Refleksi Kasus
Gangguan Obsesif-Kompulsif
Oleh:
Hajrah
NIM. 0708015059
Dipresentasikan pada tanggal 02 Februari 2012
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp. KJ
REFLEKSI KASUS
Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa.
Pemeriksaan dilakukan pada hari Sabtu, 25 Januari 2012 Pukul 11.50 WITA, di
Poli
RSKD
Atma
Husada
Samarinda,
sumber
Autoanamnesis
dan
Heteroanamnesis.
Identitas Pasien
Nama
: Tn. F J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 52 tahun
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: SLTA(lulus)
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Identitas Keluarga
Nama
: Ny. K
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 50 tahun
: Istri
Alamat
Status Psikiatri
Keluhan Utama
Heteroanamnesis
Menurut pengakuan istri pasien, dirinya merasakan khawatir terhadap
tingkah laku suaminya beberapa bulan belakangan ini. Menurutnya, pasien selalu
merasa cemas terhadap suatu hal yang bahkan pasien sendiri tidak tahu apa yang
dicemaskan. Perilaku yang ditujukan oleh pasien antara lain mencuci tangan
berulang kali dan saat mandi pasien bisa menghabiskan waktu sampai dengan 2
jam lamanya. Akan tetapi, pasien tetap merasa dalam pikkrannya bahwa dirinya
kurang bersih. Selain itu, pasien menjadi gampang curiga kepada orang lain.
Menurut pengamatan istrinya, pasien sudah mengalami keluhan seperti ini
yaitu sejak 7 tahun yang lalu. Keluhan yang dialami pasien awalnya dapat ditolerir
akan tetapi akhir-akhir ini membuatnya merasa khawatir. Selain itu, pasien juga
sering mengeluhkan kepalanya yang terasa tegang. Keluhan yang dialami pasien
tidak sampai mengganggu kualitas tidur pasien.
Tidak pernah mengalami cedera kepala, tidak ada riwayat malaria, tidak
ada riwayat kejang berulang, tidak ada riwayat hipertensi.
Ada riwayat konsumsi alcohol dan merokok yang mulai berhenti sejak 3
tahun yang lalu
Faktor pencetus
Tidak diketahui
Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikahi seorang wanita sejak 27 tahun lalu dan dikaruniai 3
orang anak. Hubungan suami-istri harmonis dan tidak ada masalah serius.
Riwayat religius
Pasien mengaku beribadah tidak sesuai waktu dan kadang melalaikannya.
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki tanpa gangguan jiwa
: Perempuan tanpa gangguan jiwa
: Pasien
: Tinggal 1 rumah
Status Praesens
Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
Sistem kardiovaskuler
Sistem respiratorik
Sistem gastrointestinal
Sistem urogenital
Kelainan khusus
Status Neurologikus
Panca indera
Tanda meningeal
normal
Pupil
isokor
Diplopia
tidak ditemukan
Visus
Status Psikiatrik
Kesan umum
Kontak
Kesadaran
Emosi / afek
Proses berpikir
Intelegensi
: Baik
Persepsi
Psikomotor
Kemauan
: ADL mandiri
Diagnosis
Formulasi Diagnosis
Seorang pria usia 52 tahun, beragama Islam, status menikah, pendidikan lulus
SLTA, tinggal di Jl. P. Samosir No.29, Samarinda. Datang ke Poli klinik
RSKD Atma Husada Samarinda pada hari Sabtu, 21 Januari 2012 pukul 10.15
WITA.
Pada autoanamnesis, pasien menjelaskan bahwa dirinya selalu merasa cemas
sejak 7 tahun yang lalu. Pasien jadi sering mengulang kegiatan seperti
mencuci tangan, mengecek kondisi rumah dan membersihkan diri. Hal ini
Diagnosis Multiaksial
Aksis I
Penatalaksanaan
Psikofarmakologis
Pemeriksaan penunjang
Psikoterapi
Memotivasi pasien untuk menjalani proses terapi sehingga dapat terjadi
perbaikan kondisi.
Memberikan kepercayaan diri kepada pasien bahwa dia dapat benar-benar
sembuh dan merubah perilakunya.
Memberikan penjelasan kepada keluarga terdekat (terutama istri dan anak)
mengenai keadaan pasien saat ini.
Prognosis
Dubia ad bonam
Adanya keinginan yang kuat dari pasien untuk mejalani terapi ditandai
dengan penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas mengenai hal-hal yang ingin didiskusikan sehingga
masalah-masalah yang ada pada pasien dapat dikaji secara mendalam untuk
memberikan terapi yang maksimal bagi pasien. Hal-hal tersebut meliputi
diagnosis multiaksial, penatalaksanaan dan prognosis dari kasus ini.
Diagnosis Multiaksial
Axsis I
Kriteria Diagnostik untuk lntoksikasi Amfetamin
DSM IV
Kriteria penilaian
Pada pasien
tindakan
mental
(misalnya,
berdoa,
menghitung,
saja
walaupun
perilakunya
itu
diketahui
pasti
sangat
yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat
individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 2
Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan
dalam pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam
CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti
mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah
terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini
efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara perlahan kebiasaankebiasaannya itu. 3
Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan
manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang
memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu.
Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih.
Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara
bersamaan dalam masa perawatan penderita OCD. Pemberian obat medis hanya
bisa dilakukan oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam
psikoterapi. Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena
beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan. 5
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam
otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft),
escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa). 5,6
Pada pasien diberikan pengobatan simtomatis yaitu dengan Anafranil. 25
mg tab 2 dd I sebagai obat anti depresi. Pada pasien, psikoterapi dilakukan dengan
rawat jalan bukan rawat inap mengingat keinginan pasien yang tinggi untuk
abstinensi, namun tetap harus dilakukan konseling terutama terhadap keluarga
yang tinggal serumah dalam hal ini istri pasien untuk dapat memahami dan
menjaga pasien dari kemungkinan memburuknya keluhan pasien. Sehingga
dengan adanya dukungan yang lengkap dari sisi psikofarmakologis dan
psikoterapi yang didukung oleh kemauan yang tinggi dari pasien dan keluarga
untuk abstinen maka prognosis dari pasien ini adalah dubia ad bonam.
12
DAFTAR PUSTAKA
13