TINJAUAN TEORI
SELULITIS DAN TERAPI HIPERBARIK
A. SELULITIS
1. Definisi
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi,
yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri Streptococcus aureus
dan atau Streptococcus (Muttaqin A, 2011).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian jaringan
subkutan (Mansjoer A, 2000).
2. Klasifikasi
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:
1) Selulitis sirkumskripta serous akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang
anatomi atau spasia yang terlibat.
2) Selulitis sirkumskripta supurartif akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
3) Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
(1) Ludwigs angina
(2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
(3) Selulitis senators difus peripharingeal
(4) Selulitis fasialis difus
(5) Fascitis necrotizing dan gambaran atipical lainnya
3. Etiologi
Penyakit selulitis disebabkan oleh:
1) Infeksi bakteri dan jamur :
(1) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
(2) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup
B
(3) Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk
jarang diantaranya Aeromonas hydrophila.
(4) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
2) Penyebab lain :
(1)Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
(2)Kulit kering
(3)Eksim
(4)Kulit yang terbakar atau melepuh
(5)Diabetes
(6)Obesitas atau kegemukan
(7)Pembekakan yang kronis pada kaki
(8)Penyalahgunaan obat-obat terlarang
(9)Menurunnyaa daya tahan tubuh
(10) Cacar air
(11) Malnutrisi
(12) Gagal ginjal
5. Manifestasi Klinis
1) Kerusakan akibat cidera ringan
3
6. Patofisiologi
Faktor risiko yang dapat menyebabkan selulitis antara lain adanya luka,
diabetes melius, penyakit kronis, keganasan, eksema, infeksi, HIV. Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus aureus masuk ke dalam tubuh host melaui port de
entri tersebut. Pada saat bakteri masuk kemudian mengeluarkan toksin yaitu
endotoksin dan eksotoksin. Pengeluran endotoksin menstiulasi sel T kemudian
akan merangsang pengeluran sitokin. Pada saat sitokin dikeluarkan dapat memicu
terjadinya injuri jaringan, kemudian daerah inuri dapat vasokonstriksi, sedangkan
pada daerah sekitar melakukan vasodilatasi pembuluh darah sebagai mekanisme
kompensasi untuk memenuhi suplai oksigen dan nutrisi jaringan yang mengalami
injuri. Terjadinya vasodilatasi menimbulkan hiperemis pada sekitar daerah injuri
dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Peningkatan permeabilitas vaskuler
menyebabkan cairan dan substansi lain dapat menembus pembuluh darah ke
daerah interstitial sehingga terjadi edema.
Mekanisme kompensasi tubuh terhadap pencegahan penyebaran infeksi
dengan cara mengeluarkan komplemen seperti kinin, faktor pembekuan darah dan
sistem fibrinolitik. Kinin memicu pengeluaran bradikinin yang kemudian timbul
nyeri. Pengeluaran tersebut menghasilkan mediator inflamasi yaitu kompleme
protein yang kemudian terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler, stimulasi
histamin, dan aktivasi faktor koagulasi XII. Aktivasi faktor koagulasi XII merubah
fibrinogen menjadi fibrin. Hasil kemotaktik faktor neutrophils tersebut berkumpul
menjadi eksudat.
Pyogens exotoksin mengaktivasi human mononuclear yang kemudian
sintesis pro inflamatori faktor seperti TNF-, IL-1, IL-6. Respon tubuh terhadap
inflamasi yaitu peningkatan suhu tubuh. Invasi bakteri dalam tubuh dapat
menimbulkan penyebaran bakteri keseluruh tubuh atau bakteriemia melalui
4
7. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih,
eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit (Tucker, 1998:633)
2) Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,
menunjukkan adanya organisme campuran (Issebacher 1999:634).
3) Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).
8. Penatalaksanaan
1) Rawat inap di rumah sakit, insisi dan drainase pada keadaan terbentuk
abses.
2) Pemberian antibiotik intravena seperti oksasilin atau nafsilin, obat oral
dapat atau tidak digunakan, infeksi ringan dapat diobati dengan obat oral
pada pasien diluar rumah sakit, analgesik, antipretik.
3) Posisi dan imobilisasi ekstrimitas,
4) Bergantian kompres lembab hangat.
9. Pencegahan
Jika memiliki luka, maka:
1) Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan air
2) Oleskan antibiotic
3) Tutupi luka dengan perban
4) Sering-sering mengganti perban tersebut
5) Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksi
Jika kulit masih normal, maka:
1) Lembabkan kulit secara teratur
2) Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati
3) Lindungi tangan dan kaki
4) Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial
7
2. Mekanisme HBO
HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBO juga meningkatkan vascular endotel growth
factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan nucleotide acid dihidroxi
(NADH) yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast diperlukan untuk
sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis
pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka (Lakesla,
2009).
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT
yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang
mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam
jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena
hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya
akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah
8
5. Komplikasi
1) Barotrauma telinga
2) Sinusitis
3) Miopia dan katarak
4) Barotrauma Paru
10
6. Manfaat
1) Merangsang pembentukan pembuluh darah baru
2) mengurangi pembengkakan dan peradangan
3) menonaktifkan racun
4) meningkatkan kemampuaan sel darah putih, membantu tubuh membangun
jaringan ikat baru dan membunuh jenis bakteri berbahaya
5) membersihkan racun dan sisa produk metabolism
6) mempercepat proses penyembuhan
11
TINJAUAN TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
1) Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat.
2) Riwayat penyakit
(1) Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai
demam, menggigil dan malaise.
(2) Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya
mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat
pemakaian obat.
(3) Riwayat penyakit sekarang
Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik
berwarn merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit
menegang dan mengilap.
(4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit
selulitis atau penyekit kulit lainnya.
(5) Keadaan emosi psikologi
(6) Pasien tampak tenang,dan emosional stabil.
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Tanda-tanda vital: TD : Menurun (< 120/80 mmHg).
Nadi : Turun (< 90).
Suhu : Meningkat (> 37,50)
RR : Normal.
3) Kepala : Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak.
4) Mata : Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+).
5) Hidung : Tidak ada pernafasan cuping.
6) Mulut : Kebersihan, tidak pucat.
7) Telinga : Tidak ada serumen.
8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar.
9) Jantung : Denyut jantung meningkat.
10) Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas.
11) Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa
di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas
dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas. Pada kulit
12
yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau
lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
3. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri b/d respon inflamasi lokal jaringan subkutan
2) Hipertermi b/d proses infeksi/inflamasi sistemik
3) Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d adanya luka pada kulit.
4) Kerusakan integritas jaringan b/d adanya lesi kemerahan
4. Perencanaan keperawatan
1) Dx. Nyeri b/d respon inflamasi lokal jaringan subkutan
Tujuan : Klien menyatakan nyeri berkurang setelah dilakukan asuhan
keperawatan
KH : Skala nyeri stabil (0-3)
Menunjukkan nyeri hilang/terkontrol
Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpatisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan
Mengikuti program farmakologis yang dianjurkan
Intervensi :
(1) Kaji skala nyeri (0-10), karakteristik nyeri, dan lokasi nyeri.
R/ membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
kefektifan program
(2) Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman dan tingkatkan istirahat
di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ untuk membatasi nyeri.
(3) Berikan masase yang lembut.
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot.
(4) Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman
imajinasi, hipnotis diri, dan pengendalian napas.
R/ meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol, dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping.
(5) Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk
R/ meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/spasme,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
(6) Berikan es atau kompres dingin jika diperlukan
R/ rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode
akut.
(7) Berikan asetilsalisilat (aspirin)
R/ ASA bekerja sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Atzori, Laura, et al. 2013. New Trends In Cellulitis. European Medical Journal
2013;64-76.
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.
Novriani, Erni. 2008. Laporan Pendahuluan Selulitis. 1 Juni 2012, 11.30.
Mahdi, et al. Tanpa tahun. Ilmu Kesehatan Bawah Air & Hiperbarik Surabaya
Lembaga Kesehatan Angkatan Laut (LAKESLA).
Phoenix, Gokulan et al. 2012. Diagnosis and Management of Cellulititis. BMJ
2012; 345; e4955.