BANGSAL NEUROLOGI
Preseptor :
Disusun Oleh :
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
Natsir.
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini
1 dr. Yulson, Sp.S selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk
dapat diselesaikan.
3 Bapak Adrizal, S.Farm., Apt selaku kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
i
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
ii
3.3.1 Data Pemeriksaan Fisik………………………………………… 27
3.3.2 Data Organ Vital ……………………………………………….. 28
3.3.3 Data Laboratorium …………………………………………….. 28
3.4 Diagnosis…………………………………………………………….. 29
3.4.1 Diagnosis Awal ………………………………………………… 29
3.4.2 Diagnosis Akhir………………………………………………… 29
3.5 Follow Up ……………………………………………………………. 30
3.6 Tinjauan Farmakologi Obat…………………………………………… 38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
diantaranya berupa sensasi berputar yang sering disebut vertigo (Sjahrir, 2008).
perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah pusing yang datang tiba
– tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer
vestibularis.Vertigo berlangsung beberapa detik saja dan paling lama satu menit
kemudian reda kembali. Penyebabnya biasanya tidak diketahui namun sekitar 50%
diduga karena proses degenerasi yang mengakibatkan adanya deposit batu di kanalis
positional vertigo (BPPV) paling sering dijumpai pada usia 60 sampai 75 tahun dan
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000 orang, wanita
4
Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun, jarang pada usia 35
tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009). Pada suatu follow up study
kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.
terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi
tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health
Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Prevalensi hipertensi usia > 18 tahun berdasar diagnosis tenaga kesehatan sebesar
9.4% dan dari pengukuran tekanan darah 25.8%. Diperkirakan 1-8% pasien hipertensi
usia 30 -70 tahun berlanjut menjadi krisis hipertensi. Sebanyak 20% pasien hipertensi
yang datang ke UGD merupakan pasien krisis hipertensi dan 88.53% merupakan
dalam penggunaan obat karena pasien mengalami komplikasi penyakit, oleh karena
itu kami mengangkat kasus ini untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat secara
5
rasional pada pasien yang mengalami komplikasi penyakit BPPV dan Hipertensi di
6
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1.1 Definisi
pada sistem vestibular telinga dalam, yang merupakan bagian vital dari menjaga
keseimbangan. BPPV jinak artinya tidak mengancam jiwa atau progresif secara
umum. BPPV menghasilkan sensasi berputar yang disebut vertigo yang bersifat
paroksismal dan posisional, artinya terjadi tiba-tiba dan dengan perubahan posisi
kepala.
Patofisiologi BPPV yang banyak diyakini saat ini adalah berdasarkan teori
canalithiasis. Teori ini menduga adanya debris otokonia yang lepas dari membran
otolith di utrikulus dan masuk ke kanalis semisirkularis. Debris yang disebut juga
kanalit ini akan mengganggu fungsi kupula sebagai organ detektor perubahan posisi
kepala dan mengirimkan impuls yang salah ke otak, akibatnya terjadi vertigo.
Organ vestibular di setiap telinga termasuk utrikulus, sakula, dan tiga kanal
setengah lingkaran. Kanal setengah lingkaran mendeteksi gerakan rotasi. Kanal ini
terletak di sudut kanan satu sama lain dan diisi dengan cairan yang disebut
7
dan memberikan tekanan terhadap cupula, reseptor sensorik di dasar kanal. Reseptor
dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan
perubahan posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul dikarenakan
perubahan posisi kepala seperti saat melihat keatas, berguling, atau pun saat bangkit
2.1.4 Terapi
pengobatan vertigo.
a. Vestibular Supressant
1) Antikolinergik
8
2) Antihistamin
a) Benzodiazepin
b. Antiemetik
memiliki sifat antiemetik yang signifikan (mis. Meklozin). Ketika agen oral tepat,
samping yang lebih parah daripada kantuk. Fenotiazin, seperti proklorperazin dan
9
promethazin, adalah antiemetik yang efektif, karena aktivitas antagonis reseptor
ini dapat menyebabkan efek samping yang signifikan, seperti dystonia, obat ini
digolongkan sebagai obat lini kedua yang penggunaannya harus singkat dan hati-
kompensasi vestibular
10
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi
Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et al. Clinical
Tekanan darah
11
bernilai kurang dari 10% kasus hipertensi, pada umumnya kasus tersebut
disebabkan oleh penyakit ginjal kronis atau renovaskuler. Kondisi lain yang
sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan
venlafaksine.
b. Masalah patologi pada sistem syaraf pusat, serabut saraf otonom, volume
angiostensi I.
fungsi otot halus dan peningkatan resistensi vaskuler perifer. (iso terapi)
12
Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umunya tidak disertai
gejala, akan tetapi pnderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu
otot dan kelelahan. Penderita hipertensi sekunder pada sindrom chusing dapat
2.2.4 Terapi
140/90 untuk hipertensi tidak komplikasi kurang dari 130/80 untuk penderita
a. Terapi Non-Farmakologi
termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet
13
mengurangi konsumsi alcohol dan menghentikan kebiasaan merokok.
pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat secara bersamaan. (iso
terapi)
b. Terapi Farmakologi
kontraindikasi.
14
a) Diuretik
b) Tiazid
15
dengan gangguan fungsi ginjal, dan dapat memperburuk fungsi ginjal.
c) Lopp diuretik
Loop diuretik memiliki mula kerja yang lebih cepat dan efek
juga menderita retensi cairan yang berat. Contoh loop diuretic yang sering
16
ACE ini juga mencegah degradasi bradikinin dan menstimulasi sintesis
perlahan. Hipotensi akut dapat terjadi pada onset terapi inhibitor ACE
6 minggu).
terapi)
17
g) Calcium Channel Blocker (CCB)
h) Alfa Blocker
maka obat ini hanya digunakan untuk kasus yang unik, seperti pada pria
18
Golongan alfa 2 agonis central pada umumnya menurunkan tekanan
darah dengan cara menstimulasi reseptor alfa dua adrenergic diotak, yang
j) Vasodilator
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
Data Umum
No. MR : 1723XXX
Agama : Islam
Umur : 63 Tahun
Solok
20
3.2 Riwayat Penyakit
Pasien masuk ke IGD dengan keluhan pusing berputar sejak sore dan kedua
TD : 180/100 mmHg
RR : 20
Nadi : 100
Suhu : 37 ⸰C
Skala nyeri : 27 – 30
21
3.3.2. Data Organ Vital
Tanggal
Data Klinik
30/7 31/7 1/8 2/8 3/8 4/8 5/8
Nadi 89 68 86 82 78 62 76
Nafas 24 20 20 20 19 19 20
(mmHg)
Hematokrit 37 - 45 % 38,8
Nilai-nilai MC
22
Leukosit[103/μL] 4 – 11 6,3
Sewaktu(mg/dL)
Ureum(mg/dL) 20 – 50 25
3.6 Diagnosis
BPPV + Hipertensi
23
3.5 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Nyeri kepala hilang Nadi : 100 kali/menit untuk gejala mual dan - Betahistin 3 x 1
untuk menambahkan
antiemetik berupa
Domperidon.
24
31/06/2019 Pusing telah Suhu : 36,2oC Keputusan penggunaan Terapi yang diberikan :
Tekanan darah Kolesterol total : 238 mg/dl sudah turun mendekati - Candesartan 1 x 1
hentikan antihiperkolesterol
tinggi.
01/08/2019 Pusing (+) Suhu : 36,3 C Terapi dilanjutkan Terapi yang diberikan :
25
RR: 20 kali/menit - Parasetamol 3 x 1
- Simvastatin 1x 1
02/08/2019 Nyeri kepala (+) Suhu : 36,4 oC Terapi dilanjutkan Terapi yang diberikan :
- Simvastatin 1x 1
03/08/2019 Sakit kepala sudah Suhu : 36,3 oC Terapi sesuai Indikasi Terapi yang diberikan :
26
Gelisah Kesadaran : CM - Simvastatin 1x 1
diazepam
04/08/2019 Pusing sudah Suhu : 36,1 oC Terapi dilanjutkan Terapi yang diberikan :
RR : 19 kali/menit - Candesartan 1 x 1
- Diazepam 3 x 1
05/08/2019 Keluhan berkurang Suhu : 36,4 oC Terapi yang diberikan Terapi yang diberikan :
27
RR : 20 kali/menit - Cndesartan 1 x 1
- Diazepam 1 x 1
28
DOKUMEN FARMASI PASIEN
Tanggal
Juli – Agustus
Obat Dosis di R/ Rute Frekuensi
30/7 31/7 1/8 2/8 3/8 4/8 5/8
Amlodipin 5 mg po 1x1 √ //
Candesartan 8 mg po 1 x1 √ √ √ √ √ √ √
Betahistin 6 mg po 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Simvastatin 10 mg po 1x1 √ √ √ √ √ √
Diazepam 2 mg po 3x1 √ √ √
29
Keterangan :
// Terapi dihentikan
√ Terapi diberikan
30
sebagai dosis tunggal pada malam hari.
7 Diazepam Dewasa : 3 – 4 x 10 – 20 mg sehari. 1 x 2 mg Sesuai literature
No DRP Keterangan
6 Interaksi Obat -
31
Lembar 3 – Lembar Identifikasi Obat
Mulai
32
obat ini dilaporkan sangar
5 digunakan menurunkan
sehingga menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan
(mengurangi volume
plasma), menurunkan
hipertropi vascular.
33
4. Betahistin 30 Juli – Obat Vertigo Merupakan obat untuk
mengatasi pusing berputar
5
yang dialami pasien.
Agustus
Betahistine memiliki afinitas
2019 akut sebagai antagonis
histamin H3 reseptor dan
afinitas yang lemah sebagai
agonis histamin H1 reseptor.
Betahistine bekerja sebagai
dilator pembulih darah di
telinga tengah yang dapat
mengurangi tekanan berlebih
dari cairan endolimfe.
Betahistine memiliki dua
jenis cara kerja:
Pertama, menstimulasi
reseptor H1 yang terletak di
pembuluh darah telinga
dalam. Efek ini akan
34
menyebabkan vasodilatasi
dan meningkatkan
permeabilitas, sehingga dapat
mengurangi masalah hidrops
endolimfatik.
meningkatkan jumlah
neurotransmiter yang
ending. Jumlah
neurotransmiter yang
35
dalam
menghambat sintesis
hipotalamus untuk
36
6. Lantus 18-21 Merupakan obat Merupakan obat antidiabetes
ke dalam golongan
untuk mempertahankan
37
38
4.4 Tinjauan Farmakologi Obat
1. Amlodipin
Hipertensi:
39
2. Candesartan
masih berfungsi.
Dosis Hipertensi :
1x4 mg/hari.
Gagal jantung :
40
- Dosis awal 1 x 4 mg/hari, tingkatkan pada
(metalic taste)
menyebabkan hiperkalemia.
Sediaan - Kapsul 8 mg
- Kapsul 16 mg
3. Betahistin Mesylate
41
Perhatian Asma bronkial, tukak peptik, atau riwayat tukak
Sediaan Tablet/kaplet : 6 mg
4. Paracetamol
Efek Samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria,
efek paracetamol
42
Sediaan - Tablet/kaplet 500 mg
5. Simvastatin
dislipidemia campuran
Dosis Oral :
malam hari.
43
6. Diazepam
insufisiensi pulmonal.
Dosis Ansietas :
- Injeksi 5 – 10 mg iv
ketergantungan.
- Suppositoria 5 mg, 10 mg
- Injeksi 5 mg/ml
7. RL
Vitamin B komplek mencakup sejumlah vitamin dengan rumus kimia dan efek
biologik yang sangat berbeda yang digolongkan bersama karena dapat diperoleh dari
sumber yang sama antara lain hati dan ragi. Yang termasuk dalam golongan vitamin
ini adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), nicotinamide (niasin), pyridoxine (B6),
44
45
BAB IV
PEMBAHASAN
M.Natsir Solok pada tanggal 17 juni 2019.Pasien masuk ke IGD dengan mengeluhkan
badan terasa letih dan lemas sejak 1 hari yang lalu, nafsu makan berkurang, mata terasa
kabur, mual, batuk. Menurut keterangan, pasien memiliki riwayat diabetes mellitus dan
120/80 mmHg, pernafasan 20 kali/menit, nadi 86 kali/menit, suhu 36,70C dan GDR nya
346 mg/dl. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan
pemeriksaan kimia klinik oleh dr.L.D. Sp.PD, pasien didiagnosa DM tipe II + gastritis.
79,2 fL. MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah (eritrosit).Jika
nilai MCV mengalami penurunan menunjukkan bahwa ukuran sel darah merah di
bawah normal atau disebut juga mikrositosis.Ukuran eritrosit yang terlalu kecil berarti
hanya mampu membawa jumlah oksigen dalam jumlah sedikit, sehingga menyebabkan
random pada pasien melebihi nilai normal yaitu 356 mg/dL. Diabetes mellitusadalah
suatu penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
di dalam darah (hiperglikemia) yaitu >200 mg/dL. DMtipe II disebabkan oleh resistensi
insulin, yaitu keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya
seperti sel otot, sel lemak dan sel hati, sehingga glukosa dalam darah tidak dapat diubah
46
Pada hari perawatan di IGD tanggal 17 juni 2019, pasien diberikan infus Ringer
Laktat untuk membantu keseimbangan elektrolit pasien sehingga kadar elektrolit dalam
tubuh pasien tetap seimbang. Gula darah pasien sebelum dirujuk dari puskesmas 346
mg/dL, maka dilakukan sliding scale setiap 4 jam dengan regular insulin (RI) 16 IU.
Sliding scale adalah metode terapi insulin pada pasien diabetes yang memiliki GDR >
200 mg/dL.
< 200 0
200 – 250 8
250 – 300 12
300 – 350 16
>350 20
Regular Insulin termasuk insulin rapid acting (kerja cepat) yang digunakan 5
didapatkan kadar gula darah sewaktu288 mg/dL. Pada pemeriksaan taggal 19 juni 2019
didapatkan hasil bahwa gula darah pasien naik kembali menjadi297 mg/dL untuk kadar
sampai sedang. Untuk dosis dewasa parasetamol digunakan sebanyak 500 mg- 1000 mg
47
Domperidon diindikasikan sebagai antiemetik yaitu untuk menghilangkan mual
dan muntah. Domperidon bekerja pada chemoreseptor trigger zone. Kelebihan obat ini
memblok reseptor histamin pada sel pariental sehingga sel pariental tidak dapat
Setelah dilakukan follow up pada tanggal 21Juni 2019, pasien mengeluhkan kaki
kesemutan atau rasa kebas. Maka dokter memberikan terapi gabapentin 1 x 1 peroral
dan neurodex 1 x 1 peroral. Gabapentin telah digunakan secara luas dan sebagian besar
dari penggunaan ini telah dilaporkan sebagai off label, termasuk penggunaan nyeri
saraf yang menimbulkan rasa kebas. Nyeri neuropati diabetik terjadi oleh karena adanya
lesi atau disfungsi saraf akibat hiperglikemia kronis melalui mekanisme perifer dan
untuk melindungi dan menjaga fungsi saraf agar berjalan normal. Neurodex digunakan
untuk meredakan kebas, kesemutan dan gangguan saraf tepi (neuropati) akibat
Pasien diberikan terapi insulin yaitu injeksi Apidra dan injeksi Lantus. Apidra
merupakan nama dagang dari insulin glulisine rapid acting (kerja cepat). Insulin Apidra
diberikan 3x sehari 5 sampai 15 menit sebelum makan. Lantus merupakan nama dagang
dari insulin glargin long acting (kerja panjang). Insulin Lantus diberikan 1x sehari
sebelum tidur.Pemberian kombinasi insulin kerja cepat dan panjang pada malam hari
dilakukan untuk mencegah terjadi hiperglikemia pada malam hari (Surya, 2016).
48
Berdasarkan monitoring masalah yang terkait dengan obat, semua terapi yang
diberikan sudah sesuai dengan indikasi medis, dosis yang digunakan untuk terapi pada
pasien sudah tepat, dan tidak ditemukan interaksi obat yang diberikan. Untuk waktu dan
cara pemberian obat dibutuhkan kompetensi apoteker agar pengobatan yang efektif
dapat tercapaidan juga meminimalkan resiko terjadiya interaksi dan efek samping obat;
bentuk sediaan yang diberikan telah tepat sesuai dengan kondisi pasien dan diharapkan
dianjurkan menjalani rawat jalan.Pada saat pasien pulang pasien mendapatkan obat
target HbA1c tidak dicapai selama 3 bulan maka dapat digunakan 2 kombinasi terapi.
Apabila target HbA1c tidak dapat dicapai selama 3 bulan maka dapat menggunakan 3
kombinasi terapi, dan apabila selama 3 bulan HbA1c tidak tercapai maka dapat
pengobatan DM tipe 2 kombinasi terapi yang umum digunakan adalah glimepirid dan
metformin. Glimepirid merupakan obat anti diabetes golongan sulfonilurea yang bekerja
merangsang sekresi insulin pada pankreas, sedangkan metformin merupakan obat anti
Berdasarkan monitoring masalah yang terkait dengan obat, semua terapi yang
diberikan sudah sesuai dengan indikasi medis dan dosis yang digunakan untuk terapi
pada pasien sudah tepat, pada waktu pemberian obat dibutuhkannya kompetensi
49
apoteker untuk penentuan waktu pemberian obat agar pengobatan pasien efektif
sehingga meminimalkan resiko terjadiya interaksi dan efek samping obat. Bentuk
sediaan yang diberikan telah tepat sesuai dengan kondisi pasien dan diharapkan
kepatuhan pasien dalam penggunaan obat; namun terdapat permasalahan terkait dosis
Pada saat pasien pulang, pasien diberi edukasi mengenai cara penggunaan obat,
waktu penggunaan obat, pasien dianjurkan mengkonsumsi obat secara rutin dan teratur,
olahraga yang cukup minimal 30 menit dalam sehari, menghindari faktor pemicu
50
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Semua pengobatan yang diberikan pada Ny.A.M sudah sesuai dengan indikasi
2. Diperlukan peran apoteker untuk penentuan waktu dan cara pemberian obat agar
pengobatan lebihefektif .
5.2 Saran
1. Menjelaskan pada keluaga pasien aturan dan cara pemberian obat serta
DAFTAR PUSTAKA
51
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Depkes RI.
Feldman RA. 2001. Epidemiologic observations and open questions about disease and
infection caused by Helicobacter pylori In: Achtman M, Suerbaum S, eds.
Helicobacter pylori: molecular and cellular biology. Wymondham, United
Kingdom: Horizon Scientific Press,:29-51.
Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009, Lippincott’s
Illustrated Review Pharmacology 4thEd, Pliladelphia: Williams & Wilkins (329-
335, 502-509).
Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stres. Jakarta : PT Intisari
Mediatama.
Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.
Karwati, D., Lina, N., Korneliani, K. 2013. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan
Berisiko Gastritis Dan Stress Dengan Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44
Tahun Yang Berobat Di Puskesmas Cilembang Tahun 2012.
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2005. The Oral cavity and the Gastrointestinal
Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia. WB Saunders
Company. 543–90.
Lestari, Luh Kadek Trisna., T. E. Purwata dan IGN P. Putra. 2016. Terapi Insulin
menurunkan Kejadian Nyeri Neuropati Diabetik dibandingkan dengan Oral Anti
Diabetes pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.Jurnal Universitas Udayana,
47(1): 67-74.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. II Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hlm 492.
52
Mukherjee, 2009, Gstritis, Chronic, viewed 21 September 2010,
<http://emedicine.medscape.com/article/176156-overview>.
Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar
2nd ed. H. Hartanto, ed., Jakarta, Widya Medika.
Pangestu, A. 2003. Paradigma Baru Pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik. Diambil
dari http://www.pgh.or.id//lambung-per.htm Diakses tanggal 25 Juni 2019.
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2. Jakarta:
EGC.
Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Jawa Barat: Lembaga Studi dan
Konsultasi Farmakologi.
Rahmiati, S., dan Supami, W., 2012, Kajian Interaksi Obat Antihipertensi pada Pasien
Hemodialisis di Bangsal Rawat Inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Periode tahun 2010, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 2 (1).
Sukandar, Elin Yulinah., R. Andrajati., J.I. Sigit., I.K. Adnyana., A.P. Setiadi dan
Kusnandar. 2008. Iso Farmakoterapi Edisi 1. Jakarta: ISFI Penerbitan.
53