Anda di halaman 1dari 11

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan
keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ
tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan
tubuh kita.
Vertigo adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam
telinga bagian dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing dalam
artian keadaan atau ruang di sekelilingnya menjadi serasa 'berputar' ataupun
melayang. Vertigo menunjukkan ketidakseimbangan dalam tonus vestibular.
Hal ini dapat terjadi akibat hilangnya masukan perifer yang disebabkan oleh
kerusakan pada labirin dan saraf vestibular atau juga dapat disebabkan oleh
kerusakan unilateral dari sel inti vestibular atau aktivitas vestibulocerebellar.

B. Etiologi
1. Neurologik 23-30% kasus
a. Gangguan serebrovaskuler batang otak/ serebelum
b. Ataksia karena neuropati
c. Gangguan visus
d. Gangguan serebelum
e. Gangguan sirkulasi LCS
f. Multiple sklerosis
g. Vertigo servikal
2. Interna kurang lebih 33% karena gangguan kardiovaskuler
a. Tekanan darah naik turun
b. Aritmia kordis
c. Penyakit koroner
d. Infeksi
e. glikemia
f. Intoksikasi Obat: Nifedipin, Benzodiazepin, Xanax

C. Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain dari otologi seperti
meniere, parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi
pada telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada saraf ke
VIII, dapat terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media).
Selain dari segi otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik.
Seperti gangguan visus, multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit
neurologik lainnya. Selain saraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga
diakibatkan oleh terganggunya saraf III, IV, dan VI yang menyebabkan
terganggunya penglihatan sehingga mata menjadi kabur dan menyebabkan
sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf ke VIII dalam
mempertahankan keseimbangan. Hipertensi dan tekanan darah yang tidak
stabil (tekanan darah naik turun). Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke
pembuluh darah di telinga, akibatnya fungsi telinga akan keseimbangan
terganggudan menimbulkan vertigo. Begitupula dengan tekanan darah yang
rendah dapat mengurangi pasokan darah ke pembuluh darah di telinga
sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.

2
D. Pathway

Vestibuler Non vestibuler


- Fisiologis : motion Vertigo - Cerebeller hemorage
sickness - Brainstem ischemic
- Vestibuler neuronitis attacks
- Meniere’s - Basilar artery
migrane
- Postrior fossa
Neuroma akustik
Sistem
keseimbangan tubuh
Mengenai N VIII
(vestibuler)
terganggu
Peningkatan TIK

Penurunan pendengaran Sensasi seperti


sekunder adanya bergerak,
sumbatan serumen pada berputar
liang telinga

Hambatan komunikasi verbal


Keterbatasan
Pusing, sakit Gangguan di
kognitif, tidak Defisiensi
kepala SSP atau SST
mengenal pengetahuan
informasi
Peristaltik meningkat Spasme
saraf/ Gelisah
Mual, muntah peningkatan
Ketidakseimbang
intrakranial
an nutrisi kurang Ansietas
Anoreksia
dari kebutuhan
tubuh Nyeri, sakit Transmisi persepsi
Disorientasi kepala ke reseptor
Kesadaran proprioception
menurun terganggu
Nyeri akut
Resiko tinggi Kegagalan
cedera koordinasi otot

Ketidakteraturan
kerja otot

Intoleransi aktivitas

3
E. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar
yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab
yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat
dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala,
penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung,
gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu
keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya
berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya,
bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika
kepala digerakkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10
detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.
Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara
aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.

F. Komplikasi
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan
akibat terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak
mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan
aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga
berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan
kelemahan otot.

4
G. Pemeriksaan Penunjang
Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan
untuk pemeriksaan diagnostik yang penting untuk dilakukan pada klien
dengan kasus vertigo antara lain:
1. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan mata
b. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c. Pemeriksaan neurologik
d. Pemeriksaan otologik
e. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan khusus
a. ENG
b. Audiometri dan BAEP
3.      Pemeriksaan tambahan
a. Radiologik dan Imaging
b. EEG, EMG

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan
seperti :
a. Anti kolinergik :Sulfas Atropin : 0,4 mg/im, Scopolamin : 0,6 mg IV
bisa diulang tiap 3 jam
b. Simpatomimetika: Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit
c. Menghambat aktivitas nukleus vestibuler: Golongan antihistamin
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan
berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
b. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi
perasaan subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular
perifer, misalnya neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan

5
bahwa dengan memfiksir pandangan mata pada suatu obyek yang
dekat, misalnya sebuah gambar atau jari yang direntangkan ke depan,
temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua mata ditutup.
c. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat
memudahkan terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat
diperkecil dengan relaksasi mental disertai fiksasi visual yang kuat.
d. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk
mencegah dehidrasi.
e. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular
perifer akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada
hari pertama atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut
mendapat serangan berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi
ini adalah pernyataan yang meyakinkan pasien bahwa neuronitis
vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular akut lainnya
adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa
kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo
menghilang setelah beberapa hari.

I. Pencegahan
1. Menghindari gerakan secara tiba-tiba agar tidak terjatuh
2. Segera duduk jika vertigo menyerang
3. Gunakan beberapa bantal agar posisi kepala saat tidur menjadi lebih
tinggi
4. Hindari gerakan kepala mendongak, berjongkok, atau tubuh membungkuk

6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Anamnesa
a. Data demografi
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku bangsa, nomor RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnose medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat penggunaan obat
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fesik dengan head to toe meliputi :
a. Kepala
b. Mata
c. Hidung
d. Telinga
e. Mulut dan tenggorokan
f. Leher
g. Dada
h. Abdomen
i. Genetalia dan anus
j. Ekstremitas

7
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Intoleransi aktivitas
3. Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Hambatan komunikasi verbal
5. Resiko tinggi cedera
6. Ansietas
7. Defisiensi pengetahuan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-5
b. Ekspresi pasien rileks
c. TTV dalam rentang normal
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Jelaskan  penyebab rasa nyeri
d. Bantu untuk mengalihkan rasa nyeri: teknik napas dalam
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
2. Intoleransi Aktivitas
Kriteria hasil :
a. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
b. Mampu berpindah dengan bantuan atau tanpa bantuan
Intervensi:
a. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
b. Berikan motivasi pada klien untuk melakukan aktivitas
c. Kolaborasi dengan pemberian obat

8
3. Kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria hasil:
a. Nutrisi pasien terpenuhi
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a. Kaji kebiasaan makan yang disukai klien
b. Ajarkan untuk makan sedikit tapi sering
c. Kolaborasi dengan ahli gizi
4. Hambatan komunikasi verbal
Intervensi :
a. Gunakan penerjemah jika diperlukan
b. Beri satu kalimat simple setiap bertemu
c. Konsultasi dengan dokter kebutuhan terapi wicara
d. Berdiri depan pasien ketika berbicara
e. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan
f. Anjurkan pada pertemuan kelompok
g. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, bahas tubuh, gambar, daftar
kosakata, bahasa asing, computer, dan lain-lain, untuk memfasilitasi
komunikasi dua arah yang optimal
5. Resiko Tinggi Cedera
Kriteria hasil:
a. Mampu untuk mempertahankan ekulibirium
b. Otot mampu bekerja sama secara volunteer untuk melakukan gerakan
yang bertujuan
Intervensi:
a. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien
b. Berikan terapi ringan untuk mempertahankan kesimbangan
c. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif dan atau alat-alat bantu untuk
aktivitas klien.
d. Berikan pengobatan nyeri (pusing) sebelum aktivitas

9
6. Ansietas
Kriteria Hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
b. Vital sign dalam batas normal.
c. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Intervensi :
a. Lakukan pendekatan yang menenangkan.
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
c. Pahami perspektif klien terhadap situasi stress.
d. Temani klien untuk memberikan keamanan dan rasa takut.
e. Dengarkan dengan penuh perhatian.
f. Bantu klien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
g. Beri obat untuk mengurangi kecemasan.
7. Defisiensi pengetahuan
Kriteria Hasil :
a. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan.
b. Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat.
Intervensi :
a. Beri penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses
penyakit yang spesifik.
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
c. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa depan dan proses pengontrolan penyakit.
d. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, H. B. (2016). Tinjauan Pustaka: Pendekatan Klinisi dalam Manajemen


Nyeri Kepala. Mnj, 2(2), 89–96.
https://sarafambarawa.wordpress.com/2015/05/09/laporan-kasus-cephalgia-intan-
diah-ningrum/
https://www.alodokter.com/sakit-kepala/pencegahan
Kusuma. R. P, Kristiyawati. S. P & Purnomo. S. E. Ch. (2013). Efektifitas Teknik
Relaksasi Imajinasi Terbimbing Dan Terapi Musik Terhadap Penurunan
Gangguan Tidur Pada Lansia Di Panti Werda Pelkris Pengayoman
Semarang.
Papdi, Eimed. (2012). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine). Jakarta : Interna Publishing.

11

Anda mungkin juga menyukai