Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

VERTIGO

Dibimbing oleh :

Dwi Santoso, S.Kep., Ns

Disusun oleh :

Afifatussholikhah 0118004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo (gangguan keseimbangan) merupakan suatu istilah yang berasal dari Bahasa latin
vertere yang berarti memutar. Vertigo seringkali dinyatakan sebagai rasa pusing,
sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya berputar- putar (Pulungan,
2018). Vertigo merupakan suatu ilusi gerakan, biasanya berupa sensasi berputar yang
akan meningkat dengan perubahan posisi kepala (Kusumastuti & Sutarni, 2018).
Gejala vertigo seperti perubahan kulit yang menjadi pucat (pallor) terutama di daerah
muka dan peluh dingin (cold sweat). Gejala ini selalu mendahului munculnya gejala
mual/muntah dan diduga akibat sistem saraf simpatik (Kusumastuti & Sutarni, 2018).
Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi merupakan suatu kumpulan gejala atau
satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat,
peluh dingin, mual, muntah), dan pusing. Vertigo perlu dipahami karena merupakan
keluhan nomer 3 paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek
umum, bahkan pada orang tua sekitar 75 tahun, 50% datang ke dokter dengan keluhan
pusing (Kusumastuti & Sutarni, 2018).
Vertigo (gangguan keseimbangan) merupakan kelainan yang sering dijumpai pada lanjut
usia. Kelainan tersebut seringkali menyebabkan jatuh dan mengakibatkan berbagai
morbiditas seperti fraktur tulang panggul, cedera otak bahkan bisa fatal. Kecelakaan
adalah penyebab kematian keenam pada seorang berusia lebih dari 75 tahun akibat jatuh.
Hal ini bisa dimengerti oleh karena pada usia lanjut terjadi berbagai perubahan struktural
berupa degenerasi dan atrofi pada sistem vestibular, visual dan proprioseptif dengan
akibat gangguan fungsional pada ketiga sistem tersebut. Usia lanjut dengan gangguan
keseimbangan memiliki risiko jatuh 2-3 kali dibanding usia lanjut tanpa gangguan
keseimbangan. Tiap tahun berkisar antara 20-30% orang yang berusia lebih dari 65 tahun
sering lebih banyak berada di rumah saja karena masalah mudah jatuh (Laksmidewi et
al., 2016). Untuk bisa menangani dan mengevaluasi pasien berusia diatas 60 tahun
dengan gangguan keseimbangan, klinisi harus mengerti tentang fisiologi keseimbangan
dan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada proses penuaan (Laksmidewi et
al., 2016). Prevalensi vertigo di Jerman, usia 18 hingga 79 tahun adalah 30%, 24%
diasumsikan karena kelainan vestibular. Penelitian di Prancis menemukan prevalensi
vertigo 48%. Prevalensi vertigo di Indonesia pada tahun 2017 adalah 50% dari orang tua
berumur 75 tahun, pada tahun 2018 50% dari usia 40-50 tahun dan merupakan keluhan
nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh penderita yang datang ke praktek umum setelah
nyeri kepala dan stroke (Pulungan,2018). Berdasarkan data pasien di UPT Puskesmas
Dawan I Klungkung tahun 2018 dengan jumlah kasus sebanyak 53 kasus terdiri dari 25
orang penderita vertigo dengan berjenis kelamin laki-laki dan 28 orang penderita vertigo
dengan berjenis kelamin perempuan. Sedangkan tahun 2019 kasus vertigo sebanyak 67
kasus terdiri dari 23 orang penderita vertigo berjenis kelamin laki-laki dan 44 orang
penderita vertigo berjenis kelamin perempuan (UPT Puskesmas Dawan I,2019).
Berdasarkan data pasien di UPT Puskesmas Dawan II Klungkung tahun 2019 dengan
jumlah kasus sebanyak 58 kasus terdiri dari 21 orang penderita vertigo dengan berjenis
kelamin laki-laki dan 37 orang penderita vertigo dengan berjenis kelamin perempuan
(UPT Puskesmas Dawan II, 2019). Meningkatnya kasus vertigo sebagai petunjuk bahwa
vertigo membutuhkan perhatian serius dalam penanganannya, hal ini karena pasien yang
mengalami vertigo akan menurunkan kualitas hidupnya akibat ketidaknyamanan yang
dialaminya. Diagnosa kebutuhan rasa nyaman yang dibutuhkan oleh pasien vertigo
merupakan kebutuhan dasar manusia yang semestinya dipenuhi (Gunawan, 2017).
Gangguan rasa nyaman merupakan perasaan kurang senang, lega, dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial (PPNI, 2016).
Peran pemerintah sangat penting dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat
melalui sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan sejak dini dengan
melaksanakan program pemerintah yaitu Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
Pemerintah juga memberikan pengobatan gratis dengan pemanfaatan JKN/KIS meliputi
pemanfaatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas, dokter, dan
pemanfaatan di poliklinik rawat jalan rumah sakit dan pemanfaatan pada rawat inap
rumah sakit. Hal ini merupakan peran pemerintah dalam mengajak masyarakat
menerapkan pola hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Responden yang mengalami vertigo akan mengalami
berbagai macam tanda dan gejala, untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan
tindakan komplementer berupa akupresur (Fransisca, 2013). Pemberian akupresur pada
titik meridian yang sesuai akan melepaskan endorphin yang akan meningkatkan
sirkulasi darah sehingga vertigo menurun dan rasa nyaman yang dirasakan oleh
responden (Fransisca, 2013). Akupresur dapat melancarkan energi vital di tubuh (Chi
atau Qi) untuk menstimulus aliran energi dimeridian sehingga akan mempengaruhi
kesehatan. Berdasarkan analisa rerata Vertigo Symptom Scale - Short Form (VSS-SF)
total setelah dilakukan akupresur berbeda signifikan dengan sebelum dilakukan tindakan
akupresur hal ini disebabkan penekanan pada titik meridian akan melepaskan endorphin.
Endorphin adalah zat penghilang rasa sakit yang secara alami diproduksi dalam tubuh,
memicu respon menenangkan dan membangkitkan semangat dalam tubuh, memiliki efek
positif pada emosi, dapat menyebabkan relaks dan normalisasi fungsi tubuh dan sebagian
dari pelepasan endorphin akan menurunkan tekanan darah dan meningkatkan sirkulasi
darah (Fransisca, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krisnanda Aditya
Pradana (2013), hasil analisis frekuensi vertigo setelah dilakukan akupresur lebih
rendah dibandingkan sebelum dilakukan terapi akupresur. Frekuensi dan durasi
vertigo kurang dari 20 menit sesudah dilakukan akupresur mengalami penurunan
dibandingkan sebelum dilakukan akupresur. Sakit kepala sebagai gejala penyerta vertigo,
terjadi hampir setiap hari sebelum dilakukan akupresure, tetapi setelah dilakukan
akupresure sakit kepala mengalami penurunan terjadi setiap minggu (Fransisca, 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Vertigo?
2. Bagaimanakah etiologi pada Vertigo?
3. Bagaimanakah patofisiologi pada Vertigo?
4. Bagaimanakah klasifikasi pada Vertigo?
5. Bagaiamanakah tanda dan Gejala pada Vertigo?
6. Bagaimanakah manifestasi klinis pada Vertigo?
7. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang pada Vertigo?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan pada Vertigo?
9. Bagaimanakah pathway dari Vertigo?
10. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien Vertigo?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Vertigo
2. Untuk mengetahui etiologi pada Vertigo
3. Untuk mengetahui patofisiologi pada Vertigo
4. Untuk mengetahui klasifikasi pada Vertigo
5. Untuk mengetahui tanda dan Gejala pada Vertigo
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Vertigo
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Vertigo
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Vertigo
9. Untuk mengetahui pathway dari Vertigo
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Vertigo
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Vertigo
Vertigo adalaha ilusi gerakan, yaitu pasien merasa ia sedang berputar di alam raya
(vertigo subjektif) ataua bahwa sekelilingnya berputar disekitar dirinya (vertigo objektif).
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani Vertere yang artinya memutar.
Pengertianvertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan
alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing
saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatic
(nistagmus, unstable), otonomik (pucat). Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu
bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau
organ tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan
tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem diantaranya sistem
vestibular, system visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk
memperetahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem tersebut
harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita merasa atau melihat
lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak terhadap lingkungannya. Gerakan yang
dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa
ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita vertigo kadang-kadang dapat kita
saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada
bolamata (Lumban Tobing, 2003). dingin,mual, muntah) dan pusing. Vertigo adalah
perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita sekitarnya atau sekitarnya
terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa berputar atau bergerak naik turun
dihadapannya. Keadaan ini sering disusul dengan muntah-muntah, bekringat, dan kolaps.
Tetapi tidak pernah kehilangan kesadaran. Sering kali disertai gejala-gejala penyakit
telinga lainnya. (Manjoer, Arif, dkk. 2002)
Vertigo juga dapat terjadi pada berbagai kondisi, termasuk kelainan batang otak yang
serius, misalnya skelerosis multiple, infark, dan tumor. (Muttaqin, Arif. 2008)

B. Etiologi Vertigo
Etiologi vertigo dapat dibagi menjadi (Kelompok studi vertigo PERDOSSI ,2012)
a. Otologi
Ini merupakan 24-61% kasus vertigo (paling sering), dapat disebabkan oleh
BPPV(benign paroxysmal positional Viertigo) penyakit Miniere,Parese N.VIII
(vestibulokoklearis),maupun otitis media.
b. Neurologis
Merupakan 23-61% kasus,berupa:
- Gangguan serebrovaskular batang otak, serebelum
- Ataksia karena neuropati
- Gangguan visus
- Gangguan serebelum
- Sklerosis multipel
- Vertigo servikal
c. Interna
Kurang lebih 33% dari keseluruhan kasus terjadi karena gangguan kardiovaskuler.
Penyebabnya bisa berupa tekanan darah yang naik atau turun, aritma kordis, penyakit
jantung koroner,infeksi,hipoglikemi, serta intoksikasi obat, misalnya:
nifedipin,benzodiazepine dan xanax.
d. Psikiatrik
Terdapat pada lebih dari 50 % kasus vertigo.Biasanya pemeriksaan klinis dan laboratoris
menunjukan dalam batas normal. Penyebabnya bisa berupa depresi,fobia,anxietas,serta
psikosomatis
e. Fisiologis
Misalnya,vertigo yang timbul ketika melihat ke bawah saat kita berada di tempat tinggi.

C. Patofisiologi Vertigo
Menurut Price,S.A (2007) Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen
yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampai kan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Menurut Wilson (2007) Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor
visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.Menurut Wilson (2007)
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan
kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan
diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala
dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer
atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya
muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot
menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

D. Klasifikasi Vertigo
Vertigo dapat dibagi menjadi ( Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI,2012)
a. Vertigo Vestibular
Timbul pada gangguan sistem vestibular,menimbulkan sensasi berputar timbulnya
episodic,diprovokasi oleh gerakan kepala dan bisa disertai rasa mual/muntah.
Berdasarkan letak lesinya dikenal ada 2 jenis vertigo vestibular(Kelompok Studi Vertigo
PERDOSSI,2012)
1) Vertigo vestibular perifer
Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis.Vertigo vestibular perifer timbulnya
lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala,dengan rasa berputar yang berat,disertai
mual/muntah dan keringat dingin.Bila disertai gangguan pendengaran berupa tinnitus
atau ketulian dan tidak disertai gejala neurologis fokal seperti, hemiparesis,diplopia
perioral parastesia,penyakit paresisfasialis. Penyebabnya antara lain adalah begin
paroxysmal positional vertigo (BPPV),penyakit miniere ,neuritisvesti oklusia, labirin,
labirinitis.
2) Vertigo vestibular sentral
Timbul pada lesi di nucleus vestibularis di batang otak atau thalamus sampai ke korteks
serebri.Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat ,tidak terpengaruh oleh gerakan
kepala.Rasa berputarnya ringan jarang disertai rasa mual/muntah,atau kalau ada
ringan saja.Tidak disertai gangguan gangguan pendengaran. Bisa disertai gejala
neurologis fokal seperti disebut. Penyebabnya antara lain migraine ,CVD,tumor,epylepsi
demielinisasi dan degenerasi.
b. Vertigo nonvestibular
Timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual menimbulkan sensasi
bukan berputar,melainkan rasa melayang,goyang berlangsung konstan /kontinu,tidak
disertai rasa mual/muntah,serangan diasanya dicetuskan oleh gerakan objek
disekitarnya,misalnya di tempat keramaian atau lalu lintas macet. Penyebab antara
polineuropati,meliopati artrosis servikalis trauma leher,presinkope,hipotensi,ortostatik,
hiperventilasi tension, headache hipoglikemi, penyakit sistemik.

E. Tanda dan Gejala Vertigo


1. Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,
perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah,
gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara
berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan
kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat
adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan
percobaan tunjuk hidung sacara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan
dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan
disentral (batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia
batang otak, tumor difossa posterior, migren basiler.
2. Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung :
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB).
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur
atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung
beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah
trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular
prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit
meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli),
vertigo dan tinitus. Usiapenderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan
munculnya penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran
dan kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan mata tertutup. Berjalan tandem
yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang
satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa
terdapat penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit
meniere ialah terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa
remisi. Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh
lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran
berupa tuli dan timitus dan sewaktu penderita mengalami disekuilibrium
(gangguan keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2
atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit meniere jadi
kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini
mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala
ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa
lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring diam.
Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu kemungkinannya
disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi
lebih basar amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang
terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau
minggu. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan
total pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan
gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional
benigna. Pada penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang
jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak
bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada
nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita
suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer
yaitu mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma.
F. Manifestasi Klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reaksi dan
lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat
dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan
kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan
selaput tipis.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan mata
b. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c. Pemeriksaan neurologik
d. Pemeriksaan otologik
e. Pemeriksaan fisik umum.
2. Pemeriksaan khusus :
a. ENG (elektronistagmografi)
b. Audiometri dan BAEP
c. Psikiatrik
3. Pemeriksaan tambahan :
a. Laboratorium
b. Radiologik dan Imaging
c. EEG, EMG, dan EKG.

H. Penatalaksanaan dan Terapi


Penatalaksanaan vertigo berbeda tergantung dari penyebab vertigonya. Walau demikian,
penanganan gejala vertigo pada umumnya dapat ditangani mengunakan medikamentosa
yang sama, yaitu betahistine atau dimenhydrinate. Terapi nonmedikamentosa yang dapat
dilakukan di antaranya adalah terapi rehabilitasi vestibular dan pembedahan.
1. Medikamentosa
Medikamentosa utama untuk vertigo adalah betahistine yang digunakan untuk
menangani vertigo perifer. Obat lain yang dapat digunakan di antaranya adalah
metoclopramide, dimenhydrinate, ondansetron, prometazine, atau golongan
benzodiazepine seperti diazepam dan lorazepam. Vertigo terkait migraine dapat
ditangani dengan pemberian metoprolol, flunarizine, asam valproat, dan topiramat.
Pada vertigo yang disebabkan oleh stroke, medikamentosa untuk stroke juga harus
diberikan berupa pemberian alteplase intravena, aspirin, atau clopidogrel pada stroke
iskemik atau pemberian antihipertensi pada stroke hemorrhagik.
2. Betahistine
Betahistine merupakan obat yang umum digunakan untuk meredakan gejala vertigo,
bekerja dengan cara menyekat reseptor histamin H3 (presinaps) dan H2 (postsinaps,
lemah). Betahistine dapat meningkatkan sirkulasi mikro darah ke telinga dalam
(labirin). Efek terapeutik yang optimal tercapai dalam jangka waktu panjang,
sehingga dosis pemberian betahistine direkomendasikan sebesar 24 mg, 2 kali sehari,
selama 2-3 bulan. Betahistine umum digunakan pada vertigo dengan penyebab di
perifer seperti penyakit Meniere dan benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).
3. Non medikamentosa
Rehabilitasi vestibular untuk tata laksana vertigo kronis (gejala yang timbul persisten
lebih dari 1 bulan) direkomendasikan untuk mengurangi gejala vertigo. Rehabilitasi
vestibular dapat dilakukan untuk pasien dengan lesi vestibular stabil, lesi perifer atau
campuran dengan sentral, pasca trauma, psikogenik, BPPV dan untuk orang tua
dengan vertigo. Rehabilitasi dan latihan ini dapat dilakukan di rumah sehari-hari dan
memiliki prinsip dan tujuan untuk menstabilkan pandangan dan postur, mengurangi
vertigo dan meningkatkan aktivitas sehari-hari. Manuver reposisi dapat dilakukan
untuk BPPV. Pada BPPV kanal posterior dapat dilakukan manuver Epley dan
manuver Semont. Pada BPPV kanal lateral, dapat dilakukan manuver Lampert roll
dan manuver Gufoni. Manuver ini dilakukan untuk mengembalikan debris pada
endolimfe ke vestibular, dimana yang menjadi penyebab vertigo.
4. Pembedahan
Tata laksana pembedahan dipertimbangkan pada BPPV kanal posterior yang tidak
membaik dengan manuver reposisi. Neurektomi dan pembedahan pada oklusi kanalis
semisirkularis dapat dilakukan untuk vertigo perifer yang tidak membaik.

I. Pathway Vertigo
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HEMATOMA


A. Pengkajian
1. Identitas
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Suku Bangsa :
Pekerjaan :
Agama :
Status :
Alamat :
No. Telp :
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengkajian :
No. Register :
No. Rekam Medik :
Bahasa :
Diagnosa Medis :
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang :
Riwayat Kesehatan Dahulu :
Riwayat Kesehatan Keluarga :
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kondisi Umum :
b. Kesadaran :
c. GCS :
 E :
 M :
 V :
d. Pemeriksaan Fisik:
1. Pemeriksaan fisik umum ( tanda-tanda vital, heart rate dan ritme
jantung,palpasi arteri karotis dan auskultasi arteri karotis).
2. Pemeriksaan neurologis (kesadaran,nervus kranalis ,sistem saraf motorik dan
sistem saraf sensorik)
3. Tes Romberg
Pemeriksaan berada dibelakang pasien,pasien berdiri tegak dengan
kedua tangan didada,kedua mata terbuka,dia amati selama 30 detik setelah itu
pasien diminta menutup mata dan diamati selama 30 detik,jika dalam keadaan
mata terbuka pasien sudaah jatuh menandakan kelainan pada serebelum,jika
dalam keadaan mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandakan
kelainan vestibular/propioseptif.
4. Tes Romberg di pertajam
Pemeriksaan berada di belakang pasien,lalu tumit pasien berada didepan ibu
jari kaki yang lainnya,kemudian pasien di amati dalam keadaan mata terbuka
selama 30 detik,lalu pasien menutup mata dan diamati selama 30
detik,interpretasi sama dengan tes Romberg.
5. Tes jalan tandem (tandem gait)
Pasien di minta berjalan dengan sebuah garis lurus,dengan menempatkan
tumit di depan jari kaki sisi yang lain secara bergantian.Pada kelainan
serebelum:pasien tidak dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke satu
sisi.Pada kelainan vestibular:pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi.
6. Tes fukuda
Pemeriksaan bearada di belakang pasien,lalu tangan di luruskan ke
depan,mata pasien ditutup,pasien diminta berjalan di tempat 50 langkah.Tes
fukuda di anggap normal jika deviasi ke satu sisi >30 derajat atau
maju/mundur >1 meter.Tes fukuda menunjukkan lokasi kelainan di sisi kanan
atau kiri.
7. Tes past pointing
Pada posisi duduk,pasien di minta untuk mengangkat satu tangan dengan jari
mengarah ke atas,jari pemeriksa di letakkan di depan pasien,lalu pasien di
minta ujung jarinya menyentuh ujung jari pemeriksa beberapa kali dengan
mata terbuka,setelah itu di lakukan dengan mata tertutup.Pada kelainan
vestibular : ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi kea rah
lesi.Pada kelainan serebelum:akan terjadi hipermetri atau hipometri.
8. Head thrust test
Pasien di minta memfiksasikan mata pada hidung/dahi pemeriksa setelah itu
kepala di gerakkan secara cepat ke satu sisi,pada kelain- nan vestibular perifer
akan di jumpai adanya sakadik.
e. Pemeriksaan Penunjang
 EKG (Elektrokardiografi)
 Photo Thorax

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Gangguan Aliran Darah Ke Otak (D.0077)
2. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan menelan makanan (D.0032)
3. Gannguan Pola Tidur b.d Otot leher kaku (D.0055)
4. Defisit Pengetahuan b.d Kurangnya informasi (D.0111)
5. Risiko Jatuh b.d Kekuatan otot menurun (D.0143)

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan (1.08238)
Gangguan Aliran tindakan intervensi Observasi :
Darah Ke Otak keperawatan diharapkan - identifikasi lokasi,
(D.0077) Tingkat nyeri dalam tubuh karakteristik, durasi,
menurun. Dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas
hasil : nyeri
Skala nyeri menurun - identifikasi skala nyeri
(L.08063) - Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
- identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
- monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- fasilitasi istirahat dan tidur
- berikan teknik on
Edukasi
- Jelaskan penyebab, pemicu
dan periode nyeri
- jelaskan statregi meredakan
nyeri
2. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (1.03119)
Ketidakmampuan tindakan intervensi Observasi
menelan makanan keperawatan diharapkan - Identifikasi status nutrisi
(D.0032) Status nutrisi dalam tubuh - Identifikasi alergi dan
seimbang. Dengan kriteria intoleransi makanan
hasil : - Identifikasi makanan
1.Status nutrisi membaik yang disukai
2. Berat badan ideal - Identifikasi kebutuhan
(L.03030) kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya
penggunaan NGT
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan Lab
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi mementukan
pedoman diet
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(pereda nyeri), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
3. Gannguan Pola Tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (1.05174)
b.d Otot leher kaku tindakan intervensi Observasi
(D.0055) keperawatan diharapkan - Identifikasi pola
Status pola tidur aktivitas dan tidur
membaik. Dengan kriteria - Identifikasi faktor
hasil : pengganggu tidur
1. Keluhan kesulitan - Identifikasi makanan dan
tidur menurun minuman yang
2. Keluhan istirahat mengganggu tidur
tidak cukup Terapeutik
menurun - Modifikasi lingkungan
(L.05045) (Pencahayaan,
kebisingan, suhu, dan
tempat tidur)
- Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur
rutin
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan (pijat dan
pengaturan posisi)
- Sesuaikan jadwal
pemberian obat atau
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
dapat mengganggu tidur
- Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (1.12383)
b.d Kurangnya tindakan intervensi Observasi
informasi (D.0111) keperawatan diharapkan - Identifikasi kesiapan dan
Tingkat pengetahuan kemampuan menerima
membaik. Dengan kriteria informasi
hasil : Terapeutik
1. Mampu - Sediakan materi dan
menjelaskan media pendidikan
menegenai kesehatan
penyakitnya - Jadwalkan pendidikan
2. Perilaku patuh kesehatan sesuai dengan
terapi pengobatan kesepakatan
meningkat - Berikan kesempatan
(L.12111) untuk bertanya
Edukasi
- Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan pasien
Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
5. Risiko Jatuh b.d Setelah dilakukan Pemantauan Risiko Jatuh
Gerakan Kekuatan otot tindakan intervensi (1.02060)
menurun (D.0143) keperawatan diharapkan Observasi
Tingkat resiko menurun. - Identifikasi defisit kognitif
Dengan kriteria hasil : atau fisik pasien yang
1. Kemaampuan dapat meningkatkan
memgontrol risiko potensi terjatuh
meningkat dilingkungan tertentu
2. Kemampuan - Identifikasi perilaku dan
mendapatkan faktor yang
informasi ttg mempengaruhi risiko
faktor risiko terjatuh
meningkat - Identifikasi riwayat jatuh
(L.14128) - Identifikasi lingkungan
yang dapat meningkatkan
potensi jatuh
- Monitor keterampilan,
keseimbangan, dan tingkat
kelelahan dengan
ambulasi
- Monitor kemampuan
untuk pindah dari tempat
tidur ke kursi dan
sebaliknya
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
D. Implementasi

E. Evaluasi

No. Tgl. Diagnosa Kep. Catatan Perkembangan TTD


1. 20 Sep Nyeri Akut b.d S : Pasien mengatakan nyeri terasa
2021 Gangguan Aliran berkurang
Darah Ke Otak O : Nyeri menurun
(D.0077) A : Masalah nyeri akut teratasi
sebagian, nyeri berkurang, nyeri
jarang timbul
P : Lanjutkan Intervensi
2. 20 Sep Defisit Nutrisi b.d S : Pasien mengatakan sudah makan
2021 Ketidakmampuan lebih banyak dari sebelumnya, sudah
Menelan Makanan jarang mual dan muntah
(D.0032) O : Pasien mampu makan dan
minum melalui oral
A : Masalah defisit nutrisi teratsi
sebagian, mual dan muntah pasien
menurun
P : Lanjutkan Intervensi
3. 20 Sep Gangguan Pola S : Pasien mengatakan durasi tidur
2021 Tidur b.d Kekakuan lebih lama dari sebelumnya
Otot Leher (D.0055) O : Kekauan otot leher berkurang
A : Masalah gangguan pola tidur
teratasi sebagian, kekakuan otot leher
menurun, namun pasien masih
terlihat tidak nyaman
P : Lanjutkan Intervensi
4. 20 Sep Defisit Pengetahuan S : Pasien mengatakan mengerti dan
2021 b.d Kurangnya paham tentang penyakitnya
Paparan Informasi O : Pasien patuh terhadap terapi
(D.0111) pengobatan yang diberikan
A : Masalah defisit pengetahuan
teratasi, pasien sudah dapat mengerti
tentang penyakit yang dideritanya
P : Intervensi Dihentikan
5. 20 Sep Risiko Jatuh b.d S : Pasien mengatakan belum bisa
2021 Kekuatan Otot bergerak bebas dikarenakan keadaan
Menurun (D.0143) otot yang masih lemah
O : Pasien lebih banyak melakukan
aktivitas diatas tempat tidur, dan
melakukan aktivitas selalu dibantu
A : Masalah risiko jatuh teratasi
sebagian, pasien belum bisa
melakukan aktivitas secara mandiri
P : Lanjutkan Intervensi
Daftar Pustaka

Indonesia, P. P. N. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI


Indonesia, P. P. N. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI
Indonesia, P. P. N. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI

Anda mungkin juga menyukai