arteri kasar)” & “tomy
(potong).
Trakeostomi: “-stomi” dari akhiran “stoma (menyelesaikan dengan
suatu bukaan atau mulut)”. Lebih tepat digunakan untuk pembuatan
lubang permanen.
• 2000 SM: Sumber referensi pertama trakeotomi berasal dari kitab suci
pengobatan Hindu, Rig Veda.
• 4 SM: Alexander yang Agung pertama kali melakukannya menggunakan
ujung pedang seorang tentara.
• 1546: Antonio Musa Brasavola sukses melakukan prosedur trakeotomi
pertama pada abses tenggorokan.
• 1640: Nicholas Habicot (Paris) pertama kali membukukan 108 halaman
khusus tentang trakeotomi. A.R.F 29
Sejarah Trakeotomi
• 1799: Dr. Elisha Dick merekomendasikan trakeotomi namun ditentang
kedua koleganya, dengan tingginya morbiditas & mortalitas
berhubungan dengan trakeotomi.
• 1799: George Washington meninggal dengan obstruksi jalan napas
bagian atas.
• 1766 – 1852: Caron, Andree, Bretonneau melaporkan suksesnya
trakeotomi pada anak.
• 1833: Armand Trousseau menghitung tingkat keberhasilan tindakan
trakeotomi pada >200 kasus & ¼ dari seluruhnya dikatakan sukses.
• 1909: Chevalier Jackson menetapkan standar prosedur trakeotomi
untuk meminimalkan morbiditas & mortalitas.
A.R.F 30
Indikasi Trakeotomi
A.R.F 31
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi
A.R.F 32
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
Peralatan krikotirotomi:
Kiri ke kanan: scalpel blade 15, hemostat, tracheal / cricoid hook, tracheal
dilator, alat kanulasi kecil seperti tracheotomi tube no.4 atau no. 6.
A.R.F 33
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
Contoh rangkaian kit krikotirotomi yang tersedia secara komersial sebelum dirakit:
Kiri ke kanan: scalpel, syringe (spuit + jarum suntik) dengan jarum introduser 18
gauge, kateter jalan napas yang diisi dengan dilator.
A.R.F 34
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
Prosedur:
1. Pastikan servikal (C-spine) aman / baik.
2. Posisikan pasien shoulder roll dengan kepala ekstensi
terhadap leher.
3. Boleh menggunakan anestesi lokal, namun akan membuang
waktu.
4. Pegang laring & stabilkan di antara ibu jari dengan jari
telunjuk & tengah pada tangan non dominan.
A.R.F 35
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
A.R.F 36
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
A.R.F 37
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Krikotirotomi….
A.R.F 38
Teknik Pembedahan Jalan Napas:
Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)
• Diperlukan sebagai tindakan penyelamatan dalam keadaan terburuk saat pilihan
lain seperti intubasi atau trakeotomi di OR tidak tersedia.
• Peralatan trakeotomi darurat:
Kiri ke kanan: scalpel blade 15, swab pada klem, retraktor (bila ada), retraktor self-
retaining, mosquitos, cricoid hook, scalpel blade 11 untuk membuka trakea
(opsional, tidak ditunjukkan), Trousseau / tracheal dilator, tracheotomy tube
dengan cuff dalam dua ukuran.
A.R.F 39
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)….
Prosedur:
1. Pasien diposisikan shoulder roll sementara / darurat, kepala ekstensi
terhadap leher.
2. Operator di sisi kanan pasien, asisten di sisi kiri. Pegang & angkat
trakea jika lingkar trakea teraba 180 derajat, stabilkan dengan ibu jari,
telunjuk & jari tengah.
3. Insisi vertikal pada midline di kulit & platysma dari bawah krikoid ke
cekungan sternal.
A.R.F 40
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)….
A.R.F 41
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)….
A.R.F 42
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)….
A.R.F 43
Teknik Pembedahan Jalan Napas: Trakeotomi Darurat (Emergency Tracheotomy)….
• Rencana Preoperatif
• Prosedur Pembedahan
• Modifikasi Trakeotomi
• Perawatan Postoperatif
A.R.F 45
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Rencana Preoperatif
• Koreksi koagulopati (Penggunaan aspirin / NSAID, clopidogrel bisulfat /
antiplatelet, warfarin / antikoagulan, dsb).
• Prosedur paling ideal dilakukan di OR (ruang operasi) atau khusus ICU
dilakukan bedside dengan kelengkapan & persiapan yang baik.
• Tim anestesi: tanggung jawab terhadap TTV, bantuan ventilasi, medikasi
& resusitasi.
• Pemeriksaan fisik khusus area leher & riwayat operasi / radioterapi pada
leher.
• Pemilihan tracheostomy tube / selang trakeostomi.
A.R.F 46
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Prediksi / perkiraan ketebalan leher (cm) dihitung dari lingkar leher (cm) &
lingkar lengan (cm)
A.R.F 47
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Prosedur Pembedahan:
1. Tempatkan pasien di meja operasi dengan handuk / kain yang digulung
supaya posisi leher ekstensi. Jika pasien obstruksi jalan napas, posisikan
semi fowler 45 derajat.
2. Penggunaan anestesi lokal / general tergantung keadaan: anestesi lokal
tanpa sedasi disarankan digunakan pada pasien dengan resiko supresi
pernapasan.
3. Leher, wajah, bahu, dada bagian atas dipersiapkan dengan povidone
iodine (Betadine) & ditutup untuk memudahkan akses ke leher.
A.R.F 48
Bedah Trakeotomi Terbuka….
4. Insisi transversal dibuat sekitar 1
cm di atas cekungan suprasternal /
2 cm di bawah kartilago krikoid.
5. Insisi memanjang melalui platysma
untuk mengekspos vena jugularis
anterior & fascia di atas jalinan
otot.
A.R.F 49
Bedah Trakeotomi Terbuka….
7
6. Jalinan otot dibelah 6
sepanjang midline & tarik ke
arah lateral. Identifikasi
trakea & tiroid.
7. Isthmus tiroid ditarik ke arah
superior / dibelah sesuai
kebutuhan. 8
8. 3-4 cincin trakea pertama
terekspos. Trakea masuk di
antara cincin pertama &
kedua atau kedua & ketiga.
A.R.F 50
Bedah Trakeotomi Terbuka….
9. Setelah trakea teridentifikasi,
tracheal hook ditempatkan di bawah
krikoid atau area cincin trakea kedua
& diamankan oleh asisten agar trakea
imobilisasi pada luka.
10. Gunakan scalpel untuk masuk ke
trakea, hindari penggunaan
elektokauter.
11. Pada bayi & anak, insisi vertikal pada
cincin pertama & kedua / kedua &
ketiga. Traction suture ditempatkan
ke sisi lateral insisi.
A.R.F 51
Bedah Trakeotomi Terbuka….
12
12. Bagian anterior cincin trakea kedua, ketiga /
keempat diambil, meninggalkan jendela
persegi. Traction suture dapat ditempatkan
secara lateral maupun superior-inferior.
13. Traction suture ditempatkan menggunakan
ligature carrier / jarum jahit (bukan jarum
13 bulat) dengan benang silk 2.0.
14. Gunakan klem lengkung kecil untuk menjaga
suture tetap stabil ketika mengangkat ligature
carrier.
A.R.F 52
Bedah Trakeotomi Terbuka….
15. Traction suture diikat & difiksasi dengan plester. 16
A.R.F 53
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Modifikasi Trakeotomi:
• Bjork flap
Reinsersi tube dari dekanulasi tak disengaja pada pasien dengan
leher yang sulit.
Trakeal flap berbasis inferior & dijahitkan pada tepi kulit inferior.
Kadang memerlukan “defatting” / eliminasi lemak di bawah kulit
untuk flap.
• Stoma permanen (trakeostomi)
Dengan modifikasi tambahan untuk fungsi bicara.
Lebih kompleks, melibatkan jahitan mukosa melingkar pada kulit.
A.R.F 54
Bedah Trakeotomi Terbuka….
• Stoma permanen (trakeostomi)
Perhatikan sayatan omega yang
menutupi tulang rawan krikoid. General
subplatysmal diangkat secara superior
& inferior. Dinding trakea anterior
terpapar seluruhnya dengan menjahit
lobus tiroid & jalinan otot secara lateral
pada tendon sternal otot
sternokleidomastoid. Disesuaikan
anatomi pasien, flap dinding trakea
anterior berbasis superior dinaikkan.
A.R.F 55
Bedah Trakeotomi Terbuka….
• Stoma permanen (trakeostomi)
Flap trakea berbasis superior
dijahit pada flap kulit superior. Flap
inferior yang rusak secara luas
berlanjut & dijahit pada tepi
bawah trakea. Jahitan
“suspensory” dapat membantu
menyokong flap.
A.R.F 56
Bedah Trakeotomi Terbuka….
A.R.F 57
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Perawatan Postoperatif
• Perawatan Trakeotomi Posisi pasien optimal
Edukasi preoperatif Asistensi / pendampingan
Tim perawatan trakeotomi Pencahayaan adekuat
multidisiplin Tracheal hook
Monitor TTV dengan tepat Suction
Suction dengan pre-oksigenasi Dua tube trakeotomi: ukuran
Penggantian & frekuensi ideal & lebih kecil
pembersihan kanul dalam / Pengganti tube trakeotomi
inner canula
Perawatan luka lokal yang
cermat
• Kebutuhan untuk mengganti A.R.F 58
Bedah Trakeotomi Terbuka….
Perawatan Postoperatif
• Kontraindikasi pada katup bicara:
Tube trakeotomi dengan cuff
Obstruksi saluran napas atas
Paralisis lipatan vokal bilateral
Stenosis trakea berat
Sekresi berlebihan
Disfungsi kognitif
A.R.F 59
Komplikasi
Intraoperatif Infeksi pada luka
Perdarahan / Hemorrhage Emfisema subkutan
Pneumotoraks Late Postoperatif
Pneumomediastinum Jaringan granulasi
Kebakaran Fistula trakeoesofagal
Fistula trakeoesofageal intraoperatif Ruptur arteri trakea innominate
Edema paru postobstruktif (tak bernama)
Immediate / Early Postoperatif Stenosis Trakea & Trakeomalasia
Obstruksi selang / tube Fistula Trakeokutan
Selang Trakeotomi yang berpindah Bekas luka yang tertekan
Perdarahan postoperatif
A.R.F 60
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif
(ICU)
• Pemilihan Pasien • Desaturasi
• Rencana Preoperatif • Perdarahan / Bleeding
• Personil / Anggota • Infeksi
• Instrumen / Alat • Ekstubasi Tak Disengaja
• Anestesi • Cedera Dinding Posterior
• Teknik • Kecelakaan Teknis
• Pertimbangan Postoperatif • Lintasan Palsu, Pneumotoraks,
• Komplikasi Pneumomediastinum &
Emfisema Subkutan
A.R.F 61
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Pemilihan Pasien
• Indikasi trakeotomi perkutan
Pasien ICU dewasa yang terintubasi
• Kontraindikasi trakeotomi perkutan
Jalan napas yang tidak terproteksi
Kegawatan pada jalan napas
Ketidakmampuan palpasi kartilago krikoid
Massa pada midline (garis tengah) leher
Banyaknya arteri innominate (tak bernama)
Anak
PEEP > 15 cmH2O A.R.F 62
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Rencana Preoperatif
• Tes preoperatif minimal, meliputi radiografi dada terbaru, penentuan
serum hemoglobin, waktu prothrombin & tromboplastin parsial, INR
serta platelet.
• Diperlukan latihan / training untuk Percutaneous Dilatational
Tracheotomy (PDT) / trakeotomi perkutan dilatasional endoskopik
karena prosedur ini berbeda dengan trakeotomi terbuka di OR.
A.R.F 63
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Personil / Anggota
• Dokter bedah.
• Residen / tim dari perawatan kritis: untuk bronkoskopi.
• Teknisi pernapasan: pendampingan suctioning, setting
ventilator & mempertahankan posisi ETT.
• Perawat: pengelolaan obat, monitor TTV, bantuan material &
instrumen.
A.R.F 64
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Instrumen / Alat
Instrumen dasar: scalpel blade 15, spuit 5 ml, jarum introduser, J-wire guide, dilator
introduser, kateter white guiding, single blue dilator ujung tajam 24 – 26 Fr, loading dilator
28 Fr.
A.R.F 65
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Instrumen / Alat
Atas, kiri ke kanan: larutan desinfektan untuk kulit, kassa, gunting jahit, forcep, needle driver &
2-0 silk, salin steril.
Bawah, kiri ke kanan: kassa untuk desinfeksi, spuit 10 ml dengan lidokain 2% & epinefrin
1:100.000, scalpel blade 15, mosquito, spuit dengan jarum introduser bertutup, J-wire, dilator
introduser di tengah, dilator pra-rakit di atas guiding catheter dengan ridge, tracheotomy tube
no 6 dengan Obturator dilator 26 French.
A.R.F 66
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Anestesi
• Anestesi lokal lidokain 1% -2% dengan 1:100.000 epinefrin untuk
infiltrasi lokasi insisi & jaringan lunak pretrakeal.
• Anestesi topikal 2 ml lidokain 2% - 4% diinjeksikan melalui bronkoskop
untuk menekan reflek batuk.
• Sedasi intravena (midazolam, propofol, fentanil, pancuronium bromida):
tergantung kondisi pasien.
A.R.F 67
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Teknik
1. Pasien disuction & setting ventilator untuk pemberian O2 100%, monitor TTV
selama tindakan.
2. Posisikan kepala pasien ekstensi terhadap leher apabila tidak ada kontraindikasi.
Palpasi kartilago tiroid & krikoid serta cekungan sternal.
3. Leher & dada atas dipersiapkan & ditutup, infiltrasi lokasi insisi dengan lidokain
2% & epinefrin 1:100.000.
4. Insisi kulit 1,5 – 2 cm untuk memasukkan tube di antara cincin trakea pertama &
kedua, kira-kira satu jari di atas cekungan sternal & dua jari di bawah kartilago
krikoid.
5. Pisahkan jaringan subkutan secara horizontal dengan curved hemostat /
hemostat lengkung untuk palpasi akurat krikoid & cincin trakea.
6. Lidokain 2 – 4% diberikan melalui ETT, semua ikatan & plester dilepas untuk
memudahkan manipulasi ETT.
A.R.F 68
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
7. ETT harus dipegang supaya tidak terjadi ekstubasi tak disengaja.
8. Bronkoskop dengan port suction yang dilubrikasi dimasukkan ke ETT melalui adapter.
Lampu bronkoskop akan terlihat melalui insisi apabila bronkoskop masuk ke ETT.
9. ETT & bronkoskop perlahan ditarik sampai trakea tampak jelas secara endoskopik.
10. Jarum introduser kateter Teflon no 14 atau 16 digunakan untuk menekan ringan
dinding trakea anterior antara cincin trakea pertama & kedua atau kedua & ketiga.
Verifikasi posisi jarum antara arah jam 11 dan jam 1.
A.R.F 69
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
11. Jarum diambil, J-tipped guidewire diulirkan melalui kateter ke dalam
trakea.
12. Lapisan kateter diganti dengan dilator introduser 14 French.
13. Dilator introduser pada posisinya.
11 12 13
A.R.F 70
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
14. Dilator introduser diambil untuk 14
A.R.F 72
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Pertimbangan Postoperatif
• Monitor tanda-tanda vital lanjutan postoperatif, efek sedasi,
desaturasi O2, intervensi farmakologis.
• Radiografi dada postoperatif untuk memastikan tidak ada
pneumotoraks & pneumomediastinum.
• Menjaga kebersihan dari sekresi berlebihan untuk mencegah
obstruksi jalan napas.
• Reintubasi dalam hal terjadi dekanulasi yang tidak disengaja
dalam 5-7 hari pada traktus yang relatif masih imatur.
A.R.F 73
Trakeotomi Dilatasional Perkutan di Unit Perawatan Intensif (ICU)….
Komplikasi
• Desaturasi
• Perdarahan / Bleeding
• Infeksi
• Ekstubasi Tak Disengaja
• Cedera Dinding Posterior
• Kecelakaan Teknis
• Lintasan Palsu, Pneumotoraks, Pneumomediastinum & Emfisema
Subkutan
• Dekanulasi Tak Disengaja
A.R.F 74
TERIMAKASIH
A.R.F 75