Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN VERTIGO


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa
Sistem Muskuloskeletal
Dosen Pengampu: Yuyun Solihatin, M.Kep

Disusun Oleh:
1. Gina Nurmalina (C2114201022)
2. Nabila Bintang R (C2114201055)
3. Tiara Oktaviani (C2114201075)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang mana atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari hambatan yang kami
hadapi, namun kami menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Yuyun Solihatin, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Dewasa
Sistem Muskuloskeletal.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesainya makalah ini.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan,
mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Tasikmalaya, 10 November 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I KONSEP PENYAKIT................................................................................1
A. Definisi.........................................................................................................1
B. Tanda Gejala.................................................................................................1
C. Klasifikasi....................................................................................................2
D. Etilogi...........................................................................................................2
E. Patofisiologi.................................................................................................3
F. Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................4
G. Pengobatan...................................................................................................5
H. Pengkajian....................................................................................................9
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)..................................................................12
J. Perencanaan................................................................................................12
K. Implementasi..............................................................................................12
L. Evaluasi......................................................................................................13
BAB II PEMBAHASAN SOAL KASUS............................................................15
KASUS...............................................................................................................15
A. Pengkajian..................................................................................................15
B. Analisa Data...............................................................................................16
C. Diagnosis Keperawatan..............................................................................16
D. Rencana Keperawatan................................................................................16
E. Implementasi..............................................................................................21
F. Evaluasi......................................................................................................22
BAB III ANALISIS JURNAL.............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

ii
BAB I
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Vertere merupakan bahasa latin yang artinya vertigo, yaitu memutar.
Definisi vertigo merupakan suatu gerakan (sirkuler atau linier), atau
gerakan sebenarnya dari tubuh maupun lingkungan sekitarnya yang diikuti
atau tanpa diikuti dengan gejala dari organ yang berada dibawah pengaruh
saraf otonom dan mata (nistagmus) joesoef (2002) dalam (Setiawati,
2016). Sedangkan menurut Gowers dalam Buku Kapita Selekta Neurologi
yang dibuat oleh (Harsono, 2015) menyatakan vertigo merupakan gerakan
atau rasa rasa gerakan pada tubuh penderita atau objek-objek disekitar
penderita yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan.
Pada vertigo, penderita merasa lingkungan disekitarnya bergerak atau
dirinya bergerak terhadap lingkungan sekitar. Gerakan yang dialami
seperti berputar tapi kadang berbentuk linier seperti ingin jatuh atau
merasa ditarik menjauhi bidang vertikal. (Lumban Tobing (2003) dalam
(Setiawati, 2016).
B. Tanda Gejala
Pada telinga bagian dalam terdapat organ keseimbangan yang dapat
membuat tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan.
Organ ini mempunyai saraf yang berhubungan ke area tertentu pada
otak.vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf
yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Penyebab vertigo juga bisa berhubungan pada kelainan penglihatan atau
perubahan pada tekanan darah yang secara tiba-tiba. Penyebab umum
vertigo : (Israr, 2008 dalam (Fauziah, 2015)).
Adapun tanda dan gejala vertigo :
1. Mual muntah
2. Pusing
3. Perasaan ingin jatuh
4. Berkeringat hingga pingsan

1
C. Klasifikasi
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo
perifer dan vertigo sentral. Vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Vertigo Vestibular
Timbul pada gangguan sistem vestibular, menimbulkan sensasi
berputar timbulnya episodic, diprovokasi oleh gerakan kepala dan
bisa disertai rasa mual/muntah. Berdasarkan letak lesinya dikenal
ada 2 jenis vertigo vestibular.
a. Vertigo vesibular perifer
Vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh di labirin (telinga dalam).
b. Vertigo vestibular sentral
Vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh di sistem syaraf pusat, baik di serebelum dan batang
otak atau di area korteks.
2. Vertigo Non Vestibular
Timbul pada gangguan sistem visual dan somato sensori.
Menimbulkan sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang,
goyang yang berlangsung konstan/kontinu, tidak disertai rasa
mual/muntah, serangan biasanya dicetuskan oleh gerakan objek
disekitarnya, misalnya ditempat keramaian atau lalu lintas macet.
Vertigo sistemik merupakan suatu keluhan vertigo yang disebabkan
karena adanya penyakit tertentu seperti diabetes militus, hipertensi
dan jantung. (Sutarni, 2018).
D. Etilogi
Tubuh dapat mengendalikan posisi keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam. Organ tersebut
mempunyai saraf yang berhubungan langsung pada area tertentu dalam
otak. Beberapa penyebab umum vertigo (Carpenito, 2016).
1. Lingkungan

2
a. Mabuk darat maupun laut
b. Stress
2. Obat-obatan
a. Alkohol
b. Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
1. Trasient ischemic attack atau gangguan fungsi otak
sementara dikarenakan berkurangnya sirkulasi darah ke
salah satu bagian pada otak.
4. Kelainan ditelinga
a. Terdapat endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis pada telinga bagian dalam (menyebabkan
benign paroxysmal positional vertigo)
b. Infeksi telinga bagian dalam oleh bakteri
c. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
5. Kelainan Neurologis
a. Skelorisis multiple
b. Tulang tengkorak patah yang disertai cidera pada labirin
persarafannya atau keduanya
c. Tumorotak
d. Tumor yang menyebabkan saraf vestibularis tertekan
E. Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidak cocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan syaraf pusat. Vertigo disebabkan
dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti meniere, parese N VIII,
dan otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada telinga
tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada syaraf ke VIII, dapat
terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media) (Dewi,
2020).

3
Selain dari segi otologi vertigo juga disebabkan karena neurologik. Seperti
gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum dan penyakit
neurologik lainnya. Selain syaraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga
diakibatkan oleh terganggunya syaraf III,IV dan VI yang menyebabkan
terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan
sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam
mempertahankan keseimbangan. Hipertensi dan tekanan darah yang tidak
stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi diteruskan hingga
ke pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggu dan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah
yang rendah dapat mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di
telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII (Dewi, 2020)
Pada keadaan normal, informasi yang tiba pada pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh yang berasal dari repstor vestibular, visual dan
propioseptik kanan dan kiri akan diperbandinkan, jika semua sinkron dan
wajar akan diproses lebih lanjut. Respon yang muncul adalah penyesuaian
dari otot-otot mata dan penggerak tubuh dalamkeadaan bergerak. Selain
itu orang akan menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan
sekitar.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan
pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.

4
2. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada
kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada
kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
3. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus
horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut
setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala dan
badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi
dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan
ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
4. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan
mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan
terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan
lima langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata
tertutup berulang kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang. (Setiawati M.
& Susianti, 2016).
G. Pengobatan
Pengobatan vertigo sebenarnya terdiri dari:
1. Pengobatan Kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui sebabnya, kalau
penyebabnya diketahui pengobatan kausal merupakan pilihan
utama Penyebab Vertigo :
a. Penyakit sistem vestibuler perifer
a) Telinga bagian luar: serumen, benda asing

5
b) Telinga bagian tengah : retraksi membran tympani,
otitis media purulenta akuta, labyrintitis,
kolesteatoma, rudapaksa
c) Telinga bagian dalam trauma, serangan vaskuler,
alergi, hydrops labirin
d) Nervus III: infeksi, trauma dan tumor.
e) Inti vestibularis: infeksi, trauma, trombosis, tumor,
sklerosis multiplek
2. Penyakit susunan saraf pusat
a) Hipoksia/Iskemik otak: Hipertensi kronis,
aterosklerosis, anemia, fibrilasi atrium paroxismal,
stenosis aorta, sinkop, hipotensi, blok jantung.
b) Infeksi Meningitis, ensefalitis, abses
c) Trauma kepala
d) Tumor
e) Migran
f) Epilepsi.
b. Kelainan endokrin Hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid,
tumor medula adrenal.
c. Kelainan Psikiatri Depresi, Neurosa cemas
d. Kelainan Mata
e. Kelainan proprioseptik Polineuropati
f. Intoksikasi
1. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama yaitu rasa vertigo
berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah) Gejala
yang paling berat pada vertigo vestibuler fase akut, menghilang
beberapa hari karena ada kompensasi.
Obat-obat anti vertigo biasanya bekerja sebagai supresan
vestibuler, maka pemberiannya secukupnya untuk mengurangi
gejala supaya tidak menghambat adaptasi / kompensasi sentral.

6
a. Mekanisme kerja obat anti vertigo
a) Calcium Entry Blocker
Mengurangi aktivitas eksitatori SSP dengan
menekan pelepasan glutamat dan bekerja langsung
sebagai depresor labirin, bisa untuk vertigo perifer
dan sentral.
Obat: Flunarisin (Sibelium)
b) Antihistamin
Efek antikolinergik dan merangsang inhibitori
monoaminergik, akibatnya inhibisi nervus
vestibularis.
Obat Sinarisin (STUGERON), dimenhidrinat
(Dramamine), prometasin (Phenergan), meclizine,
cyclizine
c) Antikolinergik
Mengurangi eksitabilitas neuron dengan
menghambat jaras eksitatori kolinergik ke nervus
vestibularis, mengurangi firing rate dan respon
nervus vestibularis terhadap rangsang.
Obat: Skopolamin, atropin
d) Monoaminergik
Merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada n.
Vestibularis sehingga eksitabilitas neuron
berkurang.
Obat Amphetamine, efedrin.
e) Fenotiasin (Antidopaminergik)
Bekerja pada CTZ dan pusat muntah di medula
oblongata.
Obat Klormpomasin (largactil), proklorperazine
(Stemetil), Haloperidol (Haldol)
f) Bensodiasepin

7
Menurunkan aktivitas istirahat neuron. Histaminik
Inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis
lateralis.
Obat betahistin (merislon)
g) Antiepileptik
Karbamasepin, fenitoin pada temporal lobe epilepsi
dengan gejala vertigo.
1. Pengobatan Rehabilitatif
Untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral.
Mekanisme kerjanya melalui :
a. Substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensorik
untuk fungsi vestibular yang terganggu.
b. Mengaktifkan kembali pada inti vestibuler oleh serebelum
sistem visual dan somatosensorik.
c. Menimbulkan habituasi berkurangnya respon terhadap
stimulasi sensorik
Untuk pengobatan rehabilitatif ini diberikan latihan yang disebut
latihan vestibuler:
1. Metoda Brandt-Darof
Latihan Vestibular untuk pengobatan Benign Paroxysmal
Positional Vertigo. (Dari Brandt T, Daroff R.B. Arch
Otolaryngol 1980: 106 484)
2. Latihan visual vestibuler
Pada pasien yang masih berbaring:
a. Melirik ke atas, ke bawah, ke samping kiri, kanan,
selanjutnya gerakan serupa sambil menatap jari
yang digerakan pada jarak 30 cm, mula-mula lambat
makin lama makin cepat.
b. Gerakan kepala fleksi dan ekstensi makin lama
makin cepat, mata buka dan mata tutup
Untuk pasien yang sudah bisa duduk :

8
a. Gerakan kepala dengan cepat ke atas dan ke bawah
sebanyak 5 kali, lalu tunggu 10 detik sampai vertigo
hilang, ulangi latihan sebanyak 3 kali.
b. Gerakan kepala menatap ke kiri, kanan, atas, bawah
selama 30 detik, kembali ke posisi biasa selama 30
detik, ulangi latihan sebanyak 3 kali.
c. Sambil duduk membungkuk dan mengambil benda
yang diletakkan dilantai.
Untuk pasien yang sudah bisa berdiri / berjalan :
a. Sambil berdiri gerakan mata, kepala, seperti latihan
I.a, l.b dan II.a, II.b.
b. Duduk di kursi lalu berdiri dengan mata terbuka dan
tertutup
3. Latihan Berjalan (Gait Exercise)
a. Jalan menyeberang ruangan dengan mata terbuka
dan mata tertutup.
b. Berjalan tandem dengan mata terbuka dan tertutup
bergantian. Lalu jalan tandem dengan kepala
menghadap ke atas.
c. Jalan turun naik pada lantai miring atau undakan,
mata tertutup dan terbuka bergantian.
d. Jalan mengelilingi seseorang sambil melempar bola
e. Olah raga bowling, basket dan jogging.
H. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevalualuasi status kesehatan klien (Suarni dan Apriyani,2017).
Adapun pengkajian kasus Vertigo Menurut Asmada, doni, 2018 adalah:

9
1. Identitas pasien Nama, tempat tanggal lahir, umur, alamat,
pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku, sumber biaya, tanggal
masuk Rs dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
Dilakukan untuk mengali masalah keperawatan lainnya sesuai
keluhan pasien.
a. Keluhan utama Klien mengeluh nyeri
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri di bagian kepala, nyeri dirasakan
seperti berputar- putar, nyeri yang dirasakan apabila klien
duduk atau berdiri. Rasa nyeri berkurang apabila klien
berbaring. Nyeri dirasakan hilang timbul skala 6 (0- 10)
c. Riwayat kesehatan terlebih dahulu
Pengkajian masa lalu digunakan untuk menegenali berbagai
kondisi yang memberikan dampak terhadap kondisi saat
ini.Perawat menanyakan riwayat masuk rumah sakit dan
penyakit yang pernah diderita, pengunaan obat- obatan, dan
adanya alergi. Riwayat nutrisi dan riwayat pola hidup juga
penting dikaji detail pada pasien.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki
penyakit seperti klien dan tidak ada penyakit keturunan
seperti jantung, diabetes militus dan asma.
5. Aktivitas/istirahat : dengan gejala kelemahan, kelelahan
6. Sistem pernafasan frekwensi nafas normal 20 x/menit
pergerakan dada kanan dan kiri simetris dan tidak ada
sianosis.
7. Sistem persyarafan: bicara normal, orientasi waktu
menjawab dengan baik, orientasi orang menjawab dengan
baik, orientasi tempat klien baik, pupil mengecil saat diberi

10
refleks cahaya, klien tidak dapat menggerakan bola mata ke
atas dan ke bawah.
8. Sistem kardiovaskuler: konjungtiva anemis, tidak terdapat
odema pelpebra, tidak ada pembesaran vena jungularis,
CRT < 3 detik, bentuk thoraks simetris, tekanan darah
normal 120/90 mmHg, Nadi 80 x/menit.
9. Sistem pencernaan Mukosa bibir tidak kering,tidak ada
pembekakan tonsil, mulut bersih, bising usus 10 x/menit,
refleks menelan baik, pada saat palpasi tidak ada nyeri
tekan turgor kulit baik, dan tidak terjadi distensi abdomen.
10. Sistem perkemihan: volume urine 1000 cc/hari, warna
kuning jernih, tidak terpasang kateter, saat di palpasi tidak
ada nyeri pada ginjal.
11. Sistem integumen: Kulit berwarna sawo matang, kulit
teraba hangat, warna rambut hitam, ubun-ubun tidak
adanya kemerahan atau hematum.
12. Sistem pendengaran : klien mengatakan mendengar
baik,konsentrasi baik.
13. Eliminasi tidak ada gejala sakit sebelumnya pada
gastrointestinal atau masalah yang berhubungan dengan
gastrointestinal.
14. Makan/cairan gejala anoreksia, mual, muntah, tidak ada
masalah menelan, tidak adanya nyeri ulu hati, tidak terjadi
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan.
15. Gejala neurologi rasa denyutan, pusing/sakit kepala,
kelemahan.
16. Nyeri atau kenyamanan gejala nyeri, digambarkan sebagai
tajam, dangkal, tertusuk-tusuk dan terputar.
17. Pola tidur: klien mengatakan tidurnya tidak puas, terdapat
kantung mata, klien mengatakan tidak bisa tidur, klien
mengatakan pola tidur berubah

11
I. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian
klinis mengenai respon klien terhadap kesehatan atau proses kehidupan
yang di alaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI 2020).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan vertigo adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencederaan fisiologis
2. Intoleransi aktfitas berhubungan dengan tirah baring
3. Risiko jatuh ditandai dengan gangguan keseimbangan
J. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan,
dari semua tindakan keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah
rencana tindakan keperawatan tertulis yang mengambarkan masalah
kesehatan pasien, hasil yang diharapkan, tindakan tindakan keperawatan
dan kemajuan pasien secara spesifik. Tim asuhan keperawatan membuat
rencana bersama dengan klien dan keluarga untuk mendapatkan asuhan
yang efektif guna memenuhi kebutuhan klien. Klien yang mengalami
gangguan neurologi mungkin memerlukan bantuan dalam melaksanakan
aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily living, ADL).(SLKI 2020)
Tujuan :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringgis menurun
3. Muntah menurun
4. Mual menurun
K. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan

12
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
perencanaan.
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan frekuensi nyeri.
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri.
4. Mengontrol lingkungan yang memperberat nyeri.
5. Menjelaskan strategi meredekan nyeri
6. Mengkolaborasikan pemberian analgetik.
L. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengakaji ulang asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Evaluasi keperawatan adalah kegiatan terus menerus
dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan
bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana
keperawatan atau menghentikan rencana (Manurung,2011).
Secara periodik, perawat, klien, dan keluarga mengevaluasi hasil asuhan.
Apakah tujuan jangka pendek terpenuhi?Misalnya, apakah klien mampu
berpartisipasi dalam perawatan diri? Apakah tujuan jangka panjang tetap
realistis, khususnya jika klien memiliki gangguan neurologis
progresif?.Perencanaan untuk asuhan keperawatan lebih lanjut harus
mempertimbangkan prognosis, komplikasi, dan respon klien.
Evaluasi :
1. Klien mengatakan pusing berkurang
2. Klien mengatakan nyeri berkurang
3. Klien mengatakan mual berkurang
4. Klien mengatakan muntah berkurang
5. Klien mengatakan nyeri tertusuk-tusuk berkurang
6. Nampak klien pucat berkurang
7. Namapak klien lemah sudah membaik
8. Klien tidak meringis lagi

13
9. Masalah teratasi
10. Intervensi dihentikan.

14
BAB II
PEMBAHASAN SOAL KASUS
KASUS
Seorang laki- laki, 55 tahun datang ke poli THT dengan keluhan pusing serasa
berputar. Hasil pengkajian pasien mengeluh kehilangan pendengaran pada telinga
kiri, tinnitus, sakit kepala,kesemutan pada area wajah. pasien kehilangan
keseimbangan saat berjalan dan tampak bingung. TD 160/100 mmHg, frekuensi
nadi 90x/ menit, frekuensi napas 22 x/ menit, suhu 37,3’C.
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn.X
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Usia : 55 Tahun
d. Status perkawinan : Menikah
e. Agama : Islam
f. Pendidikan : SMA
g. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
h. Pekerjaan : Pedagang
i. Alamat : Karanganyar
j. Diagnosa medis : Vertigo
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pusing Serasa Berputar
b. Riwayat keluhan dahulu : Tidak Ada
c. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak Ada
3. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
Umum Kesadaran : compos mentis
b. Gejala cardinal
TD : 160/100 mmHg
Nadi : nadi 90x/ menit
Suhu : 37,3’C
Respirasi : 22 x/ menit

15
B. Analisa Data
Do :
1. TD : 160/100 mmHg
2. Nadi : nadi 90x/ menit
3. Suhu : 37,3’C
4. Respirasi : 22 x/ menit
5. pasien kehilangan keseimbangan saat berjalan dan
6. tampak bingung
Ds :
1. pasien mengeluh kehilangan pendengaran pada telinga kiri
2. tinnitus
3. sakit kepala
4. kesemutan pada area Wajah
C. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencederaan fisiologis
2. Risiko jatuh ditandai dengan gangguan keseimbangan
D. Rencana Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri akut Tujuan : Manajemen nyeri
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan agens tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
pencederaan selama 3 x 24 jam karakterisktik, durasi,
fisiologis diharapkan nyeri frekuensi, kualitas,
berkurang/ nyeri intensitas nyeri
hilang. 2. Identifikasi skala
Kriteria hasil / nyeri
Luaran : 3. Identifikasi faktor
1. Keluhan nyeri yang memperberat
menurun dan memperingan
2. Sikap protektif nyeri
menurun 4. Monitor keberhasilan

16
3. Gelisah menurun terapi non
Kesulitan tidur farmakologis
menurun (relaksasi nafas
4. Diaforesis dalam) yang sudah
menurun diberikan
5. Frekuensi nadi Terapeutik
Membaik 1. Berikan teknik non
6. Pola napas farmakologis
membaik (relaksasi nafas
7. Tekanan darah dalam) untuk
Membaik mengurangi rasa
8. Nafsu makan nyeri
membaik 2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis;suhu
lingkungan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat
dan tidur
4. Pertimbangkan
kembali dalam
Pemilihan strategi
meredakan nyeri
yang tepat untuk
pasien
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi

17
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan teknik non
farmakologis
(relaksasi nafas
dalam) untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Risiko jatuh Luaran Utama : Pencegahan jatuh
ditandai Tingkatan Jatuh Observasi
dengan (L.14138). 1. Identifikasi faktor
gangguan Kriteria Hasil risiko jatuh (misal
keseimbangan 1. Jatuh dari tempat usia > 65 tahun,
tidur menurun. penurunan tingkat
2. Jatuh saat berdiri kesadaran, defisit
menurun. kognitif, hipotensi
3. Jatuh saat duduk ortostatik, gangguan
menurun. keseimbangan,
4. Jatuh saat berjalan gangguan penglihatan,
menurun. neuropati).
5. Jatuh saat naik 2. Identifikasi risiko
tangga menurun. jatuh setidaknya
6. Jatuh saat dikamar sekali setiap shift atau
mandi menurun. sesuai dengan
7. Jatuh saat kebijakan institusi.
membungkuk 3. Identifikasi faktor

18
menurun lingkungan yang
meningkatkan risiko
jatuh (misal: lantai
licin, penerangan
kurang).
4. Hitung risiko jatuh
dengan menggunakan
skala (misal: Fall
Morse Scale, Humpty
Dumpty Scale), jika
perlu.
5. Monitor kemampuan
berpindah dari tempat
tidur ke kursi roda dan
sebaliknya.
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga.
2. Pastikan roda tempat
tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi
terkunci.
3. Pasang handrail
temapt tidur.
4. Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
terendah.
5. Tempatkan pasien
beresiko tinggi jatuh
dekat dengan

19
pantauan perawat dan
nurse station.
6. Gunakan alat bantu
berjalan (misal Kursi
roda, Walker).
7. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien.
Edukasi
1. Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah.
2. Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin.
3. Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh.
4. Anjurkan melebarkan
jarak kedua kaki
untuk meningkatkan
keseimbangan saat
berdiri.
5. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat.

20
E. Implementasi
No No. Diagnosis Implementasi
1. Nyeri Akut [SDKI D.0077] 1. Penatalaksanaan nyeri
keperawatan
(nonfarmakologi)
a. Memonitor tanda -
tanda vital
b. Mengkaji adanya
infeksi/ peradangan di
sekitar nyeri
c. Memberi rasa nyama
klien
d. Mengajarkan teknik
manajemen nyeri
nonfarmakologis
2. Penatalaksanaan nyeri
medis (farmakologi)
a. Pemberian analgesik
b. Pemberian Plasebo
2. Risiko Jatuh [SDKI D.0143] 1. Mengidentifikasi faktor
risiko jatuh (misal usia > 65
tahun, penurunan tingkat
kesadaran, defisit kognitif,
hipotensi ortostatik,
gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan,
neuropati).
2. Mengidentifikasi faktor
lingkungan yang
meningkatkan resiko jatuh
(misal: lantai licin,

21
penerangan kurang).
3. Menghitung risiko jatuh
dengan menggunakan skala
(misal: Fall Morse Scale,
Humpty Dumpty Scale),
jika perlu.
4. Memonitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur
ke kursi roda dan
sebaliknya.
5. Menggunakan alat bantu
berjalan (misal Kursi roda,
Walker).
6. Menganjurkan
menggunakan alas kaki
yang tidak licin.
7. Menganjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan
tubuh.
8. Menganjurkan melebarkan
jarak kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri.
9. Berkolaborasi dengan
pendamping ruangan
tindakan apa saja yang akan
di lakukan.
F. Evaluasi
No No. Diagnosis Evaluasi
1. Nyeri Akut [SDKI D.0077] S:

22
1. Klien mengatakan
sedikit masih merasa
pusing
2. Klien mengatakan
sudah sedikit mampu
untuk berdiri sendiri
3. Keluarga Tn.X
mengatakan, jika
Tn.X sedikit mampu
melakukan aktivitas
secara mandiri
O:
1. Kesadaran umum :
coompos mentis
2. Klien tampak sudah
sedikit bisa bergerak
di tempat tidur
3. Mobilitas klien masih
dibantu oleh keluarga
4. TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 85x/mnit
S : 37,0̊C
RR : 23x/menit
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2. Risiko Jatuh [SDKI D.0143] S:
1. Klien mengatakan
sedikit masih merasa
pusing

23
2. Klien mengatakan
sudah sedikit mampu
untuk berdiri sendiri
3. Keluarga Tn.X
mengatakan, jika
Tn.X sedikit mampu
melakukan aktivitas
secara mandiri
O:
1. Kesadaran umum :
coompos mentis
2. Klien tampak sudah
sedikit bisa bergerak
di tempat tidur
3. Mobilitas klien
masih dibantu oleh
keluarga
4. TTV
TD : 150/90 mmHg
N : 85x/mnit
S : 37,0̊C
RR : 23x/menit
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

24
BAB III
ANALISIS JURNAL
Penulis Dan Judul Design Sempel Intervensi Hasil
Tahun
Meilani, Estu, Intervensi systematic lansia (usia vestibular vestibular
Andia Savitri Fisioterapi review dari ≥60 tahun) rehabilitation rehabilitation
Prabhandari Irham, Yang Efektif studi berdesain yang therapy therapy (VRT)
and Egik Yojana. Mengurangi randomized mengalami (VRT) yang yang
2021 Risiko Jatuh controlled trial. VDB dikombinasik dikombinasika
Lansia Dengan an dengan n dengan
Vertigo, beragam beberapa terapi
Dizziness, And teknik terapi ratarata
Balance lainnya memiliki nilai
Disorder. yang
signifikan
dibanding
dengan VRT
tanpa
kombinasi.
Darmawansyah, Manejemen Studi kasus ini 2 pasien manajemen resiko jatuh
Indra, and Tri Resiko Jatuh menggunakan yang resiko jatuh pasien
Hartiti. pada Pasien desain studi dirawat di pada pasien disebabkan
2020 Vertigo kuantitatif ruang vertigo. oleh gangguan
deskriptif Arimbi seperti keseimbangan
dengan Lantai 1 relaksasi yang dialami.
pendekatan Rsud.Kmrt nafas dalam, Tindakan
asuhan Wongsoneg pemantauan yang dilakukan
keperawatan. oro Kota keadaan untuk
Semarang pasien setiap mengurangi
yang 3 jam sekali, resiko jatuh
menderita dan pasien adalah

25
Vertigo kolaborasi dengan
dalam melakukan
pemberian pemantauan
obat dan secara periodik
cairan setiap 3 jam
intravena. dan kolaborasi
pemberian
terapi medis.
Eni, Sumarliyah, Pengaruh penelitian 15 orang di Intervensi Berdasarkan
and Hadi S. Senam Vertigo Quasy Rumah yang hasil penelitian
Suyatno. (Canalit Experimental sakit Siti digunakan yang telah
2019 Reposition dengan Khodijah adalah senam dilakukan
Treatment) menggunakan Sepanjang vertigo atau diperoleh dari
Terhadap pendekatan canalit Wilcoxon
Keseimbangan desain reposition uji pada
Tubuh Pada penelitian treatment. kelompok
Pasien Static Group perlakuan
Vertigo Comparison/N diperoleh α =
on Exuivalent 0,000.
Group Design. Sedangkan
dari kelompok
kontrol,
hasil α = 0,003
Artinya
terdapat
pengaruh
antara Senam
Vertigo
(Canalit
Reposition
Treatment)

26
terhadap
Keseimbangan
Tubuh pada
Penderita
Vertigo.

Referensi Jurnal
Meilani, Estu, Andia Savitri Prabhandari Irham, and Egik Yojana. "Intervensi
Fisioterapi Yang Efektif Mengurangi Risiko Jatuh Lansia Dengan Vertigo,
Dizziness, And Balance Disorder." Fisio Mu: Physiotherapy Evidences 2.3
(2021): 117-132.
Darmawansyah, Indra, and Tri Hartiti. "Manejemen Resiko Jatuh pada Pasien
Vertigo." Ners Muda 1.1 (2020): 7-10.
Sumarliyah, Eni, and Suyatno Hadi Saputro. "Pengaruh Senam Vertigo (Canalit
Reposition Treatment) Terhadap Keseimbangan Tubuh Pada Pasien
Vertigo." Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4.1 (2019).

27
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2018. “Diagnosis Vertigo”
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/2476/BAB%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y diakses pada tanggal 10 November 2023 Pukul
20:15
R, ZULIS NOOR RAFIK et all., 2018. “MAKALAH VERTIGO”
https://www.academia.edu/40785146/MAKALAH_LENGKAP diakses
pada tanggal 10 November 2023 Pukul 20:25
Masruroh, Siti Handariatul. PENERAPAN TERAPI BRANDT DAROFF UNTUK
MENGURANGI NYERI VERTIGO PADA LANSIA DI KELUARGA.
Diss. Karya Ilmiah, Universitas Muhammadiyah Magelang, 2021.
Marlina, Erny, Nur Salman, and Rudy Donny. "Sistem Pakar Untuk Diagnosa
Penyakit Vertigo Dengan Metode Forward Chaining (Studi Kasus: Klinik
Bhayangkara Panaikang)." SISITI: Seminar Ilmiah Sistem Informasi dan
Teknologi Informasi. Vol. 7. No. 2. 2018.
Setiawati, Melly, and Susianti Susianti. "Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo."
Jurnal Majority 5.4 (2016): 91-95.
Prasetya, Dimas Aji. 2021. “ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.K DENGAN
VERTIGO DI RUANG BAITUL IZZAH 2 RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG”
http://repository.unissula.ac.id/23637/2/40901800025_fullpdf.pdf diakses
pada tanggal 10 November 2023 Pukul 21:00
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

28

Anda mungkin juga menyukai