Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TONSILITIS DAN ADENOIDITIS, ABSES PERITONSILAR,

LARYNGITIS

DOSEN PENGAMPU : ABDUL MAJID, S.Kep.,NS., M.Kep.,Sp.KMB

DISUSUN OLEH :
1. Lenny Susanti Ratni ( R011191003 )
2. Nurwahidah ( R011191089 )
3. Ailsa Rifqi ( R011191123 )
4. Miraj Oktavila Syahrani ( R011191033 )
5. Kamlia Ramadhani ( R011191061 )

KELAS REGULER A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
medikal beda 1.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
C. Tujuan Pembahasan ............................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3


A. Tonsilitis............................................................................. 3
B. Adenoiditis..........................................................................................7
C. Abses Peritonsilar ................................................................ 10
D. Laryngitis ............................................................................. 16

BAB III PENUTUP ................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan atau respiratory tract infections adalah infeksi
yang menyerang saluran pernafasan manusia. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri
atau virus. Ada dua jenis infeksi saluran pernafasan berdasarkan letaknya, yaitu
infeksi saluran pernafasan atas dan bawah. Infeksi saluran pernafasan atas terjadi
pada rongga hidung, sinus, dan tenggorokan. Dinding dari seluruh sistem
pernafasan dilapisi oleh mukosa yang saling berhubungan sehingga infeksi atau
masalah yang terjadi di suatu tempat, dengan mudah bisa mempengaruhi bagian
saluran pernafasan atas yang lainnya. Beberapa penyakit yang termasuk dalam
infeksi saluran pernafasan atas adalah pilek, sinusitis, tonsilitis dan adenoiditis,
laringitis dan abses peritonsilar.

Tonsilitis merupakan penyakit peradangan pada tonsila palatina yang


dapat disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. Respon inflamasi berulang akan
mengakibatkan peningkatan proliferasi sel-sel imunitas yang diperantarai oleh
mediator-mediator tertentu (Woolley,2007). Menurut Tomas Kucera tahun 2004
pada pasien tonsilitis kronis yang telah diambil spesimennya dan pasien yang
mengalami karsinoma orofaring kemudian diamati secara imunohistokimia
pengaruh Nitrit Oxide dan sitokinnya terdapat aktivitas reaksi imun pada sel-sel
imunitas. Sedangkan Adenoiditis merupakan peradangan yang terjadi pada
adenoid, yakni sekelompok jaringan yang terletak pada mulut bagian atas dan di
belakang hidung.

Abses Peritonsilar adalah infeksi lokal yang didefinisikan sebagai


akumulasi nanah antara kapsul tonsil dan otot konstriktor faring. Kondisi ini
dianggap sebagai komplikasi tonsilitis akut dan terutama terlihat setelah selulitis
peritonsillar. Teori lain adalah bahwa peradangan pada kelenjar Weber, kelenjar
ludah minor yang terletak di dekat amandel, dapat menjadi faktor penyebab.
Perawatan medis dan bedah diperlukan untuk meredakan gejala, dan perawatan
rawat inap mungkin diperlukan. Ini terutama terlihat pada remaja atau dewasa

1
muda, tetapi semua kelompok umur dapat terpengaruh. Laringitis merupakan
peradangan yang terjadi pada laring (letak pita suara di tenggorokan).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi terjadinya tonsilitis, adenoiditis, abses
peritonsilar dan laringitis?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis,
abses peritonsilar dan laringitis?

C. Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang di
maksud dengan Tonsillitis dan Adenoiditis, Abses Peritonsilar, Laryngitis. Dan
untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis, abses
peritonsilar dan laryngitis

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. TONSILITIS

1. Definisi Tonsilitis

Tonsilitis atau disebut dengan radang amandel adalah peradangan dan


pembengkakan yang terjadi pada amandel. Peradangan umumnya disebabkan
oleh infeksi. Amandel merupakan dua jaringan berbentuk oval yang terdapat di
bagian belakang tenggorokan. Letak masing-masing amandel berada di sisi kiri
dan kanan tenggorokan.

2. Etiologi Tonsilitis

Etiologi dari tonsilitis meliputi virus, bakteri, jamur dan spirochaeta.


Etiologi utama tonsilitis adalah virus dan group A beta-hemolytic
streptococcus (GABHS). Infeksi virus merupakan etiologi utama tonsillitis.
Beberapa virus penyebab tonsilitis, antara lain Rhinovirus, Influenza A,
Adenovirus, virus Herpes Simpleks, virus Epstein Barr (EBV),
Metapneumovirus, Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Parainfluenza.

Sedangkan bakteri menyebabkan 15-30% terjadinya tonsilitis. Sebagian


besar kasus tonsilitis bakteri disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes
beta-hemolitik kelompok A (GABHS). Bakteri ini melekat pada reseptor adhesin
yang terletak pada epitel tonsil. Beberapa bakteri penyebab tonsilitis, antara
lain Group A Streptococci, Non Group A Streptococci, Neisseria gonorrhoea,
Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia dan Corynebacterium diphtheria.
Penyebab tonsilitis lainnya, antara lain jamur Candida
sp dan spirochaeta seperti Treponema pallidum, Spirochaeta
denticolata dan Treponema vincentii. Tonsilitis yang disebabkan
oleh spirochaeta dikenal juga sebagai Vincent’s angina.

3. Gejala Tonsillitis

3
Gejala radang amandel umumnya mulai muncul 2-4 hari setelah Anda
tertular penyakit ini. Tanda-tanda dan gejala paling umum dari tonsilitis adalah
Radang tenggorokan, Kesulitan atau sakit saat menelan, Suara yang serak, Batuk,
Demam yang disertai dengan menggigil, Napas bau, Kehilangan nafsu makan,
Sakit kepala, Leher kaku, Sakit perut, Nyeri pada rahang dan leher akibat
pembengkakan kelenjar getah bening, Amandel yang tampak berwarna merah dan
bengkak, Amandel yang memiliki bercak putih atau kuning, Kesulitan membuka
mulut, dan Kelelahan. Pada pasien anak-anak, kemungkinan terdapat gejala
tambahan seperti rewel, nafsu makan menurun, serta berlebihnya air liur.
Berdasarkan lama berlangsung dan gejalanya, peradangan amandel dapat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronis, dan berulang.

1. Tonsilitis akut
Radang amandel jenis akut sangat umum terjadi. Bahkan, hampir setiap
anak mungkin pernah mengalaminya setidaknya satu kali seumur hidup.
Apabila tanda-tanda dan gejala berlangsung kurang dari 10 hari, kondisi
ini termasuk dalam peradangan akut. Apabila gejala tidak kunjung reda
lebih dari 10 hari, atau muncul beberapa kali dalam setahun, kondisi
tersebut termasuk kronis atau berulang. Radang amandel akut akan lebih
mudah disembuhkan, terutama dengan pengobatan di rumah. Namun,
dalam beberapa kasus, penderita mungkin membutuhkan penanganan
tambahan, seperti antibiotik.
2. Tonsilitis kronis
Tanda-tanda dan gejala pada radang amandel kronis berlangsung lebih
lama dibanding dengan jenis akut. Penderita juga mungkin merasakan
gejala-gejala ini lebih lama:
- Radang tenggorokan
- Napas berbau tidak sedap
- Benjolan lunak di leher akibat pembengkakan getah bening
Radang amandel kronis juga berpotensi menimbulkan batu amandel, di
mana terjadi penumpukan sel, air liur, dan sisa makanan pada celah

4
amandel. Penumpukan ini dapat mengeras, sehingga terbentuk material
seperti batu-batu kecil. Batu amandel dapat menghilang dengan
sendirinya, atau terkadang perlu dibersihkan oleh dokter.
3. Tonsilitis berulang
Radang amandel yang berulang biasanya ditandai dengan karakteristik
sebagai berikut: - Radang tenggorokan atau amandel terjadi sekitar 5-7
kali dalam 1 tahun- Radang amandel terjadi setidaknya 5 kali selama 2
tahun berturut-turut, atau 3 kali selama 3 tahun berturut-turut
Baik tonsilitis kronis maupun berulang yang sudah cukup parah
terkadang harus diatasi dengan tonsilektomi, yaitu prosedur operasi
pengangkatan amandel.

4. Patofisiologi Tonsilitis

Patofisiologi tonsilitis dipengaruhi faktor imun dan mikroorganisme.


Adanya infeksi virus seperti Rhinovirus atau bakteri seperti group A beta-
hemolytic streptococcus (GABHS) melalui hidung dan mulut serta faktor
imunologis menyebabkan terjadinya tonsilitis dan komplikasinya.

Mikroorganisme

Sekitar 80% tonsilitis disebabkan oleh virus dan sisanya 15-30% oleh
bakteri. Mikroorganisme yang memasuki tubuh melalui hidung dan mulut akan
tersaring di tonsil. Tonsil mengandung sel imun yang terdiri dari sel limfosit B,
sel limfosit T, sel plasma matur serta immunoglobulin A (IgA). Sel imun ini akan
menghancurkan mikroorganisme dengan mengeluarkan sitokin sehingga terjadi
reaksi inflamasi yang menyebabkan gejala nyeri menelan dan demam pada pasien.
Inflamasi dan pembengkakan jaringan tonsil diikuti dengan pengumpulan
leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta menyebabkan fase-
fase patologis, antara lain peradangan terbatas pada tonsil, pembentukan
eksudat, selulitis tonsil dan daerah sekitarnya, pembentukan abses peritonsilar dan
nekrosis jaringan.

Faktor Imun

5
Anak-anak, terutama pada usia 4-10 tahun menunjukkan respons terhadap
sinyal antigenik yang lebih aktif. Hal ini menyebabkan tonsilitis lebih sering
terjadi pada anak-anak usia sekitar 4-10 tahun. Hal ini didukung dengan studi
yang menyatakan bahwa anak-anak lebih sering mengalami tonsilitis rekuren,
sedangkan dewasa yang membutuhkan tindakan pembedahan tonsilektomi lebih
sering mengalami tonsilitis kronik. Pembedahan tonsilektomi pada tonsilitis
kronik memiliki untung rugi tersendiri. Kondisi yang memperburuk sistem imun,
seperti malnutrisi, infeksi HIV, dan penggunaan steroid jangka panjang juga
berperan terhadap lebih sering terjadinya tonsilitis.

5. Pathway Tonsilitis

6. Asuhan Keperawatan

No Pengkajian Diagnosa Intervensi Implementasi


keperawatan
1. DS : Nyeri -lakukan

6
-Klien berhubungan pengkajian
mengeluh dengam nyeri
nyeri bila peradangan komprehensif
menelan pada tonsil yang meliputi
-klien lokasi,
mengatakan karakteristik,
tenggorokan onset/durasi,
klien terasa frekuensi,
nyeri kualitas,
D.O : intensitas atau
Tonsil klien beratnya nyeri
tampak dan faktor
membesar pencetus.
-pastikan
perawatan
analgesik bagi
pasien
dilakukan
dengan
pemantauan
yang ketat.
-tentukan
akibat dari
pengalaman
nyeri terhadap
kualitas tidur
pasien (mis :
tidur, nafsu
makan,
pengertian, dan
perasaan)
-berikan
individu
penurun nyeri
yang optimal
dengan
peresepan
analgesik.

B. ADENOIDITIS

1. Definisi Adenoiditis

Adenoiditis adalah peradangan yang terjadi pada adenoid, yakni


sekelompok jaringan yang terletak pada mulut bagian atas dan di belakang
hidung. Dalam keadaan normal, bersamaan dengan tonsil (amandel) berfungsi

7
untuk menangkap kuman yang melewati hidung atau mulut dengan menghasilkan
antibody untuk membantu tubuh melawan infeksi. Infeksi adenoid sering kali
disertai dengan tonsilitis akut.

2. Etiologi Adenoiditis

Penyebab adenoiditis adalah adanya infeksi bakteri atau virus. Virus


penyebab adenoiditis antara lain yaitu adenovirus, Epstein-Barr, dan rhinovirus.
Sementara itu, bakteri penyebab adenoiditis yang sering terjadi adalah bakteri
infeksi kuman Streptokokus.

Karena tugasnya melawan bakteri dan virus, mereka terkadang kewalahan lalu
terinfeksi, Bakteri dan virus yang berkembang biak dapat menginfeksi adenoid
dan jaringan disekitarnya, sehingga peradangan dapat terjadi. Radang adenoid
akan lebih mudah terjadi jika seseorang sudah pernah mengalami sakit atau
radang tenggorokan sebelumnya.

3. Gejala Adenoiditis

Gejala adenoiditis yaitu sakit tenggorokan, hidung berair, pembengkakkan


kelenjar di leher, nyeri di kuping dan masalah saluran pernafasan seperti bernafas
lewat mulut,, apnea tidur, mendengkur atau masalah pernafasan saat tidur.

4. Patofisiologi Adenoiditis

Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding


posterior dan nasofaring. Fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan
tubuh, dalam hal apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju

8
nasofaring, maka sering terjadi invasi sistem pertahanannya berupa sel-sel
leukosit. Ketika bakteri melepaskan mediatornya, maka akan mulailah terjadi
peradangan dan memunculkan gejala-gejala sseperti nyeri, masalah pernafasan,
panas, dan sebagainya. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid
semakin lama semakin membesar maka dapat terjadi hiperplasi adenoid, yang
dapat memicu sumbatan tuba eustachius. Akibat hyperplasia adenoid juga
menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan
fisik berkurang.

5. Pathway Adenoiditis

Bakteri/virus yang masuk


ke dlm saluran nafas

Peradangan pada adenoid

Sumbatan cuba eustachius Produksi secret berlebih

Nyeri, masalah pernafasan, apnea


tidur, panas

Adenoiditis

Hyperplasia adenoid

Gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi


mental, pertumbuhan fisik berkurang

6. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

9
Penderita adenoiditis kemungkinan menunjukkan tanda dan gejala seperti
gejala sakit tenggorokan, pembengkakkan kelenjar di leher, nyeri di telinga dan
masalah pernafasan seperti bernafas lewat mulut.

2. Diagnosa Keperawatan

- Ketidakefektifan pola napas (Domain 4, Kelas 4, Kode Diagnosis 00032

3. NOC

- Domain II, Kelas E

Definisi : Proses keluar masuknya udara ke paru-paru serta pertukaran


karbondioksida dan oksigen di alveoli.

4. NIC

- Monitoring pernafasan

C. ABSES PERITONSIL

1. Definisi Abses Peritonsil

Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada daerah


peritonsil yang merupakan jaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan
muskulus konstriktor faring superior. 

2. Etiologi Abses Peritonsil

Sebagian besar abses


peritonsil disebabkan oleh

10
bakteri yang sama dengan bakteri penyebab radang tenggorokan. Streptokokus
adalah bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi pada jaringan lunak di
sekitar amandel dan dapat menyebar dari kelenjar amandel yang terinfeksi ke
berbagai jaringan atau organ tubuh lain.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya abses


peritonsil, di antaranya:

 Infeksi pada gusi (seperti periodontitisdan radang gusi)


 Tonsilitis (radang amandel)kronis
 Infeksi mononucleosis
 Kebiasaan merokok

3. Gejala Abses Peritonsil

 Demam dan menggigil


 Sakit tenggorokan yang parah pada salah satu sisi
 Nyeri telinga di sisi yang sama dengan tempat munculnya abses
 Sakit kepala.
 Sulit menelan dan terasa nyeri saat membuka mulut
 Pembengkakan di wajah dan leher, biasanya pada sisi yang terinfeksi
 Muncul benjolan di leher akibat pembengkakan kelenjar getah bening dan
terasa sakit bila disentuh
 Suara parau
 Kejang pada otot rahang (trismus) dan leher (tortikolis)
 Uvula (jaringan kecil yang menggantung di tengah tenggorokan) bergeser
ke sisi yang sehat

4. Patofisiologi Abses Peritonsil

Patofisiologi abses peritonsilar dijelaskan oleh 2 hipotesis besar, yakni


hipotesis tonsilitis akut yang menyatakan bahwa abses peritonsilar merupakan

11
komplikasi dari tonsilitis akut, dan hipotesis kelenjar Weber yang menyatakan
bahwa abses peritonsilar terjadi karena infeksi pada kelenjar Weber.

Area peritonsilar terbentuk dari jaringan ikat longgar sehingga mudah


terbentuk abses bila terjadi infeksi. Jaringan ikat longgar antara kapsul fibrosa
dibatasi oleh tonsil palatina di bagian medial dan otot konstriktor faring superior
di bagian lateral. Bagian anteroposterior dibatasi oleh pilar tonsil. Sisi superior
area peritonsilar ini dibatasi oleh torus tubarius sementara di sisi inferior terdapat
sinus piriformis.

 Hipotesis Tonsilitis Akut


Patofisiologi pasti abses peritonsilar belum diketahui pasti. Menurut
hipotesis tonsilitis akut, abses peritonsilar didahului olehtonsilitis,
kemudian terjadi selulitis, lalu membentuk abses. Hipotesis tersebut
mengatakan bahwa infeksi terbentuk pada kripta magna, kemudian
menyebar menembus kapsul tonsil ke area peritonsilar menyebabkan
peritonsilitis. Peradangan difus peritonsilar inilah yang kemudian
berkembang menjadi abses peritonsilar.
 Hipotesis Kelenjar Weber
Hipotesis kedua mengatakan bahwa kelenjar Weber memiliki peran
penting pada patofisiologi abses peritonsilar. Kelenjar ludah minor ini
terletak di bagian superior tonsil. Duktus kelenjar Weber menembus
kapsul tonsil menuju kripta tonsil. Kelenjar Weber berfungsi
membersihkan debris dari area tonsil. Jika terjadi peradangan pada
kelenjar ini, akan terbentuk selulitis lokal. Saat peradangan bertambah
berat akan terbentuk pus dan jaringan nekrosis yang kemudian menumpuk
karena terganggunya fungsi kelenjar Weber.

Tonsilitis rekuren dan proses inflamasi lain pada tonsil dapat juga
menyebabkan sumbatan sekunder pada duktus kelenjar Weber dan menyebabkan
peradangan lebih lanjut

5. Pathway Abses Peritonsil

12
13
6. Asuhan Keperawatan

Diagnosa :

Gangguan Menelan

- Definisi
fungsi abnormal mekanisme menelan yang dikaitkan dengan defisit
struktur atau fungsi oral, faring, atau esofagus.
- Batasan karakteristik
Objektif: kesulitan menelan, muntah, batuk, mulut berbau,
ketidakmampuan membersihkan rongga mulut, dan suara seperti kumur.
1. Hasil NOC
 Status menelan: batuk, muntah, tidak nyaman dengan menelan
 Kesehatan mulut: kebersihan mulut, nyeri, mulut berbau

14
2. Intervensi NIC
Pemberian makan:
 Sediakan pereda nyeri yang adekuat sebelum waktu makan
dengan tepat
 Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
 Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk dipesan
 Atur makanan sesuai dengan kesenangan pasien
 Sediakan camilan yang sesuai
 Hindari mengalihkan perhatian pasien pada saat menelan
 Catat asupan dengaan tepat

D. LARINGITIS
1. Definisi Laringitis

Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada laring (letak pita suara
di tenggorokan). Penderita laringitis umumnya akan mengalami gejala-gejala,
seperti nyeri tenggorokan, batuk-batuk, demam, sulit bicara, suara yang
dikeluarkan serak, atau bahkan kehilangan suara sama sekali. (Muttaqin,2010)

Pada penderita anak-anak dengan struktur saluran pernapasan yang kecil,


gejala sulit bernapas bahkan bisa terjadi. Meski begitu, ini hanya terjadi pada
beberapa kasus saja dan pada orang dewasa jarang sekali terjadi.

Gejala laringitis biasanya pulih dalam waktu satu minggu tanpa


pengobatan. Namun gejala bisa muncul secara tiba-tiba dan terus memburuk
selama dua sampai tiga hari. Masalah sulit bicara dan suara serak biasanya
menjadi gejala yang terakhir pulih dibandingkan gejala laringitis lainnya.

Jika penderita masih terus merasakan gejala hingga lebih dari 3 minggu,
disarankan untuk menemui dokter. Apalagi jika gejala makin parah, terutama
menyebabkan sulit bernapas, maka bantuan medis harus secepatnya dilakukan.

2. Etiologi Laringitis

15
Terjadinya radang atau pembengkakan pada laring bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Kerusakan pada pita suara karena adanya percepatan vibrasi pada
organ tersebut yang melebihi batas ketahanan, misalnya akibat penderita
berteriak terlalu keras atau bernyanyi dengan suara yang tinggi. Selain itu,
kerusakan pita suara juga dapat terjadi akibat batuk berkepanjangan dan
trauma saat penderita melakukan aktivitas fisik atau trauma akibat
kecelakaan.
b. Infeksi virus, bakteri, dan jamur. Virus yang umum menyebabkan
laringitis adalah virus flu dan pilek, dari golongan bakteri salah satunya
adalah bakteri penyakit difteria, dan dari jenis jamur salah satunya adalah
Candida yang juga menyebabkan penyakit sariawan. Infeksi jamur dan
bakteri pada kasus laringitis sebenarnya jarang terjadi dibandingkan
infeksi virus. Biasanya infeksi jamur rentan dialami oleh orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat efek
samping obat steroid, kemoterapi, atau akibat penyakit HIV/AIDS.
c. Reaksi alergi terhadap suatu zat kimia atau paparan debu.
d. Naiknya asam lambung ke tenggorokan lewat kerongkongan pada
kasus penyakit refluks gastroesofageal atau GERD. Jika asam lambung
mencapai tenggorokan maka risiko untuk terjadinya iritasi laring cukup
tinggi.
e. Mengering dan teriritasinya laring akibat merokok dan konsumsi
minuman beralkohol. Sama seperti kasus GERD, peluang terjadinya
infeksi pada laring yang teriritasi juga cukup tinggi.
f. Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak
menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan
polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas.
Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya
mengenai pita suara.
g. Sebagian besar kasus laringitis sementara dipicu oleh infeksi virus
atau regangan vokal dan tidak serius. Tapi suara serak kadang-kadang

16
merupakan tanda yang lebih serius dari kondisi medis yang mendasari.
Sebagian besar kasus laringitis berakhir kurang dari beberapa minggu dan
disebabkan cuaca dingin.
h. Penyebab yang paling sering adalah infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya common cold). Laringitis juga bisa
menyertai bronkitis, pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri.
(Manurung,2008)
3. Patofisiologi Laryngitis
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi
mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak,
defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi pada
musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang
kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan sehingga
menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk
hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh. (Somantri,2010)

4. Gejala atau Manifestasi klinik


a) Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai
suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan
getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjadi parau bahkan sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni).
b) Sesak nafas dan stridor

17
c) Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
d) Gejala radang umum seperti demam, malaise
e) Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
f) Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga
sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk
dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari
38 derajat celsius.
g) Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk,
peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius,
dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh
tubuh .
h) Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
i) Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis
yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak
berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah
berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang
dapat mengancam jiwa anak. (Muttaqin,2010)
Laringitis Akut: Demam, malaise, gelaja rinigaringitis, suara parau
sampai afoni, nyeri ketika menelan atau berbicara, rasa kering
ditenggorokan, batuk kering yang kelamaan disertau dahak kental,
gejala sumbatan laring sampai sianosis. Pada pemeriksaan, tampak
mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bahwa pita
suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut
dihitung sinus peranasak, atau paru.
Laringitis Kronik: Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di
tenggorok sehingga sering mendehem tanpa sekret. Pada pemeriksaan

18
tampak mukosa laring hiperemis. Tidak rata, dan menebal. Bila tumor
dapat dilakukan biopsi.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan
subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
b) Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika
disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
c) Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa
laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta
tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat
pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Laringitis Akut: Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan
uji resistensi pada kasus yang lama atau sering residif.
Laringitis tuberculosis: Pemeriksaan laboratorium hasil tahan asam
dari sputum atau bilasan lambung, foto toraks menunjukkan tanda
proses spesifik baru, laringoskopi langsung/tak langsung, dan
pemeriksaan PA.

6. Pathway Laryngitis

19
7. Asuhan Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan
Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas jalan napas atas dan
obstruksi mekanis.
Batasan karakteristik:

20
 Batuk
 Demam
 Kesulitan menelan
 Menolak makan
 Gangguan pernapasan
2. Hasil NOC
Status menelan : fase faring
 Elevasi laring
 Perubahan pada kualitas suara
 Batuk
 Aspirasi
 Meningkatnya usaha menelan
3. Intervensi NIC
Pencegahan aspirasi:
 Monitor tingkat kesadaran, refflek batuk, gag reflex, kemampuan
menelan
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Monitor status pernapasan
 Skrining adakah disfagia dengan tepat

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beberapa penyakit yang termasuk dalam infeksi saluran pernafasan atas


adalah tonsilitis dan adenoiditis, laringitis dan abses peritonsilar.

Tonsilitis atau disebut dengan radang amandel adalah peradangan dan


pembengkakan yang terjadi pada amandel. Peradangan umumnya disebabkan
oleh infeksi. Salah satu tanda dan gejalanya yaitu sakit saat menelan.

Adenoiditis adalah peradangan yang terjadi pada adenoid, yakni


sekelompok jaringan yang terletak pada mulut bagian atas dan di belakang
hidung. Salah satu tanda dan gejalanya yaitu sakit tenggorokan.

Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada daerah


peritonsil yang merupakan jaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan
muskulus konstriktor faring superior. Salah satu tanda dan gejalnya yaitu demam
dan menggigil.

Laringitis merupakan peradangan yang terjadi pada laring (letak pita suara
di tenggorokan). Penderita laringitis umumnya akan mengalami gejala-gejala,
seperti nyeri tenggorokan, batuk-batuk, demam, sulit bicara, suara yang
dikeluarkan serak, atau bahkan kehilangan suara sama sekali. 

22
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn.E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Manurung, Santa 2008. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta :


Trans Info Media.

Muttaqin, Arif 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.

Somantri, Irman 2010. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Gupta G, McDowell RH. 2019. Peritonsillar abscess. Treasure Island (FL):


StatPearls. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519520/ 

Klug TE, Rusan M, Fuursted K, Ovesen T. 2016. Peritonsillar abscess.


Otolaryngology - Head and Neck Surgery :155(2):199-207.
doi:10.1177/0194599816639551 

Klug TE. 2017. Peritonsillar abscess: clinical aspects of microbiology, risk


factors, and the association with parapharyngeal abscess. Dan Med J ;
64(3):B5333

Lestaria, Endah. 2013. Pathway Tonsilitis. Makalah

Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

https://hellosehat.com/penyakit/adenoiditis/

Na'imah, Shylma. 2020. Tonsilitis: Gejala, Penyebab dan Pengobatan.


https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/amandel-tonsilitis/, diakses
Rabu 26 Agustus 2020 pukul 12.35.

23
Na'imah, Shylma. 2020. Tonsilitis: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan.
https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/amandel-tonsilitis/, diakses
Rabu 26 Agustus 2020 pukul 12.34.

Sutanto, Karina. 2019. Tonsilitis - Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan.


https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-
tenggorokan/tonsilitis, diakses Rabu 26 Agustus 2020 pukul 12.27.

Sutanto, Karina. 2019. Tonsilitis - Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan.


https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-
tenggorokan/tonsilitis/patofisiologi, diakses Rabu 26 Agustus 2020 pukul
12.25.

Suparjo. Pathway Tonsilitis. https://id.scribd.com/doc/28723656/Pathway-


Tonsillitis, diakses Rabu 26 Agustus 2020 pukul 12.37

24

Anda mungkin juga menyukai