Anda di halaman 1dari 25

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Dengan Gigitan Ular Berbisa

Dosen Pembimbing

H. Nasrul Hadi Purwanto S.Kep., Ns., M.Kes

Penyusun :

Nor Syamsyia (0118028)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah tentang “asuhan keperawatan kegawatan darurat dengan ular berbisa” tepat pada
waktunya. Makalah ini kelompok kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keprawatan keluarga

Kelompok kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini tak luput dari kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk penyempurnaan penyusunan
makalah kami ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Dan kami berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik atau saran untuk
makalah ini.

Surabaya, 5 April 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Cover ............................................................................................................................................

Kata pengantar ............................................................................................................................i

Daftar isi ....................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1

A Latar belakang ................................................................................................................1


B Rumusan masalah ..........................................................................................................1
C Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHSAN .............................................................................................................2

A Konsep ular berbisa ........................................................................................................2


B Konsep asuhan keperawtan gawat darurat ular berbisa ...............................................12

BAB III PENUTUP ................................................................................................................19

A Kesimpulan ..................................................................................................................19
B Saran .............................................................................................................................19

Daftar Pustaka ..........................................................................................................................20

ii
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia Spesies ular dapat
dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memilikisepasang taring pada
bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam
tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang
berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri
( Ifan, 2010). Sedangkan menurut (Sudoyo, 2006) Racun ular adalah racun hewani yang terdapat
pada ular berbisa.
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditangani
dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka biasa karena toksik /
racun mengakibatkan infeksi yang lebih parah. Tidak semua ular berbisa tetapi karena hidup
pasien tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan yang meragukan ambil sikap
menganggap semua gigitan ular berbisa. Pada kasus gigitan ular 11 % kemungkinan meninggal
karena racun ular bersifat Hematotoksik, Neurotoksik, dan Hitaminik (Arif Mansyoer, 2006).
Menurut (WHO, 2005) di Indonesia tidak ada data yang dapat diandalkan yang tersedia dari
kepulauan yang luas ini. Gigitan ular dan kematian dapat dilaporkan dari beberapa pulau,
misalnya Komodo, tetapi kurang dari 20 kematian terdaftar setiap tahun. Lao DPR - (tidak ada
data yang tersedia)
Referensi : http://eprints.ums.ac.id/18674/4/BAB_I.pdf di akses 5 april 2021
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep ular berbisah?
2. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat pada ualr berbisa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep ular berbisah
2. Untuk memahami asuhan keperawatan gawat darurat pada ular berbisa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep ular berbisa


1. Definisa bisa ular
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagi macam zat yang berbeda pada mausia. Bisa
ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologis yang meluas atau
bervariasi yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologic, kardiovaskular sistem
pernapasan.(Suzanne, Smaltzer dan Breda G. bare 2001:2490)
Bisa adalah zat atau suspensi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi yang dihasilkan oleh kelenjar khusus, kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan satu modifikasi kelenjar ludah paratoid yang terletak di setiap bagian bawah posisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein yang memiliki aktivitas enzimatik.
(Ifan.2010 penatalakasanaan keracunan akibat ular berbisa).
2. Komposisi bisa ular

Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah protein,
termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa ular yang memiliki
efek klinis:

1) Enzim prokoagulan (Viperidae) dapat menstimulasi pembekuan darah namun dapat


pula menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari ular Russel
mengandung beberapa prokoagulan yang berbeda dan mengaktivasi langkah berbeda
dari kaskade pembekuan darah. Akibatnya adalah terbentuknya fibrin di aliran darah.
Sebagian besar dapat dipecah secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera,
dan terkadang antara 30 menit setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah
menjadi sangat rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah tidak dapat
membeku.
2) Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel yang meliputi
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan (spontaneous
systemic haemorrhage).
3) Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan fosfolipase
A) racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan permeabilitas membran

2
sel dan menyebabkan pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan
membran sel dan jaringan.
4) Phospholipase A2 haemolitik and myolitik – ennzim ini dapat menghancurkan
membran sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah merah.
5) Phospolipase A 2 Neurotoxin pre- synaptik (Elapidae dan beberapa Viperidae) –
merupakan phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf, pada awalnya
melepaskan transmiter asetilkolin lalu meningkatkan pelepasannya.
6) Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) – polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin
untuk mendapat reseptor di neuromuscular junction dan menyebabkan paralisis yang
mirip seperti paralisis kuraonium Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau pelepasan histamin
sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga
memudahkan penyebaran racun
3. Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular
dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-
tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan
susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh
tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
3
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan
sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias
4. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem
neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan
dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan,
sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok
hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

4
5. Patway

trauma Gigitan ular

Krisis situasi Racun ular nasuk ke dalam darah

Ansietas Toksik menyebar melalui darah Toksik ke jaringan sekitar gigitan

Inflamasi

Gangguan system neurologis Gangguan system kardiovaskuler


System imun Nyeri
Neuro toksik Reaksi endotoksik
Risiko infeksi Gangguan
rasanyaman nyeri
Gangguan pada hipotalamus miokard

kontrol suhu dan nyeri terganggu Curah jatung Gsngguan system pernafasan

Obstruksi jalan napas


hipertermi Sekresi medistor nyeri: histamin,
bradinin, prostaglandin ke
jaringan sesak

Ganguan pola napas efektif


Ganguan rasanyaman nyeri 5
6
6. Derajat Gigitan Ular
Derajat gigitan ular
a. Derajat 0
 Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
 Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
b. Derajat I
 Bekas gigitan 2 taring
 Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
 Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
c. Derajat II
 Sama dengan derajat I
 Petechie, echimosis
 Nyeri hebat dalam 12 jam
d. Derajat III
 Sama dengan derajat I dan II
 Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
e. Derajat IV
 Sangat cepat memburuk
7. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
1. Gejala lokal:
a Tanda gigitan taring (fang marks)
b Nyeri local
c Pendarahan local
d Kemerahan
e Limfangitis (peradangan / pembagkakan pembuluh limfatik)
f Pembesaran kelenjar limfe
g Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h Melepuh
i Infeksi lokal, terbentuk abses
j Nekrosis (Kematian Jaringan).
2. Gejala sistemik
a. Umum (general)
mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.

7
b. Kardiovaskuler (viperidae)
gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
paru, edema konjungtiva (chemosis).
c. Pendarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
Pendarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk pendarahan
yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah
menyembuh sebagian (oldrus mene parttly-healed wounds), pendarahan sistemik
spontan – dari gusi, epitaksis, pendarahan intrakranial (meningism, berasal dari
pendarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh pendarahan
cerebral), hemoptisis, perdarahan perektal (melena), hematuria, perdarahan
pervaginam, perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa
(misalnya konjungtiva), kulit (peteki, purpura, perdarahan diskoid, echimosis), serta
perdarahan retina.
d. Neurologis (Elapide, Russel Viper)
Parestesia, abnormalitas pengucapan dan pembahuan, potosis,oftalmoplegia
eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersyarafi nervus cranialais,
suara sengau atau afonia, regurgitasi cairan melalui hidung, kesulitan untuk menelan
sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.
e. Destruksi Otot Skeletal (Sea Snake, beberapa spesies kraits, bungarus niger and B.
Candidus, western Russell’s viper Daboia russelli)
Nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, miolobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan Nyeri
pungggung bawah, hematuria, hemoglobinria, mioglobinuria, oligoria atau
anuria, tanda dan gejala uremia (pernafasan asidosis, hiccup, mual, nyeri pleura, dll)
g. Gejala Endokrin Insufisiensi hipofisis atau kelenjar adrenal yang disebabkan
infrakhipofisis anterior. Pada fase akut : Syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa
bulan hingga tahun setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual
sekunder, kehilangan libido, aminoria, atrofi testis, hipotyroidsm.
8. Komplikasi

a. Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper.
Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi

8
kematian. Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya kematian atau
komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil. (MedlinePlus Medical
Encyclopedia , 2006) Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi
ular koral.
b. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur, pembengkakan, dan
perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting diperhatikan untuk menduga
adanya efek keracunan yang lanjut.
c. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan.
d. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga sedapat mungkin penderita
memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
9. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium :
a Penghitungan jumlah sel darah
b Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
c Fibrinogen dan produk pemisahan darah
d Tipe dan jenis golongan darah
e Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
f Urinalisis untuk myoglobinuria
g Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistematik.
2) Pemeriksaan radiologis :
a Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonal
b Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
3) Pemeriksaan lainnya : Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersialtersedia
alat yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Styker
pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah bila terdapat
pembengkakan yang signifikan nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan,
dan jika parestesi muncul pada ekstremitas yang tergigit.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di
lapangan dan manajemen di rumah sakit
1) Perawatan di Lapangan
Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk
mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering
penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih memperburuk daripada
memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan
9
mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es, atau kejutan listrik. Perawatan di
lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Pertolongan
pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis
jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
a R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan
akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke
tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
b I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan
tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau
kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
c G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
d T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.

Tenangkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway,


Breathing, Circulation); pertolongan pertama :

1) Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus mengigit
dan menginjeksikan bisa melalui gigitan berturut-turut sampai bisa mereka
habis.
2) Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani
secara efektif di instalasi gawat darurat. Batasi aktivitas dan imobilisasi area
yang terkena (umumnya satu ekstrimitas), dan tetap posisikan daerah yang
tergigit berada di bawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa.
3) Jika terdapat alat penghisap, (seperti Sawyer Extractor), ikuti petunjuk
penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa
keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat ini
telah direkomendasikan oleh banyak ahli di masa lalu, namun alat ini semakin
tidak dipercaya untuk dapat menghisap bisa secara signifikan, dan mungkin alat
penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal.
4) Buka semua cincin atau benda lain yang menjepit / ketat yang dapat
menghambat aliran darah jika daerah gigitan membengkak. Buat bidai longgar
untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit.
5) Monitor tanda-tanda vital korban — temperatur, denyut nadi, frekuensi nafas,
dan tekanan darah – jika mungkin. Tetap perhatikan jalan nafas setiap waktu
jika sewaktu-waktu menjadi membutuhkan intubasi.
10
6) Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang
mengigit kemungkinan berbisa. Segera dapatkan pertolongan medis.
Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis darurat
kecuali ular telah pasti diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa).
Identifikasi atau upayakan mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa
resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban
lain. Jika aman, bawa serta ular yang sudah mati. Hati-hati pada kepalanya saat
membawa ular – ular masih dapat mengigit hingga satu jam setelah mati (dari
reflek). Ingat, identifikasi yang salah bisa fatal. Sebuah gigitan tanpa gejala
inisial dapat tetap berbahaya atau bahkan fatal.
7) Jika berada di wilayah yang terpencil dimana transportasi ke instalasi gawat
darurat akan lama, pasang bidai pada ekstremitas yang tergigit. Jika memasang
bidai, ingat untuk memastikan luka tidak cukup bengkak sehingga
menyebabkan bidai menghambat aliran darah. Periksa untuk memastikan jari
atau ujung jari tetap pink dan hangat, yang berarti ekstrimitas tidak menjadi
kesemutan, dan tidak memperburuk rasa sakit.
8) Jika dipastikan digigit oleh elapid yang berbahaya dan tidak terdapat efek
mayor dari luka lokal, dapat dipasang pembalut dengan teknik imobilisasi
dengan tekanan. Teknik ini terutama digunakan untuk gigitan oleh elapid
Australia atau ular laut. Balutkan perban pada luka gigitan dan terus sampai ke
bagian atas ekstremitas dengan tekanan seperti akan membalut pergelangan
kaki yang terpeleset. Kemudian imobilisasi ekstremitas dengan bidai, dengan
tetap memperhatikan mencegah terhambatnya aliran darah. Teknik ini
membantu mencegah efek sistemik yang mengancam nyawa dari bisa, tapi juga
bisa memperburuk kerusakan lokal pada sisi gigitan jika gejala yang signifikan
terdapat di sana.

9) Sejumlah teknik pertolongan pertama yang lama telah ditinggalkan.


Penemuan klinik terbaru mendukung hal-hal berikut (MedlinePlus Medical
Encyclopedia , 2006) :
a. Jangan mencoba menghisap bisa dengan mulut dan memotong sisi
gigitan. Memotong sisi yang tergigit dapat merusak organ yang
mendasarinya, meningkatkan resiko infeksi, dan tidak membuang
racun.
b. Jangan gunakan es atau kompres dingin pada sisi gigitan. Es tidak

11
mendeaktivasi bisa dan dapat menyebabkan radang dingin.
c. Jangan menggunakan kejutan listrik. Kejutan listrik tidak efektif dan
dapat menyebabkan luka bakar atau masalah elektrik pada jantung
d. Jangan gunakan alkohol. Alkohol dapat menghilangkan sakit,
tapi juga membuat pembuluh darah lokal berdilatasi, dimana dapat
meningkatkan absorpsi bisa.
e. Jangan menggunakan turniket atau verband yang ketat. Hal ini tidak
terbukti efektif, dapat meningkatkan kerusakan jaringan, dan dapat
menyebabkan keharusan amputasi
f. Jangan mengangkat sisi gigitan di atas tinggi jantung korban.
Manajemen di Rumah Sakit Perawatan definitif meliputi pengecekan
kembali ABC dan mengevaluasi pasien atas tanda-tanda syok
(seperti takipneu, takikardi, kulit kering dan pucat, perubahan status
mental, hipotensi). Rawat dahulu keadaan yang mengancam nyawa.
Korban dengan kesulitan bernafas mungkin membutuhkan
endotracheal tube dan sebuah mesin ventilator untuk menolong
korban bernafas. Korban dengan syok membutuhkan cairan
intravena dan mungkin obat-obatan lain untuk mempertahankan
aliran darah ke organ-organ vital. (Brian James. 2006) Semburan
bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi
menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya
bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat
membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan
mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.
Penatalaksanaan selanjutnya

1) Margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 78.0pt;


marginright: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: justify; text-indent: -35.45pt;">
5) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
2) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
3) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
4) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi
berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
5) Kalau perlu dilakukan hemodialise.

12
6) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen
7) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik
karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil diberi adrenalin.
8) Pemberian ABU (Anti bisa ular)

13
B. Asuhan keperawatan gawat darurat ular berbisa
A. Pengkajian
1) Data umum
a Identitas Klien, keseluruhan identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku, diagnosa, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medical record, dan lain-lain.
b Identitas Penanggun Jawab, keleseluruhan identitas penanggun jawab
meliputi : nama, umur, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien.
c Keluhan Utama: adanya mual, muntah, nyeri, merah dan oedem pada daerah
gigitan, nyeri diserta demam,perdarahan local, gatal-gatal, sesak nafas.
d Riwayat Penyakit Dahulu Klien tidak pernah menderita penyakit ini
sebelumnya, dan tidak ada riwayat pemakaian obat-obatan.
e Riwayat Penyakit Keluarga Ditanyakan adanya keluarga yang menderita
penyakit yang sama.
f Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual Adanya kecemasan dengan kondisinya
sekarang, memiliki hubungan yang baik dengan keluarganya dan kooperatif
pada tindakan yang diberikan oleh dokter dan perawat, bagaimana kegiatan
spiritual.
2) Pengkajian Primer
a Nilai tingkat kesadaran
b Lakukan penilaian ABC :
 A – airway: kaji apakah ada muntah, perdarahan
 B – breathing: kaji kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot
pernafasan
 C – circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas
patukan, Hematuria, Hematemesis /hemoptysis
Intervensi Primer
1) Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau perlu
2) Beri O2, bila perlu Intubasi
3) Kontrol perdarahan, toniquet dengan pita lebar untuk mencegah
aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti bisa telah diberikan).

14
Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke tempat
diberikannya anti bisa.
3) Secondary Survey
a Penting menentukan diagnosa patukan ular berbisa
b Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala keracunan bisa nyata, perlu
pemberian anti bisa
c Kolaborasi pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri
atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari
serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung
antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan
bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
d Bila alergi serum kuda :
 Adrenalin 0,5 mg/SC
 ABU IV pelan-pelan
e Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi :
adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV
f Anti bisa diulang pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau
berkurang. Jangan terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan
berkurang.
g Kaji Tingkat kesadaran
Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
h Ukur tanda-tanda vital
B. Diganosa

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran


nafas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (gigitan ular)
3. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada hipotalamus
4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
15
adekuat

16
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1 Pola nafas tidak Respiratory Airway management
efektif b.d 1. Monitor TT
status Ventilation
obstruksi saluran 2. Monitor status oksigen
Setelah dilakukan tindakan
nafas pasien
keperawatan klien
3. Berikan O2 dgn
menunjukkan pola nafas
memanfaatkan nasal buat
yang paten dengang KH:
memfasilitasi suksion
1. TTV dalam batas normal
nasotrakeal
2. Suara nafas yg bersih,
4. Buka jalan nafas,
tak ada sianosis &
guanakan teknik chin lift /
dyspneu (mampu
jaw thrust kalau/jika butuh
membuat keluar sputum,
5. Posisikan pasien buat
mampu bernafas dgn
memaksimalkan ventilasi
gampang, tak ada
6. Identifikasi pasien perlunya
pursed lips)
pemasangan alat jalan
3. Menunjukkan jalan
nafas buatan
nafas yg paten (klien tak
7. Lakukan fisioterapi dada
merasa tercekik, irama
jika butuh
nafas, frekuensi
8. Keluarkan sekret dgn batuk
pernafasan dlm rentang
/ suction
normal, tak ada suara
9. Auskultasi suara nafas,
nafas abnormal)
catat adanya suara
4. Mampu
tambahan
mengidentifikasikan &
mencegah factor yg bisa
menghambat jalan nafas

2 Nyeri akut b/d Pain Level Pain Management


agen injuri fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperawatan klien 2. Kaji tingkat nyeri secara
menunjukkan tingkat komprehensif termasuk

17
kenyamanan dan level lokasi, karakteristik, durasi,
nyeri: klien terkontrol dg KH: frekuensi, kualitas dan faktor
1. Klien melaporkan nyeri presipitasi.
berkurang skala nyeri 2- 3. Observasi reaksi nonverbal
3 (ringan)1-10 dari ketidaknyamanan.
2. Ekspresi wajah tenang, 4. Kontrol faktor lingkungan
klien mampu istirahat yang mempengaruhi nyeri
dan tidur seperti suhu ruangan,
3. Mampu mengenali nyeri pencahayaan, kebisingan.
(skala, intensitas, 5. Ajarkan teknik non
frekuensi dan tanda farmakologis (relaksasi,
nyeri). distraksi dll) untuk mengetasi
4. Menyatakan rasa nyeri..
nyaman setelah nyeri 6. Kolaborasi dengan dokter
berkurang pemberian obat analgetik.

3 Hipertermia b.d NOC : NIC :


efek langsung  Thermoregulation  Fever treatment
endotoksin pada Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
hipotalamus 1. Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal 2. Monitor IWL
2. Nadi & RR dlm rentang 3. Monitor warna & suhu kulit
normal 4. Monitor tekanan darah, nadi
3. Tidak ada perubahan & RR
warna kulit & tak ada 5. Monitor menurunnya tataran
pusing, merasa nyaman kesadaran
6. Monitor intake & output
7. Berikan anti piretik
8. Berikan pengobatan buat
menangani penyebab panas
9. Selimuti pasien

18
10. Lakukan tapid sponge
11. Berikan cairan intravena
12. Kompres pasien pada lipat
paha & aksila
13. Tingkatkan sirkulasi udara
14. Berikan pengobatan buat
mencegah terjadinya
menggigil

4 Ansietas b.d krisis Anxiety Self Control Anxiety Reduction


situasi, perawatan Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
di rumah keperawatan klien menyenangkan
sakit/prosedur menunjukkan cemas 2. Observasi ttv
isolasi, mengingat berkurang dengan KH: 3. Jelaskan semua prosedur
pengalaman 1. Mempertahankan TTV dan apa yang dirasakan
trauma, ancaman dalam batas normal selama prosedur
kematian atau 2. Cemas berkurang 4. Temani klien untuk
kecacatan. dengan kriteria skor 7- memberikan keamanan dan
10 (cemas ringan) mengurangi rasa takut
3. Klien mampu dan 5. Dengarkan dengan penuh
mengidentifikasi dan perhatian
mengungkapkan gejala 6. Instruksikan klien dengan
cemas. menggunakan teknik
4. Mengidentifikasi, relaksasi
mengungkapkan dan 7. Berikan obat untuk
menunjukkanteknik mengurangi kecemasan
untuk mengontrol
cemas.
5. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukkan

19
berkurannya kecemasan

5 Resiko Infeksi Infection Control Infection control


Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala
keperawatan diharapkan infeksi sistemik dan local
resiko infeksi tidak terjadi 2. Cuci tangan setiap
dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
1. Klien bebas dari tanda
3. Gunakan sabun
dan gejalan infeksi
antimikroba untuk cuci
2. Menunjukan
tangan
kemampuan untuk
4. Pertahankan lingkungan
mencegah timbulnya
yang aseptic selama
infeksi
pemasangan alat.
3. Menunjukan perilaku
5. Gunakan kateter intermiten
hidup sehat
untuk menurunkan infeksi
4. Jumlah leukosit dalam
kandung kencing
batas normal
6. Tingkatkan intake nutrisi
yang adekuat
7. Kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya
D. Evaluasi

1) Pola napas tidak efektif membaik


2) Nyeri akut menurun
3) Hipertermia menurun
4) Ketakutan/ansietas menurun
5) Resiko tinggi terhadap infeksi menurun

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka biasa karena toksik / racun
mengakibatkan infeksi yang lebih parah. Tidak semua ular berbisa tetapi karena hidup pasien
tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan yang meragukan ambil sikap menganggap
semua gigitan ular berbisa. Tanda gejala terkena gigitan ular adalah nyeri local, pendarahan local,
kemerahan, limfangitis (peradangan / pembagkakan pembuluh limfatik), pembesaran kelenjar
limfe, inflamasi (bengkak, merah, panas), melepuh, infeksi lokal, terbentuk abses dan n.ekrosis
(Kematian Jaringan).
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit, menenangkan
pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa
ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan yang lebih baik yakni
metode pembalut dengan penyangga. Idealnya digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi
jika tidak ada dapat juga digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai
pembalut.
B. Saran
Segeran bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter
mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat-obatan tertentu, atau
pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat memperkirakan kemungkinan
adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.

21
Daftar Pustaka

Daley eMedicine – Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006 available at
URL :http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm

Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott 1996

Hafidh Abdul, dkk, 1997. Bab 2 Luka Trauma Syok Bencana : Gigitan Ular buku ajar ilmu
bedah, edisi revisi , EGC: Jakarta. Hal. 99-100

Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University press, 1992

MedlinePlus Medical Encyclopedia: Snake bite, A.D.A.M., Inc. 2006 available at URL
:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000031.htm

PPNI.2017.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta:DPP PPNI

NANDA. (2015).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Iink.2016. laporan penahuluan asuhan keperawatan dengan kliengigitan ular. At URL:
https://www.scribd.com/doc/33696167/LAPORAN-PENDAHULUAN-ICU

22

Anda mungkin juga menyukai