Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI EDUKASI
Pada umumnya edukasi pasien dikonsepkan secara terpisah dalam
lingkungan rumah sakit, dimana hanya pasien, kerabat atau keluarga dan
praktisi kesehatan serta perawat yang hadir. Selama edukasi pasien ini,
akan disampaikan mengenai informasi penting tentang operasi yang akan
dilakukan, rencana pengobatan, kondisi pasien saat ini dan makanan yang
harus sesuai dengan instruksi dari instalasi gizi. Edukasi pasien merupakan
salah satu hak dari pasien, untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi edukasi pasien adalah
komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien, perawat harus
menggunakan bahasa yang sederhana supaya pasien mudah mengerti
(Pirhonen, Silvennoinen, and Sillence 2014).
Perawat akan mengumpulkan data terlebih dahulu dari pasien dan
keluarga kemudian perawat akan berdiskusi dengan tim medis yang lain
mengenai kondisi pasien. Sesi diskusi ini dilakukan supaya pasien
mendapatkan informasi yang sesuai. Selain itu juga perawat akan
berdiskusi dengan pasien saar sesi edukasi untuk menambah wawasan dan
mengembangkan edukasi dari sudut pandang pasien (Pirhonen,
Silvennoinen, and Sillence 2014).
B. EDUKASI PRE-OPERATIF
1. DEFINISI
Edukasi preoperasi merupakan standar perawatan perioperatif dan
harus dilaksanakan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Edukasi yang biasa dilakukan perawat meliputi edukasi informal
maupun terstruktur. Edukasi terstruktur menurut kamus besar bahasa
indonesia adalah edukasi yang sudah dalam keadaan disusun atau
diatur rapi (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
2. TUJUAN
Edukasi preoperatif terstruktur bertujuan untuk :
a. Mengajarkan orang untuk hidup dalam kondisi yang terbaik
yaitu berusaha keras untuk mencapai tingkat kesehatan
yang maksimum.
b. Pemeliharaan dan promosi kesehatan, serta pencegahan
penyakit.
c. Pemulihan kesehatan.
d. Beradaptasi dengan gangguan fungsi
3. MANFAAT
a. Untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang informasi
yang relevan mengenai tersedianya pelayanan kesehatan,
mekanisme koping, dan dukungan psikososial sebelum
tindakan pembedahan (Kruzik, 2009, Scott 2004 cit (Guo
Ping 2012).
b. Untuk mendapatkan hasil pasca operasi yang lebih baik
dengan berbagai jenis pasien pembedahan (Shuldham,
1999a, Shuldham, 1999b, cit (Guo Ping 2012).
c. Pasien pre operasi membutuhkan informasi mengenai
tindakan yang akan dilakukan karena itu merupakan salah
satu hak dari pasien. Sebelum informed consent ditanda
tangani pasien harus mendapatkan penjelasan tentang
proses pembedahan, efek samping dari pembedahan serta
komplikasi dari pembedahan (Baradero, dkk, 2008 cit
(Arisandi, Sukesi, and Solechan 2014).
d. Untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien (Potter A.
Patricia 2005).
e. Mempercepat proses penyembuhan pasien (Potter A.
Patricia 2005) .
f. Untuk menurunkan penggunaan obat anti nyeri setelah
pembedahan dan pasien bisa mentaati prosedur setelah
tindakan pembedahan (Potter A. Patricia 2005)
4. PELAKSANAAN
a. Persiapan Fisik Pasien
1) Menjelaskan Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi
identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan
fisik lengkap, antara lain mengukur tanda-tanda
vital, status hemodinamika, status kardiovaskuler,
status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi.
2) Menjelaskan Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur
tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan.
3) Menjelaskan Pemasangan Infus Untuk
Keseimbangan Cairan & Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan input dan output cairan.
4) Menjelaskan Tentang Pengosongan Lambung Dan
Colon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih
dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan
diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar
antara 7 sampai 8 jam.
5) Menjelaskan Tentang Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk
menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka.
6) Menjelaskan Tentang Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk
persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi.
7) Menjelaskan Tentang Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
8) Menjelaskan Tentang Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien
sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca
operasi, seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang
diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
latihan nafas dalam, batuk efektif dan latihan gerak
sendi.
b. Persiapan Psikis Pasien
Persiapan mental yang kurang memadai dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarga, sehingga tidak jarang pasien menolak operasi
yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien
pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang
lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah
pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental
pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh
terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan
merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi
stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan/ketakutan antara lain:
1) Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami
kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan
pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.Pasien
wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat
mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya,
sehingga operasi terpaksa harus ditunda
2) Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda
dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga
akan memberikan respon yang berbeda pula, akan
tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu
dialami setiap orang dalam menghadapi
pembedahan. Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain: takut nyeri
setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik,
menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image), takut keganasan (bila diagnosa yang
ditegakkan belum pasti), takut/ngeri menghadapi
ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi, takut operasi
gagal. Ketakutan dan kecemasan yang mungkin
dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan
tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama
berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat
perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.
Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini,
seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan
pasien, faktor pendukung/support system.
3) Menjelaskan Persiapan Administrasi
Keluarga pasien yang akan dilakukan prosedur
operasi wajib bertanggung jawab membaca dan
menandatangani surat ijin operasi.
C. EDUKASI INTRA OPERATIF
Fase intraoperatif dimulai dengan masuknya pasien kedalam kamar
operasi dan berakhir saat masuk ke unit perawatan pascaoperatif (PACU,
postanestesia care unit) atau ruang pemulihan. Keperawatan Intraoperatif
adalah tindakan keperawatan selama fase intraoperasi berfokus pada
kondisi emosional dan juga faktor fisik seperti keamanan,posisi tubuh,
menjaga asepsis dan mengontrol kondisi ruang bedah. Perawat tetap
bertindak sebagai penjaga pasien, mengatisipasi komplikasi yang mungkin
terjadi. Bila dokter bedah fokus melakukan tindakan bedah, tim anestesi
fokus pada pernafasan dan memepertahankan stabilitas fisiologis, perawat
bertanggung jawab dengan semua aktivitas lain yang berlangsung di ruang
operasi. Perawat mengimplementasikan perawatan secara individual yang
didesain untuk setiap pasein, termasuk posisi yang tepat. Perawat
perioperatif mengerti beberapa posisi operasi dan juga perubahan
fisiologis yang dapat terjadi ketika pasein ditempatkan pada posisi
tertentu. Faktor yang penting yang dipertimbangkan untuk memposisikan
pasein dimeja operasi adalah temapt operasi, umur dan ukuran pasein, tipe
anestesi yang dipakai, nyeri yang dirasakan oleh pasein jika bergerak
seperti yang dikarnakan artritis, posisi tidak boleh menghalangi respirasi
dan sirkulasi, Intervensi termasuk menyediakan peralatan yang dapat
mengakomodasi pasein gemuk, mengatur meja operasi untuk menahan
berat badan berlebih, menyiapkan lapisan tambahan untuk menjaga
pernyatuan kulit.
Mempersiapkan pasien untuk pembedahan mencangkup posisi
pasien di meja operasi. Posisi yang tidak tepat juga menyebabkan
kerusakan fungsi sensori dan motorik, yang menyebabkan kerusakan
syaraf. Tekanan pada pembuluh darah perifer dapat mengurangi aliran
balik vena ke jantung dan secara negatif mempengaruhi tekanan darah
pasien. Selain itu oksigenasi darah dapat berkurang jika pasien tidak
diposisikan dengan benar untuk meningkatkan ekspansi paru. Perhatikan
bahwa tendon dan ligamen dapat mengalami perenggangan berlebihan
karena pemosisisan yang tidak tepat (Clayton, 2008).
Beberapa posisi pembedahan yang umum , antara lain :
1. Dorsal rekumben (supine) digunakan untuk banyak
pembedahan abdomen serta untuk beberapa pembedahan
thorax dan pembedahan ekstremitas.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi pembedahan


Dorsal rekumben (supine) ini dapat menyebabkan tekanan
berlebihan pada penonjolan tulang posterior,misalkan belakang
kepala, skapula, sacrum, dan tumit. Beri bantalan pada daerah
ini dengan bahan yang lembut, untuk menghindari kompresi
pda pembuluh darah dan sirkulasi melambat, pastikan bahwa
lutut tidak ditekuk. Pemakaian trochanter roll atau bantalan lain
untuk menghindari rotasi internal atau eksternal panggul dan
bahu.
2. Posisi semi – duduk digunakan untuk pembedahan pada area
tiroid dan leher

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi pembedahan


semi-duduk ini dapat menyebabkan hipotensi postural dan
pengumpulan vena di tungkai. Ini dapat meningkatkan
kerusakan kulit di bokong, cedera syaraf skiatika mungkin
terjadi. Kaji apakah ada hipotensi pastikan bahwa lutut tidak
ditekuk dengan tajam, gunakan bantalan lembut untuk
mencegah kompresi syaraf.
3. Posisi Prone digunakan untuk Fungsi tulang belakang
Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi prone ini
menyebabkan tekanan pada wajah, dada, lutut, paha,
pergelangan kaki anterior dan jari kaki. Beri bantalan pada
penonjolan tulang dan sangga kaki di bawah pergelangan kaki,
untuk meningkatkan fungsi pernafasan optimum, tinggikan
dada dan perut pasien dan sangga dengan bantalan, Abrasi
kornea dapat terjadi jika mata tidak ditutup atau tidak dibantali
dengan cukup.
4. Posisi Dada lateral, digunakan untuk beberapa pembedahan
toraks, serta penggantian panggul

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Dada lateral ini


dapat menyebabkan tekanan berlebihan pada penonjolan tulang
di sisi pasien diposisikan. Pastikan bantalan dan penyangga
memadai, khususnya pada lengan sebelah bawah, berat lengan
atas dapat menyebabkan cedera saraf perioneal di tungkai
sebelah bawah, dengan demikian kedua tungkai harus dibantali.
5. Posisi Litotomi, digunakan untuk pembedahan ginekologi,
perineal atau rektal
Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Litotomi ini
menyebabkan peneurunan 18% (dari posisi berdiri) kapasitas
vital paru. Pantau pernafasan dan kaji apakah ada hipoksia dan
dispnea. Posisi litotomi dapat menyebabkan kerusakan sendi,
kerusakan syaraf peroneal, dan kerusakanpembuluh darah
perifer. Untuk menghindari cedera, pastikan bantalan yang
memadai dan tempatkan tungkai di pijakan kaki secara
bersamaan.
6. Posisi jackknife, digunakan untuk pembedahan protologi,
misalnya pengangkatan hemoroid dan beberapa pembedahan
tulang belakang.

Kemungkinan resiko yang terjadi pada posisi Jackknife ini


menyebabkan penurunan 12% (dari posisi berdiri) kapasitas
vital paru. Pantau pernapasan dan kaji apakah ada hipoksia dan
dispnea, pada posisi ini tekanan terbesar dirasakan di
lengkungan meja. Dengan demikian pasien disangga dengan
bantalan dibagian lipat paha dan lutut, serta pergelangan kaki.
Bantalan pada dada dan lutut membantu mencegah tekanan
pada telinga, leher, dan saraf lengan atas.
D. EDUKASI POST OPERATIF
Merupakan tindakan keperawatan oleh perawat kepada pasien dengan
memberikan informasi setelah proses pembedahan yang bertujuan agar fungsi
fisiologis dari tubuh pasien kembali normal (Muttaqin and Kumala 2009).
Menurut (Bosse et al. 2015) dalam penelitannya mengenai perawatan
perioperatif dan pentingnnya peningkatan kualitas perawatan menyatakan
bahwa pada tahun 2009 sekelompok tim yang dibentuk menyatakan bahwa fase
post operatif perawatan pada area luka jarang dilakukan sehingga akan
meningkatkan komplikasi infeksi. Kemudian dari hasil diskusi tim membuat
desain mengenai perawatan post operatif yaitu mengenai aplikasi pemberian
obat anti nyeri, manajemen perawatan luka, pemberian intake dan output pada
pasien dan dokumentasi post operatif sesuai dengan kondisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai