Anda di halaman 1dari 10

A.

Latar Belakang
Kulit dan mukosa memiliki kontak dan mekanisme pertahanan terhadap agresi kimia,
fisik, dan biologis secara terus menerus. Pemeliharaan integritas seluler, serta semua
mekanisme kekebalan, apakah bawaan lahir (lipid kulit dan membran plasma, misalnya)
atau spesifik (sintesis sitokin, enzim atau sel proliferasi), melibatkan serangkaian reaksi
kimia yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) - molekul sangat reaktif yang
dapat dengan cepat mengubah molekul yang mendasar menjadi homeostasis kulit, seperti
protein, lipid, atau DNA. Mekanisme antioksidan endogen atau eksogen bertindak
dengan menetralkan molekul-molekul reaktif ini. Ketidakseimbangan netralisasi ini
memiliki banyak konsekuensi: radikal bebas terlibat dalam etiopatogenesis berbagai
dermatosis, juga seperti pada proses penuaan dan pada permulaan neoplasias kulit.
Antioxidants in dermatology
Sebagai organ paling luar tubuh, kulit langsung terpapar dengan lingkungan
prooksidan seperti radiasi ultraviolet, obat, polusi udara, dan asap rokok. Cosmeceuticals
and Active Cosmetics. Paparan lingkungan ini memicu pembentukan radikal bebas yang
disebut juga reactive oxygen spesies (ROS). Dreher F, Thiele J. Antioxidants. In: Baran
R, Maibach HI, editors. Textbook of Cosmetic Dermatology. 4th ed. London: Taylor and
Francis; 2010. p. 115-22. Selain disebabkan faktor eksogen, radikal bebas juga dibentuk
secara alamiah melalui metabolisme sel fisiologis. Cosmetic Science and Technology
Radikal bebas dibentuk apabila molekul oksigen mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan. Mekanisme kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas
cukup kompleks melalui reaksi berantai hingga terjadi stres oksidatif yang menyebabkan
kerusakan sel. Dreher F, Thiele J. Antioxidants. In: Baran R, Maibach HI, editors.
Textbook of Cosmetic Dermatology. 4th ed. London: Taylor and Francis; 2010. p. 115-
22. Pengetahuan mengenai radikal bebas ini menuntun kita pada peran radikal bebas
terhadap kelainan kulit. Antioksidan dalam dermatologi
Tubuh memiliki antioksidan sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas yang terbentuk. Antioksidan merupakan inhibitor proses oksidasi, bahkan
pada konsentrasi yang relatif kecil. Antioksidan ini dapat berkurang dan habis dengan
cepat, menyebakan gangguan pada status equilibrium dari sistem prooksidan dan
antioksidan pada sel intak. Cosmetic Science and Technology Faktor yang berperanan
atas penurunan produksi antioksidan adalah infeksi bakteri, virus atau inflamasi kronik
dan proses penuaan.
Proses yang terjadi akibat ROS ini menjadi perhatian penting seiring angka harapan
hidup yang semakin meningkat. Proporsi penduduk usia lanjut mengalami peningkatan
signifikan, proporsi individu usia diatas 55 tahun diperkirakan sebesar 31% populasi
pada tahun 2030 di Amerika Serikat. Pergeseran demografi ini juga diperkirakan sama di
Eropa dan Jepang. Prediksi persentase penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun
2020 diperkirakan mencapai angka 11,34% atau 28,8 juta orang. Penambahan
antioksidan dalam diet ataupun langsung digunakan pada kulit secara topikal untuk
mencegah pembentukan radikal bebas secara teoritis memberikan manfaat. Hal inilah
yang mendorong banyak farmasi memproduksi berbagai antioksidan dalam diet ataupun
langsung digunakan pada kulit secara topikal, sekitar 70% populasi di Amerika Serikat
diperkirakan menggunakan antioksidan.
Penggunaan antioksidan yang tepat harus dipertimbangkan dalam situasi ini dimana
bukti manfaatnya telah tebukti dalam beberapa dekade terakhir. Antioxidants in
dermatology Namun masih banyak kontrovensi mengenai penggunaan antioksidan.
Terdapat beberapa teori yang membahas cara kerja antioksidan dan manfaatnya dalam
bidang dermatologi. Antioksidan bekerja secara sinergis menstabilkan radikal bebas yang
berperanan pada proses photoaging, karsinogenesis dan imunosupresi. Bauman L,
Allemann IB. Antioxidants. In: Weisberg, E. editor. Cosmetic Dermatology Principles
and Practice. 2nd ed. New York: Mc GrawHill; 2009. p. 292-311.
(https://books.google.co.id/books?id=JANbcDi89VoC&printsec=frontcover&source=gbs
_ViewAPI&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false)

B. Teori Radikal Bebas


Radikal bebas atau ROS adalah molekul yang terbentuk ketika molekul oksigen
bergabung dengan molekul lain menghasilkan elektron ganjil. Molekul oksigen memiliki
elektron berpasangan yang stabil, bila terdapat elektron tidak berpasangan pada orbit
luarnya maka oksigen akan bersifat reaktif dan tidak stabil. Bauman L, Allemann IB.
Antioxidants. In: Weisberg, E. editor. Cosmetic Dermatology Principles and Practice.
2nd ed. New York: Mc GrawHill; 2009. p. 292-311.
(https://books.google.co.id/books?id=JANbcDi89VoC&printsec=frontcover&source=gbs
_ViewAPI&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false) Molekul oksigen yang tidak berpasangan
ini akan mencari dan merebut elektron dari komponen vital didekatnya untuk
melepaskan energi ekstra dan kembali ke kondisi stabil. Apabila radikal bebas tidak
berikatan dengan antioksidan maka reaksi oksidasi akan terus berlanjut atau membentuk
kaskade yang menyebabkan kerusakan sel (Gambar 1). Pai VV, et al. Antioxidants in
dermatology. Indian Dermatol Online J. 2014; 5(2): 210-4.

Gambar 1. Pembentukan radikal bebas dan peran antioksidan menstabilkan radikal


bebas.10

Bentuk ROS yang dikenal adalah singlet oxygen (1O2), anion superoksida (O2‾),
hidrogen peroksida (H2O2) dan hidroksil (OH‾) (4). Singlet oxygen adalah oksigen yang
mempunyai satu elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya dan memiliki tingkat
energi lebih besar, sehingga membentuk oksigen yang lebih reaktif. Singlet oxygen
memiliki dua pilihan yaitu mentransfer energi tersebut ke bahan organik disekitarnya
atau terus membentuk oxygen spesies yang lebih reaktif. Anion superoksida dibentuk bila
satu elektron ditambahkan pada atom oksigen. Hidrogen peroksida dibentuk bila O2‾
mendapat elektron lain ditambahkan dua atom oksigen dan dua atom hidrogen. Hidrogen
peroksida memiliki life span hingga dengan 10 detik, waktu ini pada skala molekular
sangat lama sehingga menyebabkan kerusakan sel.8 Apabila satu elektron ditambahkan
lagi maka akan terbentuk hidroksil yang memiliki life span sangat singkat yaitu 10-9
detik tetapi merupakan bentuk oksidan paling reaktif dan memiliki afinitas paling tinggi
(Gambar 2). Antioksidan dalam dermatologi
Gambar 2. Pembentukan ROS.

ROS terbentuk secara endogen atau fisiologis dan eksogen. ROS endogen terbentuk
secara fisiologis dari hasil metabolisme normal tubuh. ROS ini dapat dibentuk dari
sumber enzimatik dan non enzimatik. Sumber endogen enzimatik ROS berasal dari
metabolisme oksigen pada mitokondria yaitu mitokondrial oksidase, monoamin oksidase,
mieloperoksidase, xantin oksidase dan nitrit oksida sintatase. Pada proses metabolisme
oksidatif mitokondria glukosa akan dipecah menjadi adenosin trifosfat (ATP) dan air.
Sebagai reaksi samping molekul oksigen juga akan dikonversi menjadi anion
superoksida yang merupakan ROS poten. Diperkirakan bahwa 1% sampai 2% oksigen
dalam sel menghasilkan anion superoksida. Selain proses degenerasi ATP, ROS juga
dihasilkan oleh xantin oksidase yang mendegradasi nukleotida purin dan mengakatalisis
hipoksantin menjadi xantin lalu menjadi asam urat oleh nitrit oksida sintase untuk
memproduksi nitrit oksida. Pada proses ini akan terbentuk sejumlah besar anion
superoksida yang akan dikonversi secara spontan oleh superoksida dismutase (SOD)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2). Antioksidan dalam dermatologi
Sumber endogen nonenzimatik ROS adalah hidrogen peroksida yang merupakan
kunci reaksi Fenton. Pada reaksi Fenton hidrogen peroksida bereaksi dengan besi atau
tembaga dan terbentuk radikal hidroksil (OH-) yang merupakan ROS paling tidak stabil.
Faktor eksogen berasal dari sumber lingkungan seperti radiasi ultraviolet, obat, polusi
udara dan asap rokok (Gambar 3). Pembentukan ROS paling banyak disebabkan UVA.
Pajanan UV berarti terdapat transmisi foton energik melalui lapisan kulit dan diabsorbsi
molekul sel kromofor atau photosensitizer sehingga timbul efek biologik. Ultraviolet A
bereaksi dengan photosensitizer atau kromofor pada kulit, seperti sitokrom, riboflavin,
heme dan porfirin. Kromofor menyerap energi dari panjang gelombang UVA. Energi
dilepaskan sehingga stabil dengan mentransfer molekul oksigen dan terbentuk singlet
oxygen dan ROS lain. Polutan lingkungan seperti hidrokarbon aromatik polisiklik dapat
diubah menjadi ROS diperantarai quinon. Suatu penelitian in vitro dan in vivo
memperlihatkan hidrokarbon aromatik polisiklik dan benzoapyrene bekerja sebagai
photosensitizer bersama paparan UVA secara sinergis menghasilkan superoksida dan
singlet oxygen. Tubuh memiliki antioksidan sebagai pertahanan untuk menetralisir
radikal bebas baik dari eksogen maupun endogen, tetapi seiring pertambahan usia dan
akumulasi ROS bertambah banyak efektivitas sistem ini berkurang.4,12
Ketidakseimbangan faktor prooksidan (ROS) dan antioksidan menyebabkan stres
oksidatif, menyebabkan kerusakan seluler pada lipid, karbohidrat protein, dan struktur
DNA irreversibel (Gambar 3). Pada lipid terjadi proses peroksidasi oleh enzim lipid
peroksidase dengan mengambil atom hidrogen yang berasal dari poly unsaturated fatty
acid (PUVA), sehingga membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
rentan terhadap oksidasi. Proses peroksidasi pada lipid menyebabkan pembentukan
radikal peroksil. Radikal peroksil ini apabila tidak distabilkan akan menyerang molekul
lipid lain sehingga mempengaruhi integritas dan permeabilitas membran sel sehingga
terjadi kerusakan membran sel. Pada karbohidrat terbentuk radikal bebas karbon bebas
dan hidrogen bebas. Radikal bebas ini mengikat komponen karbohidrat membran plasma
secara kovalen sehingga membentuk carbon centered radical. Carbon centered radical
berinteraksi dengan molekul karbohidrat lain sehingga terjadi reaksi rantai autokatalitik
dan menyebabkan kerusakan membran sel. Proses oksidasi pada protein akan
membentuk radikal bebas berupa alkilperoksida dan radikal karbonil. Alkilperoksida
menyebabkan fragmentasi protein sedangkan radikal karbonil menyebabkan pemecahan
rantai polipeptida sehingga meningkatkan proses proteolisis. Pai VV, et al. Antioxidants
in dermatology. Indian Dermatol Online J. 2014; 5(2): 210-4.
ROS berperan dalam proses photoaging, imunosupresi dan karsinogenesis.4
Akumulasi ROS menyebabkan terjadi stres oksidatif yang menginduksi ekspresi sitokin
proinflamasi dan growth factor. Ekspresi tersebut menyebabkan upregulasi hypoxia-
inducible factor (HIFs), nuclear factor-κB (NF-κB) dan transforming growth factor β
(TGFβ). ROS menginduksi faktor transkripsi c-Jun dan c-FOS melalui MAPK (mitogen-
activated protein kinase). Induksi ini mengaktifkan faktor transkripsi activator protein 1
(AP-1). Activator protein-1 (AP-1), NF-κβ dan TGFβ menyebabkan upregulasi matrix
metalloprotein (MMP) yaitu MMP-1, MMP-3, MMP-8 dan MMP-9. Enzim protease
menurunkan produksi kolagen, meningkatkan pemecahan kolagen dan akumulasi elastin
matriks ekstraseluler sehingga terjadi photoanging (Gambar 4). Bauman L, Allemann IB.
Antioxidants. In: Weisberg, E. editor. Cosmetic Dermatology Principles and Practice.
2nd ed. New York: Mc GrawHill; 2009. p. 292-311.
(https://books.google.co.id/books?id=JANbcDi89VoC&printsec=frontcover&source=gbs
_ViewAPI&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false)

Gambar 3. Pembentukan ROS4


Gambar 4. Mekanisme ROS pada fotoaging4

C. Hubungan Antioksidan dan Kulit


Pada kulit yang sehat, praktis semua jenis sel kulit menghasilkan spesies oksigen
reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS). Radikal bebas ini adalah efektor yang
sangat diperlukan dalam jalur homeostasis menuju proliferasi sel, diferensiasi, penuaan,
dan kematian. Jaringan kompleks dari antioksidan endogen mempertahankan
homeostasis dengan menetralkan radikal bebas ini dari penyebab kerusakan sel. Saat
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen hilang, maka dapat
menghasilkan fenomena yang disebut stres oksidatif. Stres oksidatif kronis telah diduga
sebagai penyebab atau konsekuensi banyak penyakit manusia baik akut dan kronis
misalnya kegemukan,penyakit kardiovaskular, kanker, paru-paru akut cedera, degenerasi
retina, penyakit Alzheimer, Penyakit Parkinson dan multiple sclerosis. Stres oksidatif
juga berperan dalam berbagai gangguan dermatologis seperti penuaan kulit misalnya,
solar elastosis, kerutan dalam, tekstur kasar, telangiectasia dan pigmentasi, psoriasis,
dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, vitiligo, jerawat vulgaris, pemfigus vulgaris
(PV), lichen planus, alopecia areata, dan melanoma.
Berbagai mekanisme patogen bertanggung jawab atas lesi ini seperti induksi faktor
transkripsi itu termasuk protein Activator (AP-1) dan faktor Nuklir κB (NF ‐ κB) yang
bertanggung jawab untuk perubahan inflamasi, metalloprotei nase (MMP) seperti
kolagenase yang menyebabkan penurunan produksi kolagen, peningkatan pemecahan
kolagen, dan peningkatan akumulasi elastin yang menghasilkan fitur
penuaan dan terakhir diaktifkan protein kinase aktif (MAPK),
yang merupakan salah satu faktor penyebab kanker kulit. [6]
D. Hubungan Antioksidan dan Imunitas
Terdapat dua jenis sistem imunitas yang diketahui; bawaan (Alami) dan didapat
(adaptif). Komponen seluler sistem imunitas alami terdiri dari monosit (fagosit
mononuklear), neutrofil (leukosit polimorfonuklear, PMN), dan sel pembunuh alami
(NKC). Sel-sel ini menggunakan komplemen kaskade sebagai mekanisme efektor protein
utama, serta berbagai protein pengenalan seperti C-reaktif protein dan protein amiloid,
dan yang lain. Protein ini mampu mengikat struktur karbohidrat yang ada pada bakteri
tetapi tidak pada sel eukariotik. NKC, garis pertahanan pertama melawan virus, tidak
hanya meningkat dengan usia tetapi tetap aktif secara fungsional. Sistem imunitas
melibatkan beberapa subtipe limfosit dan menggunakan antibodi sebagai protein efektor.
Sel-T reseptor dan antibodi adalah molekul pengenalan. Limfosit B mengenali
karbohidrat, protein, dan beberapa struktur kimia yang relatif sederhana Limfosit T
hanya mengenali peptida.
Dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi semakin jelas bahwa radikal bebas
memainkan peran penting dalam berbagai hal normal jalur regulasi. Namun, disregulasi
mungkin memainkan peran penting dalam imflamasi. Jadi, keseimbangan oksidan-
antioksidan sangat penting untuk fungsi sel kekebalan tubuh karena mempertahankan
integritas membran sel dan fungsi, protein seluler, dan asam nukleat. Apalagi
keseimbangan ini penting dalam pengendalian transduksi sinyal dan ekspresi gen.
Sel kekebalan sangat sensitif terhadap oksidatif stres karena tingginya persentasi asam
lemak tak jenuh ganda dalam membran plasma mereka dan produksi lebih tinggi spesies
oksigen reaktif (ROS), yang merupakan bagian dari fungsi normal. Bahkan, pensinyalan
terkait membran dan ekspresi gen penting dalam mempertahankan fungsi normal sel-sel
kekebalan tubuh dan kemampuan mereka untuk bertahan melawan berbagai asing
antigen. Namun, fungsi-fungsi ini sangat sensitif ke ROS. Alhasil, sel-sel sistem
kekebalan tubuh umumnya memiliki konsentrasi mikronutrien antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan dari sel lain. Review: Free Radicals, Antioxidants, and the Immune
System
Tubuh berada di bawah kontrol keseimbangan dinamis antara radikal bebas dan
pendinginan. Jika keseimbangan antara produksi radikal bebas dan pertahanan
antioksidan berkurang, sel-sel imunitas akan memiliki efek buruk pada fungsi tubuh dan
menderita korosi dan pastti terkait dengan tekanan oksigen. Radikal bebas diproduksi
selama metabolisme seluler normal dan konsekuensi dari metabolisme obat-obatan
tertentu atau xenobiotik. Aktivitas berbahaya dari radikal bebas berkorelasi dengan
kerusakan membran, DNA, dan enzim. Stres oksidatif merupakan aspek utama yang
berkontribusi terhadap tingginya angka kematian yang berhubungan dengan disregulasi
imun dan menyebabkan beberapa penyakit dan sistem kekebalan tubuh terutama sensitif
terhadap stres oksidatif. Penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis meningkatkan
aktivitas leukosit dan fibroblas yang menciptakan spesies oksigen reaktif (ROS) dan
antioksidan telah berhasil digunakan sebagai terapi tambahan pada penyakit autoimun.
Selama berfungsinya sistem kekebalan, oksigen dan nitrogen reaktif diciptakan. Sel-sel
kekebalan tubuh menggunakan ROS untuk menjaga fungsinya dan karena itu
membutuhkan tingkat pertahanan antioksidan yang memadai secara berurutan untuk
menghindari efek berbahaya dari produksi ROS yang berlebihan. Metabolit oksigen
reaktif, monosit teraktivasi, dan neutrofil memancarkan hemoprotein myeloperoxidase ke
dalam ruang ekstraseluler, di mana ia mengkatalisasi oksidasi Cl- oleh Hidrogen
peroksida untuk menghasilkan asam hipoklorat yang merupakan zat pengoksidasi dan
klorinasi yang tidak spesifik yang bereaksi dengan cepat dengan sejenis senyawa
biologis, seperti asam lemak tak jenuh ganda dan DNA. Selain itu, terlepas dari efek
toksik langsungnya, oksidan yang berasal dari neutrofil dapat meningkatkan cedera
jaringan secara tidak langsung dengan mengubah keseimbangan protease-antiprotease
yang biasanya ada di interstitium usus. Inaktivasi oksidatif dari protease inhibitor utama,
dipasangkan dengan aktivasi oksidasi protease terselubung yang dimediasi oksidan,
menciptakan situasi yang menguntungkan untuk neutrofil yang memungkinkan degradasi
matriks interstitial di seluruh elastase, gelatinase dan kolagenase, serta cedera pada sel-
sel epitel. Dibandingkan dengan sel somatik lainnya, sel-sel imun mengandung vitamin
antioksidan tingkat tinggi karena kandungan asam lemak tak jenuh ganda yang tinggi dan
sensitif terhadap ROS eksternal, yang mungkin memberikan perlindungan terhadap
peroksidasi lipid dan penekanan kekebalan, yang keduanya diketahui berisiko yang
ditimbulkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh tinggi. Senyawa alami dari tanaman
obat yang memiliki aktivitas modulasi antioksidan dan kekebalan tubuh juga suplemen
makanan dengan antioksidan dapat membantu dalam situasi seperti itu. Nutrisi
antioksidan telah meningkatkan fungsi kekebalan pada orang tua dan muda. Kemampuan
antioksidan untuk menghancurkan radikal bebas melindungi integritas struktural sel dan
jaringan. Uji klinis terbaru telah menemukan bahwa suplementasi antioksidan dapat
meningkatkan reaksi imun. Suplementasi dengan vitamin antioksidan seperti vitamin C,
E, dan A atau beta karoten melindungi respon imun pada individu yang terpapar sumber
lingkungan radikal bebas. Selain itu vitamin dan selenium ini memiliki efek antioksidan
karena kemampuannya mengubah ROS menjadi senyawa yang konstan dan tidak
berbahaya atau dengan memulung spesies ROS dan nitrogen reaktif (RNS) dengan
mekanisme berbasis redoks. Saat keseimbangan antara ROS / RNS dan antioksidan
kembali pada keadaan awal, stres oksidatif / nitrosatif terjadi. Asupan vitamin dan unsur
antioksidan yang adekuat adalah penting untuk efisiensi sistem kekebalan tubuh baik Sel
T innate yang dimediasi oleh imun dan antibodi adaptif, sebagai konsekuensi dari
keseimbangan host. Suplemen vitamin E meningkatkan titer antibodi untuk vaksin
tetanus dan hepatitis B, sehingga meningkatkan fungsi sel T yang dimediasi. Vitamin
juga menekan Fas dan Fas ligan mengekspresi ligan mRNA dan melindungi sel T dari
HIV tipe 1 pada individu yang terinfeksi dari Fas yang dimediasi apoptosis. Administrasi
antioksidan N-asetil sistein menginduksi penurunan ekspresi sel mast baik
imunoglobulin E dan interleukin 4. Kesimpulan ini telah terbukti memiliki sifat
pemulihan kekebalan karena mempengaruhi sistem T helper tipe 1 (Th1) / T helper tipe 2
(Th2) dengan menghambat respon Th2. Nutrisi antioksidan, khususnya polifenol,
terbukti meningkatkan enzim antioksidan seperti ekspresi HO-1 dalam berbagai sistem in
vitro dan potensi memanfaatkan zat alami ini untuk mengatur respon imun harus
diperhatikan dengan cermat. Anehnya, quinone lain dan senyawa asam carnosic
memulihkan potensi antioksidan kuat. Banyak peneliti berpendapat vitamin
meningkatkan aktivasi sel yang terlibat dalam kekebalan tumor pada orang tua. Selain itu
efek vitamin A mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan infeksi
campak pada anak-anak. Positive effect of antioxidants on immune system

Anda mungkin juga menyukai