Oleh:
Nike Pebrica Purnamasari
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam rangka Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Makalah ini dibuat dengan pendekatan kedokteran keluarga. Semoga laporan
yang saya buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian makalah ini kepada dr E. Irwandy
Tirtawidjaja dan semua pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang
saya buat ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga di masa mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.
Penyusun
Bab I
Pendahuluan
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Evaluator
1.4.1.1.Melatih diri dalam mengevaluasi suatu program puskesmas melalui
pendekatan sistem.
1.4.1.2.Mengembangkan kemampuan berfikir kritis dalam menghadapi suatu
masalah.
1.4.1.3.Menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah di pelajari saat kuliah
1.4.1.4.Menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai evaluasi program pada
puskesmas.
1.5.Sasaran
1.5.1. Masyarakat yang belum terdiaknosa dan terdeteksi mengalami gangguan
jiwa
Dan belum mendapatkan penanganan yang tepat di wilayah kerja Puskesmas
Rengasdengklok, Kabupaten Jawa Barat periode Januari 2017 sampai dengan
November 2017.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “shizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan
dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan
mental dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai
realitas. Abnormalitas persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang nyata.
Sering terjadi pada dewasa muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan
dilakukan observasi tingkah laku, serta tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan
laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya
ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted),
kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda,
namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut
Eugen Bleuler, skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan perbuatan.
2.2. Etiologi
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering dijumpai sejak dulu.
Meskipun demikian pengetahuan tentang faktor penyebab dan patogenesisnya masih
minim diketahui. Adapun beberapa faktor etiologi yang mendasari terjadinya
skizofrenia, antara lain:
Genetik
Dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-
15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-
16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua
telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu ttelur (monozigot) 61-86%.
Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan
skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada
lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak
Faktor Biologis
o Hipotesis dopamine
Gejala skizofrenia merupakan hasil dari peningkatan aktifitas
o Hipotesis Norepinefrin
Peningkatan level norepinefrin pada skizofrenia menyebabkan
peningkatan sensitisasi masukan sensorik.
o Hipotesis GABA
Penurunan aktifitas GABA menyebabkan peningkatan aktifitas
dopamine.
o Hipotesis Serotonin
Metabolisme serotonin tampaknya tidak normal pada beberapa pasien
skizofrenia, dengan dilaporkannya hiperserotoninemia ataupun
hiposerotoninemia. Secara spesifik, antagonis dari reseptor serotonin
5-HT2 ditegaskan memiliki peran penting dalam mengurangi gejala
psikotik dan dalam melawan perkembangan dari gangguan gerak yang
berhubungan dengan antagonis D2
o Halusinogen
o Hipotesis Glutamat
Penurunan fungsi dari glutamat reseptor N-methyl-D-aspartate
(NMDA) diteorikan dalam menyebabkan gejala positif ataupun
negatif dari skizofrenia.
Faktor Psikososial
Skizofrenia ditinjau dari factor psikososial sangat dipengaruhi oleh faktor
keluarga dan stressor psikososial. Pasien yang keluarganya memiliki emosi
ekspresi yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada pasien yang
berasal dari keluarga berkspresi yang rendah. EE didefinisikan sebagai
perilaku yang intrusive, terlihat berlebihan, kejam dan kritis. Disamping itu,
stress psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi
psikotik yang lebih terkontrol. Di Negara industri sejumlah pasien skizofrenia
berada dalam kelompok sosio ekonomi rendah. Pengamatan tersebut telah
dijelaskan oleh hipotesis pergeseran ke bawah (Downward drift hypothesis),
yang menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke kelompok
sosioekonomi rendah karena penyakitnya. Suatu penjelasan alternative adalah
hipotesis akibat sosial,yang menyatakan stress yang dialami oleh anggota
kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari
skizofenia di setiap kultur berbeda tergantung dari bagaim ana penyakit
mental diterima di dalam kultur, sifat peranan pasien, tersedianya
sistem pendukung sosial dan keluarga, dan kompleksitas komunikasi sosial.
Teori Infeksi
Angka kejadian dari penyebab virus meliputi perubahan neuropatologi karena
infeksi: gliosis, glial scaring, dan antivirus antibody dalam CSF serum pada
beberapa pasien skizofrenia.
2. 3 Klasifikasi
Klasifikasi Skizofrenia3,4,10
Pedoman Diagnostik
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3
bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
Stupor Katatonik
Pedoman Diagnostik
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,
dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat
menjelaskan disabilitas negative tersebut.
7. Skizofrenia Simpleks (F20.6)
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa
pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri
dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau
pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada
orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis,
pelacur, atau penjahat.
Pedoman Diagnostik
- Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan
karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang
berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa
tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
2.4. Epidemiologi
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada
suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua
persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena
penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang
akan terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta
jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr.
LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada
usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia
biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini
cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.4
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2%-2,0%. Di Indonesia angka
prevalensi skizofrenia yang tercatat di Depkes berdasarkan survey di rumah
sakit (1983), antara 0,5%-0,15%, dengan perkiraan bahwa 90% dari penderita
skizofrenia mengalami halusinasi pada saat mereka sakit. Empat besar kasus
penderita yakni klien dengan paranoid sebanyak 359 orang, skizofrenia 290
orang, depresi 286 orang dan gangguan psikologis akut 269 orang. Penderita
lainnya mengalami neurosa, epilepsi, gangguan afektif, parafrenia, retardasi
mental, sindrom ketergantungan obat dan lainnya.5
Medikamentosa
Obat-obatan anti-psikotik meliputi dopamine reseptor antagonis dan
serotonin-dopamin antagonis, seperti risperidon (Risperdal) dan clozapine
(Clozaril).
1. Obat Pilihan
a. Dopamin reseptor antagonis (tipikal antipsikotik)
Efektif untuk mengobati gejala-gejala positif pada skizofrenia.
Dapat menimbulkan efek samping berupa gejala
ekstrapiramidal, terutama pada penggunaan haloperidol.
b. Serotonin-dopamin antagonis (atipikal antipsikotik)
Efektif untuk mengobati gejala-gejala negatif pada skizofrenia.
Memiliki efek samping gejala ekstrapiramidal yang minimal,
terutama clozapine.
2. Dosis
Untuk gejala psikotik akut, pemberian obat diberikan selama 4-6
minggu, atau lebih pada kasus yang kronis. Dosis untuk terapi
tipikal adalah 4-6 minggu risperidone per hari, 10-20 mg
olanzapine (Zyprexa) per hari, dan 6-20 mg haloperidol per hari.
3. Maintenance
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, dan pemberian terapi
jangka panjang sangat dibutuhkan terutama untuk mencegah
kekambuhan. Apabila keadaan pasien sudah stabil selama 1 tahun,
maka dosis pemberian obat dapat diturunkan secara perlahan,
sekitar 10-20% per bulan. Selama penurunan dosis, pasien dan
keluarga pasien diberikan edukasi agar melaporkan bisa terjadi
kekambuhan, termasuk insomnia, kecemasan, withdrawal, dan
kebiasaan yang aneh.
4. Obat lainnya
Apabila pengobatan standart dengan antipsikotik tidak berhasil,
beberapa obat lainnya telah dilaporkan dapat meningkatan
keefektifan pengobatan. Penambahan lithium dapat meningkatkan
keefektifan pengobatan pada sebagian besar pasien. propanolol
(Inderal), benzodiazepine, asam valproat (Depakene) atau
divalproex (Depakote), dan carbamazepine (Tegretol) telah
dilaporkan dapat meningkatkan keefektifan pengobatan pada
beberapa kasus.
5.
Terapi Elektrokonvulsif
1) Terapi Psikoanalisa
Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep
Freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan
konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang
digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya. Hal yang paling
penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress
berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara
tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam
keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang
kemandirian.
3) Terapi Humanistik
a. Terapi Kelompok.
Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat
menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan
orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola
penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak
sesuai dengan dunia empiris. Dalam menangani kasus tersebut,
terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses
realistis.
b. Terapi Keluarga.
Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari
terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang
tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist.
Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah
sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan
emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit
penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi
informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-
perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara
konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan
secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang
keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga
juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi,
mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh
penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi
anggota keluarga diatu dan disusun sedemikian rupa serta
dievaluasi.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh
Fallon ternyata campur tangan keluarga sangan membantu dalam
proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi
secara individual.
Bab III
Laporan Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas : Rengasdengklok
Tanggal kunjungan rumah : 05 Desember 2017
Keluarga Binaan V
Puskesmas : Rengasdengklok Kec.Rengasdengklok
Tanggal Kunjungan : 5 Desember 2017
Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. Itom
Usia : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Dewisari
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan :-
Psikologis Keluarga
Kebiasaan Buruk : Tidak ada
Pengambilan Keputusan : Musyawarah
Ketergantungan Obat : Tidak ada
Tempat Mencari Pelayanan Kesehatan : Ada
Pola Rekreasi : Cukup
Keadaan Rumah/Lingkungan
Jenis Bangunan : Permanen
Lantai Rumah : Ubin
Luas Rumah : 48 m2
Penerangan : Baik
Kebersihan : Baik
Ventilasi : Ada
Dapur : Ada
Jamban Keluarga : Ada
Sumber Air Minum : Air tanah
Sumber Pencemaran Air : Tidak ada
Pemanfaatan Pekarangan : Ada
Tempat Pembuangan Sampah : Ada
Sanitasi Lingkungan : Baik
Spiritual Keluarga
Ketaatan Beribadah : Baik
Keyakinan Tentang Kesehatan : Cukup
Keadaan Sosial Keluarga
Tingkat Pendidikan Terakhir : SMA
Hubungan Antar Keluarga : Baik
Hubungan Dengan Orang Lain : Baik
Kegiatan Organisasi Sosial : Baik
Keadaan Ekonomi : Baik
Kultural Keluarga
Adat yang Berpengaruh : Sunda
Keluhan Utama
mengamuk ± 4 minggu yang lalu.
Pemeriksaan generalis
Kepala
Bentuk dan Ukuran : Normocephali, tidak ada deformitas
Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam, distribusi merata, kulit
kepala tidak ada kelainan
Wajah : normal
Mata : Conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, sekret -/- Pernapasan cuping hidung -
Bibir : Merah, tidak kering, sianosis (-)
Gigi-geligi : Dalam batas normal
Mulut : Bentuk normal, stomatitis (-), sianosis (-)
Lidah : Bentuk normal, lidah kotor (-)
Tonsil : T1-T1 tenang, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Toraks
Paru : Vesikular +/+, Rhonki (- /-), Wheezing ( - /- )
Jantung : BJ I dan II murni, reguler. Murmur(-), Gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Timpani (+)
Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak : Akral hangat
Diagnosa : Skizofrenia
Lmpiran Foto
VIII. Anggota Keluarga :
Hubungan
Keadaan
No Nama dengan Umur Pekerjaan Agama
Kesehatan
keluarga
67
1 M Suami Buruh Islam Hipertensi
tahun
64 Ibu rumah
2 C Istri Islam Hipertensi
tahun tangga
32
3 R Anak Buruh Islam Sehat
tahun
Keterangan :
Tanda Panah abu-abu = Pasien
IX. Keluhan Utama
mengamuk ± 4 minggu yang lalu.
X. Keluhan Tambahan
-.
XI. Riwayat Penyakit Sekarang
Alloanamnesis : Dengan tetangganya adik kandungnya. Menurut
keluarganya, pasien mengalami perubahan tingkah laku sejak kurang lebih 4 minggu
yang lalu. Keluarga mengatakan pasien mengamuk karena dikabaran istri nya yang
menjadi TKW di Arab menikah lagi, dan tetangga serta keluarganya langsung
membawanya ke rumah sakit jiwa yang ada di bogor dan sebelum kejadian
mengamuk keluarganya mengatakan hampir setiap hari setelah di tinggal istrinya
pergi menjadi TKW Pasien sering tersenyum sendiri, tertawa sendiri. Apabila
keluarga pasien menegur pasien langsung diam, pasien jarang bersosialisasi dengan
keluarganya dan teman-temannya yang ada disekitarnya. Keluarga mengatakan
bahwa pasien memiliki gangguan dalam perawatan diri, pasien tidak mau mandi, dan
pasien tidak mau berganti pakaian. Namun Pasien masih mau makan, dan sering tidur
larut malam
XII. Riwayat Penyakit Dahulu
-
Leher
Tidak ada kelainan bentuk, tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.
Toraks
Paru : Vesikular +/+, Rhonki (- /-), Wheezing ( - /- )
Jantung : BJ I dan II murni, reguler. Murmur(-), Gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat benjolan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Timpani (+)
Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak : Akral hangat
Diagnosa : Skizofrenia
XVI. Diagnosis Keluarga :
-
XVIII. Prognosis
Penyakit : dubia ad malam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyarakat : dubia ad bonam
XIX. Resume :
Pasien mengamuk kurang lebih 4 minggu yang lalu. Pasien sering tersenyum
sendiri, tertawa sendiri. Apabila keluarga pasien menegur pasien langsung diam,
pasien jarang bersosialisasi dengan keluarganya dan teman-temannya yang ada
disekitarnyKeluhan dirasakan setelah pasien di tinggal oleh istrinya menjadi TKW.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 149/76 mmHg.
Bab IV
Pembahasan
Lampiran