Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KEMOTERAPI PADA KARSINOMA BULI-BULI

Oleh: Siti Humairah H1A 008 044

Pembimbing: dr. Pandu Ishaq Sp.U

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RSUP NTB MATARAM 2013

BAB I PENDAHULUAN

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan sel yang tidak terkontrol disertai invasi jaringan lokal dan metastasis jauh. Lebih dari 1.3 juta kasus kanker ditemukan per tahun. Insidensi rata-rata kanker yang umum didapatkan khususnya pada laki-laki adalah kanker prostat (33%), paru (13%), kolorektal (10%), kandung kemih (7%) diikuti oleh melanoma, non hodgkin limfoma, kanker ginjal dan pelvis, leukimia, mulut, pankreas.1 karsinoma buli-buli merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Tumor ini menyerang pria dua kali lebih banyak dibandingkan wanita.2 Semakin tinggi tingkat industrilisasi akan meningkatkan resiko terjadi kanker. Peningkatan insidensi kanker dari tahun ke tahun mendorong dokter sebagai tenaga kesehatan mampu untuk memberikan edukasi kepada pasien mengenai kanker serta pengobatan yang akan diperoleh. Salah satu modalitas penanganan kanker adalah kemoterapi. Kemoterapi berasal dari chemotherapy yang berarti penggunaan obat-obatan untuk menangani suatu penyakit. Terdapat dua istilah yang digunakan dalam istilah kemoterapi kanker yaitu: antineoplastic (berarti anti-kanker) dan terapi cytotoxic (terapi membunuh sel).3 Mengingat semakin tingginya penggunaan kemoterapi di masa yang akan datang maka dokter harus dapat mengerti mengenai jenis, cara kerja, indikasi, manfaat serta efek samping dari kemoterapi. Dalam referat ini, penulis akan menyampaikan mengenai kemoterapi khususnya agen-agen kemoterapi yang digunakan dalam penanganan karsinoma buli-buli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Karsinoma Buli-Buli Karsinoma Buli-Buli merupakan 2% dari seluruh keganasan dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenitalia. Keganasan buli-buli terjadi karena induks bahan karsinogen yang banyak terdapt di sekitar kita. Beberapa faktor resiko yang mempermudah seorang menderita karsinoma buli-buli adalah: 1. Pekerjaan 2. Perokok 3. Infeksi saluran kemih 4. Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan

Tumor buli-buli dapat berbentuk papiler, tumor non invasif (in situ), noduler (infiltratif) atau campuran antara bentuk papiler dan infiltratif.

Disamping itu, tumor dapat menyebar secara limfogen maupun hematogen. Penyebaran limfogen menuju kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna, dan iliakan komunis; sedangkan penyebaran hematogen paling sering ke hepar, paru-paru dan tulang. Sebagian besar tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional (90%). Tumor ini bersifat multifokal yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atras sel transisional yaitu di pielum, ureter, atau uretra posterior; sedangkan jenis lainnya adalah karsinoma sel skuamosa (10%) dan adenokarsinoma (2%). Adenokarsinoma pada buli-buli didapatkan sebagai 3 grup yaitu (1) primer pada buli-buli dan biasanya terdapat pada dasar dan di fundus buli-buli (2) urakhus persisten, yaitu merupakan sisa duktus urakhus yang mengalami degenerasi maligna (3) tumor sekunder yang berasal dari fokus metastasis lain. Penentuan derajat invasi tumor berdasarkan sistem atau berdasarkan penentuan stadium dari Marshall.

TNM Tis Ta T1 T2 T3a T3b T4 N1-3 M1

Marshall 0 0 A B1 B2 C D1 D1 D2

Uraian Karsinoma in situ Tumor Papilari non invasif Invasi submukosa Invasi oto superfisial Invasi otot profunda Invasi jaringan lemak prevesika Invasi ke Organ sekitar Metastasis ke limfonodi regional Metastasis hematogen

2.2 Penanganan Karsinoma Buli-Buli Tindakan yang pertama kali dilakukan pada pasien karsinoma buli-buli adalah reseksi buli-buli transuretra atau TUR Buli-buli, pada tindakan ini dapat sekaligus ditentukan luas infiltrasi tumor. Terapi selanjutnya tergantung pada stadiumnya, antara lain: 1. Tidak perlu terapi lanjutan akan tetapi selalu mendapat pengawasan yang ketat atau wait and see 2. Instilasi intravesika dengan obat-obatan mitomisin C, BCG, 5-flourourasil, siklofosfamid, doksorubisin, atau dengan interferon 3. Sistektomi radikal, parsial atau total 4. Radiasi eksterna 5. Terapi ajuvan dengan kemoterapi sistemik antara lain regimen sisplatinumsiklofosfamid dan adriamicin (Cis C A). Stadium
Superficial (Stadium 0-A) Invasif (stadium C-D1) Metastasis (Stadium D2)

Tindakan
TUR Buli/ fulgurasi Instilasi Intravesika TUR Buli Sistektomi atau radiasi Ajuvantivus Kemoterapi Radiasi Paliatif

Dalam penanganan kanker dikenal istilah penanganan radioterapi dan pembedahan yang disebut sebagai local treatment. Terapi ini hanya beraksi pada satu area tubuh misalkan payudara, paru atau prostat dan biasanya mengenai secara langsung pada lokasi kanker sedangkan kemoterapi merupakan terapi sistemik. Hal ini terjadi karena obat-obatan akan bersirkulasi ke seluruh tubuh dan akan mencapai lokasi kanker.3 2.3 Kemoterapi pada Karsinoma Buli-Buli Sifat umum dari sel kanker adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor. 2. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan embrional, 3. Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya, 4. Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan baru. 5. Memiliki hereditas bawaan yaitu turunan sel kanker juga dapat menimbulkan kanker dan 6. Pergeseran metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari nukleosida dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel.4 Sel kanker menganggu host karena menyebabkan (1) desakan akibat pertumbuhan tumor; (2) penghancuran jaringan tempat tumor berkembang atau bermetastasis dan (3) gangguan sistemik lain akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker. 4 Kemoterapi adalah pengobatan penyakit yang disebabkan oleh agen kimia yang biasanya digunakan untuk terapi kanker. Dasar pengobatan yaitu perbedaan antara sel kanker dan sel normal terhadap reaksi pengobatan sitostatika yang diberikan sendiri sendiri atau secara kombinasi. Perbedaan tersebut adalah perbedaan sifat biologis, biokimia, reaksi farmakokinetik dan sifat proliferatif. Sebelum membahas mengenai cara kerja masing masing golongan obat

antineoplasma, perlu diketahui dulu hubungan kerja obat antineoplasma dengan siklus sel kanker. Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan yaitu : 1. Yang sedang membelah (siklus proliferatif). 2. Yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0). 3. Yang secara permanen tidak membelah. 4 Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu : fase mitosis (M) fase pramitosis (G1) fase sintesis DNA (S) fase pascamitosis (G2) 4

Bagan fase sel kanker adalah sebagai berikut :

Pada akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk dalam fase pramitosis (G2) dengan ciri ciri : sel berbentuk tetraploid mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein

Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara tiba tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat

memasuki interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah jumlah sel kanker adalah sel dalam siklus proliferasi dan dalam fase G0 4. Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu : 1. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase fase tertentu dari siklus sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin, vinblastin, merkaptopurin, metotreksat, asparaginase. Zat ini terbukti efektif terhadap kanker yang berproliferasi tinggi misalnya kanker sel darah. 2. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik antikanker, sisplatin. 4 Perbedaan kerja tersebut lebih bersifat relatif daripada absolut karena banyak zat yang tergolong cell cycle nonspecific lebih efektif terhadap sel yang berproliferasi dan terhadap sel sel yang sedang dalam fase tertentu siklusnya. Misalnya bila DNA sel klonogenik yang telah teralkilasi diperbaiki sebelum sel memasuki fase S, maka sel tersebut tidak dipengaruhi oleh zat alkilator. . Obat obat untuk terapi kanker terdiri dari beberapa kelas obat, yaitu golongan antibiotika, hormon, antimetabolit, alkaloid nabati / alkaloid vinka dan agen alkilasi 4. Mekanisme kerja masing masing golongan adalah sebagai berikut : I. Alkilator (Agen Alkilasi) Cara kerja : melalui pembentukan ion karbonium yang sangat reaktif alkilasi DNA. Yang termasuk golongan alkilator adalah : Mekloretamin Siklofosfamid Klorambusil Busulfan II. Antimetabolit Cara kerja : menggantikan purin / pirimidin dalam pembentukan nukleosida menghambat sintesis DNA. Yang termasuk golongan antimetabolit adalah : Sitarabin Metotreksat (MTX) Merkaptopurin

III.

Alkaloid Nabati (Alkaloid Vinka) Cara kerja : berikatan dengan tubulin (komponen protein mikrotubulus), yang merupakan bagian penting dari micotic spindle mitosis terhenti dalam metafase. Yang termasuk golongan alkaloid nabati adalah : 3.1. Vinkristin 3.2. Vinblastin

IV.

Antibiotika 4.1. Daunorubisin dan Doksorubisin (Adriamisin) Cara kerja : a. Interkalasi dengan DNA rantai DNA putus. b. Bereaksi dengan sitokrom p450 reduktase reaksi dengan O2 menghasilkan radikal bebas sel hancur 4.2. Aktinomisin-D (Daktinomisin) Cara kerja : Interkalasi antara guanin dan sitosin pada 2 rantai DNA (double stranded DNA) Menghambat sintesis RNA yang dependen terhadap DNA (terutama ribosomal DNA) 4.3.Bleomisin Cara kerja : membentuk kompleks dengan Fe berikatan dengan DNA terbentuk radikal bebas rantai DNA putus (single and double stranded) dan sintesis DNA terhambat.

V.

Hormon Cara kerja : hormon berikatan dengan reseptor protein pada sel kanker. Kanker yang sensitif terhadap hormon tertentu mempunyai reseptor spesifik untuk hormon tersebut, misalnya reseptor estrogen, progesteron dan kortikosteroid. Keberhasilan terapi dengan hormon tertentu ditentukan oleh banyaknya reseptor hormon tersebut pada sel kanker itu. Yang termasuk golongan

hormon dan yang banyak digunakan pada kasus tumor pada anak adalah kortikosteroid.

Berikut ini adalah bagan yang menunjukkan cara kerja obat antineoplasma menurut golongannya. 2.2

KEMOTERAPI PADA CARCINOMA BULI- BULI Pada pasien dengan Ca Buli yang diterapi dengan Sistektomi khususnya di atas T3 cenderung memiliki kemungkinan untuk terjadinya metastasis. Usaha-usaha untuk menambah pengaruh dari terapi lokal dan khusunya radikal sistektomi telah menerapkan

berbagai variasi strategi dengan cara radioterapi atau kemoterapi tunggal atau dengan kombinasi sebelum operasi atau sebagai terapi ajuvan (post operasi).5 Biasanya, karsinoma buli-buli dapat ditemukan pada nodus limfatik daerah pelvis dan tempat lainnya. Meskipun karsinoma buli-buli adalah kanker yang bersifat kemosensitif, namun prognosis pasien dengan metastasis masih jelek dengan rerata angka bertahan hidup selama 14 bulan dan angka bertahan hidup selama 5 tahun hanya sebesar 15%. Penggunaan agen tunggal dari berbagai macam kemoterapi seperti metotreksat, vinblastin, doxorubisin dan sisplatin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1987, namun penggunaannya dibatasi karena penggunaan agen ini memiliki respon yang sangat pendek. Oleh karena itu, dibutuhkan kemoterapi kombinasi dalam mengatasi karsinoma buli-buli.6 Kemoterapi Lini Pertama Penggunaan Kemoterapi mengandung siplatin telah digunakan secara luas selama lebih dari 20 tahun. Hasil dari kombinasi penggunaan MVAC dilaporkan pertama kali pada tahun 1985 menunjukkan respon sebesar 70% dengan rerata bertahan hidup selama 13 bulan dan 24% pasien mendapat long term disease free survival. Penelitian yang dilakukan Intergroup Study phase III membandingkan efikasi penggunaakn sisplatin dosis tunggal dengan MVAC pada 269 pasien dengan kanker urotelial metastasis atau locally advance. Hasilnya menunjukkan bahwan penggunaan MVAC memiliki angka respon yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan sisplatin saja (39% vs 12%). Namun regimen MVAC berkaitan dengan peningkatan toksisitas termasuk mukositis, neutropenia, infeksi, komplikasi gastrointestinal dan angka kematian toksik sebesar 3% hingga 4%. Sehingga dapat dikatakan bahwa MVAC lebih superior dibandingkan penggunaan sisplatinum dosis tunggal saja. Dari hasil penelitian lainnya ditemukan bahwa MVAC lebih superior dibandingkan kombinasi kemoterapu Sisplatin, siklofosfamid dan doxorubisin (CISCA) pada penelitian dengan menggunakan 110 pasien. Dalam rangka meningkatkan efikasi dan regimen MVAC, Sternberg et al melakukan penelitan dengan 263 pasien dengan High Dose intensity MVAC (HD-MVAC; 2 week cycle) dengan Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF) dan standar MVAC (4 week cycle). HD MVAC berhubungan dengan angka respon komplit (21% vs 9%) dan angka progressio free-survival yang lebih lama (9,1 vs 8,2 month) namun tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara dua kelompok (p=0,122). MVAC dengan G-CSF dilaporkan memiliki efek yang lebih superior dibandingkan kombinasi docetaxel/cisplatin (DC) yang dikombinasi dengan G-CSF.

Toksisitas dari MVAC menjadi masalah pada pasien lansia yang sebelumnya telah memiliki penyakik komorbid lain. Sehingga perlu dikembangkan kombinasi kemoterapi yang dapat ditoleransi dengan lebih baik dibandingkan regimen MVAC. A Phase III randomized trial yang dilakukan terhadap 405 pasien dilakukan untuk membandingkan Gemcitabine/Cisplatin (GC) dengan MVAC. Respon yang ditemukan sebesar 49% vs46%. Meskipun tidak ada perbedaan yang bermakna namun regimen GC ditoleransi lebih baik dibandingkan MVAC.

Kemoterapi Neoajuvan Kemoterapi diberikan sebelum terapi lokal definitif disebut sebagai kemoterapi neoajuvan (preemptive). Dasar pemikiran dari pendekatan ini adalah memberikan demonstrasi mengenai kemosensitivitas dan potensi downstaging dari lesi-lesi yang tidak dapat dioperasi. Dengan pendekatan ini, diharapkan adanya pencegahan terjadinya mikrometastasis menarik untuk diterapkan. Namun, kekurangannya termasuk kesalahan dalam menentukan gambaran klinis berdasarkan staging yang sebenarnya dan keterlambatan dalam melakukan terapi lokal definitif (misalkan pembedahan).5 Dari berbagai macam penelitian didapatkan bahwa penggunaan kemoterapi ajuvan untuk karsinoma urothelial buli-buli dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Penelitian kemoterapi neoajuvan dengan skala besar dilakukan oleh European Organization for Research dan Treatment of Cancer and the Medical Research Council (EORTC dan MRC). Dari total 976 pasien yang meningkat dalam 5 tahun dari 106 institusi diacak untuk mendapatkan kemoterapi neoajuvan sisplatinum, metotreksat, dan vinblastin (CMV) atau tidak mendapatkan kemoterapi. Sistektomi dan atau terapi radiasi sudah dilakukan sebagai terapi definitif pada tumor primer. Penelitian ini didesain untuk mendeteksi adanya suatu perbaikan absolut pada angka bertahan hidup dengan kekuatan 90% dan eror 5%. Ketika hasil penelitian ini dipublikasikan, tidak ditemukan adanya perbaikan yang signifikan pada pasien yang diterapi dengan neoajuvan kemoterapu. Namun, hasil terbaru yang dilaporkan pada American Society of Clinical Oncology (ASCO) meeting pada tahun 2002 dengan lama follow up sleam 7,4 tahun, data menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan (p=0,048). Dilaporkan adanya keuntungan 5,5% pada pasien yang diterapi dengan CMV. Angka bertahan hidup selam 5 tahun 50% dibandingkan 44% pada yang tidak mendapa kemoterapi dan Angka bertahan hidup 8 tahin 43% vs 37 %. Setelah diterapi dengan neoajuvan kemoterapi, tidak ditemukan adanya sisa tumor atau respon patologis komplit pada 32,5% spesismen sistektomi. Penelitian ini menunjukkan adanya perbaikan dengan penggunaan CMV namun perbaikan ini hanya sedikit dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan kemoterapi neoajuvan.5

Kemoterapi Ajuvan Pada pasien dengan pT3-4 dan atau N+M0 angka bertahan hidup selama lima tahun setelah dilakukannya sistektomi hanya mencapai 25 hingga 35 sehingga, kemoterapi ajuvan diberikan pada pasien dengan resiko tinggi untuk menghambat terjadinya rekurensi dan memperpanjang angka bertahan hidup pasien. pemberian kemoterapi post operasi memiliki beberapa keuntungan. Pemberian kemoterapi ajuvan memberikan pemilihan pasien yang cukup selektif pada pasien dengan resiko tinggi metastasis atau terjadinya rekurensi. Penanganan berupa pembedahan dapat dilakukan secara cepat tanpa penundaan dan pembuatan neobladder serta diversi urin mampu meningkatkan kualitas hidup pasien setelah dilakukannya sistektomi. Ada bukti yang menunjukkan bahea penundaan sistektomi dapat memperburuk kondisi pasien dan tidak perlu membuang waktu terhadap pasien yang tidak berespon terhadap kemoterapi. Ketersediaan jaringan yang cukup banyak dapat dilakukan analisis molekular juga merupakan salah satu keuntungannya. Jika terjadi mikrometastasis, hal ini dapat ditangani dengan kemoterapi dengan dosis kecil dibandingan jika sudah terjadi overmetastasis. Kekurangan utamanya adalah buli-buli tidak dapat dipertahankan dan terdapat keterlambatan dalam memulai terapi sistemik terhadap terjadinya metastasis ketika hanya terfokus pada tumor primer. Respon sangat sulit untuk dievaluasi dan titik akhir klinis hanya dapat dinilai pada saat terjadinya rekurensi tumor. Selain itu, kekurangan lainnya adalah sulit untuk dilakukan pemberian kemoterapi pada pasien-pasien dengan penyulit paska sistektomi. Pasien-pasien ini biasanya cukup lanjut usia dengan penyakit komorbid yang cukup signifikan akibat dari riwayat merokok serta kondisi compromised ginjal yang diderita. Tabel di bawah ini menunjukkan hasil penelitian mengenai pemberian kemoterapi setelah operasi sistektomi. Dari semua penelitian ini, menggunakan populasi sedikit, sekitar 49-108 pasien. Meskipun demikian, dua penelitian menunjukan adanyan keuntungan dengan pemberian kemoterapi.

Kemoterapi First Line neoadjuvan, adjuvant dan metastatik Ca Buli


Regim en First line Prefer ed catego ry 1 1 Gemcitabine * 1000mg/m2 LPT Cisplatin 70mg/m2 LPT KETERAN GAN Methotrexat 30mg/m2 LPT Vinblastine 3mg/m2 LPT Doxorubicin 30mg/m2 LPT Cisplatin 70mg/m2 V 2 3 4 5 6 7 8 V 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 V 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2

First line

*= dosis ini sebaiknya tidak dikombinasi dengan radioterapi Siklus untuk regimen ini 28 hari, sehingga hari ke 29 adalah hari 1 dari siklus kedua V V

V V

Pada pasien dengan GFR<60mL/menit cisplatin diganti Carboplatin pada regimen kombinasi. Telah banyak data yang menunjukkan keamanan penggunaan, tetapi hanya sedikit data mengenai kessamaan terapeutik regimen yang diganti dengan carboplatin. Pada pasien dengan fungsi ginjal border line atau minimal, maka dilakukan pemberian cisplatin dengan dosis terbagi (contohnya 35mg/m2 pada hari 1 dan 2 atau hari 1 dan 8). Meskipun demikian efikasi relative kombinasi regimen kombinasi cisplatin dengan dosis yang dimodifikasi belum jelas. Pasien locally advance atau metastatic yang terbatas yang kambuhan perlu dipertimbangkan pembedahan. LPT adalah Luas permukaan tubuh. Evaluasi : klinis, DL, LFT, RFT, Foto Thoraks, Sistoskopi setelah selesai pemberian seluruh kemoterapi. MVAC untuk neoadjuvan dilakukan sebanyak 3 siklus MVAC untuk adjuvant minimal 4 siklus Interval pemberian 3-4 minggu.

BAB III KESIMPULAN Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan sel yang tidak terkontrol disertai invasi jaringan lokal dan metastasis jauh. Semakin tingginya tingkat industrialisasi menyebabkan peningkatan terjadinya karsinoma buli-buli sehingga diperlukan pengetahuan mengenai penanganan karsinoma buli-buli khususnya kemoterapi karsinoma buli-buli. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa sisplatin adalah kemoterapi tunggal yang digunakan dalam terapi karsinoma buli-buli. Kombinasi MVAC menunjukkan perbaikan jumlah angka bertahan hidup pada pasien dengan karsinoma bulibuli namun memiliki resiko toksisitas pada pasien. Keuntungan dan kerugian perlu dipertimbangkan dalam memberikan kemoterapi dengan melihat keadaan klinis seta respon terhadap agen kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Balmer et al. Cancer Treatment and Chemotherapy. In: Di Piro, editor. Pharmacotherapy - A Pathophysiologic Approach. 8th Ed. New York: McGrawHill Company. 2005. p. 2279-328. 2. Basuki B purnomo. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto.p.170-5. 3. American Cancer Society. Chemotherapy Principles. [Online]. 2013 [Cited 2013 Nov 18th] Available from http: http://www.cancer.org/acs/groups/cid/ocuments/webcontent/002995-pdf.pdf 4. Nafrialdi, Suliastia G. Antikanker. In: Sulistia G, editor. Farmakologi dan Terapi. 4th Ed. Jakarta: Penerbit FK UI; 2005.p.686-701. 5. J. Stephen Jones, William A.L. Non-Muscle-Invasive Bladder Cancer (Ta, T1 and CIS). In Louis R. Kavoussi, editor. Campbell-Walsh Urology. 10th Ed. Philadelphia; Elsevier Saunders. 2012. p.2335-55 6. Seth P. Lerner, Cora N. Sternberg. Management of Metastatic and Invasive Bladder Cancer. In Louis R. Kavoussi, editor. Campbell-Walsh Urology. 10th Ed. Philadelphia; Elsevier Saunders. 2012. p.2355-75 7. Shilpay Gupta, Amit Mahipal. Role of Systemic Chemotherapy in Urothelial Urinary Bladder Cancer. [Online] 2013 [Cited 2013 Nov 18th] available from http:

http://www.moffitt.org/File%20Library/Main%20Nav/Research%20and%20Clinical %20Trials/Cancer%20Control%20Journal/v20n3/200.pdf

Anda mungkin juga menyukai