Anda di halaman 1dari 16

ASPEK LEGAL KEPERAWATAN

(EUTHANASIA)

Kelompok 8:
Briana Az Zahra (P17320318055)
Anita Nurfitriani (P17320318080)
Amanda Bella (P17320318082)
DEFINISI

Legal
Adalah Ilmu pengetahuan mengenai hak dan tanggung jawab legal yang terkait
dengan praktik keperawatan merupakan hal yang penting bagi perawat.

Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku
individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa yang
salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan kebajikan dan apa yang
merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa yang ditolak.

Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam


memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada
berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-
undang keperawatan.
PRINSIP – PRINSIP LEGAL DAN ETIS
a. Autonomi ( Otonomi )
b. Beneficience ( Berbuat Baik )
c. Justice ( Keadilan )
d. Veracity ( Kejujuran )
e. Fidellity (Metepati Janji)
f. Confidentiality ( Kerahasiaan )
g. Accountability ( Akuntabilitas )
h. Informed Consent
DASAR HUKUM KEPERAWATAN
a. Registrasi dan Praktik Keperawatan Sesuai KEPMENKES NO.
1239 TAHUN 2001
Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan :
 Pasal 32 (ayat 4) : “Pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
 Pasal 153 (ayat 1 dan 2) : (ayat 1) : “ Tenaga kesehatan
berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya”.
Sedangkan (ayat 2) : “tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
2. Kepmenkes No.1239 tahun 2001 (pasal 16), dalam melaksanakan
kewenangannya perawat berkewajiban untuk :
1. Menghormati hak pasien
2. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
4. Memberikan informasi
5. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
6. Melakukan catatan perawatan dengan baik

3. Kepmenkes No. 1239 Tahun 2001 pasal 38, dijelaskan bahwa perawat yang
sengaja :
1. Melakukan praktik keperawatan tanpa izin
2. Melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan /
adaptasi
3. Melakukan praktik keperawatan tidak sesuai dengan ketentuan
pasal 16
4. Tidak melaksanakan kewajiban sesuai pasal 17
3. pasal 86 Undang-Undang No. 23 Tahun 23 1992 tentang kesehatan, barang
siapa dengan sengaja:
1. Melakukan upaya kesehatan tanpa izin sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 4 ayat 1
2. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukanj adaptasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1
3. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi
tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat 1
4. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 ayat 1
5. Dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah).
Masalah Legal Dalam Keperawatan
Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat :
a. Kelalaian
b. Pencurian
c. Fitnah
d. False imprisonment
e. Penyerangan dan pemukulan
f. Pelanggaran privasi
g. Penganiayaan
Ethical Issue dalam Praktik Keperawatan
(Euthanasia)
Istilah euthanasia berasal dari bahasa
yunani “euthanathos”. Eu artinya baik, tanpa penderitaan ;
sedangkanthanathos artinya mati atau kematian. Dengan
demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa
penderitaan.Ada pula yang menerjemahkan bahwa
euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa
penderitaan.
Jenis-jenis Euthnasia
Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :

1. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut
segala tindakan atau pengobatan yang sedang berlangsung untuk
mempertahankan hidup pasien. Dengan kata lain, euthanasia pasif
merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada pasien
terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini
dilakukan secara sengaja dengan tidak lagi memberikan bantuan medis
yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak memberikan alat-
alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis
maupun keluarga pasien sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki
kematian anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan, misalnya untuk
mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah tidak mampu
membayar biaya pengobatan.
2. Euthanasia aktif atau euthanasia agresif
Euthanasia aktif terjadi apabila dokter atau tenaga medis lainnya
secara sengaja melakukan suatu tindakan untuk mengakhiri atau
memeperpendek (mengakhiri) hidup pasien.
• Euthanasia aktif atas permintaan pasien Pasal. 344 KUHP
• Euthanasia aktif tanpa permintaan pasien Pasal. 340 KUHP
• Euthanasia aktif tanpa sikap dari pasien Pasal. 340, 338, KUHP
• Euthanasia tidak langsung
 Euthanasia tidak langsung atas permintaan pasien. Pasal. 344, 359
KUHP.
 Euthanasia tidak langsung tanpa permintaan pasien Pasal. 340, 359
KUHP.
 Euthanasia tidak langsung tanpa sikap pasien Pasal. 304, 359 KUHP
Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin,
euthanasia dibedakan atas :
 Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas
permintaan pasien itu sendiri. Permintaan pasien ini
dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain
permintaa pasien secara sadar dn berulang-ulang,
tanpa tekanan dari siapapun juga.
 Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah
tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan oleh
keluarga pasien.Ini terjadi ketika individu tidak
mampu untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak
mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan
kepada penderitaan pasien, dan lain sebagainya.
HUKUMAN TINDAKAN EUTHANASIA
 Pasal. 304 KUHP:
“Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membuarkan orang
dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku
atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-
lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 4.500.000,-“.

 Pasal. 306 KUHP:


"Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang mati, sitersalah
itu dihukum penjara selam-lamanya sembilan tahun."

 Pasal. 338 KUHP:


"Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum, karena makar mati, dengan hukumkan penjara selama-
lamanya lima belas tahun.“
 Pasal. 344 KUHP:
"Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.“

 Pasal. 359 KUHP:


"Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara
selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.“

 Hubungan hukum dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata,


antara lain pasal 1313, 1314, 1315, dan 1319 KUH Perdata.

 R. Soesilo, Kitab undang-undang. hlm.223-248

 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, 135-136.


KASUS EUTHANASIA
Permohonan euthanasia yang diajukan oleh Panca Satrya Hasan
selaku suami dari pasien Ny. Again Isna yang menderita kerusakan
syaraf permanen di otak besar kanan dan kiri, otak kecil kanan dan kiri,
batang syaraf dan pusat syaraf di otak setelah menjalani perawatan
pasca melahirkan dan mengalami koma. Pengajuan ini diajukan karena
Hasan tidak mempu lagi menyediakan dana untuk perawatan dan
pengobatan istrinya juga merasa kasian melihat penderitaan yang di
alami sang istri dimana kondisi sang istri tidak bisa pulih lagi.
Permohonan suntik mati tersebut ditolak oleh dokter.

Hasan mengajukan permohonan euthanasia ke Pengadilan


Negeri Jakarta Pusat, namun pihak pengadilan menolak karena dinilai
menyalahi hukum. Atas permohonan tersebut di beri solusi oleh Mentri
Kesehatan, biaya pengobatan Ny. Again akan di tanggung oleh
pemerintah. Ny.Again sadar kembali setelah beberapa bulan koma.
Penyelesaian
Merubah presepsi keluarga / klien mengenai tindakan euthanasia, karena masih banyak
cara yang dapat dilakukan tanpa harus melakukan euthanasia dengan melihat teknologi yang
semakin berkembang dan setiap penyakit pasti ada penyebabnya.
Beri pemahaman aspek sosil - spiritual, bahwa kematian seseorang bukanlah ditangan
manusia ataupun tenaga medis. Melainkan dari Tuhan dan tidak bisa di dahului oleh manusia.
Menurut adat pun euthanasia atau suntik mati tidak dibenarkan dan dilarang, apabila seorang
pasien meminta untuk dieuthanasia dengan cara disuntik mati maka hal tersebut sama saja dengan
melakukan bunuh diri atau membunuh orang walaupun diminta sendiri oleh pasien yang
bersangkutan.
Berikan penjelasan kepada klien bahwa; Secara yuridis formal, hukum di Indonesia tidak
mengizinkan euthanasia. Pernyataan di atas sesuai dengan peraturan dalam KUHP Pasal 344 bahwa
barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri dengan kesungguhan
hati diancam hukuman penjara selama 12 tahun. Euthanasia termasuk dalam perbuatan
pembunuhan yang telah diatur dalam KUHP Pasal 344 walaupun sulit dalam pembuktiannya dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pun tidak memberikan ruang untuk
melakukan euthanasia karena euthanasia bertentangan dengan ketentuan dalam UU HAM
terutama hak hidup seseorang. Alasan apapun tidak dapat diterima walaupun euthanasia dilakukan
dan didasarkan pada alasan sosial atau alasan ekonomi karena pemerintah Indonesia telah
memfasilitasi masyarakat kurang mampu dengan jaminan sosial yang bisa meringankan beban
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak tanpa terbebani dengan biaya
perawatan dan pengobatan yang mahal. Euthanasia juga tidak mudah di setujui oleh Perawat dan
dokter karena melanggar kode etik keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai