Anda di halaman 1dari 32

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

TUGAS UJIAN

Disusun Oleh:
Andi Amalia Nefyanti
1410029033
Penguji:
dr. Prima Deri Pella Todingbua, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
2016

1. Apa diagnosimu pada pasien pertama?


PUA
2. Definisi PUD
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi,
penyakit medis tertentu atau kehamilan. (Hestiantoro & Wiweko, Panduan Tata

Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional, 2007)


Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan uterus abnormal (lamanya,
frekuensinya, jumlah) tanpa ditemukan kelainan organik dan hematologi
melainkan hanya akibat gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus
hipofisis ovarium dan target organnya dalam hal ini endometrium. (Palisuri &
Budi, 1999)

3. Ada berapa penyebab PUD ?


- Siklus berovulasi
Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid. Penyebab
perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium.
(Hestiantoro, Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsional, 2007). Perdarahan
ini terjadi karena rendahnya kadar hormone estrogen, sementara hormone progesterone
tetap terbentuk.
-

Siklus tidak berovulasi


Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan

pada

poros

hipothalamus-hipofisis-ovarium.

Adanya

siklus

tidak

berovulasi

menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen) terhadap endometrium.


Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga tidak mendapat aliran darah
yang cukup kemudian mengalami iskemia dan dilepaskan dari stratum basal. (Hestiantoro
& Wiweko, Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional, 2007)
-

Efek samping penggunaan kontrasepsi


Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi (PKK)

menyebabkan

integritas

endometrium

tidak

mampu

dipertahankan.

Progestin

menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan


perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis. (Hestiantoro & Wiweko, Panduan


Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional, 2007)

4. Bagaimana penatalaksanaan PUD? (Hestiantoro & Wiweko, Panduan Tata Laksana


Perdarahan Uterus Disfungsional, 2007)

5.

Apa saja
yng
dinilai
pada pemeriksaan dalam obstetric dan ginekologi? (Winkjosastro, Ilmu Kandungan,
2009)

Obstetri
-

Vulva/vagina : apakah terdapat lesi herpes, varises vulva yang besar, kondiloma.
Palpasi serviks/porsio :
Konsistensi : lunak/kenyal/tebal/tipis
Pendataran serviks
Pembukaan : antara 0-10 cm

Bagian Terdepan janin


Presentasi kepala : teraba sutura pada tulang kepala (UUK), teraba bagian keras.
Presentasi lain : bokong, kaki, muka, tangan
Ketuban : +/Penurunan janin : hodge I, II, III, IV
Menentukan lokasi ubun-ubun kecil
Mengukur luas panggul
Pengeluaran : lendir/darah

Ginekologi
Vagina : apakah introitus vagina sempit, dinding vagina, teraba polip dan tumor di vagina,
benda asing, fistula
Serviks : arah dan posisi serviks, bentuknya bulat/terbelah melintang, besar dan
konsistensinya, apakah kanalis servilkalis dapat dilalui oleh jari.
Palpasi Uterus

Letak : anteversi, antefleksi, retroversi, retrofleksi


Bentuk : agak bulay dengan fundus uteri lebih besar dibandingkan bagian bawah. Pada

mioma uteri bentuk uterus bervariasi dari bulat, lonjong sampai tidak teratur.
Ukuran : uterus perempuan dewasa sebesar telur ayam
Konsistensi : kenyal
Permukaan : uterus biasanya rata. Permukaan yang tidak rata dan berbenjol-benjol

menunjukkan kea rah mioma uteri


Pergerakan : uterus dapat dengan mudah digerakkan ke segala arah.

Palpasi adneksa

Adneksa kiri, kanan : pembesaran => besar, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas,
sensitivitas. Parametrium dan tuba normal tidak teraba. Ovarium normal hanya dapat
diraba pada perempuan kurus dengan dinding perut lunak; besarnya seperti ujung jari
atau ujung ibu jari dan konsistensi kenyal. Jika parametrium dan tuba dapat diraba, itu
merupakan suatu kelainan.

Pemeriksaan rektal touche

Nilai : sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid

6. Apa diagnosismu pada kasus ke 2


P2A0 + Post SC a/i letsu hari ke 0
7. Apa indikasi sectio saecaria ? (Winkjosastro, 2009)
Indikasi Ibu :
Ibu dengan penyakit jantung dan paru
Infeksi
Oedema jalan lahir
Perdarahan
Preeklampsia dan eklampsia
Lingkaran retraksi patologis
Maternal Exhaution
Indikasi Janin :

Tali pusat menumbung


Mekoneum pada letak kepala
Denyut jantung memburuk

Indikasi Profilaksis

Panggul sempit
Partus lama
Primigravida tua

Indikasi Sosial

Bayi mahal

8. Definisi primitua sekunder?


Ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun dengan persalinan terakhir lebih dari 10 tahun
yang lalu.
9. Apa yang dimaksud dengan panggul sempit?
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul
dapa menyebabkan distosia saat persalinan. Panggul disebut sempit apabila ukurannya 2
cm kurang dari ukuran yang nomal. Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul,
ruang tengah panggul, pintu bawah panggul atau kombinasi dari ketiganya. Panggul
sempit dapat diketahui sejak antepartum. (Muchtar R., 2002)
10. Anak mahal?

Anak mahal adalah bayi yang akan dilahirkan merupakan anak pertama dengan usia ibu
diatas 35 tahun dan baru bisa hamil setelah menikah lebih dari 10 tahun.
11. Berapa macam perdarahan dalam obstetri ?
Perdarahan hamil muda`

Abortus

Kehamilan Ektopik Terganggu

Mola hidatidosa (Hadijanto, 2010)


Perdarahan Ante Partum

Plasenta Previa
Solusio Plasenta
Vasa Previa (Chalik, 2010)
Perdarahan Post Partum

Tonus : Atonia uteri


Trauma : Laserasi jalan lahir
Tissue : Retensio plasenta, sisa jaringan plasenta
Trombin : Faktor Koagulasi darah (Karkata, 2010)

12. Sebutkan apa saja macam-macam abortus?


Abortus imminens
Abortus insipiens
Abortus inkomplit
Abortus komplit
Missed abortion
Abortus habitualis
Abortus infeksiosa
Abortus septik (Hadijanto, 2010)
13. Apa saja contoh abortus medisinalis?
Kehamilan ektopik
Mola hidatidosa
Penyakit ibu : Penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal kronik, TB paru aktif,penyakit
metabolic misalnya DM tidak terkontrol disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid,
hipertensi pulmonal, penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker
serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit
keganasan lainnya pada tubuh, seperti kanker payudara, sindroma penyakit vaskuler

primer ( primary vascular disease ), atau emboli paru berulang, sindroma marfan,
kelainan jiwa ber bat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri.
14. Sebutkan trias KET?
Trias klasik
Perdarahan pervaginam
Amenorhe
Nyeri abdomen bagian bawah (Hadijanto, 2010)
15. Sebutkan tanda dan gejala mola hidatidosa?

Amenorhea
Perdarahan pervaginam
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Tidak ditemukan tanda pasti kehamilan
Mual dan muntah yang lebih hebat dari kehamilan biasa (Hadijanto, 2010)

16. Pemeriksaan penunjang pada mola hidatidosa yang dapat dilakukan di perifer?
Bagaimana cara melakukannya?
Uji sonde hanifa
Sonde dimasukkan tanpa tahanan dan dapat diputar 360 dengan deviasi sonde
kurang dari 10. Sonde dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam kanalis
servikalis kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar, setelah itu ditarik
sedikit. Bila tetap tidak ada tahanan berarti kemungkinan mola. (Sujiyatini, 2009)
17. Perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta? (Chalik, 2010)
No

Klinis
Perdarahan dengan nyeri
Perdarahan berulang
Warna merah
Anemia/renjatan
Timbulnya
Terjadinya
His
Palpasi
DJJ
Periksa dalam vagina
Penurunan

Plasenta Previa
Tidak
Ya
Merah segar
Sesuai darah yang keluar
Perlahan
Sewaktu kehamilan

Solusio Plasenta
Ya
Tidak
Merah tua/coklat
Tidak sesuai
Tiba-tiba
Sewaktu kehamilan, saat

Biasanya tidak ada


Abdomen biasa
Ada

inpartu
Ada
Abdomen tegang
Ada/tidak adaSP sedang

Jaringan plasenta
Tidak masuk PAP

berat
Ketuban tegang
Dapat masuk PAP

Presentasi
Kemungkinan hidup janin

Mungkin abnormal
Baik

Tidak ada hubungan


Mati

18. Apa yang dimaksud perdarahan post partum dan dimulai sejak kapan?
Perdarahan pasca salin adalah perdarahan 500 cc atau lebih sesudah kelahiran
bayi.

Perdarahan pasca persalinan primer yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam

pertama sesudah bayi lahir.


Perdarahan pasca persalinan sekunder yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24
jam persalinan. (Karkata, 2010)

19. Masa nifas dimulai sejak kapan ?


Masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42
hari) setelah itu. (Hadijono, 2010)
20. Syarat tubektomi?
Usia > 26 tahun
Paritas > 2
Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
Kehamilan akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius
Pasca persalinan atau pasca keguguran
Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini. (Saifuddin A. , 2010)
21. Apa definisi infertilitas?
American Fertility Society (AFC)
Ketidak mampuan pasutri untuk menghasilkan kehamilan setelah 1 tahun kawin dengan
hubungan teratur dan tanpa alat kontrasepsi.
WHO
Ketidak mampuan pasutri untuk menghasilkan kehamilan setelah 2 tahun kawin dengan
hubungan teratur dan tanpa alat kontrasepsi.
22. Penyebab infertilitas?
Faktor pria : Infeksi, kel. kongenital, gangguan hormonal, autoimun, varikokel
Masalah vagina : sumbatan, vaginitis
Masalah serviks : sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal,
malposisi dari serviks, kelainan anatomi serviks seperti, cacat bawaan (atresia),

polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis menahun) dan

inseminasi yang tidak adekuat.


Masalah uterus : distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma atau polip;

peradangan endometrium dan gangguan kontraksi uterus.


Masalah tuba : tuba yang tersumbat, salpingitis, perlengkatan perituba dan

periovarium, endometriosis.
Masalah ovarium : gangguan ovulasi akibat hiperprolaktinemia, hipotiroid,

hipertiroid, faktor stress, berat badan, penyakit ovarium polikistik.


Masalah peritoneum. (Sumapraja, 2009)

23. Bagaimana cara menolong persalinan sungsang? Ada berapa fase dalam persalinan
sungsang?
a. Persalinan Pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakal dalam melahirkan janin pervaginam, persalinan
pervaginam dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht
2) Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin dilahirkan
sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga
penolong.
3) Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya dengan
memakai tenaga, penolong.
b. Persalinan perabdominal (seksio sesaria)
Prosedur pertolongan persalinan spontan
Tahapan :
1.
Tahap pertama
: fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat (skapula
depan).
Tahap kedua

2.

: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya mulut.

Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala mulai masuk ke PAP, sehingga kemungkinan
tali pusat terjepit.Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera
dilonggarkan.
3.
Tahap ketiga
Teknik :

: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.

1. Ibu dalam posisi litotomi, sedang penolong berada didepan vulva.


2. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat
bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikan 2-5 unit oksitosin intramuskuler.

3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong
dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha,
sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak teregang, tali
pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke punggung ibu.
Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan, sehingga gerakan tersebut
disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan dilakukannya
hiperlordossis, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uteri sesuai
dengan sumbu panggul. Dengan gerakan hiperlordossis ini berturut-turut lahir pusar, perut,
badan lengan, dagu,mulut dan akhirnya kepala.
5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas dan rawat tali
pusat.
6. Keuntungan
Dapat mengurangi terjadinya bahaya infeksi oleh karena tangan penolong tidak ikut masuk
ke dalam jalan lahir. Dan juga cara ini yang paling mendekati persalinan fisiologik,
sehingga mengurangi trauma pada janin.
7. Kerugian
Dapat mengalami kegagalan sehingga tidak semua persalinan letak sungsang dapat
dipimpin secara Bracht.Terutama terjadi peda keadaan panggul sempit, janin besar, jalan
lahir kaku seperti pada primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
Prosedur Manual Aid
Tahapan :
1. Tahap pertama : lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga
ibu sendiri.
2.

Tahap kedua

: lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong. Cara/teknik

untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara :


a)

Klasik (Deventer)
Prinsip
Melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan belakang lebih dulu
karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum), kemudian melahirkan lengan
depan yang berada di bawaah simpisis.

Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan
dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan
dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah
dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah

dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.


Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan
penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.

Keuntungan
Umumnya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya
lengan janin relativ tinggi didalam panggul sehingga jari penolong harus masuk ke dalam
jalan lahir yang dapat menimbulkan infeksi.

b)

Mueller
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan lengan
depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
Bokong janin dipegang dengan femuropelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan
sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krisat iliaka dan jari-jari lain
mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin
sampai bahu depan tampak di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait
lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai
bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga

c)

mengurangi infeksi.
Lovset
Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam setengah
lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu yang
sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan dapat
dilahirkan.Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua
letak sungsang, minimal bahay infeksi.Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan pada

d)

sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit.


Bickenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara klasik. Tahap
ketiga dengan melahirkan kepala yang menyusul (after coming head).

3. Tahap ketiga yaitu lahirnya kepala, dapat dengan cara :

a)

Mauriceau (Veit-Smellie)
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari
tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat mencengkeram fossa
kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan diatas lengan bawah
penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang
lain mencengkeram leher janin dari punggung. Kedua tangan penolong menarik kepala
janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller.Tenaga tarikan
terutama dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung.Bila
suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai
hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar
dan akhirnya lahirnya seluruh kepala janin.

b)

Najouks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong tidak dimasukkan
ke dalam mulut janin.Kedua tangan penolong yang mencengkeram leher janin menarik
bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin

c)
d)

kearah bawah.Cara ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
Wigand Martin-Winckel
Parague terbalik
Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang dekat sacrum
dan muka janin menghadap simpisis.Satu tangan penolong mencengkeram leher dari bawah
dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain
memegang kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan
pada bahu janin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai
hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

e)

Cunam piper
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua lengan janin diletakkan
dipunggung janin.Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga punggung janin
mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan
pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah sejajar dengan
pelipatan paha belakang.Setelah oksiput tampak dibawah simpisis, cunam dielevasi ke atas
dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi
dan akhirnya seluruh kepala lahir.

Prosedur Ekstraksi Sungsang


Teknik ekstraksi kaki
1. Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan menelusuri bokong,
pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan fleksi pada paha janin
sehingga kaki bawah menjadi fleksi.
2. Tangan yang diluar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi
pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina
sampai batas lutut.
3. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha
lahir.
4. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter depan lahir. Kemudian
pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang
lahir dan bokong pun lahir.
5. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan
femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk
melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada
manual aid.

Teknik ekstraksi bokong


1. Jari telunjuk tangan penolong yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait
dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis, maka jari
telunjuk penolong yang lain segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai
bokong lahir.
2. Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian janin dapat
dilahirkan dengan cara manual aid.
24. Apa yang dimaksud dengan distosia?
- Persalinan lama disebut juga distosia didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal
-

atau sulit. (Alamsyah, 2010)


Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat.
(WHO, 2013)

25. Apa saja penyebab distosia?


Penyebab distosia dibagi dalam 3 golongan berikut ini :
- Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,
-

tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.


Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena

kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.


Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan. (Alamsyah, 2010)

Jenis-jenis kelainan his


-

Inersia uteri : fundus berkontraksi lebih kuat dan lenih dahulu daripada bagian-bagian

lain.
His terlampau kuat
Incoordinate uterine action : tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah
dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

(Alamsyah, 2010)
Kelainan janin.
- Malpresentasi : semua presentasi janin selain vertex
- Malposisi : posisi kepala janin relatif terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik
referensi. (Alamsyah, 2010)
Kelainan jalan lahir
-

Panggul

sempit,

kelainan

seviks

atau

vagina,

tumor

jalan

lahir.

(Alamsyah,2010;WHO,2013)
26. Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?
Suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik oleh karena dengan
tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan

bayi. (Siswihanto, 2010)


Suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat

di bawah simfisi pubis. (WHO, 2013)


Ketidakmampuan melahirkan bahu pada persalinan normal.

27. Bagaimana cara menolong distosia bahu?


Tindakan pada distosia bahu : ALARMER
Ask for help
Lift

the buttocks
The legs

Mc Roberts Maneuver

Anterior disimpaction of shoulder


-

Suprapubic pressure (Massanti)


Rotate to oblique (Rubin)

Rotation of the posterior shoulder


-

Woodscrew maneuver

Manual removal of posterior arm (Schwartz)


Episiotomy
Roll over onto 2-4 or knee chest (Gaskin)
Manuver McRobert
Minta ibu melipat kedua paha sehingga kedua lutut berada sedekat mungkin dengan dada.
Gunakan kedua tangan untuk membatu fleksi maksimal paha. (Siswihanto, 2010)

Anterior disimpaction of shoulder


Manuver Massanti (penekanan pada daerah suprapubik)
-

Tidak boleh melakukan tekanan pada daerah fundus


Dilakukan dengan pendekatan abdominal : penekanan daerah suprapubik bertujuan
untuk menekan bahu anterior ke arah bawah. (Siswihanto, 2010)

Manuver Rubin
Dilakukan melalui pendekatan vaginal dengan cara melakukan penekanan pada aspek
posterior dari bahu anterior sehingga bahu anterior mengalami adduksi. (Siswihanto,
2010)

Rotation of the posterior shoulder (Manuver Woodscrew)


-

Manuver ini dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan yang diletakkan
dibagian depan bahu posterior. Bahu posterior lalu dirotasi 180 sehingga dengan

demikian bahu posterior menjadi bahu anterior.


Dapat dilakukan bersamaan dengan anterior disimpaction. (Siswihanto, 2010)

Manual removal of posterior arm (Schwartz)


-

Fleksikan lengan pada siku dengan menekan fossa antecubital


Letakkan lengan bayi pada dada bayi

Genggam tangan atau pergelangan tangan bayi dan kemudian keluarkan dengan arah
menuju muka dan membasuh muka. (Siswihanto, 2010)

Episiotomi
-

Episiotomi dipertimbangkan untuk memberikan ruang yang lebih luas untuk


melahirkan bahu. (Siswihanto, 2010)

Roll over (manuver gaskin)


-

Posisikan ibu dalam posisi menungging/merangkak. (Siswihanto, 2010)

Tindakan terakhir
-

Buat fraktur klavikula


Cephalic replacement (manuver Zavenelli)
Simfisiotomi. (Siswihanto, 2010)

Hindari 4P : Panic, pulling (pada kepala), pushing (pada fundus), pivoting (memutar kepala
secara tajam dengan koksigis sebagai tumpuan). (Siswihanto, 2010)
28. Ada berapa jenis panggul?
Dalam obstetric dikenal 4 jenis panggul (pembagian Cadwell dan Molloy 1933) yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

Panggul ginekoid : diameter anteroposterior = diameter transversal


Panggul android : diameter anteroposterior = diameter transversal tetapi menyempit

pada bagian depan ( bentuk pintu atas panggul hamper segitiga)


Panggul anthropoid : diameter anteroposterior > diameter transversal
Panggul platipeloid : diameter anteroposterior < diameter transversal. (Aflah, 2009)

29. Berapa nilai konjugata vera yang normal?


Konjugata vera merupakan panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium lebih kurang 11 cm. Cara mengukur konjugata vera ialah dengan jari
tengah dan telunjuk dimasukkan ke dalam vagina untuk meraba promontorium. Jarak
bagian bawah simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis.
Secara statistic diketahui bahwa konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis
dikurangi 1,5 cm. Kalau jarak ujung jari kita sampai ke batas pinggir bawah simfisis
adalah 13 cm, maka berarti konjugata vera 13 cm- 1,5 cm = 11,5 cm. (Rachimhadhi,
2010)
30. Sebutkan 5 benang merah APN!
- Membuat keputusan klinis
- Asuhan sayang ibu dan saying anak
- Mencegah infeksi
- Pencatatan rekam medis
- Rujukan. (Yafrudin, 2009)
31. Dalam sistem rujukan apa yang dimaksud dengan BAKSOKU?
B (Bidan)
Pastikan ibu/ bayi/ klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (Alat)
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter
dan stetoskop
K (keluarga)
Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan mengapa ia dirujuk.
Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (Surat)
Beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian
hasil rujuka, asuhan atau obat-obat yang telah diterima ibu
(Obat)

Bawa obat-obat esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk

K (Kendaraan)

Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam kondisi yang
nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat.
U (Uang)
Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat
dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar rujukan. (Yafrudin, 2009)
32. Apa yang dimaksud dengan preeklampsia dan bagaimana penatalaksanaannya?
Preeklampsia Ringan
Definisi
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
(Angsar, 2010)
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
-

Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan

kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.


Proteinuria: 300 mg/24 jam atau 1 + dipstik.
Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada
lengan, muka dan perut, edema generalisata. (Angsar, 2010)

Rawat jalan (ambulatoir)


Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianiurkan ibu
hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring.
Diet yang mengandung 2g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin justeru
membutuhkan,lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya

diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya, dan roboransia pranatal. Tidak diberikan
obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb,
hemarokrit. fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. (Angsar, 2010)
Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Pada keadaan tertentu ibu.hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah
sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah sakit ialah (a) bila tidak ada perbaikan :
tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu ; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tandatanda preeklampsia berat. (Angsar, 2010)
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu sampai 37
minggu. Pada kehamilan preterm. (< 37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensive
selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm. Sementara itu, pada kehamilan aterm
(>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan
secara spontan; bila perlu memperpendek kala II. (Angsar, 2010)
Preeklampsia Berat
Definisi
Preeklampsia berat ialah,preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmhg dan
tekanan darah diastolk 110 nmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam. (Angsar, 2010)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preekrampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini.
Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu arau lebih gejala sebagai
berikut :
-

Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Tekanan
darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.

Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.


Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan

pandangan kabur.
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya

kapsula Glisson).
Edema paru-paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik.
Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin dan aspartate

aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
Sindrom HELLP.

Pembagian preeklampsia berat


Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending eklampsia dan
(b) preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut impending eklampsia bila
preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif bempa nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah. (Angsar, 2010)
Perawatan dan pengobatan preeklampsia berat
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk persalinan. (Angsar, 2010)
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,
dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau
terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil. (Angsar, 2010)
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Artinya harus dilakukan pengukuran secara

tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda
tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa a) 5%
ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc. (Angsar, 2010)
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila produksi
urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir
asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. (Angsar,
2010)
Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
-

Loading dose : initial dose 4 gram MgSO 4: intravena, (40 % dalam 10 cc) selama 15
menit

Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap
4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4


-

Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10%
= 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit

Refleks patella (+) kuat

Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


-

Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau fenitoin
(difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin sodium mempunyai
khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3
menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan

dengan pemberian intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit. (Angsar, 2010)
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah
160/110 mmhg dan MAP 126 mmHg. (Angsar, 2010)
Antihipertensi lini pertama
-

Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam

Antihipertensi lini kedua


-

Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g iv/kg/5 menit.

Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.


Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan

pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejalagejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi:
1

Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian


medikamentosa.

Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan


pemberian medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai

tanda tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan
konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah
mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke
gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan. (Angsar, 2010)
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini, yaitu:
Ibu

Umur kehamilan 37 minggu

Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik
memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin
1

Adanya tanda-tanda fetal distress

Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik
1

Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit dengan cepat.


Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetrik

pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum. (Angsar, 2010)

33. Apa yang dimaksud dengan eklampsia dan bagaimana penatalaksanannya?


Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang atau koma (Angsar, 2010)
Perawatan eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital
yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif
eklampsia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa
eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegahh dan mengatasi penyulit,

khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat
melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat. (Angsar, 2010)
Pengobatan medikamentosa
Obat anti kejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Diazepam
dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi,
pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman. Pemberian
diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor plasma elektrolit. Obat kardiotonika
ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar atas
indikasi. (Angsar, 2010)
Magnesium sulfat (MgSO4)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobaran suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organorgan penting, misainya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis, mempertahankan
ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah dekompensasi kordis. Pada penderita
yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting misalnya meliputi cara-cara
perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita dan
monitoring produksi urin. (Angsar, 2010)
Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tuiuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi cukup
terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita
dibaringkan di tempat tidur yang lebar dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci
dengan kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan mencoba
melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan
dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang
kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada

tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang,
segera beri oksigenasi. (Angsar, 2010)
Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya refleks muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah terbuntunya
jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus dianggap bahwa jalan
napas atas terbuntu, kecuali dibuktikan lain. Oleh karena itu, tindakan pertama-tama pada
penderita yang jatuh koma (tidak sadar), ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas atas
tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya jalan napas atas oleh pangkal lidah dan epiglottis
dilakukan tindakan sebagai berikut. Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga
terbukanya jalan napas atas, ialah dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan
dan leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau head tily-chain lift, dengan kepala direndahkan
dan dagu ditarik ke atas, atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan ke atas sarnbil
mengangkat kepala ke belakang. Tindakan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan pemasangan
oropharyngeal airway. (Angsar, 2010)
Hal penting kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan
refleks muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar. Lambung
ibu hamil harus selalu dianggap sebagai lambung penuh. Oleh karena itu, semua benda yang ada
dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir maupun sisa makanan, harus segera
diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan dalam posisi stabil untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow Coma Scale. Pada perawatan
korna perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita. Pada koma yang lama,
bila nutrisi tidak mungkin dapat diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). (Angsar, 2010)
Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri, tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pascapersalinan,

bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana


lazimnya. (Angsar, 2010)
34. Apa yang dimaksud dengan HELLP syndrome?
Definisi klinik
Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. (Angsar, 2010)
Diagnosis
-

Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala, mual, muntah

(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)


Adanya tanda dan gejala preeklampsia
Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan bilirubin

indirek
Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
Trombositopenia : trombosit < 150.000/ml

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang
ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP. (Angsar,
2010)
Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi
Berdasar kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi dengan nama
"Klasifikasi Mississippi".
- Klas 1: Kadar trombosit : 50.000/ml, LDH 600 IU/I, AST dan/atau ALT 40IU/l
- Klas 2: Kadar trombosit > 50.000 100.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40IU/l
- Klas 3: Kadar trombosit > 100.000 150.000/ml, LDH 600 IU/l, AST dan/atau ALT
40 IU/l . (Angsar, 2010)
35. Apa saja penyebab KPD?
Belum diketahui dengan pasti.
Beberapa faktor yg mempermudah terjadinya KPD :
1. Infeksi, contoh : korioamnionitis.
2. Trauma, contoh : amniosentesis, pemeriksaan panggul atau koitus.

3. Inkompeten serviks.
4. Kelainan letak atau presentasi janin.
5. Peningkatan tekanan intrauterina, contoh : kehamilan ganda dan hydramnion. (Soewarto,
2010)
36. Bagaimana penanganan KPD?
Konservatif
Rawat dirumah sakit, berikan antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan
<32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak
lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamila 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tandatanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin). Pada usia kehamilan 32-37
minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
(Soewarto, 2010)
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea.
Dapat pula diberikan misoprostol 25g -50g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,

akhiri persalinan dengan seksio sesarea.


Bila skor pelvik >5, induksi persalinan. (Soewarto, 2010)

37. Apa indikasi induksi?


Indikasi Janin :

Hamil lewat bulan


Ketuban Pecah Dini
Janin mati

Indikasi Ibu :

Ibu dengan DM
Ibu dengan Hipertensi. (Winkjosastro, 2009)

Daftar Pustaka
Aflah, N. (2009). Ukuran Panggul Pada Pasien Pasca Seksio Sesare Atas Indikasi Panggul
Sempit. Medan: Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Alamsyah, M. (2010). Persalinan lama. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p. 562). Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Angsar, M. D. (2010). Hipertensi dalam Kehamilan. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p.
530). Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Chalik, T. (2010). Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. In S. Prawirohardjo, Ilmu
Kebidanan (p. 492). Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hadijanto, B. (2010). Perdarahan Pada Kehamilan Muda. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan
(p. 459). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hadijono, R. S. (2010). Asuhan Nifas Normal. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p. 356).
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hestiantoro, A. (2007). Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsional. Bandung:
HIFERI-POGI.
Hestiantoro, A., & Wiweko, B. (2007). Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus
Disfungsional. Jakarta: HIFERI-POGI.
Karkata, M. K. (2010). Perdarahan Pasca Persalinan. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p.
522). Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Palisuri, S. d., & Budi, d. A. (1999). Perdarahan Uterus Disfungsional. In S. d. Djuanna,
Pedoman Diagnosis & Terapi Obstetri dan Ginekologi (pp. 264-269). Ujung Pandang:
FK UNHAS / RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo.
Rachimhadhi, T. (2010). Anatomi Jalan Lahir. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p. 188).
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Siswihanto, R. (2010). Distosia Bahu. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p. 599). Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Soewarto, S. (2010). Ketuban Pecah Dini. In S. Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan (p. 677). Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sujiyatini. (2009). Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Sumapraja, S. (2009). Infertilitas. In H. Winkjosastro, Ilmu Kandungan (p. 497). Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
WHO. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Winkjosastro, H. (2009). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Winkjosastro, H. (2009). Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Yafrudin, H. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai