Anda di halaman 1dari 29

MATA KULIAH

KMB III
Ns . Dewi Siti Okta, S.Kep
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Vertigo

Kelompok
Disusun Oleh:

1. ADE MAWAR
11161001
2. ARIBATHANISA CANDRA
11161005
3. DESTRIA RAMADHANTY NOER 11161010
4. EMA ERIANA 11161014
5. HILDA NURFITRIA 11161018
6. LUTFIANA 11161022
7. NINUK AJENG 11161027
8. REVITA 11161031

Kelas: S1 Reguler 9A

STIKES PERTAMINA BINA MEDIKA


Tahun Ajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Pada penulisan makalah ini
penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Meskipun
banyak hambatan yang dialami dalam proses pembuatan makalah ini, tapi penulis berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam hal ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Ns. Dewi Siti Okta S.Kep selaku pembimbing mata kuliah KMB III telah
membimbing kami dengan penuh kesabaran
2. Kedua orang tua yang telah memberikan support
3. Teman-teman yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.
Berkat dorongan dari merekalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan atau kekurangan yang kurang
jelas dalam makalah ini.

Jakarta, 12 September 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi.................................................................................................................................3

B. Etiologi.................................................................................................................................3

C. Patofisiologi..........................................................................................................................5

D. Manifestasi Klinis.................................................................................................................7

E. Penatalaksanaan..................................................................................................................10

F. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................14

G. Asuhan Keperawatan..........................................................................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................................23

B. Saran...................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sistem keseimbangan merupakan sebuah sistem yang penting untuk kehidupan


manusia. Sistem keseimbangan membuat manusia mampu menyadari kedudukan
terhadap ruangan sekitar. Keseimbangan merupakan sebuah sistem yang saling
berintegrasi yaitu sistem visual, vestibular, sistem propioseptik, dan serebelar. Gangguan
pada sistem keseimbangan tersebut akan menimbulkan berbagai keluhan, diantaranya
berupa sensasi berputar yang sering disebut vertigo (Sjahrir, 2008). Vertigo merupakan
keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering digambarkan sebagai sensasi
berputar, rasa oleng, tidak stabil (giddiness, unsteadiness) dan rasa pusing (dizziness).
Deskripsi keluhan vertigo tersebut penting karena sering kali kalangan awam
mengkacaukan istilah pusing dan nyeri kepala secara bergantian (Wreksoatmodjo, 2004).

Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40
sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering
dikeluhkan oleh penderita yang datang kepraktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke
(Sumarilyah, 2010 cit., widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari
keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan kedokter (Sumarilyah,
2010).

Pemberian obat dengan fungsi peningkatan aliran darah pada vertigo lebih sering
diberikan. Survey internasional menemukan bahwa beta histin lebih banyak digunakan
dalam pengobatan berbagai jenis vertigo, termasuk 2 Benign Paroximal Posisional
Vertigo (BPPV), penyakit meniere, dan vertigo perifer lainnya (Sokolova et al, 2014).

2
Keluhan vertigo sering muncul pada berbagai kasus yang sering kita jumpai di
kehidupan sehari-hari diantaranya pada kasus trauma kepala.Penyebab trauma kepala
beragam, antara lain akibat kecelakaan lalu lintas, olahraga, dan 2 jatuh dari
ketinggian (Aboe, 2002). Meningkatnya mobilitas manusia khususnya di kota besar
mengakibatkan peningkatan frekuensi kasus trauma kepala yang sering diakibatkan
oleh kecelakaan lalu lintas. Trauma kepala pada kecelakaan lalu lintas sering
diakibatkan oleh benturan atau terpelanting pada benda yang diam. Kemungkinan lain
yang lebih jarang adalah kepala tidak dapat bergerak akibat tertahan sesuatu
kemudian mengalami benturan dengan benda yang menggencetnya (Soemarmo,
2009).

2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari vertigo?


2. Apakah etiologi dari vertigo?
3. Bagaimana patofisiologi dari vertigo?
4. Bagaiamana manifestasi klinis pada vertigo?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada vertigo?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada vertigo?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada vertigo?

3. Tujuan

1. Memahami definisi dari penyakit vertigo.


2. Memahami etiologi dari vertigo.
3. Memahami patofisiologi vertigo.
4. Memahami manifestasi klinis pada vertigo.
5. Memahami penatalaksanaa pada vertigo.
6. Memahami komplikasi dari vertigo.                               
7. Memahami Asuhan Keperawatan pada vertigo.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan
mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan gejala
yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan sebaiknya
langsung pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal atau penyebab
vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati (CDK, 2009).

Vertere” suatu istilah dalam bahasa latin yang merupakan bahasa lain dari vertigo,
yang artinya memutar. Vertigo dalam kamus bahasa diterjemahkan dengan pusing
(Wahyono, 2007).

Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-
olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan
mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau
bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika
berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak
sama sekali (Israr, 2008).

A. Etiologi

Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan fungsi, atau bisa juga akibat
kerusakan alat keseimbangan tersebut,gangguan fungsi saraf dalam telinga dalam,saraf
keseimbangan,bahkan gangguan pada pusat keseimbangan di susunan saraf pusat (otak)
kecil di bagian belakang (brainstem). Seringkali vertigo ini disertai rasa mual sampai
muntah sehingga badan merasa lemas,berkeringat dingin.

Penyebab terjadinya vertigo dibedakan menjadi 2 jenis,yaitu :

1. Gangguan di sentral (susunan saraf pusat dan saraf keseimbangan)

2. Gangguan di perifer (tepi).

4
Jadi, vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem vestibular
perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat
dari gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan
otal kecil). Pada beberapa kasus, penyebab vertigo tidak diketahui.
Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo
(BPPV; vertigo karena gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui),
sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan pada jaringan ikat di kornea, bisa
mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan pendengaran), penyakit
Ménière (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga dapat
mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran).
ototoksisitas (keracuanan pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf
vestibular, dapat disebabkan karena infeksi virus).
Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat
menyebabkan ototoksitas, yang mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam
atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo. Kerusakan dapat bersifat temporer
maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan aminoglikosida, yaitu
streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik
(misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen.
Konsumsi alkohol, meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo
temporer pada beberapa orang.
Beberapa sumber menyebutkan, penyebab dari terjadinya vertigo antara lain :
1. Infeksi virus pada alat keseimbangan di telinga dalam
2. Radang/infeksi saraf keseimbangan (vestibular neuritis),biasanya terjadi serangan
vertigo berulang beberapa jam atau beberapa hari setelah serangan
pertamanya,seringkali disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi
virus sebelumnya,tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran.
3. Benign paroxysmal positional vertigo,yang berhubungan dengan perubahan
posisi kepala maupun badan,seringkali disertai  mual dan muntah,membaik
setelah beberapa hari kemudian disertai badan merasa limbung/goyang,bisa
diderita setelah mengalami cedera kepala,tanpa disertai gangguan ataupun
penurunan pendengaran,jenis vertigo ini cenderung membaik secara spontan
setelah beberapa minggu atau bulan,tetapi kebanyakan penderita mengalami
serangan vertigo beberapa bulan atau tahun kemudian.
4. Iskhemia/penurunan suplai darah pada daerah vertebrobasiler
5
5. Gangguan fungsi saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dan
tenggorok(tuba auditoria)
6. Penyakit Menier yang ditandai vertigo,gangguan pendengaran (tinnitus :
sensasi /suara berdenging),penurunan pendengaran,seringkali berhubungan
dengan rasa tertekan pada telinga,serangan vertigo dapat mulai 1-24 jam,tetapi
seringkali disertai gangguan keseimbangan permanen/menetap dan telinga serasa
berdenging yang bisa semakin terasa memberat,penurunan pendengaran pada
jenis ini bisa membaik,tetapi bisa juga permanen
7. Radang/infeksi telinga tengah menahun (congek)
8. Pemakain obat-obatan : salisilat,kina,golongan aminoglikosid
9. Migrain vestibuler
10. Epilepsi
11. Tumor pada saraf pendengaran
12. Tumor nasofaring (hidung bagian belakang)
13. Cedera pada pembuluh darah disusunan saraf pusat
14. Pasca cedera

B. Patofisiologi

1. Anatomi Vertigo, Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
a. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia: Reseptor mekanis divestibulum,
Resptor cahaya diretina, Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian
(propioseptik)
b. Saraf aferen, berperan dalam transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak: Saraf vestibularis, Saraf optikus, Saraf
spinovestibulosrebelaris.
c. Pusat-pusat keseimbangan, berperan dalam proses modulasi, komparasi,
integrasi/koordinasi dan persepsi: inti vestibularis, serebelum, kortex serebri,
hypotalamusi, inti akulomotorius, formarsio retikularis
2. Patofisiologi Vertigo
Dalam kondisi fisiologi/ normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat
keseimbangan tubuh yang berasal dari resptor vestibular, visual dan propioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses

6
lebih lanjut secara wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian
dari otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu
orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak
ada tanda dan gejala kegawatan (alarm reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari
jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat
keseimbangan tubuh dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh
atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan
muncul tanda-tanda kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan
otonomik. Di samping itu respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal dari mata disebut nistagnus.

7
C. Manifestasi Klinis
1. Vertigo Sentral

8
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,
perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah,
gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara
berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan.
Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian
menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia.
Namun pada pasien dengan vertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung
sacara normal. Penyebab vaskuler labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi
vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh gangguan disentral (batang otak,
serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah iskemia batang otak, tumor
difossa posterior, migren basiler.
2. Vertigo Perifer, Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik. Vertigo perifer
paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB). Pencetusnya
adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung
beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah
trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya
baik gejala akan menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat dijumpai pada
penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias
gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Usia
penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya penyakit. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam
berjalan “Tandem” dengan mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan
telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari
kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan. Sedangkan pemeriksaan
elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat penurunan fungsi
vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah terdapat
kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat
kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada sebagian
terbesar penderitanya dan meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan
timitus dan sewaktu penderita mengalami disekuilibrium (gangguan
keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis stadium 2 atau 3 awal
9
mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit meniere jadi kita harus
memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini
mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala
ini berlangsung  beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa
lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring diam. Pada
Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu kemungkinannya
disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi
lebih basar amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang
terkena penyakit ini akan mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau
minggu. Pemeriksaan elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan
total pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan
gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional
benigna. Pada penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang
jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak
bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada
nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita
suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer yaitu
mabok kendaraan, penyakit
d. meniere,
vertigo pasca trauma

10
Perbedaan antara vertigo perifer dan vertigo sentral :

VERTIGO PERIFERAL VERTIGO SENTRAL        (NON-


  NO
(VESTIBULOGENIK) VESTIBULER)
D
1 Pandangan gelap Penglihatan ganda
ia
g 2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan
n
3 Jantung berdebar wajah Kelumpuhan otot-otot
os
is 4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah

5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu

6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata

7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi

8 Mual dan muntah-muntah Mual dan muntah-muntah

9 Memori dan daya pikir menurun Tubuh terasa lemah

10 Sensitif pada cahaya terang dan Suara

11 Berkeringat

Vertigo dapat terjadi tiba-tiba dan berlangsung sebentar, tapi dapat pula terjadi
selama beberapa hari. Vertigo yang berat bisa membuat kita tidak dapat bagun dari
tempat tidur dan hal ini akan mempengaruhi aktivitas. Untuk itu, gejala vertigo dapat
bervariasi tergantung berat ringannya. Gejala yang dirasakan antara lain :
1) Tempat berpijak terasa berputar atau bergerak-gerak
2) Benda di sekitar bergerak atau berputar
3) Mual
4) Muntah
5) Sulit berdiri atau berjalan
6) Sensasi kepala terasa ringan
7) Tidak dapat memfokuskan pandangan        
Sebelum dilakukan pengobatan maka ketahui dulu sifat dan penyebab dari vertigo.
Gerakan bola mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian

11
dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak. Gerakan bola mata yang cepat
dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah disebut Nistagmus. Nistagmus bisa dirangsang
dengan menggerakakn kepala pasien secara tiba-tiba dan dengan cara meneteskan air
dingin ke dalam telinga pasien. Arah dari gerakan bola mata tersebut bisa membantu
dalam menegakkan diagnosis.

D. Penatalaksanaan

1. Vertigo posisional Benigna (VPB)

a. Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian


besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan
kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur,
kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo
posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \semula.
Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya
sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b. Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul
eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa
pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping obat lebih buruk dari
vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi
kepala dapat mengurangi gangguan.
2. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti 
biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih
meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus
akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan 
dari terapi medik yang diberi adalah:
a. Meringankan serangan vertigo
untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya tirah baring, obat untuk sedasi,
anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak

12
membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau
toleransi terhadap serangan berikutnya.
b. Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih
jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan
diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin
pula menberikan efek tambahan yang baik.
c. Terapi bedah
diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat atau
tindakan konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau
kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
1. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan
vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.
Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan
vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar rasa
percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
2. Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima
otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
3. Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
a. TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya
pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam.
b. RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan
sempurna terjadi lebih dari 24 jam.

TERAPI
Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala
vertigo,meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala
neurovegetatif dan psikoafektif yang menyertai vertigo.

Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:


1. Terapi kausal

13
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian
jika penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi
kausal disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan
2. Terapi medikamentosa
Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik. 8 Prinsip utama
pengobatan pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular
pathway. Ada beberapa neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini.
Glutamate merupakan neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap
nervus vestibuler dan nucleus vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin
merupakan selain memiliki peranan secara perifer, tapi juga memiliki pengaruh
untuk terjadinya vertigo pada tingkat pons, medulla oblongata dan kompleks
nucleus vestibuler.8,9Gamma aminobutyric acid(GABA) dan glisin merupakan
neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi system
okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada
stuktur vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi stimulasi
vestibuler secara sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler,
sedangkan serotonin berkaitan dengan gejala nausea.
Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi
medikamentosa vertigo.
a) Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek
kompensasi. Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak
semua obat dapat menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin
lebih  efektif jika diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine
dan atropin. Semua obat antikolinergik memiliki efek samping mulut kering,
dilatasi pupil dan sedasi.
b) Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo.
Secara umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal
kalsium. Dalam hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada
reseptor H2.
c) Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja
mensupresi respon vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil
dan masa kerja singkat.
d) Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan
muntah menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi.
14
e) Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang
pada saat ini sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga
memiliki efek antihistamin, antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin.
Obat ini memiliki efek samping sedasi, menigkatkan berat badan, depresi dan
parkinsonism.
f) Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga
dengan menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator
mikrosirkulasi.
g) Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun
seperti penyakit meniere dan neuritis vestibular.
h) Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak
digunakan di prancis.
i) Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini
belum terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.
j) Terapi rehalibitatif
Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan
latihan khusus dengan tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ
vestibular terhadap gangguan keseimbangan.7,17
Mekanisme kerja terapi ini adalah:
a) Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular
yang terganggu.
b) Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di
serebelum, system visual dan somatosensori.
c) Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap
akan mengurangi beratnya gejala.

15
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan pusing,
tapi mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.

a) Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo


otologik. Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan
otologik dari sumber vertigo lain.

b) Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini


dipergunakan bila diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus
tikus atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat
menunjukkan konfirmasi diagnostik tumor.

c) Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Caraini


cepat dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan
pendengaran sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi
ini, OAE dapat dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika
ada potensi malingering, sering audiologist melakukan beberapa tes untuk uji
pendengaran objektif, tes dapat mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik.
OAE biasanya tidak membantu padang orang- orang usia > 60 tahun karena OAE
menurun dengan usia.

d) Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang menggunakan


electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG membutuhkan
frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan
penyakit Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi
penilaian bentuk gelombang.

2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing.
Penelitian primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis
masih belum jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap
digantikan dengan tes VEMP.

16
a) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular
asimetris (seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan
nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG
adalah tes yang panjang dan sulit. Jika ada hasil yang abnormal dan tidak
sesuai dengan gejala klinis sebaiknya dikonfirmasi denga tes kursi putar dan
dikombinasi dengan tes VEMP.

b) VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan


yang baik untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien. Tes ini
sensitifterhadap sindrom dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular
bilateral dan neuroma kaustik. VEMP secara umum normal pada neuritis dan
penyakit Menier.

c) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna
untuk malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan
orang- orang yang menjalani pengobatan.

3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak
ada pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya
pemeriksaan kimia, hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara
rutin diperiksa.

4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala


dan sinus tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.

a) MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum,


periventrikuler substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara
rutin dibutuhkan untuk evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain
berkaitan.

17
b) CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga
daripada MRI dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang.
CT tulang temporal mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal
superior. Jenis koronal langsung resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk
diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak memancarkan radiasi dan
untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes awal untuk
dehiscence canal superior.

5. Pemeriksaan lainnya

a) EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien
dengan keluhan pusing.

b) Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi


aritmia atau sinus arrest

F. Asuhan Keperawatan Teoritis


A. Pengkajian
1) Identitas
Data klien mencakup: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM/CM, tanggal
masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat klien dirawat. Data penanggung jawab,
mencakup  nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan
dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan gangguan sistem Persarafan
akibat vertigo  hal-hal sebagai berikut :
a) Alasan Masuk Perawatan
Kronologis yang menggambarkan prilaku klien dalam mencari pertolongan.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya klien dengan gangguan sistem Persarafan
akibat vertigo berupa pusing seperti berputar.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang

18
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data
yang  menyertai  dengan  menggunakan pendekatan PQRST, yaitu :
P : Merupakan hal atau faktor yang mencetuskan
terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan. Pada
klien dengan vertigo biasanya klien mengeluh pusing bila klien
banyak bergerak dan dirasakan berkurang bila klien beristirahat.
Q : Kualitas dari suatu keluhan atau penvakit yang dirasakan.
Pada klien dengan vertigo biasanya pusing yang dirasakan
seperti berputar.
R : daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan. pada klien
dengan vertigo biasanya lemah dirasakan pada daerah kepala.
S : derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Pusing yang
dirasakan seperti berputar dengan skala nyeri (0-5)
T : waktu dimana keluhan dirasakan, time juga menunjukan lamanya
atau kekerapan. Keluhan pusing pada klien dengan vertigo dirasakan
hilang timbul.
4) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Riwayat penyakit terdahulu, baik yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
system persyarafan maupun penyakit sistemik lainnya.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
6) Penyakit-penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit sekarang,
penyakit turunan dan penyakit menular lainnya.
7) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran. Klien dengan vertigo biasanya dalam
keadaan sadar, kadang tampak lemas,tingkat kesadaran.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
c. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : bentuk kepala, adanya pembengkakkan atau tidak,
adanya lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut,
bersih atau tidak
2. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, adanya berjerawat
dan berminyak atau tidak.
19
3. Mata : kiri dan kanan, tidak ada kotoran, Konjungtiva:
Anemis, Sklera anikterik, Pupil Tidakdilatasi (isokor).
4. Hidung : simetris kiri dan kanan, Sekret tidak ada, tidak
ada
polip, tidak ada pernafasan cuping hidung.
5. Mulut  : Membran mukosa pucat, bibir kering.
6. Telinga : simetris kiri dan kanan,lubang telinga ada, tidak ada
serumen.
7. Leher   : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis
distensi, tidak ada pemberngkakkan kelenjer getah
bening.
8. Integument : Turgor kulit baik, kulit kemerahan, terdapat bulu
halus.
9. Thorak
 Paru – paru
 Inspeksi : Tidak terlihat retraksi intercosta hidung,
pergerakan dada simetris
 Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi      : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5 midclavicula
 Perkusi      : Pekak
 Auskultasi : Irama teratur
10. Abdomen
Inspeksi     : Tidak simetris, dan edema, striae
Palpasi       : Nyeri tekan
Perkusi       : Suara redup
Auskultasi  : adanya Bising usus
11. Ekstremitas     : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak, adanya
kekakuan, adanya nyeri atau tidak pada seluruh bagian ekstremitas.
Pada klien dengan vertigo biasanya ditemukan terjadinya gangguan fungsi

20
motoris yang dapat berakibat terjadinya mobilisasi, pusing atau kerusakan
pada motor neuron mengakibatkan perubahan pada kekuatan otot tonus otot
dan aktifitas reflek .
12. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan. Tidak terpasang
kateter, BAK dan BAB lancer.
4) Data Penunjang
o Farmakoterafi
Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal pemberian obat
o Prosedur Diagnostik Medik
o Pemeriksaan Laboratorium

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko jatuh b.d kerusakan keseimbangan (N. VIII)
2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring
3. Resiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan
4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus
5. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat

C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko jatuh b.d Kerusakan keseimbangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah risiko
jatuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1)      Klien dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya
2)      Klien dapat mengantisipasi resiko terjadinya jatuh
Intervensi Rasional
1.  1. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien 1. 1. Energi yang besar dapat memberikan
2.  2. Berikan terapi ringan untuk keseimbangan pada tubuh saat istirahat
mempertahankan kesimbangan 2. 2. Salah satu terapi ringan adalah
3.  3. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif menggerakan bola mata, jika sudah
dan atau alat-alat bantu untuk aktivitas terbiasa dilakukan, pusing akan
klien. berkurang.
4. 4. Berikan pengobatan nyeri (pusing)
3. 3. Mengantisipasi dan meminimalkan

21
sebelum aktivitas resiko jatuh.
4. 4. Nyeri yang berkurang dapat
meminimalisasi terjadinya jatuh.

2. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1)      Meyadari keterbatasan energi
2)      Klien dapat termotivasi dalam melakukan aktivitas
3)      Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
4)      Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
Intervensi Rasional
1. 1. Kaji respon emosi, sosial, dan
1. 1. Respon emosi, sosial, dan spiritual
spiritual terhadap aktivitas mempengaruhi kehendak klien dalam
2. 2. Berikan motivasi pada klien untuk melakukan aktivitas
melakukan aktivitas 2. 2. Klien dapat bersemangat untuk melakukan
3. 3. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas
aktivitas dan teknik manajemen
3. 3. Energi yang tidak stabil dapat menghambat
waktu untuk mencegah kelelahan. dalam melakukan aktivitas, sehingga perlu
4. 4. Kolaborasi dengan ahli terapi dilakukan manajemen waktu
okupasi 4. 4. Terapi okupasi dapat menentukan tindakan
alternatif dalam melakukan aktivitas.

3. Risiko kurang nutrisi b.d tidak adekuatnya input makanan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah kurang
nutrisi dapat sedikit teratasi.
Kriteria Hasil :
1)      Klien tidak merasa mual muntah
2)      Nafsu makan meningkat
3)      BB stabil atau bertahan
Intervensi Rasional
1. 1. Kaji kebiasaan makan yang disukai
1. 1. Kebiasaan makan yang disukai dapat
klien meningkatkan nafsu makan

22
2. 2. Pantau input dan output pada klien2. 2. Untuk memantau status nutrisi pada klien
3. 3. Ajarkan untuk makan sedikit tapi
3. 3. Mempertahankan status nutisi pada klien
sering agar dapat meningkat atau stabil.
4. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. 4. Ahli gizi dapat menentukan makanan yang
tepat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi
pada klien.

4. Gangguan persepsi pendengaran b.d tinitus


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maslah
gangguan perepsi sensori pendengaran dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1)      Klien dapat memfokuskan pendengaran
2)      Tidak terjadi tinitus yang berkelanjutan
3)      Pendengaran adekuat
Intervensi Rasional
1. 1. Kaji tingkat pendengaran pada
1. 1. Mengetahui tingkat kemaksimalan
klien pendengaran pada klien untuk menentukan
2. 2. Lakukan tes rinne, weber, atau terapi yang tepat. 
swabah untuk mengetahui
2. 2. Mengetahui keabnormalan yang terjadi
keseimbangan pendengaran saat akibat tinitus
terjadi tinitus 3. 3. Mempertahankan keadekuatan pendengaran
3. 3. Ajarkan untuk memfokuskan
4. 4. Memaksimalkan pendengaran pada klien
pendengaran saat terjadi tinitus
4. 4. Kolaborasi penggunaan alat bantu
pendengaran

5. Koping individu tidak efektif b.d metode koping tidak adekuat


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah
koping individu tidak efektif dapat teratsi.
Kriteria Hasil :
1)      Klien dapat menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan pendengaran
2)      Klien dapat mengatasi dengan tindakan mandiri
Intervensi Rasional
1. 1. Kaji kemampuan klien dalam
1. 1. Mengetahui batas maksimal kemampuan

23
mempertahankan keadekuatan pendengaran klien
pendengaran 2. 2. Klien tidak mengalami depresi akibat
2. 2. Berikan motivasi dalam menerima keadaan fisiknya
keadaan fisiknya 3. 3. Pusing yang terjadi dapat memunculkan
3. 3. Ajarkan cara mengatasi masalah tinitus
pendengaran akibat pusing yang
4. 4. Obat untuk mengatasi tinitus.
diderita
4. 4. Kolaborasi pemberian antidepresan
sedatif, neurotonik, atau transquilizer
serta vitamin dan mineral.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar mengelilingi


pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar. Vertigo tidak selalu
sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non spesifik yang dapat
dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.
Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya
perfusi cerebral), light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang
ketika berdiri) (Newell,2010).

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pentingnya kita mengetahui penyebab


,definisi dari penyakit tersebut ,megetahui bagaimana jalan penyajit di dalma tubuh serta
mengetahui bagaimana penatalaksanaan yang akan dilakukan oleh seorang perawat dalam
asuhan keperawatan .metode preklinik ang dilaksanakan ini guna untuk melatih
mahasiswa memahami bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita penyakit vertigo .

B. Saran

Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah pengetahuan para
pembaca mengenai penyakit vertigo. Kami selaku pembaca pula mengharapkan kritik dan
saran bagi para pembaca untuk kebaikan makalah  kami.

25
DAFTAR PUSTAKA

Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular migraine


in Journal Nerology
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.
Jakarta : EGC

Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care
Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed for
establish of Vetigo.
Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 1998, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan
Terapi, Malang : Perdoss
Sudoyo Aru. W et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

https://www.academia.edu/8819299/VERTIGO, dikutip pada tanggal 12 September 2018

https://www.academia.edu/14675383/VERTIGO, dikutip pada tanggal 12 September 2018

https://www.academia.edu/29062606/VERTIGO, dikutip pada tanggal 12 September 2018

https://www.google.co.id/search?
q=pathway+vertigo+simple&safe=strict&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjxj
teQzsTdAhUCbo8KHb7ZDGkQ_AUICigB&biw=1366&bih=672#imgrc=hGIgJZ_8tLuOA
M:

Anda mungkin juga menyukai