OLEH :
KELOMPOK 8
SEMESTER 6A
2020
KATA PENGATAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi petunjuk dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “TATA LAKSANA HIV PADA ANAK DAN ORANG DEWASA”
Kami menyadari sepenuhnya bahwa susunan dan materi yang terkandung di dalam
makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu
kami harapkan dengan senang hati dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……...…………………………………………….……............i
DAFTAR ISI.…………………...…………………………………………................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...…………………………………………..…….........1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………...………………………...........1
1.3 TUJUAN.......………………...……………………………………..................1
1.4 MANFAAT......……………...……………………………………...................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 TATA LAKSANA HIV PADA ORANG DEWASA………………………....4
2.2 TATA LAKSANA HIV PADA ANAK...…………………..............................9
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran teoritis tentang tatalaksana
HIV pada anak dan orang dewasa.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu memahami tatalaksana HIV pada anak.
2. Mampu memahami tatalaksana HIV pada orang dewasa.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi mahasiswa
Sebagai informasi dan refrensi untuk memahami tatalaksana HIV pada anak dan
orang dewasa. Pemahaman ini sangat penting sebagai modal utama dalam
menghadapu kasus di lapangan.
BAB II
PEMBAHASAN
.
G. Positive Prevention
Sangat penting untuk disadari bahwa penurunan jumlah virus akibat terapi ARV
harus disertai dengan perubahan perilaku berisiko. Dengan demikian terapi ARV harus
disertai dengan pencegahan lain seperti, penggunaan kondom, perilaku seks dan
NAPZA yang aman, pengobatan IMS dengan paduan yang tepat.
H. Kesiapan menerima terapi antiretroviral
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk kelayanan PDP untuk
menjalankan serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian
imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut dilakukan untuk:
Stadium klinis harus dinilai pada saat kunjungan awal dan setiap kali kunjungan untuk
penentuan terapi ARV dengan lebih tepat waktu.
Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi
pemeriksaan klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO
dan terapi ARV.Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3/tahun, dengan
peningkatan setelah pemberian ARV antara 50 –100 sel/mm3/tahun. Jumlah limfosit total
(TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.
Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling
kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidupnya.
Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah CD4 di bawah 200
sel/mm3maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol (1x960mg sebagai pencegahan
IO) 2 minggusebelum terapi ARV. Hal ini dimaksudkan untuk: 1. Mengkaji kepatuhan pasien
untuk minum obat,dan 2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara
kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping
yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.
Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah dengan pemberian pengobatan
profilaksis. Terdapat dua macam pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan
profilaksis sekunder.
Penularan dari ibu ke anak (mother to child transmission) berperan utama dalam
penyebaran HIV pada anak. Bila seorang wanita yang telah terinfeksi HIV dan mengandung,
maka kemungkinan bayinya akan terinfeksi selama kehamilan atau saat proses melahirkan
per vaginam (secara normal). Selain itu, HIV juga bisa ditularkan melalui ASI.
Selain dari penularan ibu ke anak, beberapa anak dapat terkena HIV di dalam rumah
sakit atau situasi medis lain; misalnya melalui jarum suntik yang belum steril atau melalui
transfusi darah yang telah terinfeksi HIV. Di negara-negara yang lebih maju, masalah-
masalah ini telah diatasi, tapi di lingkup yang lebih miskin sumber daya hal tersebut masih
merupakan isu penting. Pada anak yang lebih tua, aktivitas seksual dan penggunaan narkoba
juga merupakan resiko untuk terinfeksi HIV.
b. Diagnosis
Umumnya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak sangat sulit, karena
pada bulan-bulan awal kehidupan, bayi bisa tampak sehat dan normal. Untuk
memastikan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan laboratorium yang tepat. Uji antibodi
HIV dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Bayi yang lahir dari
ibu penderita HIV, akan memiliki antibodi terhadap HIV yang didapat dari ibu
melalui tali pusat, dan bertahan di dalam darah bayi hingga usia 18 bulan (disebut
juga antibodi maternal). Karena antibodi maternal ini menunjukkan status infeksi HIV
ibu, bukan si bayi, maka uji antibodi HIV tidak begitu berguna pada bayi baru lahir
dan bayi di bawah usia 18 bulan. Akhir-akhir ini, ditemukan pemeriksaan untuk
mendiagnosis infeksi HIV pada bayi usia 6 bulan atau di bawahnya. Pemeriksaan ini
disebut tes PCR (polymerase chain reaction) HIV dan dapat dilakukan pada usia
berapapun. Diagnosis dini sangat penting, karena keadaan imunodefisiensi yang berat
dan mengancam kehidupan dapat terjadi dengan cepat. Tata laksana yang optimal
infeksi HIV pada bayi dan anak, memerlukan diagnosis yang tepat waktu dan akurat.
c. Pengobatan
Penanganan HIV positif pada bayi dan anak sangat sulit, tapi ada beberapa
pilihan terapi yang tersedia. Terapi antiretroviral (ARV) bekerja sangat baik pada
anak-anak, angka kematian anak yang terinfeksi HIV menurun sebanyak yang ada
pada dewasa. Menentukan waktu yang tepat untuk memulai terapi pada anak
merupakan hal yang sulit. Terapi yang lebih cepat dapat mencegah kerusakan sistem
imun. Meskipun demikian, pemberian ARV bukan merupakan gawat darurat. Yang
penting dalam penanganan HIV anak adalah kepatuhan minum obat yang merupakan
kunci keberhasilan pengobatan anak yang terinfeksi HIV dan mencegah terjadinya
resistensi (kebal terhadap obat).
Oleh karena penularan dari ibu ke anak berperan utama dalam penyebaran HIV pada anak,
maka cara utama untuk mencegah anak-anak terinfeksi HIV adalah dengan pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak. Program pencegahan transmisi dari ibu ke anak (prevention
of mother to child Bayi dan anak yang telah terinfeksi HIV harus ditangani oleh dokter anak
transmission of HIV/ PMTCT) dilakukan untuk menurunkan angka penderita infeksi HIV
pada anak. Program ini mencakup skrining HIV pada ibu hamil, pemberian ARV pada ibu
hamil dengan HIV positif, dan asuhan perawatan saat bayi lahir. Pada ibu hamil yang
menderita HIV, proses persalinan sebaiknya melalui operasi Caesar. Selain itu, oleh karena
virus HIV dapat ditularkan melalui ASI, maka sebaiknya ASI diganti dengan susu formula,
dan tidak menggabungkan pemberian keduanya. Ada beberapa imunisasi yang dapat
dilakukan pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV. Ada baiknya melakukan konsultasi
dengan dokter anak sebelum memberikan imunisasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Layanan terkait HIV meliputi upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini
dengan melakukan tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke fasyankes,
perawatan kronis bagi Odha dan dukungan lain dengan sistem rujukan ke berbagai
fasilitas layanan lain yang dibutuhkan Odha. Layanan perlu dilakukan secara
terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan. Infeksi HIV merupakan infeksi kronis
dengan berbagai macam infeksi oportunistik yang memiliki dampak sosial terkait stigma
dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan pendekatan tim.
3.2 Saran
Agar kita semua terhindar dari HIV/AIDS, maka kita harus berhati-hati memilih
pasangan hidup, jangan sampai kita menikah dengan pasangan yang mengicap HIV /
AIDS, karena selain dapat menular kepada diri kita sendiri juga dapat menular kepada
janin dalam kandungan kita. Kita juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik
secara bergantian dan tranfusi darah dengan darah yang sudah terpapar HIV.
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan, K., & Indonesia, R. (2014). Pedoman penerapan terapi hiv pada anak.