Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Sistem II yang
diampu oleh Ns. Rudiyanto, S.Kep.,M.Kep

Nama Kelompok :
1. Andreas (2016.02.0)
2. Garindra Indrayana (2016.02.0)
3. Rima Ambarwati (2016.02.072)
4. Sintia Taubatul Fitri (2016.02.076)
5. Wahyu Santoso Hidayat (2016.02.081)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah pencurah kasih sayang tiada batas kepada yang
dikehendaki-Nya. Allah telah mencurahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan pada Pasien Syok Hipovolemik. Sholawat dan salam


semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi
syafaat dan pembawa kabar gembira.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang


bersangkutan dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini penulis
ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Sistem II Program
Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi. Penulis telah
berusaha sangat maksimal untuk memberikan yang terbaik, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang.

Dalam usaha menyelesaikan penulisan makalah ini tentu telah melibatkan


banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan
konstitusi yang positif demi terwujudnya sebuah karya yang baik. Semoga semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini mendapatkan sebaik-baik
pahala dari Allah. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, penulis berharap
semoga makalah ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya sehingga diharapkan dapat dijadikan
pedoman dan dapat dijadikan referensi.

Banyuwangi, 01 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman judul

Kata Pengantar ...................................................................................................... i

Daftar Isi................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3 Tujuan.................................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4

2.1 Konsep Syok Hipovolemia.................................................................. 4

2.2 Konsep Askep Kegawatdaruratan Syok Hipovolemia ........................ 21

2.3 Tinjauan Kasus .................................................................................... 29

BAB 3 TINJAUAN KASUS................................................................................ 32

BAB 4 PENUTUP................................................................................................ 41

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 41

3.2 Saran .................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Syok hipovolemik sampai saat ini merupakan salah satu penyebab

kematian di negara-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi

(Hidayatullo, dkk., 2016). Angka kematian pada pasien trauma yang

mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang

lengkap mencapai 94%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang

mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang

memadai mencapai 64% (Diantoro, 2014).

Menurut data dari WHO diare dengan jumlah korban 1,5 juta

jiwamasih menempati urutan ke 7 dari sepuluh penyebab kematian di dunia

dan disusul kecelakaan lalu lintas yang menempati urutan ke 9 dari sepuluh

penyebab kematian didunia dengan jumlah koban 1,3 juta orang (WHO,

2012). Di Indonesia sendiri angka kejadian diare mengalami penurunan dari

1.654 kasus pada tahun 2012 menjadi 646 kasus pada tahun 2013, akan tetapi

Jawa Tengah menempati peringkat pertama dengan jumlah kasus 294 pada

tahun 2013 (Hidayatullo, dkk., 2016). Sedangkan angka kejadian trauma

menurut Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010

didapatkansekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis

frakturyang berbeda dan penyebab yang berbeda. Hasil survei tim

KementrianKesehatan RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami

kematian,45% (RISKESDAS, 2013).

1
Pada pasien dengan syok hipovolemik dapat di lihat dari status

hemodinamiknya dimana sering didapati penurunan tekanan darah arteri

sistemik. Gangguan hemodinamik ini dapat dilihat daritekanan arteri sistolik

kurang dari 90 mm/Hg atau nilai MAP (Mean Arterial Pressure) kurang dari

70 mm/Hg, dengan kompensasi takikardi. Tanda selanjutnya dari syok

hipovolemik dapat dilihat dari penurunan perfusi jaringan, diantaranya kulit

(akral dingin, dengan vasokonstriksi dan sianosis), ginjal (output urin<0,5

ml/kgBB/jam). Pada sistem neurologis (perubahan status mental, yang

mencakup obtundation, disorentasi dan tampak bingung) yang diukur melalui

GCS (Glasgow Coma Scale) (Finfer, dkk., 2013).

Apabila syok hipovolemik tidak ditangani dengan segera dapat

mengakibatkan hipoksia, penurunan kesadaran karena berkurangnya suplai

darah keotak, kerusakan dan kematian jaringan yang irreversible dan berakhir

dengan kematian oleh karena berkurangnya volume sirkulasi dalam tubuh.

Oleh sebab itu syok hipovolemik harus segera mendapatkan penanganan yang

cepat, cermat, dan tepat untuk dapat mencegah kematian (Hidayatullo, dkk.,

2016).

Pemberian asuhan keperawatan yang tepat pada pasien syok

hipovolemik diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi atau dampak

negatif pada pasien. Dikarenakan dengan memberikan asuhan keperawatan

yang komprehensi dapat meningkatkan status kesehatan klien. Maka dari itu,

penulis menyusun makalah Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada

Pasien Syok Hipovolemik dengan batasan rumusan masalah bagaimana

asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien syok hipovolemik.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah:

Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien syok

hipovolemik ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

pasien syok hipovolemik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya cara pengkajian pada pasien syok hipovolemik.

2. Diketahuinya perumusan diagnosa keperawatan pada pasien syok

hipovolemik.

3. Diketahuinya internvensi yang harus diberikan pada pasien syok

hipovolemik.

4. Diketahuinya implementasi yang harus dilakukan pada pasien syok

hipovolemik.

5. Diketahuinya evaluasi asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

pasien syok hipovolemik.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Syok Hipovolemia

2.1.1 Definisi

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana

terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan

beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat

dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat (Dewi dan Rahayu,

2017).

Syok hipovolemik adalah suatu kondisi dimana terdapat

kehilangan volume sirkulasi afektif yang disebabkan oleh kehilangan

cairan eksternal akibat hemoragi dan perpindahan cairan internal seperti

dehidrasi berat, edema atau asites, dan kehilangan cairan akibat diare

atau muntah (Baughman dan Diane, 2000).

Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang ditandai dengan

penurunan volume intravaskuler. Cairan tubuh terkandung dalam

kompartemen intaselular dan ekstraselular. cairan tubuh ekstraselular

ditemukan dalam salah satu kompartemen intavaskular (didalam

pembuluh darah) dan interstisila (disekitar jaringan). Volume cairan

interstisial adala kira-kira 3 sampai 4 kali dari cairan intravaskuler.

Syok hipovolemik terjadi ketika terjadi penurunan volume inravaskuler

15-25%. Syok hipovolemik disebabkan kehilangan cairan eksternal

seperti hemoragi atau perpindahan cairan internal (Smeltzer dan Bare,

2002) .

4
2.1.2 Etiologi

Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat

dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat

terjadi akibat pendarahan masif atau kehilangan plasma darah.

Kekurangan volume darah sekitar 15-25 % biasanya akan menyebabkan

penurunan tekanan darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih

dari 45% umumnya fatal. Syok setelah trauma biasanya jenis

hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal-

atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus

yang mengembang, kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga

menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan

cairan berlebihan juga timbul pada pasien luka bakar yang luas

(Caterino, Jeffrey, Kahan, & Scott, 2003).

Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam 3

kelompok yaitu:

1. Pendarahan

a. Eksternal : Kehilangan darah karena pendarahan yang mengalir

keluar tubuh disebabkan oleh trauma tembus atau tumpul.

Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah besar. Misalnya, fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml pendarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 ml pendarahan.

b. Internal :

1) Hematom subkapsular

5
2) Aneurisma aorta pecah karena kelainan pembuluh darah

3) Pendarahan gastrointestinal

4) Perlukaan berganda

2. Kehilangan plasma

a. Luka bakar luas

b. Pankreatitis

c. Deskuamasi kulit

d. Sindrom dumping

e. DHF

f. Peritonitis

g. Obstruksi ileus

3. Kehilangan cairan ekstraseluler

a. Muntah (vomitus)

b. Dehidrasi

c. Diare

d. Terapi diuretik yang sangat agresif

e. Diabetes imsipidus

f. Infusiensi adrenal

(Nugraeni, 2017).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari syok hipovolemik menurut (Dewi dan

Rahayu, 2017) yaitu :

1. Penurunan volume cairan intravascular

6
2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload

dan stroke volume

3. Penurunan cardiac output

4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)

5. Kerusakan perfusi jaringan

6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel

7. Kegagalan multisistem organ

Secara khas, riwayat pasien meliputi kondisi-kondisi yang

menyebabkan penurunan volume darah, seperti gastrointestinal

hemoragi, trauma, diare berat dan muntah. Pengkajian yang didapatkan

meliputi: kulit pucat, penurunan sensori, pernafasan cepat dan dangkal,

urin output kkurang dari 25ml/jam, kulit teraba dingin, clammy skin,

MAP dibawah 60 mm Hg dan nadi melemah, penurunan CVP,

penurunan tekanan atrial kanan, penurunan PAWP, dan penurunan

cardiac output.

Tanda dan gejala syok hipovolemik berdasarkan pada jumlah

kehilangan volume darah, yaitu :

1. Hipovolemik ringan (≤20% dari volume darah)

a. Takikardi ringan.

b. Tekanan darah supinasi normal.

c. Penurunan sistole lebih dari 16 mmHg atau peningkatan denyut

nadi lebih dari 20 x/menit.

d. CRT >3 detik.

e. Urine output lebih dari 30 ml/jam.

7
f. Kulit pucat dan dingin.

2. Hipovolemik sedang (20-40% dari volume darah).

a. Nadi cepat dan lemah.

b. Hipotensi supinasi.

c. Kulit dingin.

d. Urin output 10-30 ml/jam.

e. Sangat kehausan.

f. Gelisah, bingung, cepat marah.

3. Hipovolemik berat (>40% dari volume darah)

a. Takikardi yang nyata.

b. Hippotensi yang nyata.

c. Nadi perifer lemah dan menghilang.

d. Kulit dingin dan sianosis.

e. Urin output kurang dari 10 ml/jam.

f. Penurunan kesadaran.

2.1.4 Patofisiologi

Muhammad (2015) menjelaskan patofisiologi pada syok

hipovolemik sangat tergantung dari penyakit primer yang

menyebabkannya. Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika terjadi

penurunan tekanan darah yang cepat akibat kehilangan cairan,

kebocoran atau sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon

fisiologis untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke

seluruh tubuh. Secara umum, tubuh melakukan kontrol terhadap

tekanan darah melalui suatu sistem respon neurohumoral yang

8
melibatkan beberapa reseptor di tubuh. Reseptor tersebut diantaranya

adalah

1. Baroreseptor (Reseptor Tekanan) Reseptor ini peka terhadap

rangsang yaitu perubahan tekanan di dalam pembuluh darah.

Reseptor ini masih peka terhadap penurunan hingga 60 mmHg.

Reseptor ini terletak di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan

kanan, ventrikel kiri dan kanan serta arteri dan vena pulmonalis.

Jika terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi 2 mekanisme

oleh baroreseptor yaitu : 1. Perangsangan terhadap fungsi jantung

untuk meningkatkan kemampuan sirkulasi, heart rate dan kekuatan

pompa dinaikkan. 2. Perangsangan fungsi pembuluh darah untuk

meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) untuk

meningkatkan tekanan darah.

9
2. Kemoreseptor (Reseptor Kimia) Reseptor ini bekerjasama dengan

baroreseptor untuk mengatur sirkulasi. Kemoreseptor dirangsang

oleh perubahan pH darah. Jika mencapai kondisi asidosis,

kemoreseptor memberikan rangsangan untuk mempercepat sirkulasi

dan laju pernafasan. Dan sebaliknya apabila terjadi alkalosis,

responnya adalah memperlambat sirkulasi dan pernafasan.

3. Cerebral Ischemic Receptor Reseptor di otak ini mulai bekerja

ketika aliran darah di otak turun <40 mmHg. Akan terjadi respon

massive sympathetic discharge untuk merangsang sistem sirkulasi

jauh lebih kuat.

4. Humaral Response Saat kondisi hipovolemik, sistem hormonal

tubuh mengeluarkan hormon stres untuk membantu memacu

sirkulasi. Hormon tersebut diantaranya adrenalin, glukagon dan

kortisol. Hormon-hormon tersebut juga membantu terjadinya respon

10
kardiologis yaitu takikardi, vasokonstriksi namun terdapat efek

hiperglikemia. Pada kondisi tubuh yang stress, hormon ADH juga

dikeluarkan sehingga restriksi cairan makin kuat. Produksi urin

turun.

5. Sistem Kompensasi Ginjal (Retensi Air dan Garam) RAA

System ini sangat membantu dalam kondisi syok. Jika terjadi

hipoperfusi ke ginjal maka akan terjadi pengeluaran hormon renin

oleh aparatus juxtaglomerolus untuk mengubah angiotensinogen

menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi

Angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzyme).

Angiotensin II memiliki fungsi yaitu vasokonstriktor kuat,

kemudian juga merangsang aldosteron untuk meningkatkan

absorpsi Natrium di Tubulus Ginjal.

11
6. Autoperfusi Saat terjadi syok, dapat terjadi mekanisme autoperfusi

untuk memindahkan cairan intraselular ke dalam vaskular. Pada

keadaan hipovolemik, maka tekanan hidrostatik intravaskular

menurun sehingga memungkinkan untuk terjadi perpindahan dari

intrasel ke vaskular sampai terjadi kesetimbangan atar keduanya.

Hal ini ditunjukkan dengan klinis yaitu turgor yang menurun.

Keseluruhan proses ini bekerja secara stimulan, dan hampir

bersamaan sehingga menciptakan suatu respon yang adekuat untuk

mengatasi kondisi hipovolemik. Akibat dari semua proses ini adalah

vasokonstriksi yang luas, sebagai akibatnya maka tekanan diastolik

akan meningkat pada fase awal sehingga tekanan nadi menyempit.

12
Proses kompensasi ini juga menyebabkan kondisi metabolisme

anaerob, terjadi asidosis metabolik. Proses hipovolemia akan

menyebabkan pertukaran O2 dan CO2 melambat. Maka lama-kelamaan

akan terjadi metabolisme anaerobik. Hal inilah yang menjadi cikal

bakal kegagalan sirkulasi pada syok hipovolemia.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka

metabolisme lama-lama menjadi anaerob dan tidak efektif.

Metabolisme anaerobik hanyak menghasilkan 2 ATP dari setiap

molekul glukosa. Sedangkan pada metabolisme aerob menghasilkan

ATP sebanyak 36 molekul. Akibat dari metabolisme anaerobik adalah

penumpukan asam laktat yang bisa menyebabkan kondisi asidosis.

Lama-kelamaan metabolisme ini tidak mampi menyediakan energi yang

cukup untuk mempertahankan homeostasis seluler. Terjadi kerusakan

pompa ionik, permeabilitas kapiler juga terganggu, sehingga terjadi

influx dan eflux elektrolit yang tidak seimbang, dan pada akhirnya

terjadi kematian sel. Jika kematian sel meluas, maka terjadi banyak

kerusakan jaringan, kemudian terjadi multiple organ failure atau

kegagalan organ multipel dan kejang yang irreversibel.

13
Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi

dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi dan fase syok

ireversibel. Masing-masing kondisi ini memiliki tampilan klinis yang

berbeda. Berikut akan dijelaskan perbedaan antar fase tersebut.

1. Fase Kompensasi : Pada fase ini metabolisme masih dapat

dipertahankan. Mekanisme sirkulasi dapat dilindungi dengan

meningkatkan aktivitas simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai

menempatkan organ-organ vital sebagai prioritas untuk

mendapatkan perfusi yang baik. Tekanan darah sistolik normal,

sedangkan diastolik meningkat karena mulai timbul tekanan perifer.

2. Fase Dekompensasi : Pada fase ini metabolisme anaerob sudah

mulai terjadi dan semakin meningkat. Akibatnya sistem kompensasi

yang terjadi sudah tidak lagi efektif untuk meningkatkan kerja

jantung. Produksi asam laktat meningkat, produksi asam karbonat

intraseluler juga meningkat sehingga terjadi asidosis metabolik.

14
Membran sel terganggu, akhirnya terjadi kematian sel. Terjadi juga

pelepasan mediator inflamasi seperti TNF. Akhirnya sistem

vaskular mulai tidak dapat mempertahankan vasokonstriksi.

Sehingga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah

turun dibawah nilai normal dan jarak sistol-diastol menyempit.

3. Fase Syok Irreversibel : Saat energi habis, kematian sel mulai

meluas, kemudian cadangan energi di hati juga lama-kelamaan

habis. Kerusakan pun meluas hingga ke level organ,. Pada fase ini,

walaupun sirkulasi sudah diperbaiki, defisit energi yang terlambat

diperbaiki sudah menyebabkan kerusakan organ yang ekstensif.

Akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak teraba, dan gagal organ

multipel.

15
2.1.5 Phatway

Phatway
Kehilangan cairan eksternal : O2  CO2 
Trauma (Multiple Vehicle Trauma)
Pembedahan Perpindahan cairan internal :
Muntah-muntah Hemoragi internal
Luka bakar Hipoperfusi Alveoli
Diare
Diuresis Asites
Diabetes Insipidus Peritonitis
Nafas Cepat

Gangguan Pertukaran Gas


Tubuh kekurangan
oksigen dan darah

Hipovolemia Defisit Volume Metabolism Anaerob Iskemia Gastro Pelepasan Toksin


Cairan
Cardiac Filling
Menghasilkan Energy Tingkat Rendah Ulserasi Akibat Stress Lambung
(Bersifat Asam)
Cardiac Output
Resiko Tinggi
Resiko Tinggi Nutrisi
Infeksi
Kurang Dari Kebutuhan

16
TD  Sel Membengkak

Tonus Simpatik Peningkatan Nadi Membrane Sel Lebih


Permeable Angiotensin I
Renin
Vasokonstriksi Hipoksia Perubahan Perfusi
Pembuluh Darah Jaringan Angiotensin II
Elektrolit dan Cairan
Mudah Merembes
Kulit Gangguan Perfusi Serebral Pelepasan Aldosteron Dari Korteks
Adrenal
Akral Dingin Kematian Sel
Perubahan Perilaku
Retensi Na + air

Letargi Pelepasan ADH oleh


Kelenjar Pituitari
Koma
Ginjal Menahan Air
Lebih Banyak

Oliguri 20 ml/jam

Gangguan eliminasi
urin

17
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien syok

hipovolemik yaitu (Dewi dan Rahayu, 2017) :

1. Pemeriksaaan laboratorium : Meliputi analisis Complete Blood

Count (CBC), kadar elektrolit (Na. K. Cl. HCO3, BUN, kreatinin,

kadar glukosa), pemerikasaan AGD (Analisa Gas Darah & pH),

pemeriksaan Hb, Ht, trombosit, golongan darah.

2. Tes koagulasi (PT, PTT) jika ada bukti pendarahan.

3. Pemeriksaan rekam jantung (EKG).

4. Pemeriksaan USG jika dicurigai terjadi aneurisma aorta

abdominalis, Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,

sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus

dilakukan.

5. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi

atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya

setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber

perdarahan.

6. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan

usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,

konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan

pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes

kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

18
7. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan

dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal

echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.

8. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa

dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan

umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

9. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi.

2.1.6 Penatalaksanaan

Dewi dan Rahayu (2017) menjelaskan tujuan utama dalam

mengatasi syok hipovolemik adalah :

1. Memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa

sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.

2. Meredistribusi volume cairan.

3. Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat

mungkin.

Pada pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan

untuk menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada

tempat perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk

menghentikan perdarahan internal.

Pemasangan dua jalur intra vena dengan jarum besar dipasang

untuk membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya

memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen

19
darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida

0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).

Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan

meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan,

trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk

meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.

Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika

penyebab yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan

diberikan pada pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap

hiperglikemia, desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat

anti diare untuk diare dan anti emetic untuk muntahmuntah.

Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang

dirancang untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia

dengan memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat

ini menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu menahan

perfusi coroner.

Penatalaksanaan pra rumah sakit pada pasien dengan syok

hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim

yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja

mencegah cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera

mungkin, dan memulai penanganan yang sesuai. Intervensi sebelum ke

rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin

jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan

memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik,

20
ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena,

mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok.

Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan

positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik.

Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan

transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai pemberian infus atau

fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika pasien sudah dibebaskan.

Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien sebaiknya

ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat

kejadian tidak jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus

dimulai dan dilanjutkan dalam perjalanan ke tempat pelayanan

kesehatan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Pasien Syok

Hipovolemia

2.2.1 Pengkajian

A. Primary Survey

1. Airway

a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera

dari partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahan,

permen karet, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat

di sebabkan oleh lidah atau edema karena trauma jaringan.

b. Jika pasien tidak sadar, selalu curigai adanya cervical

spine fracture dan jangan melakukan hiperekstensi leher

sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan.

21
c. Gunakan chin lift dan jaw thrust secara manual untuk

membuka jalan napas.

Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan

napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas

tambahan seperti snoring.

2. Breathing

a. Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan

observasi untuk ekspansi bilateral dada.

b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekels,

wheezing atau tidak adanya bunyi napas.

c. Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan,

maka pernapasan pasien dibantu dengan suatu alat

oksigenasi yang sesuai.

d. Palpasi pengembangan paru dan adanya trauma pada dada.

3. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan

a. Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat

irama dan ritmenya dan mengkaji warna kulit untuk

melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi

b. Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada

tertutup.

c. Kaji tekanan darah.

d. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena. Mulai

penggantian volume per protokol. Cairan kristaloid

22
seimbang (0, 9 % salin normal atau ringer’s lactate)

biasanya di gunakan.

e. Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan

dengan penekanan langsung.

f. Palpasi juga nadi radialis jika diperlukan. Identifikasi rate

(lambat, normal, atau cepat).

Pada kasus syok hipovolemik biasanya terjadi penurunan

curah jantung, sehingga nadi menjadi lebih cepat dari

keadaan normal.

4. Disability

Pada primary survey, disability dikaji dengan

menggunakan skala AVPU:

 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya

mematuhi perintah yangdiberikan

 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan

suara yang tidak biasdimengerti

 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat

tungkai jika ekstremitasawal yang digunakan untuk

mengkaji gagal untuk merespon)

 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik

stimulus nyerimaupun stimulus verbal.

Pada syok hipovolemik berat, biasanya pasien akan

mengalami penurunan kesadaran

23
5. Exposure/Environment

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera

pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau

tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.

Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada

punggung pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam

melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos

pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua

pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan

selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika

diperlukan pemeriksaan ulang.

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme

trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma

Assessment harus segera dilakukan:

 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada

pasien

 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat

mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan

transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau

kritis.

Pada kasus syok hipovolemik, pada poin Exposure

Assessment biasanya didapatkan perdarahan luka berlebih

karena trauma.

24
B. Secondary Survey

1. Anamnesa

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa,

statusperkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,

tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada syok hipovolemik

adalah sesak nafas.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Perdarahan terbuka maupun tertutup

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah menjalani operasi yang meninggalkan gejala sisa

berupa perdarahan tertutup

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan

pasien atau penyakit lainnya yang diturunkan.

f. Riwayat Psikososial

 Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit

 Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit

 Persepsi pasien terhadap penyakit

g. Riwayat SAMPLE

S: Symtomp (Gejala). Pada umumnya gejala pada syok

hipovolemik adalah pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,

25
anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental,

konstipasi, oliguria.

A : Alergy (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,

plester, makanan)

M: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum

seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing

manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat)

P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti

penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa

dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

L: Last meal (obat atau makanan yang baru saja

dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian,

selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam

komponen ini)

E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan syok

hipovolemik (seperti trauma dan stroke)

(Emergency Nursing Association, 2007)

2. Pemeriksaan fisik

Pada pengkajian ini dapat dilakukan:

a. Inspeksi dan didapatkan hasil takipnea dan hiperventilasi,

b. Palpasi didapatkan hasil kulit dingin, berkeringat dan

c. Auskultasi didapatkan takikardi dan nadi lemah halus.

d. Secara umum hasil pengkajian akan di dapati penurunan

tekana darah, peningkatan frekuensi jantung, turgor kulit

26
menjadi buruk, lidah kering dan kasar, mata cekung, vena

leher kempes, peningkatan suhu, dan penurunan berat badan

akut. Pasien syok hipovolemik akan tampak pucat, hipotensi

terlentang dan oliguria.

3. Pengkajian Perubahan pada Hipovolemi


Hipovolemia Hipovolemia Hipovolemia
Ringan Sedang Berat
Anoreksia Hipotensi Ortostatik Hipotensi
Berbaring
Keletihan Takikardi Nadi cepat dan
lemah
Kelemahan Penurunan CVP Oliguria
Penurunan Haluaran Kacau mental,
Urine stupor, koma

4. Pengukuran Hemodinamik

Penurunan CVP, penurunan tekanan arteri pulmoner

(TAP), penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri

rerata, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

5. Riwayat dan Faktor-Faktor Resiko

a. Kehilangan GI abnormal

Muntah, diare, drainase intestinal

b. Kehilangan kulit abnormal

Diaforesis berlebihan terhadap demam atau latihan, luka

bakar, fibrosis sistik

c. Kehilangan ginjal abnormal

27
Terapi diuretik, diabetes insipidus, dirusis oemotik,

insufisiensi adrenal (misal diabetes melitus tak terkontrol)

d. Spasium ke tiga atau perpindahan cairan plasma ke

intersisial

Peritonitis, obstruksi usus, luka bakar, asites.

e. Hemoragi

f. Perubahan masukan

Koma, kekurangan cairan

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

Menurut NANDA (2017), diagnosa keperawatan yang biasa muncul

pada kasus syok hipovolemik adalah sebagai berikut:

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoperfusi alveoli

2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan penurunan

aliran darah perifer

4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan nadi

5) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan oliguria

6) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ulserasi akibat stres lambung

7) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pelepasan toksin

28
2.2.3 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA KEP NOC NIC


1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien
gas berhubungan keperawatan selama 2x24 jam untuk
dengan hipoperfusi Gangguan pertukaran pasien memaksimalkan
alveoli teratasi dengan kriteria hasi: ventilasi
1. Mendemonstrasikan b. Pasang mayo bila
peningkatan ventilasi dan perlu
oksigenasi yang adekuat c. Lakukan fisioterapi
2. Memelihara kebersihan dada jika perlu
paru-paru dan bebas dari d. Keluarkan sekret
tanda tanda distress dengan batuk atau
pernafasan suction
3. Mendemonstrasikan batuk e. Auskultasi suara
efektif dan suara nafas yang nafas, catat adanya
bersih, tidak ada sianosis suara tambahan
dan dyspneu (mampu f. Berikan
mengeluarkan sputum, bronkodilator Atur
mampu bernafas dengan intake untuk cairan
mudah, tidak ada pursed mengoptimalkan
lips) keseimbangan.
4. Tanda tanda vital dalam g. Monitor respirasi
rentang normal dan status O2
5. AGD dalam batas normal h. Catat pergerakan
6. Status neurologis dalam dada, amati
batas normal kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
i. Monitor suara nafas,
seperti dengkur

29
j. Monitor pola nafas:
bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes
k. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
l. Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
m. Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
n. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan tindakan
dan tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
o. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut
jantung
2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan a. Evaluasi TTV
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam b. Evaluasi kebutuhan
kehilangan darah diharapkan volume cairan klien cairan
seimbang dengan kriteria hasil: c. Evaluasi kebutuhan
1. Balance cairan baik nutrisi

30
2. TTV normal d. Penuhi kebutuhan
3. Tidak ada tanda tanda cairan dan elektrolit
dehidrasi e. Tingkatkan asupan
4. Elastisitas turgor baik, nutrisi pasien
mukosa bibir lembab f. Kolaborasi
pemberian obat
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor TTV
perfusi jaringan perifer keperawatan selama 2x24 jam b. Gunakan prinsip
berhubungan diharapkan aliran perfusi aseptik untuk
penurunan aliran darah perifer klien efektif yang kontrak dengan
perifer ditandai dengan : pasien
1. Tekanan sistol dan diastol c. Monitor adanya
dalam rentang yang tromboplebitis
diharapkan d. Batasi gerakan pada
2. Mampu menunjukkan ekstremitas
konsentrasi e. Kolaborasi
3. Tidak ada ortostatik pemberian obat
hipertensi

31
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Seorang perempuan, usia 38 tahun, dengan keluhan utama penurunan

kesadaran setelah menjalani operasi sectio cesaria atas indikasi pre eklampsia

berat. Penurunan kesadaran mulai tampak ±3 jam sebelum dibawa ke rumah sakit,

keluarga pasien mengaku pasien terlihat lemas, tampak mengantuk, dan sulit

diajak berkomunikasi. Sebelumnya pasien telah menjalani persalinan dengan

operasi sectio caesaria ±4 jam sebelum dirujuk ke rumah sakit Ahmad Yani

Metro. Selain itu pasien juga mengeluh dada terasa sesak nafas, perut terasa penuh

dan semakin membesar. Pasien sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit

Way Jepara namun karena kondisi pasien memburuk pasien dirujuk ke Rumah

Sakit Ahmad Yani Metro untuk perawatan yang intensif di ruang ICU.

Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti hipertensi,

diabetes melitus, asma, alergi, dan riwayat operasi.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit

berat, kesadaran apatis, skor GCS (Glasgow Coma Scale) E=4; M=3; V=3, Total

10 poin. Tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 120x/menit reguler, isi kurang dan

tegangan lemah, pernapasan 32 x/menit, suhu 35,7oC, Capilary Refill Time (CRT)

memanjang. Pada wajah ditemukan konjunctiva anemis, napas cuping hidung, dan

sianosis sentral. Pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

dan kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan pulmo ditemukan bunyi vesikuler menurun

dan terdapat ronkhi basah di basal kedua paru. Pada pemeriksaan jantung ictus

cordis terlihat pada ICS V dan teraba di linea axilaris anterior sinistra setinggi ICS

V. Batas atas pada ICS II linea midclavicularis sinistra, batas kanan pada ICS IV

32
linea parasternal sinistra, Batas kiri pada ICS V linea axilaris anterior sinistra, dan

tidak ditemukan murmur maupun gallop.

Pada pemeriksaan abdomen, terlihat cembung dan didapatkan nyeri tekan

pada kuadran kanan atas, shifting dullnes (+). Pada pemeriksaan ekstrimitas

superior dan inferior akral teraba dingin. Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan hasil Hb 7,6 g/dl, hematokrit 22,2 %, leukosit 17.500/mm3, trombosit

236.000/mm3, eritrosit 2,7 juta/mm3. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan

AST (SGOT) 18 U/L, ALT (SGPT) 10 U/L, ureum 14,4 mg/dl, kreatinin 0,83

mg/dl, gula darah sewaktu 126 mg/dl. Pada pemeriksaan urine lengkap didapatkan

hasil darah samar (++), keton (+++). Pada pemeriksaan apus darah tepi didapatkan

hasil anemia normokrom normositer. Pada pemeriksaan radiologis, foto rontgen

AP (anterior posterior) ditemukan suspek kardiomegali dan terdapat edema

pulmo. Sedangkan hasil USG abdomen ditemukan gambaran asites di cavum

pelvis (fossa illiaca dextra) dan fossa splenorenalis.

Diagnosis pasien syok hipovolemi et causa suspek perdarahan intra-

abdominal post op sectio cesaria. Pasien diterapi dengan pemberian cairan infus

ringer laktat 500 cc, dan fimahes 500 cc, dan dilanjutkan untuk pemeliharaan per

8 jam, serta dilakukan pemantauan urine output, pemberian O2 sungkup 3-

5L/menit, injeksi dobutamin 10 mEq, injeksi dexametason 5 mg, injeksi lasix 20

mg/24 jam, injeksi oksitosin 10 IU/8 jam, dan transfusi Packet Red Cell (PRC) 2

kolf.

33
A. Pengkajian

Identitas
No. Rekam Medis : Diagnosa Medis: Syok Hipovolemik
Nama : Ny. X Jenis Kelamin: P Umur: 38 thn
Agama : Islam Status Perkawinan: Sudah Menikah
Pekerjaan : IRT Sumber Informasi : Keluarga
Alamat :-
Triage
Kesadaran : Kategori Triage : Klasifikasi kasus :
Allert Verbal P1 P2 P3 P4 Trauma Non Trauma
Pain Unrespon Merah Kuning Hijau Hitam Dx Medis: Syok
Hipovolemik
General Impression
Tanda Gejala : Pasien terlihat lemas, tampak Keluhan Utama: Dada terasa sesak nafas,
mengantuk, dan sulit diajak berkomunikasi. perut terasa penuh dan semakin membesar
Lokasi : Abdomen
Tindakan yang telah dilakukan sebelum ke
RS : -
Airway
Jalan Nafas : Paten Tidak Paten
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing Tidak Ada
Suara Nafas: Snoring Gurgling Stridor Ronkhi

Keluhan Lain : Terdapat nafas cuping hidung
Breathing
Gerakan Dada: Simetris Asimetris
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Primary Survey

Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur


Retraksi Otot Dada : Ada Tidak Ada
Sesak Nafas : Ada Tidak Ada RR 32x/mnt
Keluhan Lain : Suara vesikuler menurun
Circulation
Nadi : Teraba Tidak Teraba
Sianosis : Ya Tidak
CRT : < 2 detik >2 detik
Keluhan Lain : -
Disability
Repon : Allert Verbal Pain Unrespon
Kesadaran : CM Delirium Apatis

34
GCS :10 Eye : 4 Verbal : 3 Motorik :3
Pupil : Isokor Unisukor Pinpoint Medriasis
Keluahan Lain : -
Anamnesa
Gejala (Symptomp) : -
Alergi (Alergy) : Pasien tidak memiliki alergi apapun
Medikasi : Pasien sedang tidak menjalani pengobatan apapun seperti
DM, HT, Asma, dan penyakit lain
Riwayat Penyakit : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti DM, HT,
dan Asma.
Makan Minum Terakhir : Tidak terkaji
Peristiwa/ Penyebab : Post SC 4 jam yang lalu

Exposure Full Vital Sign


Deformitas : Ya Tidak TD : 80/50 mmHg
Contusio : Ya Tidak Nadi : 120x/menit
Abrasi : Ya Tidak RR : 32x/menit
Penetrasi : Ya Tidak Suhu : 37,5°C
Secondary Survey

Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak
Keluhan lain : Abdomen, terlihat cembung
dan didapatkan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas, shifting dullnes (+).
Pemeriksaan Fisik
Kepala dan Leher
Inspeksi: Pada wajah ditemukan konjunctiva anemis, napas cuping
hidung, dan sianosis sentral. Pada leher tidak ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid.
Dada
Inspeksi : Pada pemeriksaan jantung ictus cordis terlihat pada
ICS V
Auskultasi : Pada pemeriksaan pulmo ditemukan bunyi vesikuler
menurun dan terdapat ronkhi basah di basal kedua paru. Tidak
ditemukan murmur maupun gallop.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea axilaris anterior sinistra
setinggi ICS V. Batas atas pada ICS II linea midclavicularis sinistra,
batas kanan pada ICS IV linea parasternal sinistra, Batas kiri pada ICS

35
V linea axilaris anterior sinistra, dan
Abdomen
Inspeksi : Pada pemeriksaan abdomen, terlihat cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : didapatkan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
Perkusi : Shifting dullnes (+)
Extremitas atas/bawah
Inspeksi : Edema --/--
Palpasi : Akral teraba dingin.
Pemeriksaan neurologis
GCS: 10
Kesadaran Apatis

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)
TANGGAL NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- 1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoperfusi
alveoli ditandai dengan:
Data Subyektif :
 Pasien mengeluh dada terasa sesak nafas
Data Obyektif :
 Tekanan darah : 80/50 mmHg
 Nadi : 120/menit
 RR : 32/menit
 Suhu : 37,5°C
 Nafas cuping hidung
 Foto rontgen AP (anterior posterior) ditemukan suspek
kardiomegali dan terdapat edema pulmo.
 Suara vesikuler menurun
 Ronkhi basah di basal kedua paru
- 2 Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
darah ditandai dengan:

36
Data Subyektif :
 Pasien mengeluh dada perut terasa penuh dan semakin
membesar.
Data Obyektif :
 Tekanan darah : 80/50 mmHg
 Nadi : 120/menit
 RR : 32/menit
 Suhu : 37,5°C
 Hasil USG abdomen ditemukan gambaran asites di
cavum pelvis (fossa illiaca dextra) dan fossa
splenorenalis.
- 3 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
penurunan aliran darah perifer ditandai dengan :
Data Obyektif :
 Tekanan darah : 80/50 mmHg
 Nadi : 120/menit
 RR : 32/menit
 Suhu : 37,5°C
 CRT >2 detik
 Akral teraba dingin

C. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Hari/
Dx. Kep
Tgl Tujuan/ KH Intervensi
(NOC) (NIC)
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan a. Posisikan pasien
gas berhubungan dengan tindakan keperawatan
untuk
hipoperfusi alveoli selama 2x24 jam
ditandai dengan: Gangguan pertukaran memaksimalkan
Data Subyektif : pasien teratasi dengan ventilasi
 Pasien mengeluh kriteria hasi:
dada terasa sesak 1. Mendemonstrasikan b. Pasang mayo bila
nafas peningkatan ventilasi perlu

37
Data Obyektif : dan oksigenasi yang c. Lakukan
 Tekanan darah : adekuat
fisioterapi dada
80/50 mmHg 2. Memelihara
 Nadi : 120/menit kebersihan paru-paru jika perlu
 RR : 32/menit dan bebas dari tanda d. Keluarkan sekret
 Suhu : 37,5°C tanda distress
pernafasan dengan batuk
 Nafas cuping hidung
 Foto rontgen AP 3. Mendemonstrasikan atau suction
(anterior posterior) batuk efektif dan
suara nafas yang
e. Auskultasi suara
ditemukan suspek
kardiomegali dan bersih, tidak ada nafas, catat
terdapat edema sianosis dan dyspneu
adanya suara
pulmo. (mampu
mengeluarkan tambahan
 Suara vesikuler
menurun sputum, mampu f. Berikan
bernafas dengan
 Ronkhi basah di bronkodilator
mudah, tidak ada
basal kedua paru
pursed lips) Atur intake untuk
4. Tanda tanda vital
cairan
dalam rentang normal
5. AGD dalam batas mengoptimalkan
normal
keseimbangan.
6. Status neurologis
dalam batas normal g. Monitor respirasi
dan status O2
h. Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan,
retraksi otot
supraclavicular
dan intercostal
i. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
j. Monitor pola
nafas: bradipena,
takipenia,

38
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes
k. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
l. Monitor TTV,
AGD, elektrolit
dan ststus mental
m. Observasi
sianosis
khususnya
membran mukosa
n. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
persiapan
tindakan dan
tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
o. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan denyut
jantung
2. Defisit volume cairan Setelah dilakukan a. Evaluasi TTV
berhubungan dengan tindakan keperawatan b. Evaluasi kebutuhan
kehilangan darah selama 2x24 jam cairan
ditandai dengan: diharapkan volume cairan c. Evaluasi kebutuhan

39
Data Subyektif : klien seimbang dengan nutrisi
 Pasien mengeluh kriteria hasil: d. Penuhi kebutuhan
dada perut terasa 1. Balance cairan baik cairan dan
penuh dan semakin 2. TTV normal elektrolit
membesar. 3. Tidak ada tanda tanda e. Tingkatkan asupan
Data Obyektif : dehidrasi nutrisi pasien
 Tekanan darah : 4. Elastisitas turgor baik, f. Kolaborasi
80/50 mmHg mukosa bibir lembab pemberian obat
 Nadi : 120/menit
 RR : 32/menit
 Suhu : 37,5°C
 Hasil USG abdomen
ditemukan gambaran
asites di cavum
pelvis (fossa illiaca
dextra) dan fossa
splenorenalis.
3. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan a. Monitor TTV
jaringan perifer tindakan keperawatan b. Gunakan prinsip
berhubungan penurunan selama 2x24 jam aseptik untuk
aliran darah perifer diharapkan aliran perfusi kontrak dengan
ditandai dengan : perifer klien efektif yang pasien
Data Obyektif : ditandai dengan : c. Monitor adanya
 Tekanan darah : 1. Tekanan sistol dan tromboplebitis
80/50 mmHg diastol dalam rentang d. Batasi gerakan
 Nadi : 120/menit yang diharapkan pada ekstremitas
 RR : 32/menit 2. Mampu menunjukkan e. Kolaborasi
 Suhu : 37,5°C konsentrasi pemberian obat
 CRT >2 detik 3. Tidak ada ortostatik
 Akral teraba dingin hipertensi

40
BAB 4

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

41
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, & Diane, C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Caterino, Jeffrey, M., Kahan, & Scott. (2003). Emergency Medicine.
Pennnsylvania: Blackwell.
Dewi, E., & Rahayu, S. (2017). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik.
Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik Enita, 93–96.
Diantoro, D. G. (2014). Syok Hipovolemik. Purwokerto : RSUD Margono
Soekarjo.
Finfer, S. R., Vincent, J.-L., & De Backer, D. (2013). Critical Care Medicine :
Circulatory Shock. The New England Journal of Medicine. Ed. 369, 18,
1726–1734.
Hidayatulloh, Najib, M. A., Supriyadi, & Sriningsih, I. (2016). Pengaruh
resusitasi cairan terhadap statushemodinamik (MAP) dan status mental
(GCS) pada pasien syok hipovolemik di IGD RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 2(4), 222–229.
Muhammad, A. (2015). Patofisiologi Syok Hipovolemik. (November 2014).
NANDA. (2017). Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Nugraeni, I. T. (2017). Laporan Pendahuluan Syok Hipovolemik di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) RSUP. Dr. Kariadi Semarang, 91, 399–404.
RISKESDAS. (2013). Prevalensi Kejadian Fraktur Femur tahun 2013.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart, edisi ke-8 (8th ed.). Jakarta: EGC.
WHO. (2012). The Ten Leading Causes of Death in the World 2000 and 2012.

Anda mungkin juga menyukai