Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS


Disusun untuk memenuhi tugas Sistem Reproduksi I yang diampu oleh
Ns. Nur Hidayatin, S. Kep

Disusun oleh:
Aprilinda Safitri (2016.02.045)
Garindra Indrayana (2016.02.056)
Rima Ambarwati (2016.02.072)
S1 Keperawatan 3B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ibu Dengan
Abortus” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan bantuan berbagai pihak. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
supaya kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Banyuwangi, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halaman judul
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 3
BAB II Pembahasan ............................................................................................ 4
2.1 Konsep Teori Abortus .................................................................................. 4
2.1.1 Definisi ......................................................................................................... 4
2.1.2 Etiologi ......................................................................................................... 4
2.1.3 Klasifikasi Abortus ...................................................................................... 7
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................................. 8
2.1.5 Pathway ........................................................................................................ 9
2.1.6 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 9
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 10
2.1.8 Penatalaksanaan ........................................................................................... 11
2.1.9 Komplikasi ................................................................................................... 14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Ibu dengan Abortus .................................. 15
2.2.1 Pengkajian .................................................................................................... 15
2.2.2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................ 17
2.2.3 Pemeriksaan laboratorium............................................................................ 18
2.2.4 Data lain-lain ................................................................................................ 18
2.2.5 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 18
2.2.6 Intervensi ...................................................................................................... 18
BAB III Penutup ................................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 24
3.2 Saran ................................................................................................................ 24
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abortus merupakan salah satu masalah di dunia yang mempengaruhi
kesehatan, kesakitan dan kematian ibu hamil. Abortus merupakan pengeluaran
hasil konsepsi yang terjadi pada umur kehamilan < 20 minggu dan berat badan
janin ≤ 500 gram. Dampak dari abortus jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menambah angka kematian ibu yang disebabkan oleh
komplikasi dari abortus yaitu dapat terjadi perdarahan, perforasi, infeksi dan syok
(Sujiyatini, 2009). Abortus dapat terjadi secara tidak sengaja maupun disengaja.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan
abortus yang dilakukan dengan sengaja disebut abortus provokatus dan abortus
yang terjadi berulang tiga kali secara berturut-turut disebut habitualis
(Prawirohardjo, 2010).
Berdasarkan studi WHO satu dari setiap empat kehamilan berakhir dengan
abortus (BBC, 2016). Estimasi kejadian abortus tercatat oleh WHO sebanyak 40-
50 juta, sama halnya dengan 125.000 abortus per hari. Hasil studi Abortion
Incidence and Service Avaibility in United States pada tahun 2016 menyatakan
tingkat abortus telah menurun secara signifikan sejak tahun 1990 di negara maju
tapi tidak di negara berkembang (Sedgh G et al, 2016).
Di Indonesia angka kematian ibu menurut Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 adalah sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Dari jumlah tersebut, kematian akibat abortus tercatat mencapai 30 persen.
Angka ini telah mengalami penurunan namun belum mencapai target MDGs
(Millennium Development Goals) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup
(BAPPENAS, 2011). Angka ini meningkat pada SDKI 2012 menjadi 359 per
100.000 kelahiran hidup.Angka tersebut masih belum sesuai dengan kesepakatan
MDGs pada tahun 2015 yaitu 115 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target
SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka
kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015-2019, target angka

1
kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran hidup
(BAPPENAS, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Australia Concortium For In Country
Indonesia Studies (2013) menunjukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di
Indonesia terjadi 4 persen aborsi per 100 kelahiran hidup. Aborsi tersebut
dilakukan oleh perempuan di perkotaan sebesar 78% dan perempuan di pedesaan
sebesar 40% (CNN, 2014).
Abortus ini merupakan salah satu faktor penyumbang angka kematian ibu,
namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk perdarahan bukan dalam bentuk
abortus. Bila abortus ini terjadi, maka harus segera ditangani untuk mengatasi
perdarahan karena perdarahan yang banyak dapat menyebabkan kematian ibu
(Halim, 2012). Abortus bisa disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor maternal,
faktor paternal dan faktor fetus (Mochtar, 2011). Faktor maternal dapat dibagi
menjadi dua yaitu intrinsik meliputi umur ibu, tingkat pendidikan, paritas, jarak
kehamilan, penyakit dan kelainan uterus dan faktor ekstrinsik meliputi status
pekerjaan (Sinaga, 2012).
Faktor usia merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya abortus. Faktor lain yang berperan serta terhadap terjadinya abortus
adalah paritas. Maconochie dkk (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
ibu hamil yang mengalami abortus 17% merupakan primigravida, 50%
merupakan pirimipara, dan 32% merupakan multipara. Jarak kehamilan juga
berperan menjadi salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
abortus pada ibu hamil. Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap
terjadinya abortus adalah pendidikan ibu dan pekerjaan ibu. Gustina menyatakan
bahwa 90% dari ibu hamil yang mengalami abortus merupakan ibu dengan
pendidikan rendah.
Berdasarkan analisis paparan data di atas, masalah abortus menarik untuk
dipelajari. Oleh karena itu, penyusun akan membahas konsep asuhan keperawatan
pada ibu dengan abortus.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah bagaimana konsep teori dan konsep asuhan keperawatan pada ibu
dengan abortus.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1 Mengetahui konsep teori abortus
1.3.2 Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada ibu dengan abortus

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Abortus
2.1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi
kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 gram (Murray,
2002)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat
tertentu pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Prawirohardjo,
2010).
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010)
Abortus kompletus adalah keguguran lengkap di mana semua hasil
konsepsi (desidua dan fetus) telah keluar tanpa membutuhkan intervensi
medis.

2.1.2 Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut (Nanny, 2011):

4
1. Umur
Resiko abortus semakin tinggi dengan semakin bertambahnya
usia ibu. Insiden abortus dengan trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia ibu. Resiko ibu mengalami aneuploidi yaitu
diatas 35 tahun karena kelainan kromosom akan meningkat pada
usia diatas 35 tahun.
2. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil
konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi
dapat terjadi seperti:
a. Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan
kromosom, termasuk kromosom seks.
b. Faktor lingkungan endometrium
c. Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi
hasil konsepsi.
d. Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu
pendek
3. Pengaruh luar
a. Infeksi endometrium
Endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi
b. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi
menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
4. Kelainan Pada Plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga
plasenta tidak dapat berfungsi.
b. Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya
pada penderita diabetes mellitus
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah
plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
5. Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,

5
malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes
militus. Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan
tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal
dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus,
retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada
serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum
(Manuaba, 2010).
6. Riwayat Abortus
Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi
terjadinya abortus berulang. Kejadian ini sekitar 3-5% jumlah
kejadian abortus. Data menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus
pasangan akan beresiko mengalami abortus sebesar 15%
(Soepardan, 2010).
7. Faktor Anatomi
Faktor anatomi dapat memicu terjadinya abortus pada 10-15%
kejadian yang ditemukan. Kejadian abortus dapat disesabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya sebgai berikut:
a. Lesi anatomi kongenital yaitu kelainan duktus mullerian
(uterus bersepta) kelainan pada duktus ini biasanya terjadi
abortus pada kehamilan trimester kedua
b. Kelainan kongenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium
c. Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin
(synechia), leimioma dan endometritis.
8. Faktor Infeksi
Infeksi termasuk yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma,
rubella, cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering
dihubungkan dengan abortus.
9. Obat-obatan rekreasional dan toksin lingkungan
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang
dianggap teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti

6
tembakau dan alkohol, yang berperan karena jika ada mungkin
hal ini merupakan salah satu yang berperan terjadinya abortus.
2.1.3 Klasifikasi Abortus
Berdasarkan kejadiannya abortus dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut:
1. Abortus spontan terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar
(buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Berdasarkan
gambaran kliniknya abortus dapat dibagi menjadi
(Prawirohardjo, 2010):
a. Abortus completus (keguguran lengkap) adalah pengeluaran
semua hasil konsepsi dengan umur kehamilan > 20 minggu
kehamilan lengkap.
b. Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum
kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks
berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi
pengeluaran sebagian atau seluruhnya.
c. Abortus incomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak
semua hasil konsepsi pada umur >20 minggu kehamilan
lengkap.
d. Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada umur <
20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi
uterus, tanpa dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil
konsepsi. Hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam
bahaya tetapi kehamilannya terus berlanjut.
e. Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian
embrio atau janin berumur < 20 minggu kehamilan lengkap
tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama ≥ 8
minggu.
f. Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil
kehamilan secara spontan yang belum viabel secara berturut-
turut.
g. Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi

7
genetalia interna sedangkan abortus sepsis adalah abortus
terinfeksi dengan penyebaran bakteri melalui sirkulasi ibu.
2. Abortus Provocatus
Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang sengaja
dilakukan untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28
minggu atau berat janin 500 gram, abortus ini dibagi lagi
menjadi sebagai berikut (Manuaba, 2010):
a. Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas dasar
indikasi vital ibu hamil. jika diteruskan kehamilannya akan
lebih membahayakan jiwa sehingga terpaksa dilakukan
abortus buatan. Tindakan itu harus disetujui oleh paling
sedikit tiga orang dokter.
b. Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada
kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat
perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian besar
dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga
menimbulkan komplikasi.
2.1.4 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti
nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, villi khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga
hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu
villi khorialis sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat
dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada
plasenta.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,
maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah
meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin
mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap dan
menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut menjadi tipis.

8
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan
(Prawiroharjo, 2010).
2.1.5 Pathway
Pertumbu Keadaan Faktor
Umur Obat Infeksi
han hasil Plasenta ibu

Abortus

Post Jaringan
Kuretase
anastesi terbuka

Penurunan Jaringan Masuknya


Perdarahan
saraf terputus alat tindakan
oblongata kuretase

Penurunan Merangsang
Hipovolemi
peristaltik area sensori Invasi
usus motorik bakteri
Penyerapan Gangguan
cairan Nyeri Peningkatan keseimbanga
dikolon Leukosit n cairan dan
elektrolit
Gangguan
eliminasi: Keterbatasan Resiko
Konstipasi Aktivitas infeksi

Hambatan
Mobilitas Hipertermi
fisik
2.1.6 Manifestasi Klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan per vagina setelah mengalami haid yang

9
terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah (Mitayani, 2009). Secara umum terdiri dari:
1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervagina ada atau tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka
atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada
atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil
dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri
pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak
nyeri.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan: pemeriksaan HCG, positif bila janin masih
hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus.
2. Pemeriksaan doppler atau USG: untuk menentukan apakah janin
masih hidup.
3. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma
uterus submukosa dan anomali kongenital.
4. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah
ada atau tidak gangguan glandula thyroidea.
5. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat
perdarahan.

10
2.1.8 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan sesuai jenis abortus
1. Abortus Imminen
a. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan
merangsang mekanik berkurang.
b. Tes kehamilan dapat dilakukan.
c. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
d. Bersihkan vulva minimalkan 2 kali sehari dengan cairan
antiseptik untuk mencegah infeksi.
e. Berikan obat penenang biasanya fenobarbital 3 x 30 mg.
2. Abortus Insipien
a. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang disertai
perdarahan dengan pengosongan uterus memakai kuret vakUun
atau cunam abortus.
b. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu berikan infuse oksitoksin
10 iu dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes permenit.
c. Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadi abortus spontan
tanpa pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
d. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal,
lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus Inkompletus
a. Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infuse cairan
NaCI fisiologi atau RL dan selekas mungkin di tranfusi darah.
b. Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajarn lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg intramuscular.
c. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal,
lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
d. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4. Abortus Kompletus
a. Bila kondisi pasien baik berikan ergonometrin 3 x 1 tablet
selama 3 sampai 5 hari.
b. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau

11
c. tranfusi darah.
d. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
e. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
5. Abortus Infeksiosus Atau Septik
a. Abortus septik harus dirujuk ke Rumah Sakit
b. Penangulangan infeksi
c. Tingkatkan asupan cairan.
d. Bila perdarahan banyak maka lakukan tranfuse darah.
e. Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik
atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi
harus dikeluarkan dari uterus.
6. Habitual Abortus
a. Penderita dianjurkan untuk banyak istirahat.
b. Makanan harus adekuat mengenai protein, hidrat arang, vitamin
mineral. Pembatasan obat-obatan yang diketahui mempuyai
pengaruh jelek kepada janin.
c. Memfasilitasi klien untuk dapat menciptakan kondisi emosional
yang tenang, dan menghilangkan rasa cemas.
7. Missed Abortion
a. Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan
konsepsi dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
b. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau
segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi
c. Bila kehamilan kurang 12 rninggu lakukan pembukaan serviks
dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu lakukan dilatasi
serviks dengan dilatator hegar.
d. Bila kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestol 3 x
5 mg lain infuse oksitoksin 10 iu dalam dekstrose 5 %
sebanvak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan naikan dosis
saznpai ada kontraksi uterus. Bila fundus uteri sampai 2 jari
bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik
larutan garam 20 % dalam kavum uteri melalui dinding perut

12
B. Penatalaksanaan umum
1. Terapi abortus dengan kuretase
Kuratase adalah cara membersihkan hasil konsepsi dengan alat
kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase,
penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan
letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus (Manuamba,
2010):
a. Persiapan sebelum kuretase
 Persiapan penderita
 Lakukanlah pemeriksan dalam: tekanan darah, nadi,
keadaan jantung dan paru-paru
 Pasang infus
 Persiapan alat-alat kuratase
 Alat-alat kuretase hendaknya telah tersedia dalam bak alat
dalam keadaan aseptik.
 Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi
 Persiapan untuk anastesi regional
b. Teknik kuretase
 Persiapan pasien
 Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, jantung dan paru-
paru.
 Pasang infus
 Tentukan letak rahim yaitu dengan melakukan pemeriksaan
dalam alat-alat yang umumnya dipakai biasanya terbuat dari
alat-alat metal. Alat yang akan dimasukan harus disesuaikan
dengan letak rahim sehingga tidak terjadi salah arah.
 Penduga rahim (sandage), masukanlah penduga rahim
sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau
dalamnya penduga rahim.
 Kuretase, pakailah sendok kuretase yang agak besar.
Memasukannya bukan dengan kekuatan dan melakukan
kerokan biasanya mulailah dibagian tengah. Pakailah

13
sendok kuretase yang tajam karena pada dinding rahim
dalam.
 Cunan abortus, pada abortus inkomplit dimana sudah
kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus untuk
mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lain.
Dengan demikian sendok kuretase dapat dipakai untuk
membersihkan sisa-sisa yang ketinggalan saja.
2. Perawatan paska tindakan kuretase
a. Periksa kembali tanda vital pasien, segara lakukan tindakan
dan beri instruksi apabila terjadi kelainan dan komplikasi
b. Catat kondisi dan buat laporan tindakan
c. Buat instruksi pengbatan lanjutan dan pemantauan kondisi
pasien
d. Beritahu kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan
telah selesai dilakukan tetapi pasien masih memerlukan
perlakuan
e. Jelaskan pada petugas jenis perawatan yang masih
diperlukan, lama perawatan dan kondisi yang diharapkan
f. Kaji dan kontrol nyeri post tindakan invasif
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi dan syok, sebagai berikut (Walsh, 2008):
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian
karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak
diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi. Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada

14
perlukan alat-alat lain.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat
dengan suatu abortus yang tidak aman. Sebenarnya pada genitalia
eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora
normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas
vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp.,
Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Organisme-organisme yang
paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska abortus
adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci
anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan
Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai
adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium
tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena
dapat membentuk gas.
4. Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Ibu dengan Abortus
2.2.1 Pengkajian
Menganalisa untuk mengetahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah:
a. Biodata : Mengkaji identitas klien dan penanggungjawab
yang meliputi; nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.

15
c. Riwayat : yang terdiri atas:
kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan
sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau
pada saat pengkajian seperti perdarahan
pervaginam di luar siklus haid, pembesaran
uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami
pembedahan oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa
dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
e. Riwayat : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
penyakit yang klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
pernah dialami ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan
penyakit-penyakit lainnya.
f. Riwayat : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
kesehatan genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai
keluarga penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
g. Riwayat : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
kesehatan lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan
reproduksi adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
h. Riwayat : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
kehamilan, dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana
persalinan dan keadaan kesehatan anaknya.
nifas
i. Riwayat : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis
seksual kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang
menyertainya.

16
j. Riwayat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
pemakaian oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
obat
k. Pola aktivitas : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
sehari-hari eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan
warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola
pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fisik, dan seterusnya.
Palpasi
Sentuhan : Merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,
derajat kelembaban dan tekstur kulit atau
menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : Menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit
untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan : Menentukan tegangan/tonus otot atau respon
dalam nyeri yang abnormal.
Perkusi : Melakukan ketukan langsung atau tidak
langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk
memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan : Ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
jari menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau
konsolidasi.
Menggunakan : Ketuk lutut dan amati ada tidaknya
palu perkusi refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa

17
refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.
Auskultasi : Mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan
menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
2.2.3 Pemeriksaan laboratorium
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi,
pap smear. Keluarga berencana: Kaji mengenai pengetahuan klien
tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan
kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
2.2.4 Data lain-lain:
a. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan
selama dirawat di RS
b. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien
dan mekanisme koping yang digunakan.Status sosio-ekonomi :
Kaji masalah finansial klien
c. Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME,
dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
2.2.6 Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai
berikut:
a. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan
sirkulasi
c. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan intrauteri
d. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi
vulva lembab
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
2.2.6 Intervensi
a. Devisit volume cairan berhubungan dengan Perdarahan

18
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Tidak
terjadi devisit volume cairan, seimbang antara
intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
KH : • Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan
dibuktikkan dengan haluaran urine adekuat
dengan berat jenis normal 3 – 5 ml/ jam
• Tanda vital stabil
• Turgor kulit kembali normal dapat balik
kembali.
Intervensi : 1) Kaji kondisi status hemodinamika
• Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal
sebagai akibat abortus memiliki karekteristik
bervariasi
2) Ukur pengeluaran harian
• Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari
jumlah kebutuhan harian ditambah dengan
jumlah cairan yang hilang pervaginal
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
• Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada
kondisi perdarahan massif
4) Evaluasi status hemodinamika
• Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara
harian melalui pemeriksaan fisik
b. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan
sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien
dapat melakukan aktivitas tanpa adanya
komplikasi

19
Intervensi : 1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk
beraktivitas
• Rasional : Mungkin klien tidak mengalami
perubahan berarti, tetapi perdarahan masif
perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi
klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi
uterus/kandungan
• Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan
vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari
• Rasional : Mengistiratkan klilen secara
optimal
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai
dengan kemampuan/kondisi klien
• Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien,
pada abortus imminens, istirahat mutlak
sangat diperlukan
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien
melakukan aktivitas
• Rasional : Menilai kondisi umum klien
c. Gangguan rasa nyaman Nyeri berhubungan dengan Kerusakan
jaringan intrauteri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien
dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Intervensi : 1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien
• Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri
dapat dilakukan dengan skala maupun
deskripsi.
2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan
penyebabnya

20
• Rasional : Meningkatkan koping klien dalam
melakukan guidance mengatasi nyeri
3) Kolaborasi pemberian analgetika
• Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri
dapat dilakukan dengan pemberian
analgetika oral maupun sistemik dalam
spectrum luas/spesifik
d. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan perdarahan, kondisi
vulva lembab
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Tidak
terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Intervensi : 1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar;
jumlah, warna, dan bau
• Rasional : Perubahan yang terjadi pada
dishart dikaji setiap saat dischart keluar.
Adanya warna yang lebih gelap disertai bau
tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan
vulva selama masa perdarahan
• Rasional : Infeksi dapat timbul akibat
kurangnya kebersihan genital yang lebih luar
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart
• Rasional : Berbagai kuman dapat
teridentifikasi melalui dischart
4) Lakukan perawatan vulva
• Rasional : Inkubasi kuman pada area genital
yang relatif cepat dapat menyebabkan
infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi
tanda inveksi
• Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat
menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam

23
dan peningkatan rasa nyeri mungkin
merupakan gejala infeksi
6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan
hubungan senggama se;ama masa perdarahan
• Rasional : Pengertian pada keluarga sangat
penting artinya untuk kebaikan ibu;
senggama dalam kondisi perdarahan dapat
memperburuk kondisi system reproduksi ibu
dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi
pada pasangan.
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tidak
terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat.
Intervensi : 1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan
keluarga terhadap penyakit
• Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi
dasar peningkatan rasa cemas
2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
• Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat
menyebabkan penurunan penialaian objektif
klien tentang penyakit
3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab
kecemasan
• Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam
tindakan keperawatan merupakan support
yang mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri klien
4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan
bersama
• Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap
masalah berkontibusi menurunkan

22
kecemasan
5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu
diketahui oleh klien dan keluarga
• Rasional : Konseling bagi klien sangat
diperlukan bagi klien untuk meningkatkan
pengetahuan dan membangun support system
keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien
dan keluarga.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat banyak kemungkinan yang terjadi pada ibu hami, salah satunya
abortus. Abortus disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat dicetuskan baik dari
ibu, bayi, kelainan plasenta, dan infeksi. Hal yang terpenting adalah selama masa
kehamilan, ibu hamil harus menjaga nutrisi dengan baik, menjaga aktivitas,
terutama psikologinya. Penatalaksanaan untuk abortus itu sendiri diklasifikasikan
berdasarkan jenis abortus yang dialami. Namun, untuk penatalaksanaan secara
umum adalah melalui tindakan kuretase.

3.2 Saran
Untuk tenaga kesehatan, perlu dilakukan program penyuluhan atau health
education tentang abortus pada masyarakat, tidak hanya bagi ibu hamil saja tetapi
juga bagi wanita yang belum hamil atau belum menikah. Dengan begitu wanita
dapat mengetahui tentang bahaya dari abortus dan mereka dapat mencegah hal-hal
yang dapat menyebabkan terjadinya abortus.

24
DAFTAR PUSTAKA
BAPPENAS. (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.

Manuaba. (2010). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi

Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Mochtar, R. (2011). Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Nanny. (2011). Asuhan Kehamilan Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho. (2010). Nugroho, 2010. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prawirohardjo, S. (2010). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Soepardan. (2010). Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Nuha

Medika.

Anda mungkin juga menyukai