Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERSEPSI SENSORI (VERTIGO)

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6

1. Malina 086STYC21
2. Kholida Bia Dinda 074STYC21
3. Mulkina Wati 095STYC21
4. I Komang Arya Astawa 062STYC21
5. Hanifah R.A 059STYC21
6. Heri Irawan 058STYC21
7. Refky Eka Saputra 111STYC21
8. Ihdal Umam 064STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya serta kesempatan kepada kelompok kami sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Medikal Bedah III ini tepat
pada waktunya.
Tugas ini tentu masih banyak kekurangannya, maka dari itu kami saya
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan kelompok ini.
Kami mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
terutama bagi mahasiswa dan penyusun dalam membantu proses pembelajaran.

Mataram, 4 November 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB I PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. DEFINISI......................................................................................................2
B. KLASIFIKASI..............................................................................................2
C. ETIOLOGI....................................................................................................5
D. PATOFISIOLOGI.........................................................................................6
E. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................9
G. PENATALAKSANAAN............................................................................10
H. PATHWAY.................................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................13
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN............................................................13
B. DIAGNOSA................................................................................................15
C. INTERVENSI.............................................................................................15
D. IMPLEMENTASI.......................................................................................18
E. EVALUASI.................................................................................................18
BAB IV PENUTUP..............................................................................................19
A. KESIMPULAN...........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin, vertere, yang
berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai ilusi bergerak atau
halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam bentuk keluhan berupa rasa
berputar-putar atau rasa bergerak dari lingkungan sekitar (vertigo sirkuler)
namun kadang-kadang ditemukan juga keluhan berupa rasa didorong atau
ditarik menjauhi bidang vertical (Setiawati M. & Susianti, 2016). Vertigo
dapat berlangsung sementara maupun berjam-jam namun juga bisa
berlangsung ketika seseorang tersebut dalam kondisi tidak bergerak sama
sekali (Triyanti, Nataliswati and Supono, 2018)
Vertigo sering terjadi pada umur 18-79 tahun, dengan prevalensi global
sebesar 7,4% serta kejadian pertahunnya mencapai 1,4% (Khansa, Cahyani
and Amalia, 2019). Vertigo ditemukan 15% dari seluruh populasi, hanya 4-
7% yang diperiksa dokter. Di Jerman, pravelensi vertigo antara usia 19
sampai 79 tahun adalah 30%, dimana 24% diantaranya diduga disebabkan
oleh kelainan vestibular. Penelitian di Perancis menemukan setelah 12 bulan,
pravelansi vertigo meningkat 48%. Di Amerika Serikat pravelensi disfungsi
vestibular adalah 35% dari mereka usisnya 45 tahun keatas. Pasien yang
menderita vertigo vestibular, 75% menderita vertigo perifer dan 25%
menderita vertigo sentral (Triyanti, Nataliswati and Supono, 2018).
Prevalensi vertigo di Indonesia pada tahun 2017 adalah 50% dari orang tua
berumur 75 tahun, pada tahun 2018 50% dari usia 40-50 tahun dan
merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita yang
datang ke praktek umum setelah nyeri kepala dan stroke (Pulungan, 2018).
Angka kejadian vertigo di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Rendra dan
Pinzon (2018) vertigo termasuk penyakit yang memiliki prevalensi yang
besar. Distribusi pernyakit vertigo berdasarkan usia yang paling banyak pada

3
rentang usia 41-50 tahun (38,7%) dan 51-60 tahun (19,3%). Dari penelitian
tersebut juga diketahui bahwa jenis kelamin Perempuan (72,6%) lebih
beresiko memiliki vertigo dibandingkan laki-laki (27,4%) (Rendra and
Pinzon, 2018). Pengobatan vertigo sangat tergantung dari penyebab dan
ditujukan agar secepat mungkin mengurangi gejala. Terapi yang diberikan
dapat berupa obat, fisioterapi, dan psikoterapi. Pada beberapa kasus yang
jarang mungkin dibutuhkan pembedahan (Surtani, Malueka and Gofir, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, penyusun tertarik untuk menyusun makalah
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perspsi Sensori
(Vertigo)”

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari vertigo
2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari vertigo
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari vertigo
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari vertigo
5. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksaan dari vertigo
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada vertigo
7. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan yang
dapat diberikan pada pasien dengan vertigo

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo bisa mengenai semua
golongan umur, dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25
tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan
sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun.
Vertigo merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien pasca
mengalami trauma pada kepala, leher atau craniovertebral junction. Trauma
bisa terjadi karena cedera akibat jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor,
cedera kontak saat olah raga dan trauma akibat ledakan. Telinga bagian
dalam dan otak rentan terhadap benturan sehingga gejala bisa timbul
walaupun tanpa cedera yang substansial. Vertigo pasca trauma
diklasifikasikan menjadiperifer dan sentral tergantung pada struktur yang
terkena. (EB, 2016)

B. KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan
non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo
yang disebabkan oleh gangguan sistem visual dan somatosensori.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular
Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular

5
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular


perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah vertigo yang terjadi
akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di
ganglion vestibular atau di saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi
vestibular. Contoh penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit
peniere, fistula perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol, aspirin,
caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer, psikotropik dan obat
hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus vestibularis adalah neuritis
vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum
dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral
antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular,
dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi, trauma,
dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga
termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat gangguan di korteks sangat
jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.
Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer sebagai berikut:
1. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral beronset kronis
atau perlahan (gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada
vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun
berulang(recurrent)

6
2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), Ménière's,
neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo sentral adalah
vaskuler, demyelinatin, neoplasma
3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral
ringan hingga sedang
4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally
related),sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi.
6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness)
umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo
sentral.
7. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer. Pada
vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinnitus.
8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis
(neurologic deficits) umumnya terjadi pada vertigo sentral.
9. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar (rotary)atau
horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan sifat nystagmus
pada vertigo sentral adalah nonfatigable,banyak arah(multidirectional),
dan tidak dihambat oleh fiksasi okuler.
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah Ya Kadang tidak berkaitan
perubahan posisi
kepala

7
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi Tidak ada Kadang disertai ataxia
cranial atau
cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang Biasanya normal
atau dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada nistagmus
nistagmus fatique 5-30 fatique
detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

C. ETIOLOGI
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi penyebab sentral
(melibatkan otak) dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf). Penyebab
vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang melibatkan telinga
dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah bentuk paling umum
dari vertigo dan ditandai dengan sensasi bergerak yang dimulai dengan
pergerakan tiba-tiba dari kepala atau menggerakkan kepala ke arah tertentu.
Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis (peradangan pada telinga
dalam), yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba dan mungkin
berhubungan dengan ketulian.

8
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. (Sielskiet al., 2015).

D. PATOFISIOLOGI
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh ysng sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh sususan saraf pusat. Jika ada kelainan pada lintasan
`informasi dari indera keseimbangan yang dikirim kesistem saraf pusat, atau
kelainan pada pusat keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal tidak
akan terjadi tetapi akan menimbulkan reaksi alarm. Keadaan ini berhubungan
dengan serat-serat di formasio retikularisbatang otak yang berhubung dengan
aktivitas sistem kolinergik dan adrenergik.
Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo adalah :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebab kan hiperemi kanalis semisir kularis sehingga fungsinya
terganggu, akibatnya akantimbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik yang
berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum
dan proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik
yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidak cocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons
yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit
berjalan (gangguan vestibuler,serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.
3. Teori neural mismatch

9
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut
teori iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu,
sehingga jikapada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akanterjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usahaadaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatisterlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai
berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai
perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang
terjadi padaproses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan
menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor),peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan sarafsimpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupameningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa
pucat, berkeringat di awalserangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejalamual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasiaktivitas susunan saraf parasimpatis
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat vestibular atau
pada serabut-serabut yang menghubungkan alat/nuklei vestibular dengan

10
pusat-pusat di cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bila
terdapat ketidakcocokan dalam informasi yang oleh susunan-susunan aferen
disampaikan kepada kesadaran kita. Sususnan aferen yang terpenting dalam
hal ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan yang secara terus-
menerus menyampaikan impuls-impuls ke serebellum. Namun demikian
susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik dan susunan
proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang sangat penting.
Penting pula sususnan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulo-
spinalis dll. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

11
E. PATHWAY
BPPV Labrinitis Penyakit miniere Cedera kepala dan leher

F.
Canalith masuk ke telinga
G.
bagian dalam
Vestibular terganggu

Sensasi spt bergerak dan


berputar

VERTIGO

Neuroma akustik Gg di SSP Keterbatasan kognitif, Pembengkakan rongga


tidak mengenal informasi endolimfatikus
Mengenai N. VIII Tekanan intrakranial Disorientasi
Defisit Pengetahuan Ruptur membran reissner
Pendengaran adanya sumbatan Sakit kepala Kesadaran menurun
cairan pd liang telinga Gg Persepsi Sensori
Nyeri Akut Risiko Jatuh

Gg Komunikasi Verbal

1
2
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Umum
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi rasa pusing
yang disertai dengan kondisi kepala yang berputar-putar atau kliyengan.
Selain itu, biasanya penderita juga akan merasakan sensasi lain saat kepala
mereka terasa berputar-putar, seperti:
a. Pusing
b. Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau kliyengan
c. Mual
d. Rasa ingin muntah
e. Berkeringat
f. Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
g. Hilangnya pendengaran
h. Tinnitus atau telinga berdenging
2. Gejala Tambahan:
a. Anggota tubuh yang mulai terasa lemas
b. Penglihatan yang mulai ada bayang-bayangnya
c. Kesulitan untuk bicara
d. Disertai demam
e. Kesulitan untuk berdiri atau bahkan berjalan
f. Respon yang lambat
g. Penurunan kesadaran
h. Pergerakan mata yang mulai tidak normal
(EB, 2016)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak
dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau

1
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebral badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
2. Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita
akan cenderung jatuh.
3. Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah
lesi.
4. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita diinstruksikan
mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan
lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.
5. Uji Babinsky-Weil, Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang
kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

2
H. PENATALAKSANAAN
1. Vertigo posisional Benigna (VPB)
a) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo
mereda ia kembali keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang
kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau
3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau
fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu
melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut.
Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada
penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya
sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi
perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
2. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga
yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual
pada suatu tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
a) Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat
dilakukan upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti
vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan

3
jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b) Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh
menjadi lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli
ada yang menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat
anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
c) Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi
infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat
supresan vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan
mobilisasi. Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini
latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri
tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh
dikurangi. (Setiawati M. & Susianti, 2016) .

I. KOMPLIKASI

Apabila vertigo tidak segera ditangani dan dilakukan pengobatan,


penderita bisa saja mengalami gagar otak ringan maupun berat, itu merupakan
akibat yang ditimbulkan karena vertigo pada penderita yang sering kambuh
(Yulianto et al., 2016 dalam Faujiah et al 2023). Vertigo akan menyebabkan
komplikasi berupa penurunan kualitas hidup karena gangguan mobilitas.
penderita vertigo juga akan mengalami penurunan fungsi individu sebagai
pekerja. Vertigo apabila terjadi saat berkendara juga akan mengakibatkan
kecelakaan (Benecke et al. 2013 dalam Kusumawati, 2022).

4
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang (Setiawati M. & Susianti, 2016)
1. Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah melayang, goyang,
berputar tujuh keliling, rasa seperti naik perahu, dan sebagainya), keadaan
yang memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu (apakah timbulnya akut
atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksismal, kronik, progresif, atau
membaik). Pada anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan pada lesi alat
vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan obat-obatan seperti
streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik atau vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan nyeri dibagian kepala,nyeri yang dirasakan seperti
berputar-putar,nyeri yang dirasakan apabila klien duduk atau
berdiri.Rasa nyeri berkurang apabila klien berbaring.Nyeri dirasakan
hilang timbul skla nyeri 7 (0-10)
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian masa lalu digunakan untuk menggali berbagai kondisi
yang memberikan dampak terhadap kondisi saat ini. Perawat
menanyakan Riwayat masuk rumah sakit dan penyakit yang pernah

5
diderita, penggunaan obat-obatan dan adanya alergi. Riwayat nutrisi
dan Riwayat pola hidup juga penting dikaji detail pada pasien.
3. Pemenuhan kebutuhan biospikososial spiritual
Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual sebelum menderita vertigo:
a. Biologis
1) Riwayat kesehatan umum pasien sebelum timbulnya vertigo.
2) Faktor-faktor risiko kesehatan, seperti riwayat penyakit kronis atau
keluarga dengan riwayat vertigo.
3) Riwayat obat-obatan yang pernah digunakan.
b. Psikologis
1) Aspek psikologis seperti tingkat stres, kecemasan, dan keadaan
emosional sebelum munculnya vertigo.
2) Persepsi pasien tentang kualitas hidup dan kesejahteraan mental
sebelum kondisi vertigo.
c. Sosial
1) Aspek sosial, seperti status pernikahan, pekerjaan, dan interaksi
sosial sebelum timbulnya vertigo.
2) Dukungan sosial yang ada sebelum munculnya vertigo, seperti
dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas.
d. Spiritual
1) Nilai-nilai spiritual dan keyakinan pasien sebelum kondisi vertigo.
2) Peran spiritual dalam kehidupan pasien sebelum munculnya
vertigo.
Pengkajian sebelum sakit membantu dalam memahami kondisi dasar
pasien dan memungkinkan penyedia layanan kesehatan untuk
merencanakan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
individu. Hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhi perkembangan dan pengelolaan vertigo
saat pasien menjadi sakit.

Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual selama sakit pada vertigo:

6
a. Biologis
1) Evaluasi sejauh mana vertigo mempengaruhi fisik pasien, seperti
sejauh mana perbaikan atau penurunan gejala vertigo setelah
pengobatan.
2) Pemeriksaan klinis untuk menilai dampak fisik, seperti perubahan
keseimbangan, gangguan pendengaran, atau gejala lain yang
mungkin terkait.
b. Psikologis
1) Evaluasi kondisi psikologis pasien setelah mengalami vertigo,
termasuk tingkat stres, kecemasan, dan depresi.
2) Penilaian perubahan emosi, perilaku, atau pola tidur pasien pasca
vertigo.
3) Kebutuhan dukungan psikologis atau konseling yang mungkin
diperlukan.
c. Sosial
1) Penilaian dampak vertigo pada kehidupan sosial pasien, seperti
kemampuan untuk bekerja, berinteraksi sosial, atau aktivitas sehari-
hari.
2) Dukungan sosial yang tersedia atau yang mungkin dibutuhkan
pasien dalam mengatasi dampak vertigo.
d. Spiritual
1) Perubahan dalam dimensi spiritual pasien setelah mengalami
vertigo.
2) Dampak vertigo pada nilai-nilai dan keyakinan spiritual pasien.
3) Ketersediaan dukungan spiritual atau komunitas agama setelah
menderita vertigo.
Pengkajian ini membantu penyedia layanan kesehatan dan tim perawatan
untuk merencanakan perawatan yang lebih tepat dan berkelanjutan sesuai
dengan perubahan yang terjadi setelah pasien menderita vertigo. Hal ini juga
dapat membantu dalam mengevaluasi efektivitas pengobatan dan dukungan
yang diberikan kepada pasien pasca vertigo.

7
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah
yang diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri, bising karotis,
irama (denyut jantung), dan pulsasi nadi perifer.
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan oto-neurologi, dan tes fungsi pendengaran.
a. Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain:
(a) Uji Romberg,
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau
suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak.
Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang
baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
(b) Tandem Gait,
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
(c) Uji Unterberger,
Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram yaitu kepala dan badan berputar ke arah lesi,
kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun
dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
(d) Uji Tunjuk Barany (past-ponting test),

8
Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas dengan jari
telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan
sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan
berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
(e) Uji BabinskyWeil,
Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke
belakang selama setengan menit dengan mata tertutup berulang kali.
Jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan
arah berbentuk bintang.
b. Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk menentukan
apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
c. Tes Fungsi Pendengaran :
(a) Tes Garpu Tala,
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan
schwabach memendek.
(b) Audiometri,
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Ludness
Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, dan Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran dan
fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),
fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor,
gangguan cara berjalan).

d. Pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan: (1) Pemeriksaan


laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi. (2) Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma

9
akustik). (3) Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG),
Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
(4) Pencitraan CTscan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI)
(Setiawati, 2016).
Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan bentuk
vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal dan simtomatik yang sesuai.
6. Teraphy
Tatalaksana vertigo terbagi menjadi tatalaksana non farmakologi,
farmakologi, dan operasi (Setiawati, 2016).
a. Tatalaksana non farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian terapi
dengan manuver reposisi partikel / Particle Repositioning Maneuver
(PRM) yang dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-
100%. Efek samping yang dapat terjadi dari melakukan manuver seperti
mual, muntah, vertigo, dan nistagmus.
b. Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek
untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat
terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
c. Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik
dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari
literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada
intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa.
7. Diet

10
a. Makanan yang harus dihindari oleh penderita vertigo yaitu kafein,
garam, alcohol, Gula.
b. Makanan yang dianjurkan untuk penderita vertigo
1. Buah-buahan yang kaya akan vitamin c.
2. Kacang-kacangan seperti almond, kenari dan hazelnut.
3. Sayuran- sayuran hijau seperti asparagus, brokoli dan sebagainya.
4. Protein rendah lemak
5. Jahe
6. Mengidrasi tubuh (Kompas.com, 2023).

B. DIAGNOSA
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
3. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran
4. Defisit pengetahuan tentang vertigo b.d kurang terpapar informasi
5. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan pendengaran
6. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

11
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi
selama …… maka Tingkat a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Nyeri Menurun, dengan kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil: b. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan c. Identifikasi respons nyeri non verbal
menuntaskan aktivitas d. Identifikasi factor yang memperberat dan
meningkat memperingan nyeri
2. Keluhan nyeri menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3. Meringis menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Sikap potektif menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
5. Gelisah menurun h. Monitor kebersihan terapi komplementer yang sudah
6. Kesulitan tidur diberikan
menurun i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
7. Menarik diri menurun Terapeutik
8. Berpokus pada diri a. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
sendiri menurun

12
9. Diaphoresis menurun rasa nyeri
10. Perasaan depresi b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(tertekan) menurun c. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Perasaan takut d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
mengalami cedera pemilihan
berulang menurun e. strategi meredakan nyeri
12. Anorksia menurun Edukasi
13. Perineum terasa a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
tertekan menurun b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
14. Uterus teraba c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
membulat menurun d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
15. Ketegangan otot e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
menurun rasa nyeri
16. Pupil dilatasi menurun Kolaborasi
17. Muntah menurun Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
18. Mual menurun
19. Frekuensi nadi Pemberian Analgesik
membaik Observasi
20. Pola napas membaik a. Identifikasi karakteristik nyeri

13
21. Tekanan darah b. Identifikasi riwayat alergi obat
membaik c. Identifikasi kesesuain jenis analgesikdengan tingkat
22. Proses berpikir keparahan nyeri
membaik d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
23. Focus membaik fungsi pemberian analgesic
berkemih membaik e. Monitor efektifitas analgesic
24. Perilaku membaik Terapeutik
25. Nafsu makan membaik a. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
26. Pola tidur membaik mencapai analgesia iptimal, jika perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus
oploid
c. untuk mempertahankan kadar dalam serum
d. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respons pasien
e. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi

14
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
2 Risiko Jatuh Setelah dilakukan Pencegahan Jatuh
intervensi keperawatan Observasi
selama …… maka Tingkat a. Identifikasi factor risiko jatuh
Jatuh Menurun, dengan b. Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift
kriteria hasil: atau sesuai dengan kebijakan institusi
1. Jatuh dari tempat tidur c. Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan
menurun risiko jatuh
2. Jatuh saat berdiri d. Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala
menurun e. Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke
3. Jatuh saat duduk kursi roda dan sebaliknya
menurun Terapeutik
4. Jatuh saat berjalan a. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
menurun b. Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam
5. Jatuh saat dipindahkan kondisi terkunci
menurun c. Pasang handrall tempat tidur
6. Jatuh saat naik tangga d. Atur tempat tidur mekanis pada posisi terrendah
menurun e. Tempatkan pasien berisiko tinggi dengan dengan
7. Jatuh saat dikamar

15
mandi menurun pantauan perawat dari nurse station
8. Jatuh saat f. Gunakan alat bantu berjalan
membungkuk menurun g. Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
a. Anjurkan memanggil perawat jika membtuhkan
bantuan untuk berpindah
b. Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
c. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan
tubuh
d. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
e. Ajarkan cara menggunakan bela pemanggil untuk
memanggil perawat.

Manajemen Keselamatan Lingkungan


Observasi
a. Identifikasi kebutuhan keselamatan
b. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik

16
a. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
b. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
dan risiko
c. Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
d. Gunakan perangkat pelindung
e. Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
f. Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
g. Lakukan program skrining bahaya lingkungan
Edukasi
Anjurkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan
3 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan intervensi keperawatan Observasi
selama …… maka Tingkat a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
Pengetahuan Membaik, informasi
dengan kriteria hasil: b. Identifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan dan
1. Perilaku sesuai anjuran menurunkan perilaku hidup bersih dan sehat
meningkat Terapeutik
2. Verbalisasi minat a. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan

17
dalam belajar b. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
meningkat c. Berikan kesempatan untuk bertanya
3. Kemampuan Edukasi
menjelaskan a. Jelaskan factor risiko yang dapat memperngaruhi
pengetahuan tentang Kesehatan
suatu topik meningkat b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Kemampuan c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
pengalaman
sebelumnya yang
sesuai dengan topik
meningkat
5. Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat
6. Pertanyaan tentang
masalah yang dihadapi
menurun
7. Persepsi yang keliru
terhadap masalah

18
menurun
8. Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
menurun
9. Perilaku membaik

4 Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi Defisit Bicara


Komunikasi intervensi keperawatan Observasi
Verbal selama …… maka i. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan
Komunikasi Verbal diksi bicara
Meningkat, dengan kriteria ii. Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
hasil: berkaitan dengan bicara
1. Kemampuan berbicara iii. Monitor fristasi, marah, depresi atau hal lain yang
meningkat mengganggu bicara
2. Kemampuan iv. Identifikasi perilaku emosional dan fisik, sebagai
mendengar meningkat bentuk komunikasi
3. Kesesuaian ekspresi Terapeutik
wajah/tubuh meningkat a. Gunakan metode komunikasi alternatif
4. Kontak mata b. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan

19
meningkat c. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
5. Afasia menurun d. Ulangi apa yang disampaikan pasien
6. Disfasia menurun e. Berikan dukungan psikologis
7. Apraksia menurun f. Gunakan juru bicara, jika perlu
8. Disieksia menurun Edukasi
9. Disatria menurun a. Anjurkan berbicara perlahan
10. Afonia menurun b. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis
11. Disialia menurun dan fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
12. Pelo menurun berbicara
13. Gagap menurun Kolaborasi
14. Renpons perilaku Rujuk ke ahli patologi beicara atau terapis
membaik
15. Pemahaman Promosi Komunikasi Defisit Pendengaran
komunikasi membaik Observasi
a. Periksa kemampuan pendengaran
b. Monitor akumulasi serumen berlebihan
c. Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien
Terapeutik
a. Gunakan Bahasa sederhana

20
b. Gunakan Bahasa isyarat, jika perlu
c. Verifikasi apa yang dikatakan atau ditulis pasien
d. Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
e. Berhadapan dengan pasien secara langsung selama
berkomunikasi
f. Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
g. Hindari merokok, menguyah makanan atau permen
karet, dan menutup mulut saat berbicara
h. Hindari kebisingan saat berkomunikasi
i. Hindari berkomunikasi lebih dari 1 ja meter dari pasien
j. Lakukan irigasi telinga, jika perlu
k. Pertahankan kebersihan telingan
Edukasi
a. Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
b. Ajarkan cara membersihkan serumen dengan tepat

Promosi Komunikasi Defisit Visual


Observasi
a. Periksa kemampuan penglihatan

21
b. Monitor dampak gangguan penglihatan
Terapeutik
a. Fasilitasi peningkatan stimulasi indra lainnya
b. Pastikan kaca mata atau lensa kontak berfungsi dengan
baik
c. Sediakan pencahayaan cukup
d. Berikan bacaan dengan huruf besar
e. Hindari penataan letak lingkungan tanpa memberitahu
f. Sediakan alat bantu
g. Fasilitasi membaca surat, surat kabar atau media
informasi lainnya
h. Gunakan warna terang dan kontras di lingkungan
i. Sedaiakan kaca pembesar, jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan lingkungan pada pasien
b. Ajarkan keluarga cara membantu pasien berkomunikasi
Kolaborasi
Rujuk pasien pada terapis, jika perlu

22
5 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
Persepsi intervensi keperawatan Observasi
Sensori selama …… maka Persepsi a. Monitor perilaku yang mengindikasikan halusinasi
Sensori Membaik, dengan b. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi
kriteria hasil: lingkungan
1. Verbalisasi mendengar c. Monitor isi halusinasi
bisikan meningkat Terapeutik
2. Verbalisasi melihat a. Pertahankan lingkungan yang aman
bayangan meningkat b. Lakukan Tindakan keselamatan Ketika tidak dapat
3. Verbalisasi merasakan mengontrol perilaku
sesuatu melalui indra c. Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
perabaan meningkat d. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
4. Verbalisasi merasakan Edukasi
sesuatu melalui indra a. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya
penciuman meningkat halusinasi
5. Verbalisasi merasakan b. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk
sesuatu melalui indra memberi dukungan dan umpan balik korektif terhadap
pengecapan meningkat halusinasi
6. Distorsi sensori c. Anjurkan melakukan distraksi

23
meningkat d. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol
7. Perilaku halusinasi halusinasi
meningkat Kolaborasi
8. Menraik diri meningkat Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika
9. Melamun meningkat perlu
10. Curiga meningkat
11. Mondar-mandir Minimalisasi Rangsangan
meningkat Observasi
12. Respons sesuai Periksa status mental, status sensori dan tingkat kenyamanan
stimulus menurun Terapeutik
13. Konsentrasi menurun a. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
14. Orientasi menurun b. Batasi stimulus lingkungan
c. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
d. Kombinasikan prosedur/Tindakan dalam satu waktu,
sesuai kebutuhan
Edukasi
Ajarkan cara menimimalisasi stimulus
Kolaborasi
a. Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/Tindakan

24
b. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus

Tim Pokja DPP PPNI SDKI (2017), SIKI (2018), SLKI (2019)

25
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
(Nettina, 2002 dalam Zebua, 2020).

E. EVALUASI
No Hari/Tgl Dx Evaluasi Paraf
1 Nyeri Akut S : Keluhan nyeri
menurun,Meringis
menurun,Kesulitan tidur
menurun.
O : Kemampuan menuntaskan
aktivitas meningkat, sikap
potektif menurun, menarik diri
menurun
A : Intervensi Dilanjutkan / Tidak
P : Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup, Fasilitasi
istirahat dan tidur.
2 Resiko Jatuh S : Jatuh saat beraktivitas
menurun, Jatuh saat berjalan
menurun, Jatuh saat
dipindahkan menurun ,Jatuh
saat naik tangga menurun
O : Jatuh saat beraktivitas

26
menurun
A : Intervensi Dilanjutkan / Tidak
P : Identifikasi factor risiko jatuh,
Monitor kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya,
Anjurkan memanggil perawat
jika membtuhkan bantuan
untuk berpindah.

3 Defisit S : Gagap menunurun


PengetahuanO : Kemampuan berbicara
meningkat
A : Intervensi Dilanjutkan / Tidak
P :Anjurkan berbicara
perlahan, Rujuk ke ahli
patologi beicara atau terapis
4 Gangguan S : menjalani pemeriksaan yang
Komunikasi tidak tepat menurun
Verbal O : perilaku membaik, persepsi
yang keliru terharap masalah
menurun.
A : Intervensi Dilanjutkan / Tidak
P : Identifikasi factor-faktor
yang dapat meningkatkan dan
menurunkan perilaku hidup
bersih dan sehat, Sediakan
materi dan media Pendidikan
Kesehatan, Jelaskan factor
risiko yang dapat

27
mempengaruhi Kesehatan

BAB IV

28
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan karena adanya gangguan
pada telinga atau pada saraf ocousticus yang mengakibatkan nyeri dan
kelemahan otot leher serta keseimbangan tubuh pasien.
Dengan adanya pemeriksaan fisioterapi yang teliti maka seseorang dapat
mengetahui penyebab dari vertigo tersebut, sehingga fisioterapi dapat
melakukan intervensi pada kasus tersebut dengan tepat walaupun dalam
pemeriksaab manajemenn pelayanan di Rumah Sakit harus memberikan
aplikasi terapi sesuai dengan konsultan darai dokter Rehabilitasi Medik pada
kasus vertigo ini yang disebabkan oleh trauma.
Berbagai masalah yang timbul pada kondisi ini yaitu adanya nyeri,
keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), penurunan kekuatan otot, serta
keseimbangan pasien yang berkurang. Modalitas terapi yang diberikan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu Micro Wave Diathermy (MWD) dan
massage terapi. Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk melakukan
latihan di rumah seperti yang telah diajarkan oleh terapis.
Dengan pelaksanaan terapi dengan menggunakan modalitas tersebut hasil
yang diperoleh menunjukkan perkembangan positif yaitu di buktikannya
dengan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat penurunkan nyeri, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan LGS, massage
terapi dengan teknik stroking dan efflurage dapat meningkatan kekuatan otot,
serta dengan Standing Balance Test dapat meningkatan keseimbangan
sehingga mampu melakukan aktivitas sehari- hari di lingkungan sekolah dan
lingkungan rumahnya dapat meningkatkan kualitas hidup bermasyarakat.

29
DAFTAR PUSTAKA

EB, B. (2016). posttraumatic Vertigo Treatment and Management.


Otolaryngology and Facial Plastic Surgery. medscape.
Edwar, Y., & Rosa, Y. (2014). Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) . Jurnal kesehatan Andalas.
Farida. (2017). PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP
KELUHAN. Publikasi Ilmiah, 1-8.
Fujiah, E. R. 2023. Hubungan Antara Level of Dizziness Dengan Activity Daily
of Living ( ADL) Pada Pasien Sindroma Vertigo di RSI Siti Hajar
Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Bina Sehat PPNI
Mojokerto.
Kusumawati, A. T. 2022. Aplikasi Terapi Latihan Semont Liberatory Maneuver
Untuk Mengurangi Vertigo Pada Pasien Beningna Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV). KTI . Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Al-Irsyad
Cilacap.
Setiawati, M., & Susianti. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo. Majority,
91-95.
Sielski, G., Sielska, M., Podhorecka, M., Gebka, D., Szymkowiak S
Marta.,Ciesielka, N., Rolka, L., Porzych, K dan Kornatowska S Kornelia.
2015.Dizziness In Older People. Diakses : 28 Desember
2016.http://dx.doi.org/10.12775/MBS.2015.02
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
"Defenisi dan Indikator Diagnostik". Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
"Defenisi dan Tindakan Keperawatan". Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
"Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan". Jakarta Selatan: DPP PPNI.

30
31

Anda mungkin juga menyukai