Anda di halaman 1dari 29

Konsep Komunikasi Terapeutik

A. Definisi
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan
harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi
terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini
perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki
pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan
terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran
dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang
diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien, yaitu :
1. Tindakan diawali perawat
2. Respon reaksi dari perawat
3. Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
4. Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan
hubungan
Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat –
klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya
bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya,
demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah
dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan
yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani
proses pelayanan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper)
untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.
Prinsip Dasar Dalam Komunikasi Terapeutik

1. Hubungan Perawat dengan Pasien


Hubungan antara perawat dengan pasien atau psikolog dengan klien merupakan hubungan
terapeutik yang mana sama-sama saling menguntungkan. Dalam istilahnya adalah ‘win win
solution’ yang mana mencari solusi dengan sama-sama menguntungkan. Prinsip ini lebih dikenal
dengan sebutan ‘humanity of nurse and clients’ yang diartikan adalah hubungan kemanusiaan
antara seorang perawat dengan kliennya atau pasiennya.
Kualitas dalam prinsip ini dilihat dari bagaimana seorang psikolog atau perawat memandang dan
mendefinisikan dirinya dan pasiennya adalah seorang manusia. Dengan kata lain bahwa
hubungan antara perawat dengan pasien bukan hanya perawat sebagai penolongnya, melainkan
lebih dari itu, yaitu sebagai sahabat atau orang yang terdekatnya.

2. Menghargai Pasien
Dalam prinsip ini, seorang perawat atau psikolog alias terapis adalah seseorang yang dapat
memahami apa yang dimiliki oleh seorang pasiennya. Entah itu dari kelebihannya, maupun
kekurangannya. Karena setiap manusia diciptakan selalu memiliki keunikan masing-masing yang
mana harus dihargai.
Tak hanya itu, seorang perawat juga harus memahami karakter yang dimiliki oleh pasiennya.
Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda, yang mana
perawat harus memahami karakter itu, yaitu karakter pasiennya. Dengan kata lain, seorang
perawat atau psikolog harus memahami perasaan dan perilaku yang dimiliki pasiennya. Perawat
dapat melihat latar belakang budayanya, keluarganya, hingga keunikan yang dimiliki pasiennya
untuk memahami karakter pasien. Dengan begitu, komunikasi terapeutik dapat berjalan sesuai
kaidahnya.

3. Menjaga Harga Diri


Prinsip komunikasi terapeutik yang ketiga ini sama halnya dengan prinsip sebelumnya yang
mana menghargai dan memahami apa yang dimiliki oleh setiap individu. Sehingga seorang
perawat harus dapat menjaga harga diri seseorang yang menjadi pasiennya. Selain menjaga
harga diri pasiennya, juga perlu adanya menjaga harga dirinya sendiri. Dengan menjaga harga
dirinya sendiri, maka dia tidak akan dianggap rendah oleh pasiennya.

4. Saling Percaya
Dengan saling menjaga dan menghargai apa yang dimiliki setiap individu, maka akan timbul rasa
saling percaya antara perawat dengan pasien. Namun sebenarnya, rasa saling percaya ini harus
dilakukan sejak awal alias untuk mengawali proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat
berkomunikasi terapeutik dengan baik dan benar tanpa adanya saling menyinggung satu sama
lain. Kita dapat saling percaya dengan memulai cerita dan masalah yang dimiliki oleh pasien.
Kemudian mencari solusi terbaik bersama-sama. Hal ini adalah kunci dalam komunikasi
terapeutik agar dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Helping Relationship

A. Definisi Helping Relationship


A. Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa hubungan membantu merupakan beberapa individu
bekerjasama untuk memecahkan apa yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan atau
membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya.
George dan Christiani (1982) mengemukakan bahwa pemberian bantuan professional
merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan
menggunakan sumber-sumber dalam agar tumbuh kedalam arahan yang positif dan dapat
mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Rogers (1961) mengemukakan bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan
pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-
sumber internal pada pihak yang diberikan bantuan.
B. Karakteristik Helping Relationship
1. Afeksi
Hubungan konseling dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada
sebagai hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling,
termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subjektif klien.
Hubungan yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien,
dan diharapkan hubungan konselor dank lien lebih produktif.
2. Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens ini
diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan
yang intens hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor
biasanya mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung secara mendalam
sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.
3. Pertumbuhan dan Perubahan
Hubungan konsleing bersifat dinamis. Hubungan konseling terus berkembang sebagaimana
perubahan san pertumbuhan yang terjadi pada konselor dank klien. Hubungan tersebut
dikatakan dinamis jika dari waktu kewaktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor
klien,pengalaman bagi klien, dan tanggungjawabnya. Dengan demikian pada klien terjadi
pengalaman belajar untuk memahami dirinya sekaligus bertanggungjawab untuk
mengembangkan dirinya.
4. Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien
tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi tentang
klien dan tidak dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa seizing
klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan kemauan
klien membuka diri.
5. Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive) kepada klien untuk
meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam
hubungan konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk
perubahan perilaku dan memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk
berani mengambil resiko dari kepurtusannya.
6. Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta adanya komunikasi
terarah antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini tidak ada sandiwara dengan jalan
menutupi kelemahannya, atau menyatakan yang bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus
membangun hubungannya secara jujur dan terbuka. Kejujuran menjadi prasayarat bagi
keberhasilan konseling
C. Ciri-ciri Helping Relationship
1. Hubungan helping adalah penuh makna, dan bermanfaat.
2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat.
5. Saling-Hubungan yang terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi,
pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan perawatan dari orang lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur hubungan helping jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya yang bersifat kerjasama menandai hubungan helping.
9. Orang-orang dalam helping dapat dengan mudah ditemui atau didekati dan terjamin ajeg
sebagai pribadi.
10. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.
Tujuan Komunikasi Terapeutik

Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi


beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien
percaya pada hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat
interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional dalam
rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi terapeutik juga mempunyai tujuan
untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.
Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini :
1. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu menerima dirinya.
Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang klien tentang dirinya dan masa
depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan komunikasi yang
terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan
klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah membimbing klien dalam
membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan
dirinya.
4. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin klien. Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan juga
memiliki harga diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan akan berusaha menjaga
kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan rasa nyaman
pada pasien. Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik
ada beberapa karakteristik seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik, yaitu :
1. Kejujuran
Tanpa kejujuran mustahil akan terbina hubungan saling percaya, sesorang akan menaruh
kepercayaan kepada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respon yang tidak dibuat-
buat, sebaliknya dia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering
menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan dipahami oleh klien
dan tidak berbelit-belit.
3. Bersikap positif
Sikap yang positif terhadap klien ditunjukkan dengan sikap hangat, penuh perhatian dan
penghargaan terhdap klien.
4. Empati bukan simpati
Dengan sikap empati, perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan dan
yang dipikirkan klien. Sikap simpati tidak mampu melihat permasalahan secara obyektif
karena perawat terlibat secara emosional terhadap permasalahan yang dihadapi klien.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Agar mampu melihat permasalahan dari sudut pandang klien maka perawat harus menjadi
pendengar yang aktif dan sabar dalam mendengarkan semua ungkapan klien.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang perawat yang baik akan tidak memandang hina klien dan keluarganya yang datang
ke rumah sakit dengan pakaian yang kumal dan kotor
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Perawat harus sennsitif terhadap perasaan kliennya agar tidak menyinggung perasaanya.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien araupun diri perawat sendiri
Seorang perawat harus mampu melupakan kejadian yang menyakitkan di masa lalu dan
menguatkan koping klien dalam menghadapi masalah yang dihadapi saat ini.
Self Awareness (Kesadaran Interpersonal Dalam Hubungan Interpersonal):
1. Kesadaran Diri
a. Pengertian Kesadaran Diri
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa seseorang
merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku seseorang terhadap orang lain.
Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan
perasaan seseorang, membela diri dan mempertahankan pendapat (sikap asertif),
kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri
(kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang dan
menyenangi diri sendiri meskipun seseorang memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta
kemampuan mewujudkan potensi yang seseorang miliki dan merasa senang (puas) dengan
potensi yang seseorang raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).

b. Kecakapan dalam Kesadaran Diri


Ada tiga kecakapan utama dalam kesadaran diri, yaitu:
1) Mengenali emosi; mengenali emosi diri dan pengaruhnya. Orang dengan kecakapan ini
akan:
a) Mengetahui emosi makna yang sedang mereka rasakan dan mengapa terjadi.
b) Menyadari keterkaitan antara perasaan mereka dengan yang mereka pikirkan.
c) Mengetahui bagaimana perasaan mereka mempengaruhi kinerja
d) Mempunyai kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan sasaran-
sasaran mereka.
2) Pengakuan diri yang akurat; mengetahui sumber daya batiniah, kemampuan dan
keterbatasan ini. Orang dengan kecakapan ini akan :
a) Sadar tentang kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya.
b) Menyempatkan diri untuk merenung, belajar dari pengalaman, terbuka bagi umpan
balik yang tulus, perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan diri.
c) Mampu menunjukkan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan
perspektif yang luas.
3) Kepercayaan diri; kesadaran yang kuat tentang harga diri dan kemampuan diri sendiri.
Orang dengan kemampuan ini akan:
a) Berani tampil dengan keyakinan diri, berani menyatakan “keberadaannya”.
b) Berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi
kebenaran.
c) Tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti.
c. Tahapan-Tahapan Kesadaran Diri
Untuk mencapai kesadaran diri yang kreatif seseorang harus melalui empat tahapan yaitu:
1) Tahap ketidaktahuan
Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut
juga dengan tahap kepolosan.
2) Tahap berontak
Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh
kebebasan dalam usaha membangun “inner strength”. Pemberontakan ini adalah wajar
sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-
ikatan lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.
3) Tahap kesadaran normal akan diri
Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk kemudian
membuat dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-
pengalaman sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap
kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian manusia atas hidupnya
dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dalam hidupnya.
4) Tahap kesadaran diri yang kreatif.
Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif mampu melihat
kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-
keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius,
ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui
tahapan ini seseorang mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa
memperoleh inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjukan langkah
dan tindakan yang akan diambilnya.

2. Eksplorasi Perasaan
Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang muncul sebelum
dan sesudah berinteraksi dengan orang lain , dimana eksplorasi perasaan membantu seseorang
untuk mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap yang sangat berpengaruh.ini
menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang komplit dan sikap yang sangat
berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang adalah tidak responsif, kesalahan, mudah ditemui,
tidak mengenai orang tertentu dimana mutu hubungan therapeutic perawat sangat terbuka,
sadar dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat membantu pasien.
Sebagai perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan kita dan mengontrolnya
agar kita dapat menggunakan diri kita secara therapeutic. Jika perawat terbuka pada
perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya
pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga pada saat berbicara dengan klien,
perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan
perawat terhadap proses interaksi berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap perasaan klien.
Seorang perawat yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada ekspresi wajah
dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak nyaman dan karena
adanya untuk pemindahan perasaan ( transfer feeling ) mungkin klien juga akan menjadi cemas
dan hal ini akan mempengaruhi interaksi secara keseluruhan.
Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu pasien.perasaan merupakan
tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan dengan orang lain,membantu orang lain.perawat
akan menggunakan perasaan-perasaanya, kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak
menepati janji sehingga pasien mengalami kemunduran, distress sehingga pasien tidak mau
menemui, marah karena pasien banyak permintaan atau manipulasi dan kekuatan karena
pasien terlalu tergantung pada perawat.
Perawat harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat mengerti akan pasien
serta bagaimana pendekatan dengan pasien. Perasaan perawat adalah petunjuk tentang
kemungkinan nilai dari masalah pasien.

3. Kemampuan Menjadi Model


Kemampuan menjadi model adalah suatu sistem yang yang mengutamakan seorang petugas
kesehatan yang harus menjadi contoh utama bagi pasien dan lingkungan di sekitarnya akan
pentingnya kesehatan sebagai faktor utama berjalannya roda kehidupan yang sehat dan
bernilai positif, teori ini berdasarkan filosofi dan asumsi tentang manusia, lingkungan kesehatan
dan keperawatan. Baik secara deduktif maupun induktif di turunkan dari pengalaman praktik,
studi empiris dan beberapa teori dasar.
kemampuan menjadi model (modeling dan role modeling) memandang manusia secara
holistik. Manusia adalah holistik yang memiliki beberapa subsistem yang saling berinteraksi.
Subsistem tersebut yaitu biofisikal, psikologikal, sosial dan kognitif. Penyerapan dari seluruh
subsistem adalah merupakan satu kesatuan, yang meliputi genetic dan spiritual, termasuk juga
tubuh, fikiran, emosi dan semangat (spirit) yang saling mempengaruhi dan mengontrol. Interaksi
dari subsistem tersebut dan keutuhannya di sebut holistic.
4. Panggilan Jiwa
Perawat merupakan profesi garda awal dalam menyelesaikan masalah pasien tanpa
memandang jenis penyakit, golongan kasta, usia, jenis kelamin,agam dan beberapa klasifikasi
strata sosial lainnya. Perawat adalah profesi yang sangat berperan dalam sebuah tindakan
Advance terhadap masalah dan kesembuhan pasien dengan metode asuhan keperawatan
secara komprehensif dan menyeluruh, berkesinambungan, serta terkoordinasi dan kolaborasi
dengan profesi lainnya dengan tetap menjunjung tinggi tanggung jawab, hukum, etika dan
moral secara profesional. Sebelum lahirnya keperawatan modern yaitu sebelum abad ke 18,
semua orang bisa merawat orang yang sakit berdasarkan mother insting atau naluri keibuan.
Dan dewasa ini perkembangan keperawatan di indonesia telah mengalami perubahan pesat
menuju ke perkembangan keperawatan sebagai profesi yang mana di rumuskan saat lokakarya
persatuan perawat nasional indonesia(PPNI) pada tahun 1983, yang merupakan titik tolak di
terimanya profesionalisme keperawatan. Hal tersebut juga di kukuhkan oleh UU No.23 Tahun
1992 pada pasal 32 ayat (4) dan pasal 53 ayat (1) dan (2). Seorang ahli bidang keperawatan
yang bernama Hughes,E,C (1993) pernah mengungkapkan
“bahwa profesi adalah proses yang artinya mengetahui lebih baik dari kliennya tentang
Apa yang di derita atau terjadi pada kliennya”.
5. Etika Dan Tanggung Jawab
Tanggung jawab perawat yaitu suatu keadaan dimana adanya saling percaya dan di percaya
antar pasien dan perawat. Hal ini menunjukkan bahwa perawat profesional menampilkan
kinerja secara teliti dan hati-hati,serta kegiatan yang di lakukan seorang perawat yang secara
jujur dan tidak tertutup kepada pasien. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab
dan memiliki keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya.
Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab, maka perawat di berikan
ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan dan perawatannya tetap sesuai
standart.keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak mengelak serta
memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau prosfektif.
Berdasarkan pengertian di atas tanggung jawab di artikan sebagai kesiapan memberikan
jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah di lakukan pada masa lalu atau tindakan yang akan
berakibat di masa yang akan datang. Contoh, jika perawat memasang alat kontrasepsi tanpa
persetujuan klien maka akan berdampak pada masa depan klien.klien tidak akan mempunyai
keturunan padahal memiliki keturunan adalah hak setiap manusia. Perawat secara retrosfektif
harus bisa mempertanggung jawab kan perbuatannya meskipun tindakan perawat tersebut di
anggap benar menurut pertimbangan medis. Berikut adalah jenis-jenis tanggung jawab perawat.
a. Tanggung jawab kepada tuhannya Dalam sudut pandang etika normatif, tanggung jawab
perawat yang paling utama adalah tanggung jawab di hadapan tuhannya.
b. Tanggung jawab terhadap klien dan masyarakat Salah satu bentuk tanggung jawab perawat
terhadap kliennya yaitu: mengenal kondisi klien,merawat klien selama jam dinas,tanggung
jawab dalam pendokumentasian,menjaga keselamatan klien,bertanggung jawab apabila
terjadi penurunan kondisi klien. Dan berbagai tanggung jawab lainnya.
c. Tanggung jawab terhadap rekan sejawat dan atasan Diantara tanggung jawab tersebut
yaitu:
1) Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian) tentang kapan melakukan
tindakan.
2) Keperawatan,berapa kali,dimana,dengan siapa,dengan cara apa dan dengan siapa
melakukan.
3) Mengajarkan pengetahuan perawat kepada perawat lain yang belum mampu
melakukan atau belum mahir dalam mengambil tindakan.
4) Melakukan teguran apabila rekan sejawat melakukan kesalahan dalam perawatan.
5) Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang di alami klien.
d. Tanggung jawab terhadap profesi
1) Bertanggung jawab dalam upaya meningkatkan kemampuan profesionalnya
2) Bertanggung jawab dalam menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
3) Bertanggung jawab dalam menentukan layanan keperawatan
4) Bertanggung jawab bersama membina dan memlihara mutu organisasi
e. Bertanggung jawab terhadap Negara
1) Bertanggung jawab dalam melaksanakan ketentuan yang telah di berikan oleh
pemerintah dalam bidang kesehatan.
2) Bertanggung jawab dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah guna
meningkatkan pelayanan kesehatan
f. Tanggung jawab perawat terhadap tugas
1) Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi dan kejujuran professional
2) Merahasiakan segala sesuatu yang di ketahuinya sehubungan dengan kepercayaan yang
di berikan kepada nya
3) Tidak menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk
bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan
4) Berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kesukuan,agama,budaya,warna kulit,umur,jenis dan sebagainya
5) Mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melakukan pelayan
kesehatan.
1. Menghadirkan diri secara terapeutik
Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat
penting adalah sikap dan penampilan komunikasi. Kehadiran fisik, menurut Evans
mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu :
a. Berhadapan : arti dari posisi ini yaitu "saya siap untuk anda"
b. Mempertahankan kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau mendengar sesuatu
d. Tetap rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
merespon klien
Adapun fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel dan
Morgen yaitu
1) Komunikasi dapat membina hubungan saling percaya dengan klien,
2) Komunikasi dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien,
3) Komunikasi juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari
klien.
2. Dimensi respon dan tindakan
a. Empati
Empati adalah kesadaran yang objektif akan pikiran dan perasaan orang lain
(Wiseman,1996).Empati merupakan kemampuan untuk masuk dalam kehidupan klien agar
dapat merasakan pikiran dan perasaannya.Perawat memandang permasalahan melalui
kacamataklien,merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi masalah klien
serta membantu klien mengatasi masalah tersebut.Perawat harus mampu bersikap empati
bukan simpati.
Perawat memandang melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan
kemudian mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut.
Melalui penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129) mengidentifikasi
perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati yang tinggi sebagai berikut:
1) Memperkenalkan diri kepada klien.
2) Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
3) Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya
klien.
4) Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah,
ekspresi wajah .
5) Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
6) Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
Simpati adalah kesadaran atau perasaan seseorang untuk mengerti dan merasakan
perasaan,pikiran,dan tingkah laku orang lain dengan melibatkan emosi.Kenapa perawat harus
harus bersikap empati bukan simpati? Karena ketika perawat bersikap simpati,emosinya
terlibat dalam merespons klien sehingga perawat tidak mampu menilai permasalahan klien
secara objektif. Sebagai contoh,ketika seorang klien mengungkapkan kebenciannya pada
seseorang sambil marah-marah,perawat yang bersikap simpati akan terpancing emosi dan
mungkin jadi ikut membenci,tetapi perawat yang bersikap empati tidak akan terpancing
emosi,tetapi tenang sambil mendengarkan semua ungkapan-ungkapan kliennya. Ada empat
karateristik perawat yang mampu bersikap empati (Wiseman,1996) yaitu :
Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata klien,tidak bersikap
menghakimi,menyalahkan atau menghina,kemampuan untuk mengerti perasaan orang lain,dan
kemapuan mengkomunikasikan pengertiannya terhadap permasalahan klien.
Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2 tipe :
1) Empati Dasar (Basic empaty) Merupakan respon alamiah dari seseorang untuk mengerti
orang lain.Contoh empati dasar misalnya ketika ada anak kecil menangis,secara spontan
seseorang akan bertanya,”Ada apa nak?bkenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak
itu.
2) Empati Terlatih ( Trained Empaty / Clinical Empaty / Profesional Empaty) Merupakan
kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka menolong
orang lain. Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau yang telah
memperoleh pelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat pada
setiap keadaan kliennya.Misalnya ketika klien menangis menceritakan tentang
kesedihannya ditinggal oleh suaminya,perwat duduk diam mendengarkan
keluhan,kesedihan atau pengingkaran klien sambil mengusap-usapkan punggung klien
dengan lembut.
b. Konkrit
Konkrit adalah dalam berkomunikasi perawat menggunakan terminologi yang spesifik bukan
abstrak.Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan.Stuart G.W.(1998) telah
mengidentifikasikan tiga kegunaannya nyaitu :
1) Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien.Dengan berespons secara
ekspresi yang konkrit menunjukkan ekspresi yang konkrit,bukan berpura-pura disertai
pernyataan yang jelas dan sesuai perawar akan mampu menunjukkan dan mempertahankan
responnya terhadap perasaan klien.
2) Memberi penjelasan yang akurat pernyataan-pernyataan yang konkrit dan tidak abstrak dari
perawat akan mendukung setiap penjelasan yang disampaikan nya pada klien.Perkataan
yang penuh keraguan dan penggunaan istilah yang tidak dimengerti oleh klien hanya akan
membingungkan klien.
3) Mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik dengan berespons secara
konkrit,perawat dapat mendorong klien untuk lebih focus pada masalah yang
dihadapinya.Hal ini terjadi karena respons yang konkrit dari perawat menumbuhkan rasa
percaya klien sehingga klien mau dan mampu mengungkapkan masalahnya.
c. Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam
berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura- pura,
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
d. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik,
tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk
diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
Tahap-Tahap Dalam Komunikasi Terapeutik
1. Tahap Pre-interaksi
Tahap pertama ini merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan pasien. Tugas
perawat dalam tahap ini adalah menggali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri;
menganalisis kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; mengumpulkan data tentang
klien jika memungkinkan; dan merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien.
2. Tahap orientasi
Yakni tahap dimana perawat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas perawat dalam tahap
ini meliputi: menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan; membina rasa percaya,
penerimaan dan komunikasi terbuka; menggali pikiran, perasaan dan tindakan-tindakan klien;
mengidentifikasi masalah klien; menetapkan tujuan dengan klien; dan, merumuskan bersama
kontrak yang bersifat saling menguntungkan dengan mencakupkan nama, peran, tanggung
jawab, harapan, tujuan, tepat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk terminasi dan
kerahasiaan.
3. Tahap kerja
Tahap komunikasi terapeutik yang ketiga ini adalah tahap dimana perawat memulai kegiatan
komunikasi. Tugas perawat pada tahap ini adalah menggali stresor yang relevan; meningkatkan
pengembanganpenghayatan dan penggunaan mekanisme koping klien yang konstruktif; serta
membahas dan atasi perilaku resisten.
4. Tahap terminasi
Tahap terminasi adalah tahap dimana perawat akan menghentikan interaksi dengan klien,
tahap ini bisa merupakan tahap perpisahan atau terminasi sementara ataupun perpisahan atau
terminasi akhir. Tugas perawat pada tahap ini adalah: membina realitas tentang perpisahan;
meninjau kemampuan terapi dan pencapaian tujuan-tujuan; serta menggali secara timbal balik
perasaan penolakan, kesedihan dan kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.
Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat berusaha mendengarkan klien dan menyampaikan pesan verbal dan non-verbal, untuk
menunjukkan bahwa perawat perhatian akan kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal
yang sedang dikomunikasikan.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima disini bukan berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Perawat tidak harus selalu menerima
semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang
menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan
tidak percaya.
3. Menanyakan pertanyaan berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapat informasi yang spesifik mengenai klien. Paling
baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang sedang dibicarakan dan dengan menggunakan
kata-kata dalam konteks budaya klien. Hal yang harus diperhatikan, pertanyaan diajukan secara
berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri
Teknik komunikasi terapeutik yang keempat ini dapat dijelaskan bahwa dengan mengulang
kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik, sehingga klien mengetahui bahwa
pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat dapat menghentikan percakapan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan persepsi. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat
perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi pembicaraan, sehingga lebih spesifik dan
dimengerti. Perawat tidak seharusnya menghentikan pembicaraan ketika klien menyampaikan
masalahnya, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Menyampaikan apa yang telah diamati perawat dari pesan verbal dan non-verbal klien, dapat
dijadikan sebagai umpan balik terhadap apa yang telahdikemukakan oleh klien. Hal ini sering
membuat klien dapat berkomunikasi dengan jelas, tanpa harus bertambah dengan
memfokuskan dan mengklarifikasi pesan yang telah disampaikan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih mendalam bagi klien terhadap
keadaanya. Memberikan tambahan informasi berarti memberikan pendidikan kesehatan bagi
klien. Selain itu, akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Perawat tidak boleh
memberikan nasehat kepada klien ketika menawarkan informasi, tetapi memfasilitasi klien
untuk mengambil keputusan terkait keadaanya.
9. Diam
Diam memberikan perawat dan klien waktu untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan
metoda diam memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak maka akan
menimbulkan perasaan kurang nyaman. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi
dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama
berguna bagi klien ketika harus mengambil keputusan.
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Meringkas
pembicaraan dapat membantu perawat dalam mengulang aspek penting dalam interaksinya,
sehingga dapat melanjutkan pembcaran dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikan penghargaan
Penghargaan yang diberikan jangan sampai membuat klien terbebani, dalam artian klien
kemudian akan berusaha keras untuk mendapatkan penghargaan tersebut dan melakukan
segala cara dalammendapatkannya.
12. Menawarkan diri
Teknik ini harus dilakukan tanpa pamrih, karena mungkin klien belum siap untuk berkomunikasi
secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu membuat dirinya dimengerti.
13. Memberi kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
Biarkan klien merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya, perawat dapat
menstimulasinya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk
membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini bertujuan untuk mengarahkan hampir selalu pembicaraan, yang mengindikasikan
bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik untuk melanjutkan
pembicaraan. Perawat harus berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan diskusi/
pembicaraan.
15. Menempatkan kejadian secara teratur
Akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif Kelanjutan dari suatu
kejadian akan membantu perawat-klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan
dari suatu kejadian dapat membantu perawat-klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai
akibat dari kejadian sebelumnya. Perawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal
dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien guna
memenuhi kebutuhannya.
16. Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya
Klien harus bebas menguraikan persepsinya kepada perawat. Waspadai timbulnya gejala
ansietas ketika klien menceritakan pengalamannya.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai
bagian dari dirinya.
Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik
Adapun hambatan-hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-
klien terdiri dari tiga jenis utama : resisten, tranferens, dan kontertransferens. Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik perawat. Perawat harus juga mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Ketiga jenis hambatan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Resisten
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang
dialaminya. Resisten merupakan kerengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini banyak berisi penyelesaian masalah.
2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap
perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya dimasa lalu. Sifat yang
paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan
mekainsme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Dua jenis reaksi utamanya
adalah bermusuhan dan tergantung.
3. Kontertranferens
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Kontertranferens
merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi
maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan
atau membenci dan reaksi sangat cemas seringkali digunakan sebagai respon terhadap resisten
klien.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik di atas, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien.
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggungjawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negatif pada
proses terapeutik.
Komunikasi Terapeutik Pada Anak
Untuk melakukan komunikasi terapeutik pada ada dapat ditempuh dengan cara-cara sebagai
berikut:
1. Nada Suara
Untuk dapat berkomunikasi dengan efektif dapat diperlukan tempo bicara yang rendah dengan
memperlambat pembicraan. Apabila tidak mendapat jawaban harus di ulang dengan kata-kata
yang jelas.
2. Mengalihkan Aktivitas
Anak tertarik dengan aktivitas yang disukai. Oleh karena itu perlu dibuatkan jadwal agar aktivitas
yang disukai dapat di atur waktunya.
3. Jarak Interaksi
Perawat yang mengamati tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan
jarak yang aman.
4. Marah
Perawat perlu mempelajari isyarat kontrol perilaku pada anak untuk mencegah kemarahan
anak. Perawat haru menghindari bersuara keras dan bersikap otoriter. Serta mengurangi kontak
pandang jika respon anak meningkat.
5. Kesadaran Diri
Perawat secara non verbal selalu memberi motivasi dan persetujuan apabila diperlukan.
Perawat harus mengindari berhadap-hadapan secara langsung dan duduk terlalu dekat.
6. Sentuhan
Perawat hendaknya tidak menyentuh anak kecuali di kehendaki berjabat tagan dengan anak
merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas pada anak.
Berkomunikasi dengan anak berbeda dengan berkomunikasi pada orang dewasa. Untuk melakukan
pendekatan pada mereka di perlukan teknik tertentu. Ada dua teknik yang dapat diterapkap untuk
berkomunikasi dengan anak. Yakni teknik komunikasi verbal dan non verbal. Berikut penjelasannya:
a. Teknik Verbal
Penerapan teknik ini dapat di tempuh dengan beberapa cara:
1. Teknik Orang Ketiga
Perawat tidak bertanya langsung kepada klien anak tentang apa yang dirasakannya,
melainkan dengan cara mengatakan pengalaman orang lain. Misalnya, “kadang-kadang
apabila seseorang sakit sering marah-marah karena tidak dapat melakukan seperti yang
dilakukan oleh kakak, adik, atau temannya,”kemudian perawat diam sejenak untuk
menunngu respon dan bertanya lagi “apakah kamu pernah meraskan seperti itu?” Teknik ini
memberi kesempatan kepada klien anak untuk menentukan satu diantara alternatif: setuju,
tidak setuju, atau tetap diam karena tidak mampu menyatakannya pada saat itu.
2. Bercerita
Dongeng lebih mampu mengembangkan pendekatan terapeutik, karena selain membantu
membuka pikiran anak dongeng juga dapat dijadikan untuk mengubah persepsi. Ini
dimaksudkan untuk menghidarkan anak dari perasaan takut.
3. Neuro linguistic programming (NLP)
Teknik pendekatan ini digunakan untuk memahami proses komunikasi dengan
memperhatikan cara, gaya, dan perilaku dalam penerimaan dan pemahaman oleh individu.
Pada umumnya teknik ini menggunakan dengan satu sensorik pengelihatan, pendengaran,
atau kinesthetic. Dengan menggunakan sensorik yang sama perawat dapat meningkatkan
hubungan dan mengkomunikasikan informasi secara efektif.
4. Bibliotherapy
Teknik ini diterapkan menggunakan buku dalam proses therapic dan supportivedengan
tujuan membantu anak mengungkapkan perasaan dan perhatiannya melalui aktivits
membaca. Bertujuan memberi kesempatan pada anak untuk menjelajahi suatu kejadian
yang kondisinya hampir sama sehingga memungkinkannya untuk tetap terkendali.
5. Fantasi
Teknik ini berupakan bentuk khusus dari Bibliotherapy yang diterapkan dengan
penyampaian cerita/dongeng fantasi. Tokoh dan kejadian dalam dongeng fantasi
mengilustrasikan suatu konflik dalam suatu peristiwa yang memerlukan
perhatian,pentingnya kejujuran, kebutuhan kasih sayang dan sebagainya.
6. Pertanyaan “Bagaimana jika.”
Mendorong anak untuk menentukan solusi suatu permasalahan. Kemudian anak akan
menyatakan perasaannya yang telah dikketahui dan ingin di ketahuinya.

b. Teknik Non Verbal


Teknik komunikasi non verbal yang dapat diterapkan pada klien anak meliputi:
1. Menulis
Menulis merupakan alternatif pendekatan untuk mengawali suatu percakapan perawat
melalui tulisan dan juga memiinta pasien untuk memahami beberapa bagian.
2. Menggambar
Menggambar merupakan suatu bentuk teknik komunikasi yang dilakukan dengan
mengamati gambar. Dasar asumsi dalam menafsirkan gambar adalah anak mengungkapkan
dirinya melalui gambar yang di buatnya.
3. Gerakan Gambar Keluarga
Menggambarkan suatu kelompok berpengaruh pada perasaan dan respon emosi anak. Anak
akan menggambarkan pikiran tengtsng diriya dan anggota keluarga lain.
4. Sosiogram
Dalam menggambar anak tidak perlu dibatasi. Bagi anak berusia 5 tahun sosiogram(gambar
ruang kehidupan/lingkaran keluarga) gambar lingkaran melambangkan orang yang mirip
dalam kehidupan anak, dan gambar bundran di dekat lingkaran menunjukkan
keakraban/kedekatan.
5. Menggambar Bersama dalam Keluarga
Teknik ini merupakan satu alat untuk menungkapkan dinamika dan hubungan dalam
keluarga.
6. Bermain
Bermain merupakan cara efektif untuk berkomunikasi dengan anak. Permainan dalam
komunikasi terapeutik sering diterapkan untuk mengurangi trauma atau mempersiapkan
anak sebelum dilakukan prosedur kepeawatan.
Komunikasi terapeutik pada lansia
Stratetgi komunikasi pada lansia harus menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadiankejadian yang
dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian,
yakni pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri; pasien
lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal
yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian
2. Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan
agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar,
simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya
tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas
dan bahagia.
3. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia
maupun lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia
luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari
bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan
medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia.
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila pasien lanjut usia dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang
menghadapi kematian, Dr. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa
takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan
pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

Adapun 4 (empat) keharusan yang harus dimiliki oleh seorang perawat, yaitu pengetahuan,
ketulusan, semangat dan praktik. Dalam usaha berkomunikasi dengan baik, seorang perawat harus
mempunyai pengetahuan yang cukup, sehingga memudahkan dalam melaksanakan tugasnya setiap hari.
Untuk ketulusan, jika seseorang telah memutuskan sebagai perawat harus dapat dipastikan mempunyai
ketulusan yang mendalam bagi para pasiennya siapa pun itu. Semangat serta pantang menyerah harus
selalu dikobarkan setiap harinya agar para pasiennya selalu ikut bersemangat pada akhirnya terutama
bagi para pasien lansia yang terkadang suka merasa dirinya “terbuang” dan “sakit karena tua”.
Sedangkan untuk praktiknya, seorang perawat harus dapat berbicara komunikatif dengan para
pasiennya, sehingga tidak saja hanya jago dalam teori namun praktiknya pun harus bisa melakukan
dengan baik dan benar.
Komunikasi terapeutik pada klien di IGD
A. Tehknik komunikasi pada gawat darurat
1. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien
dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah
klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau
memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada
klien dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak
menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama
klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon
pembicaraan klien.
3. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien
mengetahui bahwa pesannya mendapat respondan berharap komunikasi dapat berlanjut.
Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti
pembicaraan klien.
4. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk
meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi.
5. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa
pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari
isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan

B. Prinsip komunikasi gawat darurat


Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
1. Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
2. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
3. Respect (hormati keyakinan pasien apa adanya)
4. Empaty (merasakan perasaan pasien)
5. Trust (memberi kepercayaan)
6. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
7. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
8. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
9. Bahasa yang mudah dimengerti
10. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
11. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
12. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.
Komunikasi terapeutik pada klien di ICU
A. Teknik komunikasi pada Pasien tidak Sadar
Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat terapkan,
meliputi:
1. Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan
terhadap klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien.
Dengan menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih
besar oleh klien.
2. Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan
yang dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
3. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi. Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.
Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status
kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat
menumbuhkan kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
4. Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien
yang tidak sadar dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa
sentuhan yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah
satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain.
Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.

Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah komunikasi
satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan diterima
oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa feed back pada penerima
yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada point ini pasien tidak sadar.
Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih
diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang melakukan komunikasi satu arah
tersebut.
B. Prinsip-prinsip berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar
Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal berikut perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa
organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan,
rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar
suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
2. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan
mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan
yang perawat sampaikan dekat klien.
3. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
4. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

C. Tahap Komunikasi dengan Pasien tidak Sadar


Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja dan
fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas
dari petugas, yaitu:
1. Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri.
Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan
pertama dengan pasien.
2. Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut
meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat
kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi
yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas pada fase ini adalah
menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya,
penerimaan dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi
pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap
orientasi ini. Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan
selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.
3. Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial
dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan,
atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan
dalam mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor
fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah
yang ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada
petugas, dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan
berdasarkan masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi
stressor yang terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong
perkembangan kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif,
dan mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
4. Fase terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan
tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas
hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul
pada fase ini karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini
memungkinkan ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien
merasa sunyi, menolak dan depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi.
Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga
dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan
bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang
mungkin terjadi pada fase ini.
Komunikasi terapeutik mengatasi
a. Klien yang marah-marah
Pasien yang marah ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.
3. Dihormati
4. Diberi permintaan maaf
5. Diberi penjelasan
6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat

Berikut ini sikap dan cara meredam kemarahan pasien.

1. Dengarkan.
a) Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti permasalahannya, jangan lupa
bahwa pada tahap ini kita berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang
rasional. Emosi selalu menutupi maksud pasien yang sesungguhnya.
b) Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien yang lelah,
gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
c) Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada pasien (telepon, tamu
lain, dll).
d) Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar-benar
mendengarkan mereka.

2. Berusaha sependapat dengan pasien.


Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai salah satu taktik meredakan
marahnya pasien, kita mencari point-point dalam pernyataan pasien yang bisa kita setujui.
Misalnya, “Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien menunggu lama untuk
bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini kamar perawatan kami memang sedang penuh, kami
berjanji akan mencari jalan keluarnya dan melaporkannya pada Bapak sesegera mungkin.”
3. Tetap tenang dan kuasai diri.
a) Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang sedang cemas, gelisah
dan khawatir akan kondisi diri atau keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti bahwa
dalam kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional.
b) Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan menenangkan. Jangan
terbawa oleh nada suara pasien yang cenderung tinggi dan cepat.
c) Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
d) Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas masukannya, dan
sebut pasien dengan namanya.

b. Klien yang complain


1. Acceptance (menerima dengan tenang permasalahan yang disampaikan pasien dan
keluarganya dengan sikap empaty modal utama disini Sabar dan tidak ikut panas)
2. Respect ( bersikap hormat pada waktu menerima pasien dan keluarga dan responlah pada
fokus masalah jangan melebar meskipun yang komplain cenderung melebar kemana-mana
kunci jangan ikut melebar apalagi meluas)
3. Understanding ( mengerti dan memahami apa yang disampaikan pasien dan keluarga)
4. Reassurance ( dapat menentramkan hati serta meyakinkan pasien dan keluarga)
5. Encouragement ( mendorong pasien dan keluarganya untuk mau menceriterakan
permasalahannya dengan lengkap catat dan kumpulkan data,riwayat, catatan untuk
menjawab ini akan sangat ampuh untuk menyadarkan pengkomplain yang emosi )
6. Limited Questioning ( melontarkan pertanyaan yang terbatas jika disalahkan jangan coba
mengalah tapi jangan juga berniat mengalahkan sebaiknya buat dia menang tanpa kita hrus
habis-habisan merugi)
7. Reflection (memantulkan perasaan secara simpatik atau empati kalau salah minta maaf,
jelaskan mengapa bisa salah yakinkan kita tidak mungkin senagaja berbuat salah karena itu
kita mau memperbaiki dan tidak mengulangi di masa mendatang)
8. Responsif (respon dengan cepat dan cekatan dan tidak terkesan lama dan bertele-tele)
karena pelanggan butuh kepastian lebih cepat lebih baik

c. Klien yang rewel


Rewel adalah tindakan atau ekspresi saat mereka ingin menyampaikan apa yang mereka
inginkan, dengan menyampaikan dengan banyak bicara atau dengan sering dan terkadang
mengganggu orang lain.
1) Dengarkan.
a) Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti permasalahannya, jangan lupa
bahwa pada tahap ini kita berurusan dengan perasaan dan emosi, bukan sesuatu yang
rasional. Emosi selalu menutupi maksud pasien yang sesungguhnya.
b) Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien yang lelah,
gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
c) Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada pasien (telepon, tamu
lain, dll).
d) Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar-benar
mendengarkan mereka.

2) Berusaha sependapat dengan pasien.


Bukan berarti kita selalu membenarkan pasien, namun sebagai salah satu taktik meredakan
marahnya pasien, kita mencari point-point dalam pernyataan pasien yang bisa kita setujui.
Misalnya, “Ya Pak, saya sependapat bahwa tidak seharusnya pasien menunggu lama untuk
bisa mendapatkan kamar. Tapi saat ini kamar perawatan kami memang sedang penuh, kami
berjanji akan mencari jalan keluarnya dan melaporkannya pada Bapak sesegera mungkin.”

3) Tetap tenang dan kuasai diri.


a) Ingatlah karakteristik pasien di rumah sakit adalah mereka yang sedang cemas, gelisah
dan khawatir akan kondisi diri atau keluarganya, sehingga sangat bisa dimengerti bahwa
dalam kondisi seperti itu seseorang cenderung bertindak emosional.
b) Berhati-hati dengan nada suara, harus tetap rendah, positif dan menenangkan. Jangan
terbawa oleh nada suara pasien yang cenderung tinggi dan cepat
c) Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
d) Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas masukannya, dan
sebut pasien dengan namanya.

Aplikasi komunikasi terapeutik pada klien, keluarga, kelompok ataupun tenaga kesehatan

Anda mungkin juga menyukai