Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retensi urin merupakan salah satu kegawatdaruratan medis karena
dapat menyebabkan kematian bagi pasien (Widya, Oka, Kawiyana, &
Maliawan, 2017). Retensi urin adalah akumulasi urin yang nyata dalam
kandung kemih akibat ketidakmampuan pengosongan kandung kemih,
sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simpisis,
gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Retensi urine adalah
ketidakmampuan dalam mengeluarkan urine sesuai dengan keinginan,
sehingga urine yang terkumpul di buli-buli melampaui batas maksimal
(Purnomo B. Basuki, 2017). Pada retensi urin, kandung kemih dapat
menahan 2000 – 3000 ml urin (Perry & Potter, 2006).
Penelitian yang dilakukan di Amerika pada pria dengan usia antara
40 sampai 83 tahun memiliki resiko yang cukup tinggi antara 4,5 – 6,8 per
1000 pria pertahun untuk mengalami retensi urin, dan semakin
meningkatnya usia maka seorang pria akan lebih rentan untuk mengidap
retensi urin. Hasil penelitian Warner (2009) mengatakan bahwa retensi urin
umum terjadi setelah anastesi dan pembedahan, dengan laporan kejadiannya
antara 50% - 70%. Kemudian Olsfaruger (1999) mengatakan bahwa anastesi
spinal lebih signifikan menyebabkan retensi urin dibandingkan dengan
anastesi umum. 44% dari pasien pasca pembedahan dengan anastesi spinal
memiliki volume kandung kemih lebih 500ml (retensi urin) dan 54% tidak
memiliki gejala distensi kandung kemih (Lamonerie, 2004). Dalam 10 tahun
terakhir terdapat 333 kasus tentang retensi urin. 19 dari 167 orang (11%)
memiliki retensi urin. Risiko retensi urin terbesar adalah pasien yang lebih
tua, atau yang mengonsumsi obat antikolinergik, atau yang memiliki riwayat
diabetes dan fecal impaction (Borrie, Michael j, Karen C, Zora A.A., Judy
Bray, Pauline Hart, Terri Labate, Paul Hesch, 2001).
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli
penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin

1
miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut
lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi
urethra, trauma dan lain sebagainya. Akibat lanjut retensi urin, buli-buli
akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan di dalam
lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat. Bila keadaan ini
dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat di dalam lumen akan
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter
dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal. Retensi urin juga
menjadi penyebab terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila ini terjadi
dapat menimbulkan gawat yang serius seperti pielonefritis dan urosepsis
(Gardjito, 2009).
Penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien dengan retensi
urin sangat penting untuk dilakukan tatalaksana yang baik dan efisien. Maka
dari itu hendaknya kita sebagai calon perawat sangat penting untuk
mempelajari retensi urin, sehingga dapat memberikan informasi kepada
klien atau keluarga mengenai intervensi baik dalam mencegah maupun
mengatasi kasus retensi urin dengan baik dan sesuai kode etik keperawatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.2.1 Bagaimana Laporan Pendahuluan Retensi Urine?
1.2.2 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Retensi Urine?
1.2.3 Bagaimana Tinjauan Kasus Mengenai Retensi Urine?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui dan Memahami Apa Saja yang Terdapat dalam Laporan
Pendahuluan Retensi Urine
1.3.2 Mengetahui dan Memahami Konsep Asuhan Keperawatan Retensi
Urine
1.3.3 Mengetahui dan Memahami Tinjauan Kasus Retensi Urine

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Pendahuluan
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya
terjadi penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak
digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan akan
dikeluarkan berupa urine. Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar
kembali dalam tubuh melalui pembuluh darah kapiler ginjal, masuk ke
dalam pembuluh darah dan beredar keseluruh tubuh. Sistem
perkemihan merupakan sistem rangkaian organ yang terdiri atas
ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra (Syaifuddin, 2009). Ginjal,
ureter, kadung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit dan
komposisi asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk aktif
metabolik dari dalam darah dan mengatur tekanan darah. Urin yang
terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui
ureter kedalam kandung kemih tempat urin tersebut disimpan untuk
sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan
urin akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra (Brunner & Suddarth,
2002).
Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain
dan ada organ lain yang turut serta dalam mengatur keseimbangan
asam basa, namun organ yang mengatur kimia internal tubuh secara
akurat adalah ginjal. Fungsi ekskresi ginjal diperlukan untuk
mempertahankan kehidupan. Namun demikian, berbeda dengan sistem
kardiovaskuler dan respiratorius, gangguan total fungsi ginjal tidak
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Ginjal harus
mampu untuk mengekskresikan berbagai produk limbah makanan dan
metabolisme dalam jumlah yang dapat diterima serta tidak dieliminasi
oleh organ lain. Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut biasanya
berkisar dari 1 hingga 2 liter air, 6 hingga 8 gram garam (natrium

3
klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70 mg ekuivalen asam
perhari. Di samping itu, ureum yang merupakan produk akhir
metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya
diekskresikan dalam urin (Brunner & Suddarth, 2002).
a. Ginjal
Menurut (Saputra, 2014), ginjal merupakan suatu organ
bervaskuler banyak yang berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri
dari tiga bagian
1. Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme
penyaringan darah dan dilindungi oleh kapsul berfibrosa dan
lapisan lemak
2. Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12
piramida ginjal (biji berlurik yang sebagian besar tersusun dari
struktur tubular)
3. Pelvis renalis ( bagian dalam): menerima urine melalui kalises
mayor
Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi
luar ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang
berbentuk segitiga disebut pyramid ginjal atau bagian medulla ginjal.
Didalam ginjal terdapat satuan fungsional ginjal yang paling kecil,
yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri dari sekitar 1,2 juta nefron. Setiap
nefron terdiri dari komponen vaskuler yaitu glomerulus dan
komponen tubulus, keduannya secara struktural dan fungsional
bekaitan erat (Sloane, 2003).

4
5
Setiap nefron merupakan saluran yang tipis (dengan diameter
20- 50 ) dan memiliki bentuk yang memanjang/elongasi (dengan
panjang 50 mm). Nefron terdiri dari saluran berujung buntu (blind
end) yang melebar. Kapsul bowman yang diikuti oleh tubulus
kontotus proksimal, ansa Henle serta tubulus kontortus distal (Marya,
2013) Nefron terdiri dari beberapa bagian antara lain sebagai berikut:
1) Glomerulus
Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang
terdapat sepanjang arteriol, fungsinya untuk filtrasi air dan zat
terlarut dalam darah. Glomerulus juga merupakan gulungan
gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda
disebut kapsul bowman (Sloane, 2003).
2) Kapsul bowman
Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi
oleh epitel yang menyelubungi glomeulus untuk mengumpulkan
zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus (Sloane, 2003).
3) Tubulus kontroktul proksimal
Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama nefron.
Tubulus ini dilapisi oleh lapisan tunggal sel epitel yang
memperlihatkan suatu brush border yang menonjol pada
permukaan lumen dan sejumlah besar mitokondria dan
sitoplasma. Karasteristik histologik epitel tubulus kontroktus
proksimal ini mungkin berkolerasi dengan aktivitas reabsorpsinya
yang luas. Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus
kontrotus proksimal. Letak tubulus ini didalam korteks ginjal,
sepanjang 15 mm dengan diameter 50-60 mm. bentuknya
berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang
berjalan kearah medulla, yaitu ansa henle (Marya, 2013).
4) Ansa henle
Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal yang struktur
serta fungsinya serupa dengan tubulus kontroktus proksimal, lalu
segmen tipis yang berjalan turun kedalam medulla hingga

6
kedalaman yang beragam untuk membentuk sebuah ansa
(gulungan/loop), dan segmen asenden yang tebal yang struktur
serta fungsinnya serupa dengan tubulus kontortus distal. Dengan
menimbulkan hiperosmolalitas pada interstisium medularis, ansa
henle memainkan peranan yang penting dalam mekanisme
pemekatan urin pada ginjal (Marya, 2013).
5) Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron diantara
macula densa dan duktus koligentes. Sel-sel ditandai dengan tidak
adanya brush border dan memiliki banyak mitokondria pada tepi
basalis yang menunjukkan peranan sekresi pada sel-sel tersebut
(Marya, 2013).
6) Duktus koligentes atau duktus pengumpul
Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang akan
menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal. Duktus
koligers berjalan dari dalam berkas medulla menuju ke medulla.
Setiap duktus pengumpul yang berjalan kearah medulla akan
mengosongkan urin yang telah terbentuk kedalam pelvis ginjal
(Sloane, 2003).

7
7) Pembuluh darah ginjal
Setiap arteri renalis berasal langsung dari aorta. Arteri ini
memasuki ginjal dan bercabang secara progresif menjadi
pembuluh arteri yang lebih kecil yaitu arteri interlobaris, arteri
arkuata dan arteri interlobularis. Setiap arteri interlobularis
mempercabangkan suatu seri arteriola aferen. Arteriola aferen
terpecah menjadi 4-6 gelungan kapiler (glomerulus) yang
kemudian menyatu kembali menjadi arteriola eferen. Arteriola
eferen bercabang-cabang menjadi suatu jaringan kapiler, yaitu
kapiler peritubularis untuk mengelilingi bagian nefron yang
berada dalam korteks renal (Marya, 2013). Arteriola eferen
glomerulus jukstamedularis membentuk suatu tipe kapiler
peritubularis yang spesial dan dinamakan vasa rekta. Vasa rekta
relatif lurus dan merupakan gelungan kapiler panjang yang
berjalan turun kedalam medulla renal serta membentuk gelungan
seperti penjepit rambut disepanjang sisi ansa henle. Vasa rekta
memiliki peranan yang penting dalam memelihara
hiperosmolalitas interstisium medularis (Marya, 2013)
8) Pembentukan urin Menurut (Saputra, 2014) urine dihasilkan dari
tiga proses yang terjadi di nefron: filtrasi oleh glomerulus,
reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.
 Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari tubulus
kontortus proksimal menyebabkan reabsorsi Na+ dan glukosa
ke sirkulasi terdekat. Osmosis kemudian menyebabkan
reabsorsi H2O
 Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat kembali
dari tubulus kontortus distal ke kapiler peritubuler. Transfor
aktif menyebabkan reabsorsi Na+. Adanya ADH menyebabkan
reabsorsi H2O.
 Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari kapiler
peritubuler ke dalam filtrat tubulus. Kapiler peritubuler
kemudian mensekresikan NH3 dan H+.

8
b. Ureter
Ureter merupakan tabung fibromuskular yang
menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih (ureter kiri
sedikit lebih panjang dari ureter kanan), dikelilingi oleh tiga lapis
dinding. Berperan sebagai saluran yang membawa urine dari ginjal
ke kandung kemih. Mempunya gelombang peristaltik satu sampai
lima kali setiap menit untuk mengalirkan urine ke kandung kemih.
Ureter dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Pelvis renalis:
pelvis renalis adalah bagian atas yang mengembang. Struktur
ini bermula sebagai alat berbentuk mangkuk yang dikenal
sebagai kaliks.
2. Ureter: ureter memiliki panjang sekitar 25,4 cm. Bagian atas
terletak di depan otot belakang abdomen; bagian bawah masuk
ke dalam rongga pelvis sejati dan berakhir di permukaan
belakang kandung kemih di mana ureter menembus dinding
kandung kemih tersebut. Setiap ureter tersusun atas:
 Jaringan fibrosa: lapisan paling luar.
 Jaringan otot bebas: lapisan tengah; urine mengalir dari
ginjal ke dalam kandung kemih melalui gerak peristaltik.
 Jaringan epitel transisional: menyusun lapisan dalam ureter
dan menjaganya dari keasaman urin.
c. Vesika Urinarius (Kandung Kemih)
Menurut (Syaifuddin, 2009), vesika urinaria (kandung
kemih) : terletak tepat dibelakang os pubis, merupakan tempat
penyimpanan urin yang berdinding otot yang kuat, bentuknya
bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang di kandung. Kandung
kemih pada waktu kosong terletak dalam rongga pelvis, sedangkan
dalam keadaan penuh dinding atas terangkat masuk kedalam region
hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di belakang pinggir
atas simpisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk segi

9
tiga. Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter dan sudut
interior membentuk uretra.
Bagian atas kandung kemih di tutupi oleh peritoneum yang
membentuk eksafasio retrovesikalis, sedangkan bagian bawah
permukaan posterior dipisahkan oleh rectum oleh duktus deferens,
vesika seminalis, dan vesiko retro vesikalis. Permukaan posterior
seluruhnya di tutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan
gulungan ileum dan kolon sugmoid. Sepanjang lateral permukaan
peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis.
1. Pengisian kandung kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun
dalam berkas spiral longitudinal dan sekitar lapisan otot yang
tidak terlihat. Kontraksi peristaltic ureter 1-5 kali per menit.
Akan menggerakkan urin pada pelvis renalis kedalam andung
kemih dan disemprotkan setiap gelombang peristaltic. Ureter
yang berjalan miring melalui dinding kandung kemih untuk
menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltic
untuk mencegah urin tidak kembai di uretra. Apabila kandung
kemih terisi penuh permukaan superior membesar, menonjol
ke atas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritenium akan
menutupi bagian bawah dinding anterior kolum kandung
kemih yang terletak dibawah kandung kemih dan permuaan
atas prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut otot
polos prostat kolum kandung kemih yang dipertahankan. Pada
tempatnya oleh liga mentum puborostatika pada pria oleh
ligamentum pubovesikalis. Pada wanita yang merupaan
penebalan fasia pubis. Membran mukosa kandung kemih
dalam keadaan kosong akan berlipat-lipat. Ipatan ini akan
hilang apabila kandung kemih berisi penuh. Daerah membrane
mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung kemih yang
dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding
kandung kemih secara miring membuat seperti katup yang

10
mencegah aliran balik urin ke ginjal pada waktu kandung
kemih terisi.
2. Pengosongan kandung kemih
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab
pada pengosongan kandung kemih selama berkemih
(miksturasi) berkas otot tersebut berjalan pada sisi uretra,
serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra
terdpat sfingter otot rangka yaitu sfingter uretra membrannosa
(sfingter uretra eksterna). Epitel kemih dibentuk dari lapisan
superfisialis sel kuboid.
d. Uretra
Menurut (Evi, 2014) uretra adalah suatu saluran sambungan
yang membawa urine dari kandung kemih ke arah luar. Uretra pada
perempuan berukuran pendek dengan panjang 3,8 cm. Lubang
keluarnya membuka di antara bibir vagina, di atas lubang vagina.
Otot sfringter uretra perempuan terdapat di permulaan saluran
tersebut. Pada laki-laki uretra memiliki panjang 15 hingga 20 cm
dari kandung kemih ke lubang keluarnya di ujung penis. Uretra
laki-laki menjalankan dua tugas: tugas pertama adalah
menyalurkan urine dan yang kedua adalah menyalurkan mani.
Uretra laki-laki dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Bagian prostat: kelenjar prostat mengelilingi uretra di bagian ini;
otot sfringter uretra terdapat di bagian bawah.
2. Bagian membran: bagian uretra yang berlanjut dari bagian
prostat.
3. Bagian penis: bagian yang terdapat di dalam penis

11
2.1.2 Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di
kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk
mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan
miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000)
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung
kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI
Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk
melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan
terhadap hal tersebut (Brunner & Suddarth, 2010).

2.1.3 Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine adalah sebagai
berikut:
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla
spinallis S2 S4 setinggi T12L1.Kerusakan saraf simpatis dan
parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada
operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis,
misalnya miningokel,tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang
ditandai dengan rasa sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang
besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika,
striktur, batu kecil, tumor pada leher vesika, atau fimosis.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran porstat, kelainan
patologi urethra(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi
neurogenik kandung kemih.
e. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik
(atropine), preparatantidepressant antipsikotik (Fenotiazin),
preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida= Sudafed),

12
preparat penyekat β adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi(hidralasin)

2.1.4 Klasifikasi
1. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih
tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh.
Berbeda dengan kronis, tidak ada rasa sakit karena urin sedikit
demi sedikit tertimbun. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat
berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba,
disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam
urologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang
kateter
2. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’
yang disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang
bertahap. Hal ini dapat disebabkan karena pembesaran prostat,
pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa kencing. Bisa kencing sedikit
tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena
tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang
terkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit
memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan kandung
kemih dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kronik tidak
mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan
medis yang serius di kemudian hari.
Perhatikan bahwa pada retensi urin akut, laki-laki lebih banyak
daripada wanita dengan perbandingan 3/1000 : 3/100000.
Berdasarkan data juga dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya
umur pada laki-laki, kejadian retensi urin juga akan semakin
meningkat.

13
2.1.5 Manifestasi Klinis
Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung
kemih yang penuh dan distensi kandung keimih yan ringan. Pada
retensi kronik ditandai dengan gejala iritasi kandung kemih (
frekuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata.
Adapun tanda dan gejala dari pnyakit retensi urin ini adalah :
a. Di awali dengan urin mengalir lambat
b. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
d. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
e. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
a. Ketidak nyamanan daerah pubis
b. Distensi vesika urinia.
c. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
d. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan
dengan asupannya.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi
akibat distensi kandung kemih yang berlebihan gangguan suplai
darahpada dinding kandu kemih dan proliferasi bakteri. Gangguan
fungsi renal juga dapat terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi
saluran kemih.

2.1.6 Patofisiologi
Secara garis besar penyebab retensi dapat dapat
diklasifikasi menjadi 5 jenis yaitu :
a. Obstruksi
b. Infeksi
c. Farmakologi
d. Neurologi
e. Faktor trauma

14
Obstruksi pada saluran kemih bawah dapat terjadi akibat
faktor intrinsik atau faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari
sistem saluran kemih dan bagian yang mengelilinginya seperti
pembesaran prostat jinak, tumor buli-buli, striktur uretra,
phimosis, paraphimosis, dan lainnya. Sedangkan faktor ekstrinsik,
sumbatan berasal dari sistem organ lain, contohnya jika terdapat
massa di saluran cerna yang menekan leher buli-buli, sehingga
membuat retensi urine. Dari semua penyebab, yang terbanyak
adalah akibat pembesaran prostat jinak. Penyebab kedua akibat
infeksi yang menghasilkan peradangan, kemudian terjadilah
edema yang menutup lumen saluran uretra. Reaksi radang paling
sering terjadi adalah prostatitis akut, yaitu peradangan pada
kelenjar prostat dan menimbulkan pembengkakan pada kelenjar
tersebut. Penyebab lainnya adalah uretritis, infeksi herpes
genitalia, vulvovaginitis, dan lain-lain. 3 Medikasi yang
menggunakan bahan anti kolinergik, seperti trisiklik antidepresan,
dapat membuat retensi urine dengan cara menurunkan kontraksi
otot detrusor pada bulibuli.
Obat-obat simpatomimetik, seperti dekongestan oral, juga
dapat menyebabkan retensi urine dengan meningkatkan tonus
alpha-adrenergik pada prostat dan leher bulibuli. Dalam studi
terbaru obat anti radang non steroid ternyata berperan dalam
pengurangan kontraksi otot detrusor lewat inhibisi mediator
prostaglandin. Banyak obat lain yang dapat menyebabkan retensi
urine.
Secara neurologi retensi urine dapat terjadi karena adanya
lesi pada saraf perifer, otak, atau sumsum tulang belakang. Lesi
ini bisa menyebabkan kelemahan otot detrusor dan inkoordinasi
otot detrusor dengan sfingter pada uretra.
Penyebab terakhir adalah akibat 5 trauma atau komplikasi
pasca bedah. Trauma langsung yang paling sering adalah straddle
injury, yaitu cedera dengan kaki mengangkang, biasanya pada

15
anak-anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedalnya,
sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda.

2.1.7 Komplikasi
a. Urolitiasis atau nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam
velvis renal, sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau
kalkulus dalam sistem urinarius. Urolithiasis mengacu pada
adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk dari
traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pada ginjal dan saluran kemih
bagian atas. Sebagian besar kasus pielonefritis adalah
komplikasi dari infeksi kandung kemih (sistitis). Bakteri
masuk ke dalam tubuh dari kulit di sekitar uretra, kemudian
bergerak dari uretra ke kandung kemih. Kadang-kadang,
penyebaran bakteri berlanjut dari kandung kemih dan uretra
sampai ke ureter dan salah satu atau kedua ginjal. Infeksi ginjal
yang dihasilkan disebut pielonefritis.
c. Hydronefrosis
d. Pendarahan
e. Ekstravasasi urine

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan
pada retensio urine adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan specimen urine.
b. Pengambilan: steril, random, midstream.
c. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb,
KEton, Nitrit.
d. Sistoskopy, IVP

16
Table 2.1 Urinalitis
No. Pemeriksaan Normal Abnormal
Warna Kekuning-kuningan Merah : Menunjukan hematuri (kemungikan
obstruksi urin kalkulus, renalis tumor,
kegagalan ginjal )
Kejernihan Jernih Keruh : Terdapatkotoran, sendimenbakteri
(infeksiurinaria)
Bobotjenis 1.003-100351 Biasanyamenunjukan intake cairan semakin
sedikit iritan cairan semakin tinggi bobot
jenis
Bila bobot jenih tetap rendah (1.010-1.014)
di duga terdapat penyakit ginjal.
Protein 0-8 mg/dl Protein uria dapat terjadi karena diet tinggi
protein dan karena banyak gerakan
(terutama yang lam )
Gula 0 Terlihat pada penyakit renal

Eritrosit 0-4 Cedera jaringan ginjal


Leukosit 0-5 Infeksi saluran kemih

Cast/silinder 0 Infeksi saluran ginjal, penyakit renal


PH 4.6-6.8 ( rata-rata Alkali bila dibiarkan atau pada infeksi
6.0 ) saluran Kemih, tingkat asam meningkat
pada asidosistubulusrenalis
Keton 0 Keton uria terjadi karena kelaparan dan
ketoasidosis diabetic

2.1.9 Penatalaksanaan
Bila diagnosis retensi urin sudah ditegakkan secara benar,
penatalaksanaan ditetapkan berdasarkan masalah yang berkaitan
dengan penyebab retensi urinnya. Pilihannya adalah:
a. Kateterisasi
b. Sistostomi suprapubik

17
c. Pungsi suprapubik

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ruptur Uretra


2.2.1 Pengkajian
A. Primary Survey
1. Airway
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera
dari partikel-partikel benda asing seperti darah, muntahan,
permen karet, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat
di sebabkan oleh lidah atau edema karena trauma jaringan.
b. Jika pasien tidak sadar, selalu curigai adanya cervical
spine fracture dan jangan melakukan hiperekstensi leher
sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan.
c. Gunakan chin lift dan jaw thrust secara manual untuk
membuka jalan napas.
Pada kasus rupture uretra biasanya tidak ditemukan
sumbatan jalan nafas.
2. Breathing
a. Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan
observasi untuk ekspansi bilateral dada.
b. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekels,
wheezing atau tidak adanya bunyi napas.
c. Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan,
maka pernapasan pasien dibantu dengan suatu alat
oksigenasi yang sesuai.
Pada kasus rupture uretra biasanya ditemukan beberapa
kelainan pada breathing seperti nafas cepat namun teratur,
gerakan dada simetris dan tidak membutuhkan otot bantu
pernafasan.

18
3. Circulation Dengan Kontrol Perdarahan
a. Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat
irama dan ritmenya dan mengkaji warna kulit untuk
melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi
b. Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada
tertutup.
c. Kaji tekanan darah.
d. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena. Mulai
penggantian volume per protokol. Cairan kristaloid
seimbang (0, 9 % salin normal atau ringer’s lactate)
biasanya di gunakan.
e. Kaji adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan
dengan penekanan langsung.
f. Palpasi juga nadi radialis jika diperlukan. Identifikasi rate
(lambat, normal, atau cepat).
Pada kasus rupture uretra biasanya tidak terdapat keluhan
pada sirkulasi, namun hal ini tergantung dengan kondisi
rupture yang dialami.
4. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan
menggunakan skala AVPU:
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yangdiberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan
suara yang tidak biasdimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitasawal yang digunakan untuk
mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyerimaupun stimulus verbal.
Pada kasus rupture uretra, kesadaran pasien atau korban
tergantung dengan beratnya kasus atau trauma yang dialami.

19
Namun, beberapa kasus rupture uretra menggambarkan
kesadaran pasien dalam keadaan normal
(Komposmentis/Alert).
5. Exposure/Environment
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera
pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau
tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos
pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme
trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat
mengancam nyawa pasien luka dan mulai melakukan
transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
Pada kasus rupture uretra, pada poin Exposure Assessment
biasanya didapatkan jejas di daerah panggul (pelvis), serta
adanya tanda-tanda fraktur pelvis.
B. Secondary Survey
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa,
statusperkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
tanggal MRS, diagnosa medis. Kasus rupture uretra lebih

20
sering menyerang laki-laki dibandingkan wanita. Hal ini
dikarenakan faktor anatomi genetalia manusia.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada uretra adalah nyeri.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri tekan, memar atau hematoma, hematuri bila terjadi
rupture total uretra anuria
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah
perineum.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan
pasien atau penyakit lainnya yang diturunkan.
f. Riwayat Psikososial
 Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit
 Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit
 Persepsi pasien terhadap penyakit
g. Riwayat SAMPLE
S: Symtomp (Gejala). Pada umumnya gejala pada rupture
uretra adalah keluarnya darah dari genetalia dari lubang
uretra, kencing disertai darah atau hematuria serta disertai
rasa nyeri.
A : Alergy (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum
seperti sedang menjalanipengobatan hipertensi, kencing
manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat)
P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa
dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

21
L: Last meal (obat atau makanan yang baru saja
dikonsumsi, dikonsumsi berapajam sebelum kejadian, selain
itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan retensi urin
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
(Emergency Nursing Association, 2007)
2. Pemeriksaan fisik
a. Adanya trauma di daerah perineum
b. Adanya perdarahan per uretra
c. Adanya nyeri tekan pada daerah supra pubik dan abdomen
bagian bawah
d. Adanya jejas pada daerah supra pubik dan abdomen bagian
bawah
e. Adanya fraktur tulang pelvis
f. Adanya retensi urin
g. Pemeriksaan rektal tuse : Floating Prostat
C. Focused Assessment
Focused assessment adalah tahap pengkajian pada area
keperawatan yang dilakukan setelah primary dan secondary
survey. Pengkajian ini dilakukan untuk melengkapi data
secondary sesuai masalah yang ditemukan atau tempat dimana
injury ditemukan. Yang paling banyak dilakukan dalam tahapan
ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik atau
bahkan dilakukan pemeriksaan ulang dengan tujuan segera dapat
dilakukan tindakan definitif.
D. Reassessment
Mengkaji ulang untuk melengkapi primary survey. Kaji TTV
secara continue dan kaji kemungkinan adanya fraktur multiple,
seperti:
a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian, sering
disertai dengan trauma pada lumbal

22
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat
disertai dengan trauma panggul
c. Trauma pada lengan sering menyebaabkab trauma pada siku,
sehingga lengan dan siku harus dievaluasi dengan bersamaan
d. Trauma pada lutut dan proksimal fibula sering menyebabkan
trauma pada tungkai bawah maka lutut dan tungkai bawah
harus dilakukan evaluasi bersamaan
e. Trauma apapun yang mengenai bahu harus diperhatikan secara
seksama karena dapat melibatkan leher, dada atau bahu

Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro Pharyngeal Airway,
Laryngeal Mask Airway , maupun Endotracheal Tube (salah
satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk menjamin
kelancaran jalan napas. Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko yang minimal.
Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan pasien :
 Pemeriksaan definitive rongga dada dengan rontgen foto
thoraks, untuk meyakinkan ada tidaknya masalah seperti
Tension pneumothoraks, hematotoraks atau trauma pelvis
yang bisa mengakibatkan gangguan oksigenasi tidak adekuat
 Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin perfusi jaringan
khususnya organ vital tetap terjaga, hemodinamik tetap
termonitor serta menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.
 Pemasangan cateter vena central
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Balance cairan
 Pemasangan kateter urin (jika memungkinkan)
Disability Setelah pemeriksaan GCS pada primary survey, perlu didukung
dengan :

23
 Pemeriksaan spesifik neurologic yang lain seperti reflex
patologis, deficit neurologi, pemeriksaan persepsi sensori
dan pemeriksaan yang lainnya.
 CT scan kepala, atau MRI
Exposure Konfirmasi hasil data primary survey dengan
a. Radiologi pada daerah yang mungkin dicurigai trauma atau
fraktur. Biasanya tampak adanya defek uretra anterior
daerah bullbus dengan ekstravasasi bahan kontraks
uretrografi retrograde.
b. Ureterografi : eksrtavasasi kontras dan adanya fraktur
pelvis
c. USG abdomen atau pelvis
2.2.2 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d adanya ruptur urethra
2. Gangguan eliminasi urine (retensio urine) b/d adanya hematoma
dan ekstravasasi
3. Resiko infeksi b/d faktor resiko pemasangan douwer kateter
4. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

DIAGNOSA KEP NOC NIC


1. Nyeri akut b/d Kriteria Hasil : a. Kaji nyeri meliputi
adanya ruptur urethra - Menunjukkan kemampuan lokasi, karakteristik,
untuk membantu dalam lokasi, intensitas
tindakan kenyamanan (skala 0-10)
umum dan mampu untuk R/ membantu
tidur/ istirahat dengan evaluasi derajat
tenang ketidak nyamanan
dan deteksi dini
terjadinya
komplikasi
b. Dorong dan ajarkan
tehnik relaksasi

24
R/ mengembalikan
perhatian dan
meningkatkan rasa
control
c. Kolaborasi medis
dalam pemberian
analgesik
R/ menghilangkan
nyeri
d. Lakukan persiapan
pasien dalam
pelaksanaan
tindakan medis
pemasangan douwer
kateter drainase
cistostomy
R/ persiapan secara
matang akan
mendukung
palaksanaan
tindakan dengan
baik.
2. Gangguan eliminasi Kriteria hasil: a. Perhatikan aliran
urine (retensio urine) - Eliminasi urin lancar dan karakteristik
b/d adanya hematoma - Eliminasi urin normal urine
dan ekstravasasi R/ Penurunan aliran
menunjukkan retensi
urine, urine keruh
mungkin normal
(adanya mucus) atau
mengindikasikan
proses infeksi.

25
b. Kateterisasi untuk
residu urine dan
biarkan kateter tak
menetap sesuai
indikasi.
R/ Menghilangkan
atau mencegah
retensi urin dan
mengesampingkan
adanya striktur
uretra
c. Siapkan alat bantu
untuk drainase urin,
contoh: sistomi.
R/ Diindikasikan
untuk mengeluarkan
kandung kemih
selama episode akut
dengan azotemia
atau bila bedah
dikontra indikasikan
karena status
kesehatan pasien.
3. Resiko infeksi b/d Kriteria hasil: a. Pertahankan tehnik
faktor resiko - Tidak terdapat tanda-tanda steril dalam
pemasangan douwer infeksi pemasangan kateter,
kateter berikan perawatan
kateter steril dalam
manipulasi selang
R/ Mencegah
pemasukan bakteri
dan kontaminasi

26
yang menyebabkan
infeksi
b. Gunakan tekhnik
mencuci tangan
yang baik dan
ajarkan serta
anjurkan pasien
melakukan hal yang
sama.
R/ Mengurangi
kontaminasi yang
menyebabkan
infeksi
c. Observasi tanda-
tanda infeksi
R/ Deteksi dini
adanya infeksi dan
menentukan
tindakan selanjutnya
d. Perhatikan karakter,
warna, bau, dari
drainase dari sekitar
sisi kateter
R/ Drainase purulent
pada sisi insersi
menunjukkan
adanya infeksi local
e. Intruksikan pasien
untuk menghindari
menyentuh insisi,
balutan dan drainase
R/ Mencegah

27
kontaminasi
penyebab penyakit
f. Kolaborasi dalam
pemberian anti
biotika sesuai
indikasi
R/ Mengatasi infeksi
dan mencegah sepsis
4. Ansietas b/d Kriteria Hasil: a. Ajarkan tentang
kurangnya - Mengungkapkan masalah proses penyakit dan
pengetahuan tentang ansietas dan tak pasti pada penyebab penyakit
penyakitnya pemberi perawatan atau R/Dengan pengajar
orang terdekat meningkatkan peng
mengidentifikasi etahuan pasien, me
mekanisme koping yang nurunkan
adaptif memulai kecemasan pasien
penggunaan tehnik relaksasi b. Anjurkan pasien dan
kooperatif terhadap orang terdekat untuk
tindakan yang dilakukan mengungkapkan
tentang rasa takut,
berikan privasi tan
pa gangguan,
sediakan waktu ber
sama mereka untuk
mengembangkan
hubungan
R/ Pasien yang
merasa nyaman
berbicara dengan
perawat, mereka
sering dapat
memahami dan

28
memasukkan
perubahan
kebutuhan dalam
praktek dengan
sedikit kesulitan
c. Beri informasi dan
diskusikan prosedur
dan pentingnya
prosedur medis dan
perawatan
R/ Informasi yang
adekuat
meningkatkan
pengetahuan dan
koopereratif pasien
d. Orientasikan pasien
terhadap
lingkungan, obat-
obatan, dosis,
tujuan, jadwal dan
efek samping, diet,
prosedur diagnostik
R/ Pengorientasian
meningkatkan
pengetahuan pasien

2.3 Tinjauan Kasus pada Pasien dengan Ruptur Uretra


ASUHAN KEPERAWATAN PADA” Tn. L” DENGAN RUPTUR URETRA

Pasien laki-laki, 41 tahun, datang ke IGD RSUD M. Haulussy dengan


rujukan dari RSUD Tulehu Selatan keluhan perdarahan pada saluran kemih sejak
1 hari SMRS. Darah keluar menetes, berwarna merah segar, awalnya tidak
bercampur dengan urin. Nyeri ketika ingin BAK, dan saat BAK keluar sedikit-

29
sedikit dan bercampur darah. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan kerja saat
mengecat dinding diatas lemari dan jatuh terbentur penyangga kursi pada bagian
pubisnya, kemudian terjatuh kelantai dengan benturan mengenai pinggang kanan.
Setelah jatuh pasien sempat merasakan tidak mampu bangun. Pasien dibawa ke
RSUD Tulehu, sesampai disana pasien merasakan nyeri saat menggerakan paha,
dilakukan pemasangan kateter namun karena keluar darah, pemasangan
dihentikan, kemudian di rujuk ke RSUD M. Haulussy. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan status generalis hemodinamik stabil, status urologis didapatkan jejas
pada regio pinggang kanan, dan genitalia externa keluar darah. Dari pemeriksaan
penunjang, laboratorium didapatkan anemia, peningkatan ureum dan creatinin.
Setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan TD 120/80 mmHg, Nadi 84 kali/menit,
RR 24 kali/menit, dan Suhu 36,8 ºC.

A. PENGKAJIAN
Identitas
No. Rekam Medis : 645678 Diagnosa Medis: Ruptur Uretra
Nama : Tn. L Jenis Kelamin: L Umur: 41 thn
Agama : Kristen Protestan Status Perkawinan: Sudah Menikah
Pekerjaan : Pekerja Lapas Sumber Informasi : Keluarga
Alamat : Benteng Karang
Triage
Kesadaran : Kategori Triage : Klasifikasi kasus :
Allert Verbal P1 P2 P3 P4 Trauma Non Trauma
Pain Unrespon Merah Kuning Hijau Hitam Dx Medis: Rupture Uretra

General Impression
Tanda Gejala : Nyeri saat berkemih, Keluar Keluhan Utama: Nyeri saat berkemih
darah menetes dari genetalia
Lokasi : Pinggang kanan dan Tindakan yang telah dilakukan sebelum ke
genetalia RS : -
Airway
Primary

Jalan Nafas : Paten Tidak Paten


Survey

Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing Tidak Ada


Suara Nafas: Snoring Gurgling Stridor Ronkhi

Keluhan Lain : -

30
Breathing
Gerakan Dada: Simetris Asimetris
Irama Nafas : Cepat Dangkal Normal
Pola Nafas : Teratur Tidak Teratur
Retraksi Otot Dada : Ada Tidak Ada
Sesak Nafas : Ada Tidak Ada RR 24x/mnt
Keluhan Lain : -
Circulation
Nadi : Teraba Tidak Teraba
Sianosis : Ya Tidak
CRT : < 2 detik >2 detik
Keluhan Lain : -
Disability
Repon : Allert Verbal Pain Unrespon
Kesadaran : CM Delirium Samnollen
GCS :15 Eye : 4 Verbal : 5 Motorik :6
Pupil : Isokor Unisukor Pinpoint Medriasis
Keluahan Lain : -
Anamnesa
Gejala (Symptomp) : Terdapat darah menetes pada uretra dan nyeri saat
berkemih
Alergi (Alergy) : Pasien tidak memiliki alergi apapun
Medikasi : Pasien sedang tidak menjalani pengobatan apapun seperti
DM, HT, penyakit lain ataupun penyalahgunaan obat
Riwayat Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami riwayat jatuh dari ketinggian
Secondary Survey

sebelumnya, dan tidak memiliki riwayat penyakit


Sebelumnya seperti BPH
Makan Minum Terakhir : Pasien makan minum terakhir pada waktu sarapan
sebelum berangkar kerja
Peristiwa/ Penyebab : Jatuh dari ketinggian

Exposure Full Vital Sign


Deformitas : Ya Tidak TD : 120/80 mmHg
Contusio : Ya Tidak Nadi : 84x/menit
Abrasi : Ya Tidak RR : 24x/menit
Penetrasi : Ya Tidak Suhu : 36,8°C
Laserasi : Ya Tidak
Edema : Ya Tidak

31
Keluhan lain :Perdarahan pada genetalia

Pemeriksaan Fisik
Kepala dan Leher
Inspeksi : Normochepal, Deformitas (-)
Palpasi : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid dan kelenjar gatah
bening tidak teraba membesar
Dada
Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis
Palpasi : Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri = kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Turgor baik, defans muscular (-), nyeri tekan (+) pada
regio supra pubis, hepar dan limpa tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
Pelvis
Inspeksi : Tampak jejas di pinggang kanan
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Extremitas atas/bawah
Inspeksi : Edema --/--
Palpasi : Akral hangat ++/++
Pemeriksaan neurologis
GCS: 15
Kesadaran Composmentis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)
TANGGAL NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KODE
22/02/2014 1 Nyeri akut b/d adanya ruptur urethra ditandai dengan: 1605
Data Subyektif :
 Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
Data Obyektif :

32
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 RR : 24x/menit
 Suhu : 36,8°C
 Wajah tampak menyeringai saat berkemih
 Tampak memegang area pinggang kanan
22/02/2014 2 Gangguan eliminasi urine (retensio urine) b/d adanya 00132
hematoma dan ekstravasasi ditandai dengan:
Data Subyektif :
 Pasien mengatakan keluar darah dari kemaluan dan nyeri
saat berkemih
Data Obyektif :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 RR : 24x/menit
 Suhu : 36,8°C
 Urin tampak berwarna merah
 Tampak darah menetes dari uretra
22/02/2014 3 Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya 00146
ditandai dengan :
Data Subyektif :
 Klien mengatakan sudah mengetahui informasi tentang
penyakitnnya
 Klien mengatakan sangat cemas dengan kondisi
kesehatannya saat ini
 Klien sering bertanya pada perawat tentang kondisinya.
Data Obyektif :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Klien sering menanyakan apakah penyakit yang dideritanya
bisa disembuhkan.
 Klien berulang kali bertanya kepada perawat mengenai

33
tindakan operasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Tindakan Keperawatan
Hari/
Dx. Kep Tujuan/ KH Intervensi
Tgl Rasional
(NOC) (NIC)
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri 1. Membantu
akut b/d tindakan meliputi lokasi, evaluasi
adanya keperawatan 1x24 karakteristik, derajat ketidak
ruptur jam nyeri akut lokasi, intensitas nyamanan dan
urethra dapat berkurang (skala 0-10) deteksi dini
ditandai dengan kriteria 2. Dorong dan terjadinya
dengan: hasil: ajarkan tehnik komplikasi
Data - Menunjukkan relaksasi 2. Mengembalika
Subyektif : kemampuan 3. Kolaborasi n perhatian
 Pasien untuk medis dalam dan
mengatak membantu pemberian meningkatkan
an nyeri dalam tindakan analgesik rasa control
saat kenyamanan 4. Lakukan 3. Menghilangka
berkemih umum dan persiapan pasien n nyeri
Data mampu untuk dalam 4. Persiapan
Obyektif : tidur/ istirahat pelaksanaan secara matang
 Tekanan dengan tenang tindakan medis akan
darah : pemasangan mendukung
120/80 douwer kateter palaksanaan
mmHg drainase tindakan
 Nadi : cistostomy dengan baik.
84x/menit
 RR :
24x/menit
 Suhu :
36,8°C
 Wajah

34
tampak
menyerin
gai saat
berkemih
 Tampak
memegan
g area
pinggang
kanan
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Perhatikan aliran 1. Penurunan
eliminasi tindakan dan karakteristik aliran
urine keperawatan 3x24 urine menunjukkan
(retensio jam gangguan 2. Kateterisasi untuk retensi urine,
urine) b/d eliminasi urin residu urine dan urine keruh
adanya dapat teratasi. biarkan kateter mungkin
hematoma KH : tak menetap normal
dan - Eliminasi urin sesuai indikasi. (adanya
ekstravasasi lancar 3. Siapkan alat mucus) atau
ditandai - Eliminasi urin bantu untuk mengindikasik
dengan: normal drainase urin, an proses
Data contoh: sistomi infeksi.
Subyektif : 2. Menghilangka
 Pasien n atau
mengatak mencegah
an keluar retensi urin
darah dari dan
kemaluan mengesampin
dan nyeri gkan adanya
saat striktur uretra
berkemih 3. Diindikasikan
Data untuk
Obyektif : mengeluarkan

35
 Tekanan kandung
darah : kemih selama
120/80 episode akut
mmHg dengan
 Nadi : azotemia atau
84x/menit bila bedah
 RR : dikontra
24x/menit indikasikan

 Suhu : karena status

36,8°C kesehatan

 Urin pasien

tampak
berwarna
merah
 Tampak
darah
menetes
dari uretra
3 Ansietas b/d Setelah dilakukan 1. Ajarkan tentang 1. Dengan pengaj
kurangnya tindakan 3x24 jam proses penyakit armeningkatka
pengetahuan Ansietas dapat dan penyebab pengetahua
tentang berkurang. penyakit pasien, menuru
penyakitnya KH : 2. Anjurkan pasien nkan kecemasan
ditandai - Mengungkapkan dan orang pasien
dengan : masalah ansietas terdekat untuk 2. Pasien yang
Data dan tak pasti mengungkapkan merasa nyaman
Subyektif : pada pemberi tentang rasa berbicara
 Klien perawatan atau takut, dengan perawat,
mengatak orang terdekat berikan privasi mereka sering
an sudah mengidentifikasi tanpa gangguan, dapat
mengetah mekanisme sediakan waktu memahami dan
ui koping yang bersama mereka memasukkan

36
informasi adaptif memulai untuk perubahan
tentang penggunaan mengembangkan kebutuhan
penyakitn tehnik relaksasi hubungan dalam praktek
nya kooperatif 3. Beri informasi dengan sedikit
 Klien terhadap dan diskusikan kesulitan
mengatak tindakan yang prosedur dan 3. Informasi yang
an sangat dilakukan pentingnya adekuat
cemas prosedur medis meningkatkan
dengan dan perawatan pengetahuan
kondisi 4. Orientasikan dan koopereratif
kesehatan pasien terhadap pasien
nya saat lingkungan, 4. Pengorientasian
ini obat-obatan, meningkatkan
 Klien dosis, tujuan, pengetahuan
sering jadwal dan efek pasien
bertanya samping, diet,
pada prosedur
perawat diagnostik
tentang
kondisiny
a.
Data
Obyektif :
 Tekanan
darah :
120/80
mmHg
 Klien
sering
menanyak
an apakah
penyakit

37
yang
dideritany
a bisa
disembuh
kan
 Klien
berulang
kali
bertanya
kepada
perawat
mengenai
tindakan
operasi.

38
D. CATATAN KEPERAWATAN
NO.
TANGGAL JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TT
DX
22-02-2014 08.00 1 1. Ajarkan pasien teknik relaksasi dengan menarik nafas
dalam untuk mengurangi nyeri
Hasil: Pasien mengikuti anjuran perawat
08.15 2. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, lokasi, intensitas)
Hasil: Nyeri masih terasa saat berkemih
08.21 2 3. Anjurkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat
makan, di antara waktu makan dan di awal petang
Hasil: Klien mengatakan ia melakukan yang
diinstruksikan perawat
11.00 4. Memantau eliminasi urine, meliputi frekuensi,
konsistensi
Hasil: Klien mengatakan hari ini BAK baru sekali
sejak pagi smpe saat ini, warna urine kuning.
11.00 5. Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung
kemih (10 menit)
Hasil: klien mengatakan saat BAK masih terasa sakit
tetapi tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan
BAK
11.10 6. Berikan privasi untuk eliminasi
Hasil: menutup pintu WC saat klien BAK
11.12 3 7. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Hasil: klien mengatakan masih cemas dengan
kondisinya, masih sulit untuk memulai tidur karna
memikirkan penyakitnya dan masih ada perasaan
kawatir bila kondisi kembali memburuk
11.15 8. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Hasil: Klien sangat antusian menceritakan pada
perawat tentang keluhan yang ia rasakan

39
11.20 9. Identifikasi tingkat kecemasan
Hasil: klien masuk dalam tingkat kecemasan sedang
11.20 10. Dorong keluarga untuk menemani pasien
Hasil: keluarga selalu menemani pasien saat di rumah
sakit
14.00 1 11. Injeksi analgesik
Hasil: Nyeri sedikit berkurang
23-02-2014 07.30 1 1. Ajarkan pasien teknik relaksasi dengan menarik nafas
dalam untuk mengurangi nyeri
Hasil: Pasien mengikuti anjuran perawat
08.00 2. Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, lokasi, intensitas)
Hasil: Nyeri masih terasa saat berkemih
08.05 2 3. Anjurkan pasien untuk tetap minum 200 ml cairan
pada saat makan, di antara waktu makan dan di awal
petang
Hasil: Klien mengatakan ia akan melakukan yang
diinstruksikan perawat.
08.07 4. Memantau eliminasi urine, meliputi frekuensi,
konsistensi
Hasil: Klien mengatakan hari ini BAK baru sekali
sejak pagi smpe saat ini, warna urine kuning
08.07 3 5. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
Hasil: klien mengatakan masih cemas apabila
kondisinya kembali memburuk
08.10 6. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Hasil: Klien sangat antusian menceritakan pada
perawat tentang keluhan yang ia rasakan
08.15 7. Identifikasi tingkat kecemasan
Hasil: klien masuk dalam tingkat kecemasan ringan
08.20 8. Mendorong keluarga untuk mendukung pasien di
rumah

40
Hasil: keluarga mengatakan akan selalu mengingatkan
klien untuk menjaga kesehatannya
14.00 1 9. Injeksi analgesik
Hasil: Nyeri sedikit berkurang

41
E. CATATAN PERKEMBANGAN
NO TANGGAL TANGGAL
1 22- 02 – 2014 23- 02 – 2014
S: S:
 Klien mengatakan sakit pada saat  Klien mengatakan masih sakit
BAK, masih keluar sedikit darah pada saat BAK, masih keluar
dari kemaluan sedikit darah dari kemaluan
O O
 Tampak ekspresi menyeringai  Tampak ekspresi menyeringai
menahan sakit menahan sakit
 Tekanan Darah 120/80 mmHG  Tekanan Darah 120/80 mmHG
 Nadi 84x/menit  Nadi 84x/menit
 RR 24x/menit  RR 24x/menit
 Suhu 36,8°C  Suhu 36,8°C
 Skala nyeri 4  Skala nyeri 3
A A
 Masalah nyeri belum teratasi  Masalah nyeri teratasi sebagian
P P
Lanjutkan intervensi Lanjutkan intervensi
 Ajarkan pasien teknik relaksasi  Ajarkan pasien teknik
dengan menarik nafas dalam relaksasi dengan menarik
untuk mengurangi nyeri nafas dalam untuk
 Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, mengurangi nyeri
lokasi, intensitas)  Kaji nyeri (lokasi,
 Kolaborasi untuk injeksi karakteristik, lokasi,
analgesik intensitas)
 Kolaborasi untuk injeksi
analgesik

2 S: S:
 Klien mengatakan BAK masih  Klien mengatakan saat BAK
terasa sakit, masih butuh waktu masih terasa sakit tetapi tidak

42
cukup lama untuk menuntaskan butuh waktu lama untuk
BAK-nya dan urine masih menyelesaikan BAK, klien
berwarna kuning keruh mengatakan BAK baru 1 kali
O: sejak pagi.
 Klien nampak cukup lama saat O :
masuk WC, warna urine kuning  Warna urine kuning.
keruh
A:
 Masalah gangguan eliminasi urin A :
belum teratasi  Masalah gangguan eliminasi
P: urin belum teratasi
Intervensi tetap dilanjutkan
 Pantau eliminasi urine, meliputi P :
frekuensi, konsistensi, bau, Intervensi tetap dilanjutkan
volume, dan warna jika perlu  Pantau eliminasi urine,
 Ajarkan pasien untuk minum 200 meliputi frekuensi, konsistensi,
ml cairan pada saat makan, di bau, volume, dan warna jika
antara waktu makan, dan di awal perlu
petang  Ajarkan pasien untuk minum
 Berikan privasi untuk eliminasi 200 ml cairan pada saat makan,
 Berikan cukup waktu untuk di antara waktu makan, dan di
pengosongan kandung kemih (10 awal petang
menit)  Berikan privasi untuk eliminasi
 Ajarkan pasien tentang tanda dan  Berikan cukup waktu untuk
gejala infeksi saluran kemih yang pengosongan kandung kemih
harus dilaporkan (misalnya (10 menit)
demam, menggigil, nyeri pinggang,  Ajarkan pasien tentang tanda
hematuria, serta perubahan dan gejala infeksi saluran
konsistensi dan bau urine) kemih yang harus dilaporkan
(misalnya demam, menggigil,
nyeri pinggang, hematuria,
serta perubahan konsistensi

43
dan bau urine)
3 S: S:
 Klien mengatakan masih sangat  Klien mengatakan masih
cemas dengan kondisinya, klien cemas dengan kondisinya,
juga mengatakan kawatir bila harus masih sulit untuk memulai
dioperasi, klien mengatakan susah tidur karna memikirkan
untuk memulai tidur karena selalu penyakitnya dan masih ada
mimikirkan kondisinya perasaan kawatir bila kondisi
O: kembali memburuk
 Klien masih nampak cemas
 Klien sering bertanya mengenai O :
kondisinya  Klien masih sering bertanya
 Tekanan darah: 120/80 mmHg mengenai kondisinya
 Klien masuk dalam tingkat  120/80 mmHg
kecemasan sedang.
A: A:
 Masalah ansietas belum teratasi  Masalah ansietas belum
P: teratasi
Intervensi dilanjutkan P:
 Dorong keluarga untuk menemani Intervensi dilanjutkan
pasien  Dorong keluarga untuk
 Dengarkan dengan penuh perhatian menemani pasien

 Identifikasi tingkat kecemasan  Dengarkan dengan penuh

 Dorong pasien untuk perhatian

mengungkapan perasaan,  Identifikasi tingkat kecemasan


ketakutan, persepsi  Dorong pasien untuk
 Instruksikan pasien menggunakan mengungkapan perasaan,
teknik relaksasi. ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi.

44
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan hasil analisa dari BAB I sampai pada bab III dapat
disimpulkan bahwa Retensio urine adalah ketidakmampuan melakukan urinasi
meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut atau tertahannya
urine didalam kandung kemih.
Klien dengan retensio urine dapat terjadi karena berbagai factor seperti:
a. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
b. pembesaran porstat
c. kelainan patologi urethra.
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan Penatalaksanaan pada kasus
retensio urine dengan cara :
a. Kateterisasi urethra
b. Dilatasi urethra dengan boudy
Drainage suprapubik
Dengan adanya tanda klinis dari retensio urine, perawat diharapkan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang holistik dan profesional, untuk
memberikan pelayanaan kesehatan yang efisien dan komprehensif dengan
mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan pada retensi urin.
Diharapkan dengan mengetahui, hal tersebut Perawat dapat mendiagnosa
keperawatan dan memberikan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kode
etik keperawatan dan dapat melakukan tindakan kolaboratif terhadap tenaga medis
dalam satu visi dan misi kesehatan yaitu mensejahterakan masyarakat Indonesia
yang sehat dan menjadi lebih baik.

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat yang memiliki basic keilmuan diharapkan setiap
melaksanakan asuhan keperawatan senantiasa berpegang pada konsep yang sudah
diberikan pada perkuliahan sehingga penatalaksanaan klien dengan retensi urin
dapat terlaksana dengan tepat dan benar. Sudah menjadi kewajiban untuk
memberikan tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan

45
kepada pembentukan tingkat kenyamanan pasien, manajemen rasa sakit dan
keamanan. Perawat harus mampu mamahami faktor psikologis dan emosional
yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat juga harus terus
mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.

46
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih.
Bahasa : Agung Waluyo, Et Al (Edisi 2). Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal- Bedah (Edisi 12). Jakarta:
EGC.
Evi, S. & D. (2014). Anatomi & Fisiologi: Untuk Perawat Dan Paramedis.
Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.
Marya. (2013). Buku Ajar Patofisologi. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara.
Perry & Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses,
Dan Praktik, 2.
Purnomo B. Basuki. (2017). Dasar-Dasar Urologi (Edisi Keti). Jakarta: CV
Sagung Seto.
Saputra. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Sloane. (2003). Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
Widya, A. A. N. A. W., Oka, A. A. G., Kawiyana, K. S., & Maliawan, S. (2017).
Diagnosis Dan Penanganan Striktur Uretra, 1–16.

47

Anda mungkin juga menyukai