Anda di halaman 1dari 8

Gejala Klinik Trauma Listrik

Gejala klinik yang tejadi pada pasien dengan trauma listrik bermacam-macam, mulai dari sensasi kesemutan
hingga kerusakan jaringan yang luas dan bahkan hingga kematian seketika. Alur listrik dapat dipertahankan
ditulang, menyebabkan panas, nekrosis, dan koagulasi pembuluh darah. Meskipun dengan demikian, sering
kali gejala utama dari trauma listrik adalah luka bakar kulit. Namun, tidak semua trauma listrik
menyebabkan kerusakan eksternal saja, trauma listrik tegangan tinggi dapat menyebabkan luka bakar
internal yang besar, nekrosis jaringan dan koagulasi pembuluh darah bersamaan dengan edema dan
kompartemen sindrom. Tegangan tinggi atau arus DC biasanya menyebabkan asistol, dan arus AC biasanya
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Selain itu pada pasien dengan trauma listrik dapat terjadi disfungi otonom
yang menyebabkan asimetris pada pupil, fraktur tulang terutama pada tulang-tulang ekstremitas dan
vertebra.1

Sedangkan trauma listrik yg terjadi pada anak umur dibawah 4 tahun adalah mulut terbakar, selain itu dapat
menyebabkan kelainan bentuk wajah, masalah pertumbuhan gigi, dan rahang. jika arus bergerak dekat
dengan mata, dapat menyebabkan katarak dalam beberapa hari atau beberapa tahun setelah terkena trauma
listrik.1

Gambar 1. Korban Trauma listrik pada tegangan tinggi 20KV7

Gambar 2. Trauma listrik tegangan rendah kaki7


(a) (b)

Gambar 3. (a) Trauma listrik tegangan rendah pada tangan (b) Metalisasi dari kulit kaki7

Terapi Medis

1. Trauma Listrik
A. Lepaskan pasien dari sumber listrik (matikan sumber listrik).2
B. Lepaskan pakaian pasien, terutama logam yang bersentuhan dengan tubuh (perhiasan atau
peralatan).2
C. Penatalaksanaan secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang diterapkan menurut
Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut advanced Burn Life Support
(ABLS) dimana jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan imobilisasi inline tulang belakang harus
dilakukan sebagai bagian dari sirvei primer. Akses intravena, pemantauan jantung, dan
pengukuran saturasi oksigen harus dimulai selama survei primer. Penggantian cairan adalah
aspek terpenting dari resusitasi awal. Pemasangan kateter bermanfaat dalam memantau urin
output. 2
Resusitasi cairan harus bertujuan untuk urin output > 0,5cc/kgBB/jam jika tidak ada tanda-tanda
mioglobinuria dan >1cc/kgBB/jam jika terdapat mioglobunuria. Gunakan larutan isotonik seperti
ralutan ringer laktat, pantau urin output sebagai indikator hemodinamik dan fungsi ginjal, kurangi
atau tingkatkan cairan untuk mempertahankan urin output 0,5-1cc/kg/jam. Hematuria atau urin
gelap menyebabkan perlunya terapi yang lebih untuk mencegah nekrosis tubular yang diinduksi
mioglobin. Pemberian bikarbonat 1-2 mEq/kgBB bertujuan untuk mengobati asidosis yang
disertai dengan alkalinizaton urin sehingga membuat mioglobin lebih mudah larut . Pemberian
manitol 1gr/kgBB untuk diuresis, jika diuresis lebih lanjut diperlukan, acetazolamide dapat
dipertimbangkan karena memiliki kemampuan untuk mengalkalinkan urin, namun dapat
menyebabkan hiperalbuminemia hyperosmotic sehingga perlu diwaspadai. Pemantauan jantung
berkelanjutan untuk aritmia adalah perawatan utama pada trauma listrik tegangan tinggi sehingga
diperlukan unit perawatan intensif agar dapat memantau pasien trauma listrik.2
D. Terapi surgical
Manajemen trauma listrik yang optimal melibatkan debridement untuk menghilangkan jaringan
nekrotik, dekompresi (escharotomy/fasciotomy). Gangguan sirkulasi adalah gejala umum dari
trauma listrik maupun petir sehingga escharotomy/fasciotomy dapat dilakukan untuk mencegah
kompartement sindrom dan membantu mengembalikan vaskularisasi jaringan. Pada bagaian
ekstremitas yang mengalami luka parah dapat dilakukan amputasi. 2

2. Terapi Trauma petir


Pada korban trauma petir, pastikan korban berada pada daerah yang aman. Tim penyelamat harus
segera mengaktifkan sistem tanggap darurat, jika memungkinkan. CPR harus dimulai segera dengan
urutan CAB (kompresi dada, jalan napas, pernapasan) sesuai dengan pedoman ACLS (advanced
cardiac life support). Pada korban yang selamat harus distabilkan secara rutin dan dipindahkan ke
rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.3 Terapi selama dirumah sakit meliputi:

a. Terapi cairan
Terapi Cairan diperlukan sebagai akses intravena untuk korban yang menunjukkan ketidakstabilan
tanda-tanda vital, ketidaksadaran, atau disorientasi. Jika korban hipotensi, resusitasi cairaan dapat
berupa Nacl atau Ringer laktat. Pembatasan cairan dalam normotensif atau korban hipertensi
direkomendasikan karena risikonya untuk edema serebral, terutama jika diduga terjadi cedera
intrakranial. Pada pasien yang mengalami cedera serius atau tidak stabil, unit perawatan
intensif(ICU) jenis pemantauan, termasuk kateter daouble lumen dapat diindikasikan. Pemasangan
kateter untuk melihat urin output . Tidak ada laporan dalam literatur investigasi tentang kegunaan
mannitol induced diuresis, alkalinisasi, atau terapi cairan agresif pada cedera petir, tidak seperti pada
cedera listrik tegangan tinggi.3
b. Antibiotik dan Profilaksis tetani
Antibiotik profilaksis tidak diindikasikan. Terapi antibiotik harus mengikuti kultur dan identifikasi
patogen, kecuali dalam kasus yang jelas melibatkan fraktur terbuka atau fraktur kranial itu melanggar
dura. Profilaksis tetanus yang sesuai harus diberikan jika ada luka bakar atau laserasi.3
c. Terapi kardiovaskuler
Manajemen henti jantung, termasuk penggunaan AED merupakan manajemen standar. Pada korban
petir yang tidak mengalami henti jantung, vasospasme dapat membuat denyut nadi perifer sulit untuk
dipalpasi. Biasanya paling mudah dipalpasi pada arteri femoralis, arteri brakialis, atau karotis.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menemukan denyut nadi perifer, kemudian lakukan
pengukuran tekanan darah. Jika korban tetap hipotensi, resusitasi cairan mungkin diperlukan untuk
perfusi jaringan. Penyebab hipotensi adalah fraktur besar, syok akibat kehilangan darah, dan
terkadang luka bakar yang dalam mirip dengan luka bakar listrik tegangan tinggi. Setelah tekanan
darah sentral tercapai, cairan mungkin harus dibatasi untuk menghindari cedera kranial, edema
serebral, dan cedera otak anoksik post arrest. Ventilasi mekanis diperlukan untuk korban yang tanpa
respirasi spontan. Pemeriksaan dan pengukuran penanda jantung serial (misalnya troponin)
diindikasikan jika ada tanda iskemia jantung atau aritmia, atau jika korban mengeluh nyeri dada.
Indikasi untuk obat anti aritmia dan agen pressor sama seperti dugaan infark miokard. Beberapa
korban mengalami hipertensi 12 hingga 72 jam setelah serangan trauma petir dan tampaknya
merespons dengan baik terhadap obat antihipertensi.3

d. Fasciotomy
Fasciotomy tidak diperlukan karena spasme pembuluh darah pada korban trauma petir hanya bersifat
sementara dan disebabkan oleh ketidakstabilan saraf simpatis.Kecuali pada ekstremitas menunjukkan
adanya tanda-tanda kompartemen sindrom.3

Pemeriksaan korban
1. Pemeriksaan korban di tempat kejadian perkara
Tempat kejadian perkara pada korban trauma listrik dapat ditemukan korban sedang menyentuh
benda yang menyebabkan terjadinya sengatan listrik. Sehingga perlu mematikan arus listrik atau
menjauhkan kawat listrik dengan kayu kering, kemudian pastikan korban masih hidup atau sudah
meninggal. Bila pasien masih hidup dapat dilakukan pertolongan segera berupa pertolongan life
support.
3. Pemeriksaan jenazah
Untuk menentukan diagnosis trauma listrik, selain gejala klinis, diperlukan juga beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan luar dan dalam, dan beberapa pemeriksaan tambahan lainnya.
3.1 Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar diperlukan beberapa tanda-tanda listrik atau current mark, seperti
a. Electric mark merupakan kelainan dimana terdapat kontak tubuh dengan listrik
yang ditandai dengan berbentuk bundar atau oval dengan bagian yang datar dan rendah
ditengah, dikelilingi oleh kulit yang menimbul dan berwarna pucat, sedangkan daerah
diluar electric mark menunjukkan hiperemis.4
b. Joule burn (endogenous burn) merupakan kelainan dimana terjadi kontak antara
tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik yang cukup lama, ditandai dengan
bagian tengah yang dangkal, pucat, dan menjadi hitam hangus terbakar.4
c. Eksogenous burn merupakan kelainan dimana terjadi kontak antara tubuh
dengan benda yang mengandung arus listrik dengan tegangan tinggi yang ditandai
dengan kerusakan jaringan yang sangat berat dan terkadang disertai patahnya tulang-
tulang.4
(a) (b)
Gambar 3. (a) Electric mark dan (b) Joule burn7

3.2 Pemeriksaan dalam


Pada pemeriksaan dalam atau yang dikenal sebagai autopsy ditemukan5
a. Pada otak ditemukan perdarah kecil-kecil terutama pada ventrikel III dan IV
b. Pada jantung terdapat fibrilasi
c. Pada paru ditemukan edema, kongesti, dan pada tegangan tinggi puncak lobus paru
bisa terbakar dan ditemukan pneumothorax
d. Gastrointestinal ditemukan perdarah mukosa
e. Pada skeletal ditemukan butiran kalsium (oearl like bodies)
f. Ditemukan putusnya otot akibat perubahan hialin
g. Pada perikardium, pleura dan konungtiva ditemukan bintik-bintik perdarahan
h. Ditemukan nekrosis pembuluh darah

Gambar 4. Pedarahan pada ventrikel IV


3.3 Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan patologi anatomi yang bertujuan untuk
menegakkan bahwa korban telah mengalami trauma listrik. Pada hasil patologi anatomi
menggunakan pengecetan metoxyl lineosin akan berwarna lebih gelap dari normal dan
ditemukan bagian sel yang memipih. Sel-sel pada stratum korneum menggembung dan
vakum serta ada sel yang mengalami karbonisasi dan ada pula bagian sel-sel yang rusak. Sel
dan inti dari stratum basalis menjadi lonjong dan tersusun palisade. Folikel rambut dan
kelenjar keringat memanjang dan memutar ke arah bagian yang terkena listrik.

(a)

(a) (b)

Gambar 2. (a) metoxyl lineosin pembesaran 10x dan (b) metoxyl lineosin pembesaran 40x8

Aspek Medikolegal
Kematian akibat trauma petir dan trauma listrik merupakan sebab kematian yang berbeda. Pada
Kematian korban akibat trauma petir merupakan kematian akibat dari kecelakaan yang biasanya
ditemukan dilapangan terbuka dengan gambaran memar , luka robek dan fraktur, sehingga untuk
mendiagnosis diperlukan riwayat badai petir ditempat kejadian perkara, bukti adanya efek dari
sambaran petir, dan magnetisasi terhadap bahan logam

Sedangkan kematian oleh arus listrik biasanya akibat tidak disengaja atau akibat dari kelalaian dalam
penggunaan peralatan seperti kontak dengan kabel yang berarus, atau dari alat-alat penerangan, alat-
alat elektronik, ataupun saklar-saklar yang mengandung arus listrik. Autopsi dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah orang tersebut memang tersengat listrik atau merupakan kasus bunuh diri, dimana
korban sengaja menggulung kawat ke pergelangan tangan atau jari-jarinya, yang kemudian
dihubungkan ke arus listrik dan saklar terlihat dalam posisi on.
Adapun pasal-pasal yang berkaitan dengan hal tersebut, sebagai berikut:5
1. KUHP pasal 359 (kecelakaan)
“Barang siapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”
2. KUHP pasal 345 (bunuh diri)
“Barang siapa dengan saja mendorong orang lain untuk bunuh diri menolongnya dengan
perbuatannya itu atau memberi sarana kepanya untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling
lama empat tahun jika orang tersebut bunuh diri”
3. KUHP Pasal 340 (pembunuhan)
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
4. KUHP Pasal 344 (Pembunuhan)
“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan
kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
5. KUHP Pasal 350
“Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan dengan rencana, atau karena
salah satu kejahatan berdasarkan Pasal 344, 347 dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak
berdasarkan pasal 35 No. 1-5”
6. KUHAP Pasal 133 ayat 1 (otopsi)
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seseorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindakan pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya”
7. KUHP pasal 351 (penganiayaan)
(1) “Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
denda paling banyak tiga ratus rupiah”
(2) “jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yanh bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima tahun”
(3) “Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”
(4) “dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan”
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana”

8. KUHP Pasal 353 (Penganiayaan)


(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun

9. KUHP Pasal 354 (Penganiayaan)


(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian. yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun.

10. KUHP Pasal 355 (Penganiayaan)

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daley J Brian, MD. Electrical Injuries. eMedscape; diakses pada 1 Desember 2019 dari
https://emedicine.medscape.com/article/433682-overview
2. Vagholkar Ketan, et al. 2017. Management of electrical Injuries. International Surgery Journal.
3. Sama acang yang mary ann cooper chapter 5
4. Guntheti Bharath Kumar, et al. Diagnosis of electrical Injuries: Histopatological Examination. J
Indian Acad Forensic Med. April-June 2014, Vol 36, No 2
5. Massey Brittani K, et al. Deaths Due to Electrocution: An Evaluation of Death Scene Investigations
and Autopsy Findings. Journal of Forensic Science and Medicine.2018
6. Panitia Kerja R-KUHP DPR RI. Naskah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(RKUHP). Institute Criminal Justice Reform. 2017
7. Dokov william dan Dokova klara. Epidemiology and Diagnostic Problems of Electrical Injury in
Forensic Medicine. Medical university of Varna; Bulgaria. 2015
8. Sukheeja Deepti. Can a Postmortem Skin Biopsy Predict Cause of Death. Departments of Laboratory
Medicine and Forensic Medicine, Jai Prakash Narayan Apex Trauma Centre, All India Institute of
Medical Sciences;New Delhi; India. 2013.Vol-5

Anda mungkin juga menyukai