Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah

Dosen Pengampu :

Disusun Oleh

Nafisa Awaliah H C2114201002


Rhendy Edytia C2114201017
Gina Nurmalina C2114201022
Mutia Juliani C2114201042
Herni Devi P C2114201057
Iip Aripah C2114201074
Nia Kurnia Dewi C2114201113

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya Panjatkan ke Hadirat tuhan Yang Maha


Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas
“ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS SETTING SEKOLAH ”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan adanya do’a dari kedua orangtua
saya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada kedua
orangtua yang sudah suport dan mendo’akan saya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekian.

Tasikmalaya, 13 November,2023

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia.
(Keliat, 2011 )Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan
yang sangat signifikan,dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah
penderita gangguan jiwa bertambah. Berdasarkan data dari World Health
Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013) , ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan jiwa.

WHO menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang didunia


mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada di
seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan hasil
penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta (2011 ) prevalensi masalah
kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang
dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ )
yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita
gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Penderita gangguan jiwa berat
dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti
terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa
berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 11,6% penduduk Indonesia
mengalami masalah gangguan mental emosional (Riset kesehatan dasar,
2007). Sedangkan pada ahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai
1,7 juta (Riskesdas, 2013 ).

Prevalensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut


psikosis/skizofrenia di daerah pedesaan ternyata lebih tinggi dibanding daerah
perkotaan. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah
satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah
dipasung mencapai 18,2 %. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya
mencapai 10,7 %. Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa tekanan
hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk
perkotaan. Dan mudah diduga, Salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski
tidak selalu adalah kesulitan ekonomi (Riskesdas, 2013 ). Prevalensi gangguan
jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari seluruh populasi yang
ada( Balitbangkes, 2008 ). Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa dan 2
beberapa dari kasus tersebut hidup dalam pasungan. Angka tersebut diperoleh
dari pendataan sejak januari hingga november 2012 ( Hendry, 2012 ).

Berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami gangguan


jiwa ke pelayanan kesehataan baik puskesmas, rumah sakit, maupun sarana
pelayanan kesehatan lainnya pada tahun 2009 terdapat 1,3 juta orang yang
melakukan kunjungan, hal ini diperkirakan sebanyak 4,09 % ( Profil
Kesehatan Kab/ Kota Jawa tengah Tahun 2009 ). Berdasarkan studi
pendahuluan, di wilayah Sukoharjo masih banyak terdapat masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari
dinas kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Di wilayah Sukoharjo terdapat kurang
lebih 2778 kasus penderita gangguan jiwa (DKK Kabupaten Sukoharjo,2013).
Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa yaitu 2537
( Dinkes Kabupaten Sukoharjo ).

Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta jumlah


penderita gangguan jiwa yang rawat inap dari wilayah Kabupaten Sukoharjo
sebanyak 331 orang, sedangkan yang rawat jalan berjumlah 4376 orang
( Rekam Medik RSJD Surakarta, 2013 ). Hal ini membuktikan bahwa masih
banyak penderita yang mengalami gangguan jiwa, bahkan mungkin hal ini
akan terus bertambah setiap tahunnya. Fenomena yang terjadi saat ini, jika ada
seorang anggota keluarga yang dinyatakan sakiti jiwa, maka anggota keluarga
lain dan masyarakat pasti akan menyarankan untuk dibawa ke RS Jiwa atau
psikolog dan lebih parahnya lagi orang sakit jiwa tersebut diasingkan atau
dipasung supaya tidak menjadi aib bagi keluarga.

Tindakan memasung ini akan berdampak buruk pada pasien, selain itu
nantinya akan sulit untuk sembuh dan dapat mengalami kekambuhan yang
sangat sering. Hal ini perlu adanya dukungan dari keluarga dalam proses
penyembuhan. Peran dan keterlibatan keluarga dalam proses penyembuhan
dan perawatan pasien gangguan jiwa sangat penting, karena peran keluarga
sangat mendukung dalam proses pemulihan penderita gangguan jiwa.
Keluarga dapat mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap, dan perilaku anggota
keluarga.

Disamping itu, keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih


sayang, rasa aman, rasa memiliki, dan menyiapkan peran dewasa individu di
masyarakat. Keluarga merupakan suatu sistem, maka jika terdapat gangguan
jiwa pada salah satu anggota keluarga maka dapat menyebabkan gangguan
jiwa pada anggota keluarga ( Nasir & Muhith, 2011 ).

1.2 TUJUAN PENULISAN


Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan masalah-
masalah Kesehatan jiwa masyarakat.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengertian kesehatan jiwa komunitas
b. Mahasiswa mengetahui tujuan program pelayanan kesehatan jiwa
komunitas
c. Mahasiswa mengetahui pinsip pelayanan keperawatan jiwa
komunitas
d. Mahasiswa mengetahui peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa
dan komunitas
e. Mahasiswa mengetahui pelayanan kesehatan jiwa Masyarakat
f. Mahasiswa mengetahui masalah kesehatan jiwa komunitas
g. Mahasiswa mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan jiwa
komunitas

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kesehatan Jiwa Masyarakat


Kesehatan jiwa masyarakat adalah suatu keadaan setiap manusia
dapat mencapai prestasi kerja semaksimal mungkin, anak sekolah dapat
mencapai prestasi belajar semaksimal mungkin karena tidak adanya
hambatan emosi. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang
menceerminkan kedewasaan kepribadiannya. (WHO). Kesehatan jiwa
adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual,
emosional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan
selaras dengan orang lain. (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966)
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi yang
memungkinkan berkembangnya fisik, intelektual dan emosional seseorang
secara optimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan
lingkungannya secara wajar dengan harkat martabat manusia Kesehatan
jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal
baik intelektual maupun emosional (pasal 24 UU tentang kesehatan,1992).
Upaya peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk mewujudkan
jiwa yang sehat secara optimal, baik intelektual maupun emosional melalui
pendekatan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit
dan pemulihan kesehatan,agar seseorang dapat tetap atau kembali hidup
secara harmonis, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja dan
atau dalam lingkungan masyarakat.
Ciri-ciri sehat jiwa adalah :
1. Bersikap positif terhadap diri sendiri
2. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.
3. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya
4. Bertanggungjawab atas keputusan dan tindakan yang diambil
5. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan
perasaan serta sikap orang lain
6. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
2.2. Tujuan program kesehatan jiwa Masyarakat
Tujuan dari diadakannya kesehatan jiwa masyarakat adalah untuk
meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat secara
terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah
Kesehatan jiwa sehingga akan terbentuk perilaku sehat sebagai individu,
keluarga dan masyarakat yang memungkinkan setiap individu hidup lebih
produktif secara sosialdan ekonomi.
1. Meningkatkan kesehatan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan kliendalam memelihara kesehatan jiwa.
2. Perawat dapat mengaplikasikan konsep kesehatan jiwa dan
komunitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
sehingga anggota Masyarakat sehat jiwa danyang mengalami
gangguan jiwa dapat dipertahankan di lingkungan masyarakat serta
tidak perlu dirujuk segera ke RS.
Tujuan dari diadakannya kesehatan jiwa masyarakat adalah untuk
meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan kemitraan swasta, Lembaga
Swadaya Masyarakat, kelompok profesi dan organisasi masyarakat secara
terpadu dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi masalah
Kesehatan jiwa sehingga akan terbentuk perilaku sehat sebagai individu,
keluarga Setiap manusia dapat mencapai prestasi kerja semaksimal
mungkin, yang ditandai dengan adanya optimalisasi prestasi, kreativitas
dan produktivitas dalam dunia kerja. Tidak ada upaya saling menghambat,
permusuhan, dan menghalangi pencapaian kinerja seseorang. Setiap orang
dalam kelompok saling membantu menyelesaikan pekerjaan sesuai
kemampuan, kewenangan, dan keahliannya. Dengan demikian, setiap
orang dapat mencapai kepuasan dalam menampilkan prestasi kerja,
sehingga terciptalah kesehatan jiwa di masyarakat.

Setiap anak sekolah dapat mencapai prestasi belajar semaksimal mungkin


merupakan suatu yang ideal bisa terjadi. Fakta di lapangan menunjukkan
bahwa sering terjadi konflik antara keinginan orang tua dan anak.
Misalnya, anak yang harus masuk sekolah jam 07.00 WIB, orang tua
menginginkan anak bangun 04.30, salat, mengaji, mempersiapkan alat
sekolah, mandi, sarapan, dan jam 06.00 harus sudah berangkat. Saat di
sekolah tidak boleh jajan sembarangan sehingga anak diberi bekal kue atau
nasi untuk makan
siang. Sepulang sekolah harus tidur, les, mengaji, dan seterusnya.
Bagaimana dengan keinginan anak ? Jika memungkinkan bangun jam
06.00, mandi, berangkat, tidak perlu sarapan, minta uang saku saja, serta
jika diberi bekal, maka ditukar dengan teman. Sepulang sekolah
bersepeda, main ke rumah semua teman yang dikenalnya, bila perlu tidak
pulang, karena jika sudah pulang tidak boleh keluar lagi, dan seterusnya.
Nah, siapa yang salah? Keinginan siapa yang harus diikuti? Kemauan
orang tua benar (menurut orang tua), bagaimana dengan keinginan anak?
Jika memperhatikan tugas pertumbuhan dan perkembangan usia sekolah
adalah
kerja keras (industry) vs inferioritas (inferiority). Pada usia ini, anak mulai
mengenal lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan sekolah. Anak
harus
mulai beradaptasi dengan sekian banyak teman dan guru dari berbagai
macam latar belakang. Dalam diri anak mulai tumbuh sifat kompetitif,
mengembangkan sikap saling memberi dan menerima, setia kawan dan
berpegangan pada aturan yang berlalu. Apabila ini tidak terjadi pada anak,
maka sikap inferioritas yang akan berkembang dalam diri anak.
Keinginan orang tua harus diprioritaskan, tetapi keinginan anak tetap harus
dipertimbangkan, untuk menyiapkan anak dalam mengembangkan tugas
pertumbuhan dan perkembangannya. Norma dan nilai orang tua diterapkan
kepada anak sesuai dunia anak. Dengan demikian, hubungan orang tua
dengan anak akan tetap berjalan sesuai dengan tugas pertumbuhan dan
perkembangan.
Keluarga adalah merupakan unit terkecil dari masyarakat. Oleh karena itu,
kesehatan jiwa masyarakat ditentukan pula oleh kondisi keluarga.
( Menurut
Good & Good), kesehatan jiwa masyarakat dapat terjadi apabila keluarga
dan masyarakat dalam keadaan sejahtera. Pertanyaannya adalah, apakah
keluarga dan masyarakat kita saat ini sudah dalam keadaan sejahtera? Jika
belum, Upaya mencapai keadaan sejahtera harus mulai dari keluarga atau
masyarakat? Anak dipersiapkan dengan baik oleh orang tua dalam tata
aturan keluarganya. Apabila anak dilepaskan dalam masyarakat yang tidak
kondusif, maka ketika anak pulang dari sekolah, dia bisa menirukan
ucapan kotor yang didengar dari teman sekolah kepada orang tuanya.
Dengan demikian, untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang sehat
jiwa, harus dilakukan Upaya bersama dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan keluarga menjadi
tanggung jawab keluarga, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
menjadi tanggung jawab keluarga, tokoh masyarakat, dan pimpinan
masyarakat.

2.3. Prinsip-Prinsip Keperawatan Jiwa Masyarakat

1. Pelayanan Keperawatan yang komprehensif yaitu pelayanan yang


difokuskan pada:
a. Pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat.
b. Pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami
masalah psikososial dan gangguan jiwa.
c. Pencegahan tersier pada klien gangguan jiwa dengan proses
pemulihan
2. Pelayanan keperawatan yang holistik yaitu pelayanan yang difokuskan
pada aspek bio-psiko-sosio-kultural & spiritual. Perawatan mandiri
individu dan keluarga :
a. Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat
secara mandiri memelihara kesehatan jiwanya.
b. Pada saat ini sangat penting pemberdayaan keluarga
c. Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan
Masyarakat dalam masyarakat sehat jiwa, masyarakat yang
mempunyai masalah psikososial, masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa.

3. Pelayanan Formal & Informal di luar Sektor kesehatan :


a. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal di luar tatanan
pelayanan kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan jiwa
b. Mereka dapat menjadi target pelayanan ataupun mitra tim
Kesehatan yang diinterasikan dengan perannya di Masyarakat

4. Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar :


a. Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat yaitu
praktik pribadi dokter, bidan, perawat psikolog dan semua sarana
pelayanan kesehatan (puskesmas dan balai pengobatan)
b. Untuk itu diperlukan penyegaran dan penambahan pengetahuan
tentang pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersama dengan
pelayanan kesehatan yang dilakukan
c. Pelatihan yang perlu dilakukan adalah : konseling, deteksi dini dan
pengobatan segera, keperawatan jiwa dasar.

5. Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat :


a. Tim kesehatan terdiri atas : psikiater, psikolok klinik dan perawat
jiwa
b. Tim berkedudukan di tingkat Dinas Kesehatan kabupaten / kota
c. Tim bertanggung jawab terhadap program pelayanan kesehatan
jiwa di daerah pelayanan kesehatan kabupaten / kota
d. Tim bergerak secara periodik ke tiap puskesmas untuk konsultasi,
surveisi, monitoring dan evaluasi
e. Pada saat tim mengunjungi puskesmas, maka penanggung jawab
pelayanan kesehatan jiwa & komunitas di puskesmas akan :
mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak berhasil atau
melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telahn dilakukan

2.4. Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa dan Komunitas


Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada
fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu,
keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas.
ANA mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu
bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku
manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai
kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks
sosial dan lingkungan.
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks
dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi
kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga, tanggung jawab, kolaborasi
antar disiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Adapun peran perawat kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai
berik:
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan
Kesehatan jiwa. Perawat membantu pasien mengembangkan
kemampuan menyelesaikan masalah dan meningkatkan fungsi
kehidupannya.
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif dan promotif
penemuan kasus dini, skiring dan tindakan yang cepat. Perawat
memberikan Pendidikan kesehatan jiwa individu dan keluarga
untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah.
Perawat mengembangkan kemampuan keluarga dalam
melakukan tugas kesehatan keluarga.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”.
Memberika asuhan secara langsung, peran ini dilakukan dengan
menggunakan konsep proses keperawatan jiwa. Kegiatan yang
dilakukan adalah pengelolaan kasus, tindakan keperawatan
individu keluarga, kolaborasi dengan tim kesehatan. Melakukan
pemeriksaan langsung dari keluarga ke keluarga, dapat
berkoordinasi dengan masyarakat serta tokoh masyarakat.

2.5. Pengertian Pelayanan Professional

1. Dilaksanakan oleh perawat profesional


2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan menggunakan pendekata
holistic (bio-psiko- sosio-kultural dan spiritual)
3. Asuhan keperawatan yang dilaksanakan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, selalu mengikuti perkembangan atau kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan
4. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan memanfaatkan berbagai sumber
daya yang ada secara optimal, efektif dan efisien
5. Bentuk pelayanan yang diterapkan adalah pelayanan kesehatan jiwa di
masyarakat (Community Mental Health Nursing (CMHN)).
6. Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat diberikan oleh perawat puskesmas
yang dilatih BC-CMHN (Basic Course of Community Mental Health
Nursing)
7. Tahap berikutnya adalah mengembangkan pelayanan prima (excelelent
service) yang profesional di rumah sakit jiwa melalui pengembangan
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)

2.6. Prinsip Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas


1. Keterjangkauan
Keterjangkauan yang utama ialah dalam biaya dan jarak. Biaya pelayanan
dan jarak yang terjangkau memudahkan setiap orang memelihara
kesehatannya secara berkesinambungan.
2. Keadilan
Pelayanan kesehatan jiwa harus menjamin setiap orang mendapatkan
pelayanan secara merata tanpa memandang status sosial.
3. Perlindungan Hak Azasi Manusia
Hak azasi fundamental individu dengan gangguan jiwa harus terjamin dan
dihormati, sebagaimana pada penderita penyakit fisik.
4. Terpadu, Terkoordinasi dan Berkelanjutan
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas dikelola sebagai suatu kesatuan dari
berbagai pelayanan dan program yang berbeda, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek di samping kesehatan seperti aspek
sosial, kesejahteraan, perumahan, pekerjaan, pendidikan dan lain-lain,
secara terkoordinasi dan berkelanjutan.
5. Efektif
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas harus berbasis bukti dan efektif. Yang
dimaksud berbasis bukti adalah bila setiap tindakan memberikan hasil
yang konsisten berdasarkan penelitian. Pelayanan komunitas yang efektif
memadukan pendekatan biologis dan penanganan psikososial untuk
meningkatkan keberhasilan dan kualitas hidup individu.
6. Hubungan Lintas Sektoral
Pelayanan kesehatan jiwa komunitas harus membangun jejaring dengan
upaya dan pelayanan kesehatan lain dan oleh sektor lain, baik milik
pemerintah maupun masyarakat.
7. Pembagian wilayah pelayanan
Untuk pengembangan dan pengoperasian pelayanan kesehatan jiwa
komunitas dilakukan pembagian wilayah (catchment area), yaitu
pelayanan kesehatan jiwa dikaitkan dengan wilayah geografis tertentu.
8. Kewajiban
Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas bertanggung jawab terhadap kondisi
kesehatan jiwa seluruhpopulasi di wilayah kerjanya.

2.7. UPAYA KESEHATAN JIWA MASYARAKAT


Upaya kesehatan jiwa masyarakat meliputi seluruh level dan
Tindakan keperawatan kesehatan jiwa. Merupakan pelayanan paripurna,
mulai dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik, integratif, dan pelayanan
yang berfokus masyarakat. Selain itu, memberdayakan seluruh potensi dan
sumber daya di masyarakat sehingga terwujud masyarakat yang mandiri
dalam memelihara kesehatannya. Pelayanan kesehatan jiwa spesialistik
dilaksanakan di rumah sakit jiwa dengan berbagai penerapan model
praktik keperawatan profesional (MPKP) yang telah dikembangkan.
Pelayanan kesehatan jiwa integratif merupakan pelayanan
Kesehatan jiwa yang dilaksanakan di rumah sakit umum. Pelayanan ini
berbentuk unit perawatan intensif kejiwaan (psychiatric intensive care unit
—PICU) dan konsultan penghubung keperawatan kesehatan mental
(consultant liaison mental health nursing—CLMHN). Unit psikiatri di
rumah sakit umum merupakan sarana pelayanan keperawatan kesehatan
jiwa jangka pendek (short term hospitalization), sedangkan CLMHN
merupakan sarana merawat pasien gangguan fisik umum yang mengalami
masalah psikososial.
Pelayanan kesehatan jiwa berfokus pada masyarakat dimulai dari
pelayanan tingkat kabupaten/kota, puskesmas, kelompok khusus sampai
keluarga. Pelayanan ini dikenal dengan keperawatan kesehatan jiwa
masyarakat (community mental health nursing—CMHN). Pelayanan
kesehatan jiwa di CMHN ini dimulai dari level lanjut (advance),
menengah (intermediate), dan dasar (basic). Pemberdayaan seluruh potensi
dan sumber daya masyarakat dilaksanakan dalam bentuk pengembangan
desa siaga sehat jiwa (DSSJ), serta melakukan revitalisasi kader dengan
membentuk kader kesehatan jiwa (KKJ) sebagai fasilitator masyarakat
dalam mengembangkan kesehatan jiwa masyarakat. Pada kelompok
khusus dapat dibentuk kelompok swadaya (self help group—SHG) dan
usaha kesehatan sekolah tentang kesehatan jiwa (UKSJ).

a. Merupakan pelayanan paripurna, mulai dari pelayanan kesehatan


jiwa spesialistik, integratif, dan pelayanan yang berfokus
masyarakat.
b. Memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya di masyarakat
sehingga terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara
kesehatannya.
c. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat (2005) dilanjutkan oleh
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa (2006) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia menetapkan tatanan pelayanan kesehatan jiwa
dalam bentuk piramida.
Level Perawatan dan Tindakan (Keliat, 1997; Maramis A., 2005;
adaptasi dari van Ommeren, 2005)

2.8. Pelayanan Kesehatan Jiwa Profesional Komunitas


2.8.1. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan
meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota Masyarakat
yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur
yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas yang dilakukan :
1. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua
2. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
3. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu
yang kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat
tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana
4. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat
sering digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah
5. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan
2.8.2 Pencegahan Sekunder
1. Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah
deteksi dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan
dengan segera.
2. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang
berisiko/memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan
gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
1. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh
informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan
lain dan penemuan langsung.
2. Melakukan penjaringan kasus
2.8.3 Pencegahan Tersier
1. Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus
2. Deteksi awal masalah kesehatan jiwa di tingkat dasar
3. Fokus pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan
sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan
jiwa.
4. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan/ketidakmampuan
akibat gangguan jiwa.
5. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami
gangguan jiwa pada tahap pemulihan
Aktivitas pada Pencegahan Tersier
1. Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di
masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat
2. Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri.
3. Program sosialisasi
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantanganhidup, dapat menerima orang lainsebagaimana adanya
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Kesehatan jiwa masyarakat (Community Mental Health) merupakan suatu
orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di masyarakat. Kesehatan jiwa
masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif dan preventif tanpa
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif. (KepMenKes No. 220) Peran
perawat kesehatan jiwa masyarakat adalah:
1. Mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memetakan permasalahan
kesehatan jiwa
2. Pendidikan kesehatan dalam upaya preventif danj promotif penemuan
kasus dini,skiring dan tindakan yang cepat.
3. Pemberi asuhan keperawatan pada intervensi kondisi “krisis”
3.2. Saran

Sehubungan dengan trend masalah kesehatan utama dan pelayanan


kesehatan jiwa secara global, maka fokus pelayanan keperawatan jiwa
sudah saatnya berbasis pada komunitas (Community Based Care) yang
memberikan penekanan pada upaya preventif dan promotif. Untuk para
pembaca diharapkan memberi kritik dan saran terhadap isi makalah ini,
dan terima kasih pada pemabaca yagn telah meluangkan waktu membaca
makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai