Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MAKALAH

KELOMPOK 4
“VERTIGO”

Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Musculoskeletal, Integumen,


Persepsi Sonsori, dan Persarafan
Dosen Pengampu : Safruddin, S.Kep.,Ns.,M.Kep.

DI SUSUN OLEH :

1. Arifkah (14220230076)
2. Muh. Nur Ismul A'zham Ardhie (14220230077)
3. Wa Ode Ratniwati S. (14220230075)
4. Irawati Handayani Basyaiban (14220210064)
5. Aura Triapsari (14220210057)
6. Ashari Sujud (14220210063)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan


karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah terkait penyakit
“VERTIGO” ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami
pada mata kuliah ini, khususnya Ns.Safruddin, S.Kep.,M.Kep. yang telah
memberikan penugasan kepada kami pada mata kuliah Keperawatan
Dewasa Sistem Musculoskeletal, Integumen, Persepsi Sonsori, dan
Persarafan

Kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah


pemahaman dan pengetahuan kita terkhususnya pada penyakit
“VERTIGO”

Kami mengetahui bahwa Makalah ini masih mempunyai banyak


kekurangan dan belum lengkap.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun


yang membacanya. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 5 November 2023

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan Makalah...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
A. Konsep Medis..............................................................................................4
1. Definisi..................................................................................................4
2. Prevelensi.............................................................................................4
3. Etiologi..................................................................................................5
4. Patofisiologi..........................................................................................6
5. Klasifikasi..............................................................................................8
6. Manifestasi Klinis...............................................................................11
7. Penatalaksanaan Medis...................................................................12
8. Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
9. Pathway..............................................................................................16
B. Konsep Keperawatan...............................................................................17
1. Pengkajian Keperawatan..................................................................17
2. Diagnosis Keperawatan....................................................................20
3. Intervensi Keperawatan....................................................................29
4. Implementasi......................................................................................29
5. Evaluasi..............................................................................................30
BAB III PENUTUP........................................................................................................31
A. Kesimpulan................................................................................................31
B. Saran..........................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Latin,
vertere yang berarti memutar. Secara umum, vertigo dikenal sebagai
ilusi bergerak atau halusinasi gerakan. Vertigo ditemukan dalam
bentuk keluhan berupa rasa berputar-putar atau rasa bergerak dari
lingkungan sekitar (vertigo sirkuler) namun kadang-kadang ditemukan
juga keluhan berupa rasa didorong atau ditarik menjauhi bidang
vertical (Setiawati M. & Susianti, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan Sjahrir (2008), nyeri kepala
menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang berobat jalan ke
dokter saraf, ini dapat dibuktikan dari hasil pengamatan insidensi jenis
penyakit dari praktek klinik di Medan selama tahun 2003 didapati 10
besar penyakit dan satu diantaranya adalah vertigo.Vertigo bukanlah
suatu penyakit, melainkan gejala dari penyakit penyebabnya. Vertigo
ialah ilusi bergerak dan ada juga yang menyebutnya halusinasi
gerakan yaitu, penderita seperti merasakan atau melihat
lingkungannya bergerak, padahal lingkungannya diam, atau penderita
merasakan dirinya bergerak, padahal tidak (Lumbantobing, 2013).
Pada tahun2009 dan 2010 di Indonesia angka kejadian vertigo sangat
tinggi sekitar 50%dari usia 40-50 sampai orang tua yang berumur 75
tahun dan menurut prevalensi angka kejadian di Amerika Serikat
vertigo perifer cenderung terjadi pada wanita (Sumarliyah et al., 2011).
Angka kejadian vertigo terkait migrain sebanyak 0,89% dan benign
paroxysmal positional vertigo (BPPV) sebanyak 1,6%. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Breven et al., (2007), di Jerman dalam
jangka waktu satu tahun diperkirakan sebanyak 1,1 jutaorang dewasa
menderita BPPV (Farida, 2017).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah
satu penyakit kelainan perifer dan menjadi penyebab utama dari

1
vertigo. Vertigo jenis ini paling sering didapati, dimana vertigo
dicetuskan oleh keadaan perubahan posisi kepala. Vertigo
berlangsung beberapa detik saja dan paling lama satu menit
kemudian reda kembali. Penyebabnya biasanya tidak diketahui
namun sekitar 50% diduga karena proses degenerasi yang
mengakibatkan adanya deposit batu di kanalis semisirkularis posterior
sehingga bejana menjadi hipersensitif terhadap perubahan gravitasi
yang menyertai keadaan posisi kepala. Penderita benign 4
paroxysmal positional vertigo (BPPV) paling sering dijumpai pada usia
60 sampai 75 tahun dan wanita lebih sering daripada pria (Sielski et
al., 2015). Banyak dari penderita vertigo memilih mengkonsumsi obat
untuk meringankan vertigo namun obatyang dikonsumsi tentu saja
memiliki efek samping. Banyak pula terapi-terapi lain selain terapi
farmakologi, salah satunya terapi rehabilitasi vestibular yaitu epley
manuever, semount manuver dan brandt daroff exercise (Farida,
2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit vertigo?
2. Bagaimana prevelensi penyakit vertigo?
3. Apa penyebab penyakit vertigo?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit vertigo ?
5. Bagaimana klasifikasi penyakit vertigo?
6. Apa saja manifestasi klinis penyakit vertigo?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis pada penyakit vertigo?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit vertigo?
9. Bagaimana pathway pada penyakit vertigo?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui yang dimaksud dengan penyakit vertigo
2. Mengetahui prevelensi penyakit vertigo

2
3. Mengetahui penyebab penyakit vertigo
4. Mengetahui patofisiologi penyakit vertigo
5. Mengetahui klasifikasi penyakit vertigo
6. Mengetahui manifestasi klinis penyakit vertigo
7. Mengetahui penatalaksanaan medis pada penyakit vertigo
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit vertigo
9. Mengetahui pathway pada penyakit vertigo

3
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Medis
1. Definisi
Vertere merupakan bahasa latin yang artinya vertigo, yaitu
memutar. Definisi vertigo merupakan suatu gerakan (sirkuler atau
linier), atau gerakan sebenarnya dari tubuh maupun lingkungan
sekitarnya yang diikuti atau tanpa diikuti dengan gejala dari organ
yang berada dibawah pengaruh saraf otonom dan mata
(nistagmus). Sedangkan menurut Gowers dalam Buku Kapita
Selekta Neurologi yang dibuat oleh (Harsono, 2015) menyatakan
vertigo merupakan gerakan atau rasa rasa gerakan pada tubuh
penderita atau objek-objek disekitar penderita yang berhubungan
dengan gangguan keseimbangan. Pada vertigo, penderita merasa
lingkungan disekitarnya bergerak atau dirinya bergerak terhadap
lingkungan sekitar. Gerakan yang dialami seperti berputar tapi
kadang berbentuk linier seperti ingin jatuh atau merasa ditarik
menjauhi bidang vertikal. (Mathematics, 2016)

2. Prevelensi
Menurut Data World Health Organization (WHO) 2019
menunjukkan sekitar miliar orang di dunia menderita Vertigo.
Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita Vertigo,
hanya 36,8% di antaranya yang minum obat. Jumlah penderita
Vertigo di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan
pada 2025 akan ada miliar orang yang terkena Vertigo.
Diperkirakan juga setiap tahun ada juta orang meninggal akibat
Vertigo dan komplikasi. Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian
Rendra 2019, prevalensi Vertigo di Indonesia sebesar 50% dari
orang tua yang berumur 75 tahun (Miralza diza, 2019).

4
3. Etiologi
Tubuh dapat mengendalikan posisi keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang ada pada telinga bagian dalam. Organ
tersebut mempunyai saraf yang berhubungan langsung pada
area tertentu dalam otak. Beberapa penyebab umum vertigo, yaitu
:
a. Lingkungan
1) mabuk darat maupun laut
2) stress
b. Obat-obatan
1) Alkohol
2) Gentamisin
c. Kelainan sirkulasi
Trasient ischemic attack atau gangguan fungsi otak
sementara dikarenakan berkurangnya sirkulasi darah ke salah
satu bagian pada otak.
d. Kelainan ditelinga
1) Terdapat endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis telinga bagian dalam (menyebabkan
benign paroxysmal positional vertigo)
2) Infeksi telinga bagian dalam oleh bakteri
3) Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
e. Kelainan Neurologis
1) Skelorisis multiple
2) Tulang tengkorak patah yang disertai cidera pada
labirin, persarafannya atau keduanya
3) Tumorotak
4) Tumor yang menyebabkan saraf vestibularis tertekan
(Mathematics, 2016)

5
4. Patofisiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidak cocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh sususan saraf
pusat. Jika ada kelainan pada lintasan informasi dari indera
keseimbangan yang dikirim ke sistem saraf pusat, atau kelainan
pada pusat keseimbangan, maka proses adaptasi yang normal
tidak akan terjadi tetapi akan menimbulkan reaksi alarm. Keadaan
ini berhubungan dengan serat-serat di formasio retikularis batang
otak yang berhubung dengan aktivitas sistem kolinergik dan
adrenergik.
Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang terjadinya vertigo
adalah :
a. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang
berlebihan menyebab kan hiperemi kanalis semisir kularis
sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
b. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidak cocokan masukan sensorik
yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu
mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal
dari sisi kiri dan kanan. Ketidak cocokan tersebut
menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul
respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola
mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari
sensasikortikal). Berbeda dengan teori rangsang

6
berlebihan,teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.

c. Teori neural mismatch


Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik,
menurut teori iniotak mempunyai memori/ingatan tentang pola
gerakan tertentu, sehingga jikapada suatu saat dirasakan
gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang
telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang
akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur
tidaklagi timbul gejala.
d. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf
otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi,
gejala klinis timbul jika sistem simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
e. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl)
dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan
peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf
otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
f. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang
meninjai perananneurotransmisi dan perubahan-perubahan
biomolekuler yang terjadi padaproses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang Gerakan menimbulkan stres yang akan
memicu sekresi CRF (corticotropinreleasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan
susunan sarafsimpatik yang selanjutnya mencetuskan

7
mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim
saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo
akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala
mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Vertigo akan timbul bila terdapat gangguan pada alat-alat
vestibular atau pada serabut-serabut yang menghubungkan
alat/nuklei vestibular dengan pusat-pusat di cerebellum dan
korteks cerebri. Vertigo ini akan timbul bilaterdapat
ketidakcocokan dalam informasi yang oleh susunan-susunan
aferendisampaikan kepada kesadaran kita. Sususnan aferen yang
terpenting dalamhal ini adalah susunan vestibular atau
keseimbangan yang secara terus-menerus menyampaikan impuls-
impuls ke serebellum. Namun demikian susunan-susunan lain,
seperti misalnya susunan optik dan susunan proprioseptif dalam
hal ini pula memegang peranan yang sangat penting. Penting pula
sususnan yang menghubungkan nuklei vestibularis dengannuklei
N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan vestibulo-
spinalis dll. (Setiawati M. & Susianti, 2016)

5. Klasifikasi
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo
vestibular dan non-vestibular. Vertigo vestibular adalah vertigo
yang disebabkan oleh gangguan sistem vestibular, sedangkan
vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem visual dan somatosensori.

Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non-vestibular


Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular

8
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, Stress, hiperventilasi
perubahan posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, Gangguan mata,
tinnitus gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi


vertigo vestibular perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer
adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan
tubuh di labirin (telinga dalam) atau di ganglion vestibular atau di
saraf kranial VIII (Saraf Vestibulokoklear) divisi vestibular. Contoh
penyakit-penyakit di labirin adalah BPPV, penyakit peniere, fistula
perilymph, obat-obat ototoksiksik dan labirintitis. Obat-obat
ototoksik mencakup: streptomisin, kinine, berbiturat, alcohol,
aspirin, caffeine, antikonvulsan, antihipertensi, tranquilizer,
psikotropik dan obat hipoglikemik. Contoh penyakit di nervus
vestibularis adalah neuritis vestibularis dan neuroma akustikus.
Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat
gangguan alat keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat, baik di
pusat integrasi (serebelum dan batang otak) ataupun di area
persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral antara lain adalah
perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan
koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf pusat, infeksi,
trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma
akustik juga termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo akibat
gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan
gejala kejang parsial kompleks.

Perbedaan Vertigo Sentral dan Perifer sebagai berikut:

9
a. Vertigo perifer beronset akut, sedangkan vertigo sentral
beronset kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain,
durasi gejala pada vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit,
harian, mingguan, namun berulang(recurrent)
b. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis),
Ménière's, neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab
umum vertigo sentral adalah vaskuler, demyelinatin,
neoplasma
c. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan
vertigo sentral ringan hingga sedang
d. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada
vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral.
e. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi
(positionally related),sedangkan vertigo sentral jarang
berhubungan dengan posisi.
f. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian
(deafness) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang
terjadi pada vertigo sentral.
g. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo
perifer. Pada vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinnitus.
h. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit
neurologis (neurologic deficits) umumnya terjadi pada vertigo
sentral.
i. Sifat nistagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar
(rotary)atau horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler,
sedangkan sifat nystagmus pada vertigo sentral adalah
nonfatigable,banyak arah(multidirectional), dan tidak dihambat
oleh fiksasi okuler.

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral

10
Onset Tiba-tiba, onset Perlahan, onset gradual
mendadak
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah Ya Kadang tidak berkaitan
perubahan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan Tidak ada atau Biasanya ada
status mental kadang-kadang
Defisit nervi Tidak ada Kadang disertai ataxia
cranial atau
cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang Biasanya normal
atau dengan tinnitus
Nistagmus Nistagmus horizontal Nistagmus horizontal atau
dan rotatoar; ada vertikal; tidak ada
nistagmus fatique 5- nistagmus fatique
30 detik
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

6. Manifestasi Klinis
a. Gejala Umum

11
Secara garis besar, gejala vertigo dimulai dengan sensasi
rasa pusing yang disertai dengan kondisi kepala yang
berputar-putar atau kliyengan. Selain itu, biasanya penderita
juga akan merasakan sensasi lain saat kepala mereka terasa
berputar-putar, seperti:
1) Pusing
2) Kepala terasa sakit disertai dengan berputar-putar atau
kliyengan
3) Mual
4) Rasa ingin muntah
5) Berkeringat
6) Pergerakan arah pandangan yang tidak normal
7) Hilangnya pendengaran
8) Tinnitus atau telinga berdenging
b. Gejala Tambahan:
1) Anggota tubuh yang mulai terasa lemas
2) Penglihatan yang mulai ada bayang-bayangnya
3) Kesulitan untuk bicara
4) Disertai demam
5) Kesulitan untuk berdiri atau bahkan berjalan
6) Respon yang lambat
7) Penurunan kesadaran
8) Pergerakan mata yang mulai tidak normal
(EB, 2016)

7. Penatalaksanaan Medis
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
1) Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat
remisi pada sebagian besar penderita VPB. Latihan ini
dilakukan pada pagi hari dan merupakan kagiatan yang
pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat

12
tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya
untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah
vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \semula.
Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau
mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari
sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
2) Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin
atau fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis
sewaktu melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi
atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea)
dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek
samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika
dokter menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak
berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan
membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi
gangguan.
b. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya
pemberian anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus
perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila
pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan
nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada
suatu tempat atau benda.
c. Terapi bedah
Diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita
menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan
kehilangan pekerjaannya.
d. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat
dibantu obat supresan vestibular dengan dosis rendah dengan

13
tujuan meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine,
prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan vertibuler dan
latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar
rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada
posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan
vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi,
pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan
pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan
vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada
kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Penderita berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke
depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi
mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi
dengan gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala
dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya

14
naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke
arah lesi.

d. Uji Tunjuk Barany (past-ponting test)


Penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas
dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata
terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat
penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Penderita berjalan lima langkah ke depan dan lima
langkah ke belakang selama setengan menit dengan mata
tertutup berulang kali. Jika ada gangguan vestibuler unilateral,
pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
(Setiawati M. & Susianti, 2016)

15
9. Pathway

16
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau
data tentang data tentang pasien tentang agar dapat
mengidentifikasi, mengenaaili masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan, dan keperawatan pasien baik mental, sosial, dan
lingkungan.
a. Identitas diri klien
1) Pasien (diisi lengkap) : Nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa,
tanggal masuk RS, no CM, alamat.
2) Penagnggung jawab (diisi lengkap) : Nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan ,alamat.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pesien saat
dilakukan pengkajian)
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang
diderita pasien saat masuk rumah sakit)
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama
atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (adakah riwayat penyakit
yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak.
(Padila, 2012)
c. Diagnosis vertigo meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (Setiawati M. & Susianti, 2016)
1) Pada anamnesis ditanyakan bentuk vertigonya (apakah
melayang, goyang, berputar tujuh keliling, rasa seperti
naik perahu, dan sebagainya), keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo (perubahan posisi kepala

17
dan tubuh, keletihan dan ketegangan), profil waktu
(apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronik, progresif, atau membaik). Pada
anamnesis juga ditanyakan apakah ada gangguan
pendengaran yang biasanya menyertai atau ditemukan
pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis, penggunaan
obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat,
antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik atau
vestibulotoksik, dan adanya penyakit sistemik seperti
anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit
paru dan kemungkinan trauma akustik.
2) Penegakan diagnosis vertigo diawali dengan menentukan
bentuk vertigo, letak lesi, dan kemudian penyebabnya,
agar dapat diberikan terapi kausal dan simtomatik yang
sesuai.
3) Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan
tekanan darah yang diukur dalam posisi berbaring, duduk,
dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung), dan
pulsasi nadi perifer.
4) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
diantaranya pemeriksaan neurologis, pemeriksaan oto-
neurologi, dan tes fungsi pendengaran.
5) Pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan antara lain:
a) Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki
dirapatkan mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian
selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita
tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada
kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah

18
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan
penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebral badan penderita akan bergoyang baik pada
mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b) Tandem Gait, Penderita berjalan dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri
ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c) Uji Unterberger, Penderita berdiri dengan kedua
lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita
akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram yaitu kepala
dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi
turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d) Uji Tunjuk Barany (past-ponting test), Penderita
diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas dengan
jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang
dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi.
e) Uji BabinskyWeil, Penderita berjalan lima langkah ke
depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit dengan mata tertutup berulang kali. Jika ada

19
gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.
6) Pemeriksaan khusus oto-Neurologi dilakukan untuk
menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
7) Tes Fungsi Pendengaran :
a) Tes Garpu Tala, Tes ini digunakan untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan
tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli
konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke
yang tuli dan schwabach memendek.
b) Audiometri, Ada beberapa macam pemeriksaan
audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI,
Bekesy Audiometry, dan Tone Decay. Pemeriksaan
saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus
visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
(kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi,
parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara
berjalan).

2. Diagnosis Keperawatan
a. Pola Nafas Tidak Efektif, berhubungan dengan gangguan
neurologis
1) Definisi
Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
yang tidak adekuat.
2) Penyebab depresi pusat pernapasan
a) Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
b) Deformitas dinding dada
c) Deformitas tulang dada

20
d) Gangguan neuromuscular
e) Gangguan neurologis ( mis. elektroensefalogram
[ EEG ] positif, cedera kepala gangguan kejang
f) Imaturitas meurologis
g) Penurunan energy
h) Obesitas
i) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
j) Sindrom hipoventilasi
k) Kerusakan intervasi diafragma (kerusakan saraf cs ke
atas)
l) Cedera pada medulla spinalis
m) Efek agen farmakologis
n) Kecemasan
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a) Dispnea

Objektif
a) Penggunaan otot bantu pernapasan
b) Fase ekspirasi me-manjang
c) Pola napas abnomal
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Ortopnea

Objektif
a) Pernapasan pursed-up
b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter toraks anterior-posterior meningkat
5) Kondisi Klinis Terkait
a) Depseri sistem saraf pusat
b) Cedera kepala

21
c) Trauma toraks
d) Gullian barre syndrome
e) Sclerosis multipel
f) Stroke
g) Myasthenia gravis
h) Kuadriplegia
i) Intoksikasi alcohol

b. Gangguan Pertukaran Gas, berhubungan dengan


ketidakseimbangan ventilasi perfusi
1) Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau
eliminasi karbodioksida pada membran alveolus–kapiler.
2) Penyebab
a) Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
b) Perubahan membran alveolus-kapiler
3) Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
a) Dispnea
Objektif
a) PCO2 meningkat/menurun
b) PO2 menurun
c) Takikardi
d) pH arteri meningkat/ menurun
e) Bunyi napas tambahan
4) Tanda dan Gejala Minor
Subjektif
a) Pusing
b) Penglihatan kabur
Objektif
a) Sianosis

22
b) Diaforesis
c) Gelisah
d) Napas cuping hidung
e) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/irregular,
dalam/dangkal)
f) Warna kulit abnormal (mis. Pucat, kebiruan)
5) Kondisi Klinis Terkait
a) Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
b) Gagal jantung kogestif
c) Asma
d) Pneumonia
e) Tuberkulosis paru
f) Penyakit membran hialin
g) Asfiksia
h) Persistent Pulmonary hypertension of newborn
(PPHN)
i) Prematuritas
j) Infeksi saluran napas

c. Nyeri, berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
b) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskmia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi ( mis. terbakar, bahan kimia
uritan)

23
c) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi terbatas,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)

c) Gejala dan tanda mayor


Subjektif
a) Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari
nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
d) Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sndiri
g) Diaphoresis
e) Kondisi klinis
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom

24
e) Glukoma
d. Gangguan Eliminasi Urine, berhubungan dengan penurunan
kapasitas kandung kemih
1) Defenisi
Disfungsi eliminasi urine

2) Penyebab
a) Penurunan kapasitas kandung kemih
b) Iritasi kandung kemih
c) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda
gangguan kandung kemih
d) Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi
ginjal, operasi saluran kemih, anestesi, dan obat-
obatan)
e) Kelemahan otot pelvis
f) Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
g) Hambatan lingkungan
h) Ketidakmampuan mengkonsumsikan kebutuhan
eliminasi
i) Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly
saluran kemih kongenital)
j) Imaturitas (pada anak usia <3 tahun)
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a) Desakan berkemih
b) Urin menetes (dribbling)
c) Sering buang air kecil
d) Nokturia
e) Mengompol
f) Enuresis
Objektif

25
a) Distensi kandung kemih
b) Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
c) Volume residu urine meningkat

4) Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
5) Kondisi Klinis Terkait
a) Infeksi ginjal dan saluran kemih
b) Hiperglikemia
c) Trauma
d) Kanker
e) Cedera/tumor/infeksi medulla spinalis
f) Neuropati diabetikum
g) Neuropati alkoholik
h) Stroke
i) Parkinson
j) Skeloris multiple
k) Obat alpha adrenergic
e. Defisit Nutrisi, berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
1) Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memnuhi kebutuhan
metabolisme.
2) Penyebab
a) Kurangnya asupan makanan
b) Ketidakmampuan menelan makanan
c) Ketidakmampuan mencerna makanan

26
d) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
e) Peningkatan kebutuhan metabolisme
f) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)
g) Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk
makan)
3) Gajala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a) Berat badan menurun dibawah 10% dibawah rentang
ideal
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebihan
h) Diare
5) Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b) Parkinson
c) Mobius syndrom
d) Cerebral palsy
e) Cleft lip

27
f) Cleft palate
g) Amyotropic lateral scrlerosis
h) Kerusakan neuromuskular
i) Luka bakar
j) Kanker
k) Infeksi
l) AIDS
m) Penyakit Crohn’s
n) Enterokolitis
o) Fibrosis kistik

f. Resiko Cedera, ditandai dengan faktor resiko perubahan


fungsi kognitif
1) Definisi
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat
atau dalam kondisi baik.
2) Faktor risiko
Eksternal
a) Terpapar patogen
b) Terpapar zat kimia toksik
c) Terpapar agen nosokomial
d) Ketidakamanan transportasi
Internal
a) Ketidaknormalan profil darah
b) Perubahan orientasi afektif
c) Perubahan sensasi
d) Disfungsi biokimia
e) Hipoksia jaringan
f) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
g) Malnutrisi

28
h) Perubahan fungsi psikomotor
i) Perubahan fungsi kognitif
3) Kondisi klinis terkait
a) Kejang
b) Sinkop
c) Vertigo
d) Gangguan penglihatan
e) Gangguan pendengaran
f) Penyakit parkinson
g) Hipotensi
h) Kelainan nervus vestibularis
i) Retardasi mental

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola Nafas Tidak Efektif, berhubungan dengan gangguan
neurologis
Intervensi : Manajemen jalan nafas
b. Gangguan Pertukaran Gas, berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
Intervensi : pemantauan respirasi
c. Nyeri, berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Intervensi : Manajemen nyeri
d. Gangguan Eliminasi Urine, berhubungan dengan penurunan
kapasitas kandung kemih
Intervensi : manajemen eliminasi urine
e. Defisit Nutrisi, berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolism
Intervensi : manajemen nutrisi
f. Resiko Cedera, ditandai dengan faktor resiko perubahan
fungsi kognitif
Intervensi : manajemen lingkungan

29
4. Implementasi
Bararah dan Jauhar (2013) mengatakan bahwa implementasi
merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik.
Kozier (2011) menyatakan bahwa implementasi adalah fase
ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksankan intervensi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
untuk dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan
keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan
status keadaan kesehatan pada pasien dengan tujuan atas criteria
hasil yang ditetapkan. (Tarwoto, 2015)
Evaluasi di susun menggunakan SOAP dimana:

S (Subjek ) :Ungkapan perasaan atau keluhan yang


dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.

O (Objektif) :Keadaan objektif yang dapat didentifikasi oleh


perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.

A (Assessment) :Analisis perawat setelah mengetahui respon


subjektif dan objektif.

P (Planning) :Perencanaan selanjutnya setelah perawat


melakukan analisis.

30
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Vertigo merupakan kondisi yang diakibatkan karena adanya
gangguan pada telinga atau pada saraf ocousticus yang
mengakibatkan nyeri dan kelemahan otot leher serta keseimbangan
tubuh pasien. Dengan adanya pemeriksaan fisioterapi yang teliti maka
seseorang dapat mengetahui penyebab dari vertigo tersebut,
sehingga fisioterapi dapat melakukan intervensi pada kasus tersebut
dengan tepat walaupun dalam pemeriksaan manajemenn pelayanan
di Rumah Sakit harus memberikan aplikasi terapi sesuai dengan
konsultan darai dokter Rehabilitasi Medik pada kasus vertigo ini yang
disebabkan oleh trauma.
Berbagai masalah yang timbul pada kondisi ini yaitu adanya nyeri,
keterbatasan LGS (Lingkup Gerak Sendi), penurunan kekuatan otot,
serta keseimbangan pasien yang berkurang. Modalitas terapi yang
diberikan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu Micro Wave
Diathermy (MWD) dan massage terapi. Selain itu pasien juga
diberikan edukasi untuk melakukan latihan di rumah seperti yang telah
diajarkan oleh terapis.
Dengan pelaksanaan terapi dengan menggunakan modalitas
tersebut hasil yang diperoleh menunjukkan perkembangan positif yaitu
di buktikannya dengan Micro Wave Diathermy (MWD) dapat
penurunkan nyeri, massage terapi dengan teknik stroking dan
efflurage dapat meningkatan LGS, massage terapi dengan teknik
stroking dan efflurage dapat meningkatan kekuatan otot, serta dengan
Standing Balance Test dapat meningkatan keseimbangan sehingga
mampu melakukan aktivitas sehari- hari di lingkungan sekolah dan
lingkungan rumahnya dapat meningkatkan kualitas hidup
bermasyarakat.

31
B. Saran
Calon perawat harus mengetahui pentingnya keperawatan pada
pasien dewasa dengan diagnosa vertigo dengan melakukan asuhan
keperawatan di dunia kerja maupun praktek klinik keperawatan
dengan baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

EB, B. (2016). posttraumatic Vertigo Treatment and Management.


Otolaryngology and Facial Plastic Surgery. medscape.

Edwar, Y., & Rosa, Y. (2014). Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV) . Jurnal kesehatan Andalas.

Farida. (2017). PENGARUH BRANDT DAROFF EXERCISE TERHADAP


KELUHAN. Publikasi Ilmiah, 1-8.

Setiawati, M., & Susianti. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Vertigo.


Majority, 91-95.
Sielski, G., Sielska, M., Podhorecka, M., Gebka, D., Szymkowiak S
Marta.,Ciesielka, N., Rolka, L., Porzych, K dan Kornatowska S
Kornelia. 2015.Dizziness In Older People. Diakses : 28 Desember
2016.http://dx.doi.org/10.12775/MBS.2015.02

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia "Defenisi dan Indikator Diagnostik". Jakarta Selatan: DPP
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia "Defenisi dan Tindakan Keperawatan". Jakarta Selatan:
DPP PPNI.

Kurniawan, I. (2022). Pendampingan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


pada Pasien dengan Gangguan Sistem Saraf (Vertigo) di Ruang
Flamboyan RSU Banjar. Kolaborasi Jurnal Pengabdian Masyarakat,
2(1), 105–122. https://doi.org/10.56359/kolaborasi.v2i1.48

iv

Anda mungkin juga menyukai