Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

E DENGAN DIAGNOSA MEDIS


IHD (ISCHEMIC HEART DISEASE) / PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DI RUANG SAKURA RSUD DR
DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :

Nuning Pratiwie (2017.C.09a.0903)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya sehingg saya
dapat menyelesaikan pembuatan laporan ini. Di laporan ini memaparkan beberapa hal terkait
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS IHD
(ISCHEMIC HEART DISEASE) / PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DI RUANG SAKURA RSUD DR
DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA ”. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak telah memberikan motivasi baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
laporan agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan ini ke depannya.

PalangkaRaya, 24 Juni 2019

Penyusun
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi IHD (Ischemic Heart Disease) / Penyakit Jantung Iskemik
Yaitu penyakit jantung iskemik, keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot
jantung yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan
dapat menjalar ke lengan serta rahang.Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit
karena plak ateromatosa.Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil,
operasi bypass perlu dipertimbangkan.
Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua mempunyai
kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Andrew Selwyn/Wugene
Braunwald, 2002)

a. Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung
(Arif Mansjoer dkk, 2001)
b. Infark adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen
berkepanjangan (Carwin.J. Elizabet, 2001)
c. Infark miokard adalah proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Suddart, 2002)
d. Infark miokard adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan suplai
oksigen ke myocord (Wayan, I Sudarta, 2007)

Ischemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen pada jaringan yang bersifat
sementara dan reversibel. Ischemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau
nekrosis. (Muttaqin.2009)

Ischemia adalah suplai darah yang tidak adekuat ke suatu daerah. Jika
mengalami ischemia, jaringan tersebut akan kehilangan suplai oksigen dan zat-zat makanan
yang dibutuhkan. (Price &Wilson. 2005)

Ischemic Heart Disease (IHD) atau penyakit jantung ischemik adalah


ketidakseimbangan antara kebutuhan perfusi jantung dan pasokan darah teroksigenasi dari
arteri koronaria. Hasilnya bisa berupa iskemia miokard transien (angina) atau ischemia
berkepanjangan yang mengakibatkan kerusakan miosit (sindrom koroner akut). (Brashers.
2007)
Iskemia miokard adalah kondisi pada saat jantung tidak mendapatan oksigen secara
adekuat, menyebabkan gelombang T membesar (puncaknya semakin tinggi, intervalnya
semakin lebar) dan terbalik akibat gangguan repolarisasi yang lambat. (Smeltzer. 2002).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Jantung adalah organ otot dengan 4 ruang yang terletak di rongga dada dibawah
perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.Jantung dilapisi kantung longgar
berisi cairan disebut perikardium keempat ruang jantung tersebut adalah atrium kiri dan dan
kanan serta ventrikel kiri dan kanan.
Tujuan sistem kordiovaskuler adalah untuk mengambil oksigen di paru-paru dan zat-
zat gizi yang diserap dari usus untuk disalurkan ke semua sel tubuh. Pada saat yang sama,
sistem kardiovaskuler mengangkut produk-produk sisa metabolik yang dihasilkan oleh setiap
sel untuk dibuang melalui paruatau ginjal.
Sisi kiri jantung memompa darah ke seluruh tubuh kecuali sel-sel yang berperan
dalam pertukaran gas di paru. Ini disebut sirkulasi sistemik, sisi kanan jantung memompa
darah ke paru untuk mendapat oksigen ini disebut sirkulasi paru (pulmoner)
Arteri pulmonaris dan aorta adalah pembuluh-pembuluh yang berotot membesar saat
aliran darah dari ventrikel datang.Tekaan sistolik adalah tekanan darah arteri yang dihasilkan
selama kontraksi ventrikel.Tekanan diastolik adalah tekanan darah arteri yang dihasilkan
sewaktu ventrikel melemas.
Bunyi jantung pertama terdengar saat katup AV (katup mitralis dan semilunaris)
tertutup karena ventrikel.Bunyinya sedikit memanjang bernada rendah.Bunyi jantung kedua
belangsung lebih singkat dan timbul saat katupoutlet dari vertikel, pulmonaris dan aorta
menutup. Bunyi jantng III dan IV kadang-kadang terdengar , berkaitan dengan bunyi getaran
aliran darah di ventrikel (bunyi III, I dan masuk atrium bunyi IV).
Medula adrenal adalah suatu perluasan sistem saraf simpatis.Pada perangsangan
simpatis, medula melepaskan norepenfin dan epinefin kedalam sirkulasi.Hormon-hormon ini
mencapai jantung dan menimbulkan respon kronotropik dan morropik positif. (Corwin. J.
Elizabeth, 2001)
Jantung merupakan organ yang terdiri dari otot jantug. Otot jantung merupakan
jaringan yang istimewa karena jika dilihat bentuk dan susunannya sama dengan otot tentang
(lurik) tetapi cara kerjanya menyerupai otot polos di luar kesadaran (dipengaruhi susunan
saraf otonom. Bentuknya menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal
jantung) yang disebut basis cordis.Dibagian bawah agak runcing yang disebut apeks cordis.
Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya ±250-300 gr lapisan-
lapisan :

1. Endokardium :Lapisan jantung paling dalam terdiri dari jaringan endotel/selaput lendir

2. Miokardium : Lapisan ini jantung terdiri dari otot-ototjantung

3. Perikardium : Lapisan jantung paling luar yang merupakan lapisan pembungkus terdiri
dari lapisan yaitu lapisan perieatal dan viseral.

2.1.3 Etiologi
Terlapisnya suatu plak ateroskerotik dari salah satu arteri koroner dan kemudian
tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang
dperdarahi oleh pembuluh darah tersebut.
IHD juga bisa terjadi apabila lesi membaik yang melekat ke suatu arteri yang rusak
membesar dan menyumbat total aliran darah ke bagian hilir atau apabila suatu ruang jantung
mengalami hipetrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat dipenuhi.
Faktor resiko IHD:
a. Riwayat
b. Hipertensi, DM
c. Perokok, obesitas
d. Kadar kolesterol darah tinggi
e. Stress

Faktor pencetus
a. Kelelahan dan stress emosional
(Corwin, J Elizabeth, 2001)

2.1.4 Patofisiologi
Arteri koronaria merupakan satu – satunya arteri yang menyuplai darah pada seluruh
bagian jantung melalui cabang – cabang intramiokardial yang kecil. Arteri koroner menerima
sekitar 5% darah dari curah jantung dan bias meningkat sampai 25% sesuai kubutuhan
miokard. Gangguan pada arteri koronaria menyebabkan suplai darah yang membawa nutrisi
dan oksigen ke jaringan miokard juga terganggu. Berkurangnya suplai darah pada arteri
koronaria adalah pemicu terjadinya ischemic mikard. Berkurangnya aliran darah dalam arteri
koronaria dapat berupa aterosklerosis. Struktur anatomi arteri koronaria membuatnya rentan
terhadap mekanisme aterosklerosis. diameternya yang kecil dan dinding Arteri koronaria
yang terbentuk oleh jaringan yang berpilin dan berkelok kelok saat memasuki jantung,
menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma. Ateroma yang terbentuk
menyebabkan suplai darah ke jaringan miokard menurun. Akibatnya nutrisi dan oksigen yang
menuju ke jaringan juga menurun.

Aterosklerosis sebenarnya sudah dimulai sejak usia anak – anak, tetapi proses ini
memerlukan waktu bertahun – tahun sampai membentuk suatu mature plaks yang
menyebabkan munculnya gejala klinis nyeri angina di kemudian hari. Tetapi, sebagian besar
plak yang ada pada pembuluh darah koroner relatif tidak berbahaya, plak ini hanya
mempersempit lumen pembuluh darah tetapi suplai oksigen ke miokard jantung masih dapat
terpenuhi dengan meningkatkan aliran darah melalui arteri koronaria. Gejala iskemik berupa
angina akan muncul pada saat pembuluh darah koronaria berkonstriksi atau terjadi spasme.
Klien dengan angina akan tetap stabil dan hidup lama sepanjang plak yang dimiliki juga
bersifat stabil atau hanya berkembang perlahan – lahan. Penelitian menunjukkan bahwa
stabilitas plak sangat bergantung pada komposisi dan kandungan seluler plak itu sendiri.
Kolagen yang dihasilkan oleh sel otot polos menunjang stabilitas plak, sedangkan lipid dan
makrofag bersifat mendestabilisasi plak, sehingga membuat plak menjadi lebih mudah
hancur. Koyaknya plak yang disertai trombosis merupakan penyebab utama sindrom koroner
akut yang terdiri atas angina tak stabil (plak terlepas dan menyumbat arteri koronaria yang
lebih halus), infark miokard dan mati mendadak.

Besarnya suplai oksigen dengan kebutuhan akan oksigen haruslah seimbang.


Pengukuran suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen dapat mengganggu
keseimbangan ini dan membahayakan fungsi miokardium. Ada 4 faktor utama yang
menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium yaitu :

1. Frekuensi denyut jantung


2. Daya kontraksi
3. Massa otot
4. Tegangan dinding ventrikel

Tegangan atau beban akhir merupakan fungsi variabel – variabel yang ditemukan pada
persamaan leplace, yaitu : tekanan intraventrikel, radius ventrikel dan tebal ventrikel. Oleh
karena itu, kerja jantung dan kebutuhan oksigen akan meningkat pada takikardia (denyut
jantung yang cepat) dan peningkatan daya kontraksi, hipertensi, hipertrofi serta dilatasi
ventrikel.
Bila kebutuhan oksigen mikardium meningkat, maka suplai oksigen juga harus
meningkat. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran
pembuluh koroner haruslah ditingkatkan, karena ekstraksi oksigen miokardium dari darah
arteri hampir maksimal pada keadaan istirahat. Rangsangan yang paling kuat untuk
mendilatasi arteri koronaria dan meningkatkan aliran pembuluh koroner adalah hipoksia
jaringan lokal. Pembuluh koronaria normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah.

Iskemia adalah suatu keadaan kekuranga oksigen pada jaringan yang bersifat sementara
dan reversibel. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Secara
klinis, nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark miokardium.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Ischemic miocard akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, mulai dari
rasa tertekan pada dada atas sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut. Nyeri sangat
terasa pada dada di daerah belakang sternum atau sternum tengah (retrosternal). Meskipun
rasa nyeri biasanya terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke leher, dagu, bahu
dan aspek dalam ekstremitas atas. Pasien biasanya memperlihatkan rasa sesak, tercekik
dengan kualitas yang terus – menerus. Rasa lemah atau baal di lengan atas, pergelangan
tangan dan tangan akan menyertai serangan nyer. Selama terjadi nyeri fisik, pasien mungkin
merasa akan segera meninggal. Karakteristik utama nyeri angina adalah nyeri tersebut akan
berkurang apabila faktor presipitasinya dihilangkan. (Smeltzer, 2002).

Tabel 2.1 Tipe Angina dan Karakteristiknya

Tipe Angina Karakteristik

Angina nonstabil Frekuensi, intensitas dan durasi serangan


angina meningkat secara progresif.
(angina prainfark, angina kreskedo)

Angina stabil kronis Dapat diperkirakan konsisten terjadi saat


latihan dan hilang dengan istirahat.

Angina noktural Nyeri terjadi saat malam hari, biasanya saat


tidur, dapat dikurangi dengan duduk tegak.
Biasanya akibat gagal ventrikel kiri

Angina dekubitus Angina saat berbaring

Angina refrakter atau intraktabel Angina yang sangat berat sampai tidak tertahan

Angina prinzmetal (varian : Nyeri angina yang bersifat spontan disertai


istirahat) elevasi segmen ST pada ECG, diduga
disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Berhubungan dengan risiko tinggi terjadinya
infark
Pada saat hipoksia, asam piruvat yang dihasilkan oleh glikolisis tidak masuk ke dalam
siklus krebs, tetapi berikatan dengan hidrogen dalam sitoplasma untuk membentuk asam
laktat. Dua molekul ATP yang terbentuk dari penguraian satu molekul glukosa menjadi asam
piruvat disediakan untuk menjaga sel tetap hidup tetapi penggunaan glukosa ini menjadi sia –
sia karena menyebabkan hilangnya 36 molekul ATP yang seharusnya terbentuk apabila asam
piruvat memasuki siklus krebs. (Crowin.2009)

Asam laktat yang yang dihasilkan secara terus menerus akan menumpuk dalam
kapiler jaringan sehingga merangsang ujung – ujung saraf nyeri pada miokard. Stimulus ini
akan diterima oleh sistem saraf simpatis aferen sehingga memberikan sensasi nyeri di daerah
substernal. Stimulasi silang pada saraf simpatis eferen lainnya menyebabkan nyeri menyebar
ke leher, rahang, bahu kiri atau lengan kiri. (Brashers. 2007)

2.1.6 Komplikasi
Perubahan yang terjadi pada beberapa menit pertama masih bersifat reversibel,
misalnya pembersihan penyumbatan dan reperfusi aliran darah akan mengembalikan fungsi
sel menjadi normal kembali. Namun bila penyumbatan terjadi pada waktu yang lebih lama,
mengakibatkan kerusakan miokard yang ireversibel. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30
– 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel dan kematian otot atau
nekrosis. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang
berpotensi dapat hidup.

Ischemic miokard yang tidak diperhatikan akan berdampak pada infark miokard.
Komplikasi yang dapat muncul akibat infark miokard adalah :

1. Gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah
serangan infark. Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi
ventrikel kanan atau gagal jantung kanan akan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.
Timbulnya lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi meliputi hal – hal berikut :
a. Penurunan perfusi perifer
b. Penurunan perfusi koroner
c. Peningkatan kongesti paru – paru
d. Hipotensi, asidos metabolik dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan
fungsi miokardium
e. Insiden syok kardiogenik adalah 10 – 15% pada klien pasca infark, sedangkan
kematian yang diakibatkannya mencapai 80 – 90%.
3. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial
maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat
lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar
dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vaskuler
paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu
diakkomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran
masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pada sisi kiri jantung tersebut mengakibatkan
konsekuensi yang berat.
Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi lebih kaku dan tidak dapat
mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Apabila segera dilakukan
tindakan cepat, serangan dapat dihentikan serta klien dapat selamat dari komplikasi
ini dan kekambuhan dapat dicegah. Untungnya edema paru biasanya tidak terjadi
mendadak, tetapi didahului oleh gejala kongesti yang dapat dipantau sebelumya.
4. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi sistemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup
mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik.
Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam
atrium kiri dengan dua akibat, yaitu pengurangan aliran ke aorta, serta peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena polmonalis.
Meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris juga dapat terjadi pada
ventrikel kanan. Hal ini akan mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis yang berat dan
gagal ventrikel kanan.
5. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum intraventrikular dapat menyebabkan ruptur dinding septum sehingga
terjadi defek septum ventrikel. Pada hakikatnya, ruptur membentuk saluran keluar
kedua dari ventrikel kiri pada setiap kontraksi ventrikel, kemudian aliran terpecah
menjadi dua, yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel.
Oleh karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar daripada jantung kanan, maka darah
akan bergeser melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya menuju daerah yang lebih rendah tekanannya. Darah yang dapat
dipindahkan ke jantung kanan cukup besar jumlahnya, sehingga jumlah darah yang
dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti paru.
6. Ruptur jantung
Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi
pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan jaringan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi
perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak elastic untuk
mengembang. Kantong perikardium yag terisi oleh darah menekan jantung, sehingga
menimbulkan apa yang dinamakan dengan tamponade jantung. Secara normal,
kantong perikardium berisi cairan sebanyak orang dari 50 cc. cairan perikardium akan
terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan gejala yang nyata. Namun,
perkembangan efusi yang cepat dapat merenggangkan perikardium sampai ukuran
maksimal dan menyebabkan penurunan curah jantung. Tamponade jantung ini akan
mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
7. Aneurisma ventrikel
Penonjolan miokardium paradox yang bersifat sementara pada iskemia miokardium
sering terjadi dan sekitar 15% klien yang menderita aneurisma ventrikel akan
menetap. Aneurisma ini biasanya terajadi pada permukaan anterior jantung atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang seperti balon pada setiap kali sistolik
dan terenggang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Sehingga mengakibatkan
fungsi jantung akan menjadi terganggu dan suplai darah ke seluruh organ tubuh juga
akan mengalami gangguan
8. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasat yang
merupakan perdisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombusmural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisme sistemik.
Kuragnya mobilitas klien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang
menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan
intravascular. Begitu klien meningkatkan aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah
thrombus dapat terlepas (thrombus yang terlepas dinamakan embolus) dan dapat
terbawa ke otak, ginjal, usus dan paru. Embolus ini dapat menyebabkan sumbatan
pada pembuluh darah yang kecil.
9. Emboli sistemik
Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskuler dapat
menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah ke
ekstremitas.
10. Perikarditis
Infark transmural (nekrosis pada semua lapisan miokardium) dapat membuat lapisan
epikardium menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan perikardium dan
menimbulkan reaksi peradangan. Kadang – kadang terjadi efusi pericardial atau
penimbunan cairan antara kedua lapisan. Penimbunan cairan ini biasanya tidak
sampai menyebabkan terjadinya tamponade jantung.
11. Aritmia
Henti jantung terjadi bila jantung tiba – tiba berhenti berdenyut. Akibatnya, terjadi
penghentian sirkulasi efektif. Pada aritmia, semua kerja jantung berhenti, terjadi
kontraksi otot yang tidak seirama (fibrilasi ventrikel), tejadi kehilangan kesadaran
mendadak, tidak ada denyutan, dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai
berdilatasi dalam 45 detik, kadang – kadang terjadi kejang. Terdapat interval waktu
sekitar 4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otot
menetap. Intervalnya dapat bervariasi tergantung usia klien. Selama periode tersebut,
diagnosis henti jantung harus sudah ditegakkan dan sirkulasi harus segera
dikembalikan.
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan jenis komplikasi yang paling sering
terjadi pada infark miokardium. Insiden gangguan ini sekitar 90%. Aritmia timbul
akibat perubahan elektrofisiologi sel – sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan depolarisasi spontan, sehingga
meningkatkan kecepatan denyut jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia ditegakkan
berdasarkan pada interpretasi elektrokardiogram.
Beberapa faktor predisposisi tingginya insiden aritmia pada penyakit aterosklerosis
adalah sebagai berikut :
a. Iskemia jaringan
b. Hipoksemia
c. Pengaruh sistem saraf otonom (misalnya perangsangan parasimpatis yang
mengurangi kecepatan denyut jantung
d. Gangguan metabolisme (misalnya asidosis laktat akibat gangguan perfusi jaringan)
e. Kelainan hemodinamik (misalnya penurunan perfusi koroner yang menyertai
hipertensi)
f. Obat – obatan (misalnya keracunan digitalis)
g. Ketidakseimbangan elektrolit (misalnya hipokalemia yang menyertai dieresis
berlebihan)

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Diagnosa iskemik miokard sering dibuat berdasarkan evaluasi manifestasi klinis nyeri
dan riwayat pasien. Pada nyeri angina dengan jenis tertentu, perubahan ECG dapat membantu
dalam membuat berbagai diagnosa angina. Respon pasien terhadap kerja berat dan stress juga
dapat diuji dengan pemantauan elektrokardiografi, pada saat klien bersepeda atau bersepeda
statis.

Pemeriksaan diagnosis yang dilakukan pada penderita dengan ischemic miokard yang
menunjukkan gejala nyeri angina antara lain :

1. Enzim / isoenzim jantung : meningkat, menunjukkan kerusakan miokard.


2. ECG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi dasar atau depresi pada segmen
ST gelombang T menunjukkan iskemia. Peninggian ST atau penurunan lebih dari
1 mm selama nyeri tanpa abnormalitas bila bebas nyeri menunjukkan iskemia
miokard transien. Disritmia dan blok jantung juga ada.
3. Pemantauan ECG 24 jam (Holter) : dilakukan untuk melihat episode nyeri
sehubungan dengan segmen ST berubah. Depresi ST tanpa nyeri menunjukkan
iskemia.
4. Foto dada : biasanya normal; namun infiltrate mungkin ada menujukkan
dekompensasi jantung atau komplikasi paru.
5. PCO2 kalium dan laktat miokard : mungkin meningkat selama serangan angina
(semua berperan dalam iskemia miokard dan dapat menimbulkannya).
6. Kolestrol ‘trigliserida serum : mungkin meningkat (faktor risiko CAD).
7. Pacu stress – takikardia atrial : dapat menunjukkan perubahan segmen ST.
LVEDP dapat meningkat atau masih statis dengan iskemia. Meninggi dengan
nyeri dada atau penurunan ST adalah diagnostic iskemia.
8. Pemerisaan pencitraan nuklir : thalium 201 : area iskemia tampak sebagai area
yang pengambilan taliumnya menurun.
9. Multigated imaging (MUGA) : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional, dan fraksi ejeksi.
10. Kateterisasi jantung dengan angiografi : diindikasikan pada pasien dengan
iskemia yang diketahui dengan angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien
dengan kolesterolemia dan penyakit jangung keluarga yang mengalami nyeri
dada, dan pasien dengan ECG istirahat normal. Hasil abnormal ada pada penyakit
katup, gangguan kontraktilitas, gagal ventrikel, dan abnormalitas
sirkulasi. Catatan : 10% pasien dengan angina tidak stabil mempunyai arteri
koronaria yang tampak normal.
11. Injeksi Ergonovine (Ergotrate): pasien yang mengalami angina saat istirahat
menunjukkan hiperplastik pembuluh koroner. (pasien dengan angina istirahat
biasanya mengalami nyeri dada, peninggian ST, atau depresi dan/ atau
peningkatan LVEDP, penurunan tekanan sistolik sistemik, dan / atau
penyempitan arteri koroner derajat tinggi. Beberapa pasien juga mengalami
disritmia ventrikuler berat).

2.1.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan penatalaksanaan medis iskemik miokard dengan angina pectoris adalah untuk
menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan supai oksigen. Secara
bedah tujuan ini dicapai melalui revaskulaisasi suplai darah jantung melalui jalan pintas arteri
koronaria atau angioplasty koroner transluminal perkutan (PTCA = percutaneus transluminal
coronary angioplasty). Biasanya dikombinasikan antara terapi medis dan pebedahan.

1) Istirahat total
2) Diet makanan lunak/saing serta rendah garam
3) Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena
4) Diberikan diuretik untuk meningkatkan aliran darah ginjal
5) Diberikan nitrat untuk mengurangi aliran balik vena dan melemaskan arteri
6) Oksigen 2-4 l/menit
7) Sedatif sedang seperti diazepam 3-4x 2-5 mg perhari. Pada insomnia dapat
ditambah fluratepam 15-30 mg
8) Anti koagulan.
9) Pain Managemen : Morfin 2,5 – 5 mg atau petidin 25-50 mg/m bisa diulang-
ulang. Lain-lain: nitra, antagonis kalsium, dan beta bloker
10) Resusitasi jantung paru bila terjadi fibrilasi jantung : Heparin 20.000-40.000
u/24jam iv tiap 4-6jam/drip iv dilakukan sesuai indikasi. Diteruskan aseta
kumoral/walfin

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.1.3 Pengkajian
1. Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu. Anamnesa mencakup identitas
klien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat
tinggal (Mc Farland & mc Farlane, 1997).
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM, diagnose medis, alamat.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba
atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan,
obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak ada BAK, glisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum),
dan gatal pada kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang
berulang. Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Baaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait
hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan enderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat
tinggal, area lingkungan rumah.
1.1.4 Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi pada miokard.
3. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan
dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR,
miocardial infark.
4. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
tekanan darah, hipovolemia.
5. Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess berhubungan dengan
penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi natrium, penurunan plasma
protein.
1.1.5 Intervensi
1. Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan
dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau peningkatan SVR,
miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan tindakan
keperawatan.
Intervensi
a. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi
berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia dan menurunnya curah
jantung. Perubahan juga terjadi pada TD(hipo/hiper) karena respon jantung.
b. Catat warna kulit dan kaji kualitas nadi
Sirkulasi perifer turun jika curah jantung turun. Membuat kulit pucat atau warna
abu-abu dan menurunnya kekuatan nadi
c. Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
Penghematan energy membantu menurunkan beban jantung
d. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan
anti disritmia.
Untuk hasil penunjang dan pengobatan lebih lanjut

2. Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan perfusi
jaringan.
Intervensi
a. Kaji adanya perubahan kesadaran
Untuk mengevaluasi kondisi pasien
b. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi
perifer.
Untuk mengetahui kondisi tugor pasien
c. Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
Untuk mendeteksi adanya komplikasi
d. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
Untuk mengevaluasi irama nafas pasien
e. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi).
Untuk mendeteksi terjadinya konstipasi

f. Monitor intake dan out put.


Untuk mengetahui balance cairan dalam tubuh
g. Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin dan elektrolit.
Untuk mendeteksi adanya kerusakan di gnjal

1.1.6 Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Hal
ini terjadi karena parawat belun terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa
yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. ( Zaidin, 2001 )

1.1.7 Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau
gagal.(Alfaro-LeFevre, 1994). Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana
keperawatan dapat diterima.Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu
evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall. (2000). Diagnosa keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakrta: Percetakan Mediaction Publishing

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, (1993) Proses keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Price, Sylvia Anderson. (1994). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit edsi 4.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai