Anda di halaman 1dari 20

1.

1 Konsep Penyakit
1.1.1 Defenisi
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus.
Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung dan usus yang memberikan gejala
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, dan seringkali disertai peningkatan suhu tubuh.
Gastroenteritis atau diare akut adalah kekerapan dan keenceran BAB dimana frekuensinya
lebih dari 3 kali perhari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.
Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan
oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Gastroenteritis (diare akut) adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Diare adalah defekasi yang tidak normal
baik frekuensi maupun konsistensinya, frekuensi diare lebih dari 4 kali sehari.
1.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1.1.3 Etiologi
1. Faktor infeksi
- Infeksi bakteri :
Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan
sebagainya.
- Infeksi virus :
Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus,
dan lain-lain.
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba Hstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).
2. Faktor malabsorbsi: Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein.
3. Faktor makanan, Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
4. Factor psikologis, Rasa takut dan cemas.
5. Imunodefisiensi, Dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri.
6. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.
1.1.4 Klasifikasi
Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
1. Berdasarkan lama waktu :
a. Akut : berlangsung < 5 hari
b. Persisten : berlangsung 15-30 hari
c. Kronik : berlangsung > 30 hari
2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3. Berdasarkan derajatnya
a. Diare tanpa dihindrasi
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
c. Diare dengan dehidrasi berat
4. Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
a. Infektif
b. Non infeksif
1.1.5 Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
1.1.6 Manifestasi Klinik
1. Diare.
2. Muntah.
3. Demam.
4. Nyeri abdomen
5. Membran mukosa mulut dan bibir kering
6. Fontanel cekung
7. Kehilangan berat badan
8. Tidak nafsu makan
9. Badan terasa lemah

1.1.7 Komplikasi
1. Dehidrasi
2. Renjatan hipovolemik
3. Kejang
4. Bakterimia
5. Mal nutrisi
6. Hipoglikemia
7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
2. Pemeriksaan, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
3. Pemeriksaan urine lengkap
4. Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
5. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
6. Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi helicobacter jejuni sangat
dianjurkan
7. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif tentang pada diare kronik.
8. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (gda) & elektrolit (na,
k, ca, dan p serum yang diare disertai kejang)

Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :


1. Kehilangan BB
a. Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
b. Dehidrasi ringan : menurun BB 2 - 5%
c. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
d. Dehidrasi berat : menurun BB 10%
2. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama 30-
60 detik) kemudian dilepaskan, jika kulit kembali dalam :
a. 1 detik ; turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
b. 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
c. 2 detik: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung
lebiih dari beberapa hari, di perlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
tersebut pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar eliktrolit serum,ureum dan kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan
enzyme- linked immunorsorbent assay (ELISA) menditeksi giardiasis dan tes serologic
amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus,biasanya memiliki
jumlah dan hitung jenis leukost yang normal atau limfositosis. pasien dengan infeksi
bakteri terutama pada infeksi bakteri yang infasif ke mukosa, memiliki leukositosis
dengan kelebihan darah putih muda. Neurotropenia dapat timbul pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat adanya leukosit dalam tinja
yang menunjukan adanya infeksi bakteri,adanya telur cacing dan parasit dewasa..
(Sudoyo,2007:408)
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Kegawat Daruratan Menurut John (2004:234)
1. Penggantian cairan intra vena ( IV bolus 500ml normal salin untuk dewasa, 10- 20ml
2. Pemberian suplemen nutrisi harus diberikan segera pada pasien mual muntah.
3. Antibiotik yang diberikan pada pasien dewasa adalah cifrofloksasin 500mg.
4. Pemberian metronidazole 250-750mg selama 5-14 kali.
5. Pemberian obat anti diare yang dikomendasikan antibiotic
6. Obat antiemetic yang digunakan pada pasien yang muntah dengan dehidrasi

1.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

1.2.1 Definisi

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah salah satu bagian dari
fisiologi homeostasis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari (pelarut)
dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
Elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV)
dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya,
jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan
cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh
tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri
dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan
transeluler.

Cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan
fisiologis dan lingkungan
1.2.2 Anatomi Fisiologi

Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit.
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan
listrik, seperti : protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik.
Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++),
magnesium (Mg++), Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Konsenterasi elektrolit dalam cairan tubuh bervariasi pada satu bagian dengan bagian
yang lainnya, tetapi meskipun konsenterasi ion pada tiap-tiap bagian berbeda, hukum
netralitas listrik menyatakan bahwa jumlah muatan-muatan negatif harus sama dengan
jumlah muatan-muatan positif.

Komposisi dari elektrolit-elektrolit tubuh baik pada intarseluler maupun pada


plasma terinci dalam tabel di bawah ini :
No. Elektrolit Ekstraseluler Intraseluler Plasma Interstitial
1. Kation :
• Natrium (Na+) 144,0 mEq 137,0 mEq 10 mEq
• Kalium (K+) 5,0 mEq 4,7 mEq 141 mEq
• Kalsium (Ca++) 2,5 mEq 2,4 mEq 0
• Magnesium (Mg ++) 1,5 mEq 1,4 mEq 31 mEq
2. Anion :
• Klorida (Cl-) 107,0 mEq 112,7 mEq 4 mEq
• Bikarbonat (HCO3-) 27,0 mEq 28,3 mEq 10 mEq
• Fosfat (HPO42-) 2,0 mEq 2,0 mEq 11 mEq
• Sulfat (SO42-) 0,5 mEq 0,5 mEq 1 mEq
• Protein 1,2 mEq 0,2 mEq 4 mEq
a. Kation :
• Sodium (Na+) :
- Kation berlebih di ruang ekstraseluler
- Sodium penyeimbang cairan di ruang eesktraseluler
- Sodium adalah komunikasi antara nerves dan musculus
- Membantu proses keseimbangan asam-basa dengan menukar ion hidrigen pada ion
sodium
di tubulus ginjal : ion hidrogen di ekresikan
- Sumber : snack, kue, rempah-rempah, daging panggang.

• Potassium (K+) :
- Kation berlebih di ruang intraseluler
- Menjaga keseimbangan kalium di ruang intrasel
- Mengatur kontrasi (polarissasi dan repolarisasi) dari muscle dan nerves
- Sumber : Pisang, alpokad, jeruk, tomat, dan kismis.
• Calcium (Ca++) :
- Membentuk garam bersama dengan fosfat, carbonat, flouride di dalam tulang
dan gigi untuk membuatnya keras dan kuat
- Meningkatkan fungsi syaraf dan muscle
- Meningkatkan efektifitas proses pembekuan darah dengan proses pengaktifan
protrombin dan trombin
- Sumber : susu dengan kalsium tinggi, ikan dengan tulang, sayuran, dll.
b.Anion :
• Chloride (Cl -) :
- Kadar berlebih di ruang ekstrasel
- Membantu proses keseimbangan natrium
- Komponen utama dari sekresi kelenjar gaster
- Sumber : garam dapur
• Bicarbonat (HCO3 -) :
Bagian dari bicarbonat buffer sistem
- Bereaksi dengan asam kuat untuk membentuk asam karbonat dan suasana
garam untuk
menurunkan PH.
• Fosfat ( H2PO4- dan HPO42-) :
- Bagian dari fosfat buffer system
- Berfungsi untuk menjadi energi pad metabolisme sel
- Bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang
- Masuk dalam struktur genetik yaitu : DNA dan RNA.
1.2.3 Etiologi
Etiologi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Burner & Sudarrth, 2002) :
1.2.3.1 Ketidakseimbangan Volume Cairan
1. Kekurangan volume cairan (Hipovolemik)
 Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare, muntah.
 Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan per oral, penggunaan obat-
obatan diuretic.
2. kebihan volume cairan (Hipervolemik)
Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, asupan natrium berlebih.
1.2.3.2 Ketidak seimbangan Elektrolit
1. Hiponatremia
Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal
pengeluaran diuretic.
2. Hipernatremia
Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, Pemberian larutan salin
hipertonik lewat IV secara iatrogenic.
3. Hipokalemiagastrointestial
Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau kehilangan
cairan lain melalui saluran.
4 Hiperkalemia
Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang parah seperti akibat
luka bakar dan trauma.
5 Hipokalsemia
Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia,
hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin D, penyakit-penyakit neoplastik,
pancreatitis.
6 Hiperkalsemia
Metastase tumor tulang, osteoporosis, imobilisasi yang lama.
1.2.4 Klasifikasi

1.2.4.1 Intake Cairan :


Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-lira 1500 ml
per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari sehingga
kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi selama proses
metabolisme.Berikut adalah kebutuhan intake cairan yang diperlukan berdasarkan umur
dan berat badan, perhatikan tabel di bawah ini :

No Umur berat badan ( Kg ) Kebutuhan cairan

( mL/24 jam )
1 3 hari 3,0 250 – 300

2 1 tahun 9,5 1150 – 1300

3 2 tahun 11,8 1350 – 1500

4 6 tahun 20,0 1800 – 2000

5 10 tahun 28,7 2000 – 2500

6 14 tahun 45,0 2200 – 2700

7 18 tahun ( adult ) 54,0 2200 – 2700

Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak Sedangakan rangsangan haus berasal dari kondisi
dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan
darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering di
mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi secara
sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh
tractus gastrointestinal.

1.2.4.2 Output cairan


Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
1. Urine :
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius merupakan
proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal output urine sekitar
1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam. Pada orang dewasa. Pada
orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila
aktivitas kelenjar keringat meningkat maka
produksi urine akan menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan
dalam tubuh

2. IWL (Insesible Water Loss) :


IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan mekanisme difusi.
Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini adalah berkisar
300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL
dapat meningkat.
1.2.4.3Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal
dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang
belakang yang dirangsang oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

1.2.4.4 Feces :
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur
melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
1.2.5 Patway
Exogenous pyrogens

(seperti : bakteri, virus, kompleks antigen antibody)

Sel host inflamasi


(seperti : makrofag, netrofil, sel kuffer, makrofag splenic dan alveolar)

Memproduksi endogenous pyrogens


(interleukin 1, interieukin 6, factor nekrosis tumor, dan cytokine pyrogenic lain)

Sintesis PGE2 dalam hipotalamus

Pusat termoregulator
(neuron preoptik pada hipotalamus anterior)

Perubahan fisiologi dan tingkah laku

demam
1.2.6 Manisfetasi klinis
1.2.6.1 Kelelahan
1.2.6.2 Kram otot dan kejang
1.2.6.3 Mual
1.2.6.4 Pusing
1.2.6.5 Pingsan
1.2.6.6 Lekas marah
1.2.6.7 Muntah
1.2.6.8 Mulut kering
1.2.6.9 Denyut jantung lambat
1.2.6.10 Kejang
1.2.6.11 Palpitasi
1.2.6.12 Tekanandarahnaik turun
1.2.6.13 Kurangnyakoordinasi
1.2.6.14 Sembelit
1.2.6.15 Kekakuansendi
1.2.6.16 Rasa haus
1.2.6.17 Suhu naik
1.2.6.18 Anoreksia
1.2.6.19 Berat badan menurun

1.2.7 Komplikasi
1.2.7.1 Hipovolemik
Adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler (CES), dan
dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolumik.
Gejala : Pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus, gangguan mental,
konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, turgor kulit menurun, lidah kering dan
kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung.
1.2.7.2 Hipervolemik
Adalah penambahan atau kelebihan volume cairan dapat terjadi pada saat :
a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air.
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunn ekskresi natrium dan air.
c. Kelebihan pemberian cairan.
d. Perpindahan cairan interstitial ke plasma.
Gejala : Sesak , peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites, edema,
adanya ronchi, kulit lembab.

1.2.8 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan Diagnostik
1.2.8.1 Pemeriksaan darah lengkap (jumlah sel darah, Hb, Hematokrit).
1.2.8.2 PH dan Berat jenis urine.
1.2.8.3 Pemeriksaan elektrolit serum.
1.2.8.4 Analisa gas darah (astrup).
1.2.9 Penatalaksanaan medis
1.2.9.1 Terapi cairan IV.
1.2.9.2 Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap.
1.2.9.3 Terapi obat-obatan.
1.2.9.4 Transfusi darah (jika diperlukan).

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan
masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik .
Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut
dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi
intravena, dan antibiotic.
6. Pengkajian Pola Gordon (Pola Fungsi Kesehatan).
a. Persepsi Kesehatan : pasien tidak mengetahui penyebab penyakitnya, higienitas
pasien sehari-sehari kurang baik.
b. Nutrisi metabolic : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan
berat badan pasien.
c. Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK
sedikit atau jarang.
d. Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen yakni dibantu oleh orang lain.
e. Tidur/istirahat : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f. Kognitif/perceptual : pasien masih dapat menerima informasi namun kurang
berkonsentrasi karena nyeri abdomen.
g. Persepsi diri/konsep diri : pasien mengalami gangguan konsep diri karena kebutuhan
fisiologis nya terganggu sehingga aktualisasi diri tidak tercapai pada fase sakit.
h. Seksual/reproduksi : mengalami penurunan libido akibat terfokus pada penyakit.
i. Peran hubungan : pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan peran
pasien pada kehidupan sehari-hari mengalami gangguan.
j. Manajemen koping/stress : pasien mengalami kecemasan yang berangsur-angsur
dapat menjadi pencetus stress. Pasien memiliki koping yang adekuat.
k. Keyakinan/nilai : pasien memiliki kepercayaan, pasien jarang sembahyang karena
gejala penyakit.
1.3.2 Diagnosa
1. Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
diare
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya
absorbsi usus terhadap zat gizi
4. Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis
5. Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi
6. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap
kelembapan.
1.3.3 Intervensi
Dx 1.
Diare berhubungan dengan infeksi, makanan, psikologis
Tujuan : Mencapai BAB normal yang ditunjukkan dengan :
1. Penurunan frekuensi BAB sampai kurang dari 3 kali sehari
2. Faeses mempunyai bentuk
Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab yang mempengaruhi diare.
2. Ajarkan pada klien penggunaan yang tepat dari obat – obat anti diare.
3. Dapatkan sediaan faeses untuk pemeriksaan kultur bila diare bertambah.
4. Pertahankan tirah baring
5. Pantau keefektifan dan efek samping dari obat anti diare
6. Kolaborasi untuk mendapat antibiotik
Dx.2
Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat diare
Tujuan:
1. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Tidak terjadi dehidrasi
Intervensi:
1. Monitor output cairan
2. Monitor intake cairan
3. Berikan oralit tiap habis BAB
4. Kaji tanda – tanda dehidrasi
5. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit

Dx.3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya absorbsi
usus terhadap zat gizi
Tujuan:
1. Nutrisi terpenuhi
2. Berat badan sesuai usia
3. Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1. Beri diit yang tidak merangsang
2. Motivasi keluarga untuk memberikan makanan yang tidak bertentangan dengan diare
dan sesuai waktu
3. Pertahankan kebersihan mulut
4. Timbang berat badan tiap hari
5. Beri diit tinggi kalori, protein, dan mineral serta rendah zat sisa
Dx.4
Nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder gastro enteritis
Tujuan : nyeri dapat berkurang
Intervensi:
1. Beri kompres hangat di perut
2. Ubah posisi klien bila nyeri, arahkan ke posisi yang paling aman.
3. Kaji nyeri
4. Kolaborasi pemberian obat analgesik
Dx.5
Hipertermia berhubungan dengan penurunan sirkulasi terhadap dehidrasi
Tujuan : mempertahankan normotermia
Intervensi:
1. Ajarkan klien dan keluarga pentingnya mempertahankan masukan yang adekuat
sedikitnya 2000 ml/ hari kecuali terdapat kontra indikasi penyakit jantung atau ginjal untuk
mencegah dehidrasi.
2. Monitor intake dan output dehidrasi
3. Monitor suhu dan tanda vital

Dx.6
Perubahan integritas kulit berhubungan dengan iritan lingkungan sekunder terhadap
kelembapan
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat teratasi dengan ditandai tidak adanya lecet dan
kemerahan di sekitar anal
Intervensi:
1. Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut. Bilas dengan air,
keringkan dan taburi talk
2. Beri udara bebas pada daerah anal tiap 10 – 15 menit
3. Beri stik laken di atas perlak klien
4. Gunakan pakaian yang longgar.
1.3.4 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang lebih
dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

1.3.5 Evaluasi

1) Pasien tidak diare lagi


2) Konsistensi feces berbentuk dan tidak cair
3) Pasien tidak merasa mulas
Daftar Pustaka

Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 2000. Rencana Asuhan


Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta.

Smeltzer and Bare C, 2000, Buku Ajar Medikal Bedah Brunner and Suddarth, Edisi
8, Volume 2, EGC, Jakarta

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.J DENGAN DIAGNOSA MEDIS
GASTOENTERITIS DAN KEBUTUHAN DASAR CAIRAN

DAN ELEKTRALOT DI RUANG FLAMBOYANT

RSUD dr DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :

NAMA : ENDANG MARGIANTI

NIM : 2017.C.09a.0884

YAYASAN EKAHARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai