HIRSCHSPRUNG’S DISEASE
DisusunOleh:
Pembimbing :
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan terima kasih
1. Direktur RSUD Arifin Achmad dr. H. Nuzelly Husnedi, MARS yang telah
2. Dr. dr. Dewi A. Wisnumurti, Sp.A(K), IBCLC selaku pembimbing yang telah
3. Dr. dr. Harry Mangunsong, Sp.A, dr. Muhammad Nur, Sp.A dan dr. Cece
penulis.
menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalam laporan kasus ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................ 1
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 30
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
(Auerbach) dan pleksus submukosa (Meisner) pada kolon bagian distal ke arah
proksimal.1
dan perempuan yaitu 4:1.1 Indonesia belum mempunyai data pasti tentang
kejadian HD, namun data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta tahun 2004 tercatat 40–60 pasien HD masuk setiap tahunnya.2 Kejadian
peningkatan. Pada tahun 2008 yaitu 8%, tahun 2009 sebanyak 10% dan tahun
2010 sebanyak 20% dari total bayi dengan kelainan kongenital yang dirawat.3
seperti sindrom down (SD). Pasien SD memiliki risiko 100 kali lipat terjadi HD,
selain faktor tersebut yang berisiko meningkatkan terjadi HD adalah ibu berusia
>35 tahun saat hamil, ibu dengan obesitas, multigravida dan bayi kurang bulan.4,5
1
anomalies of kidney (3,7%), urinary tract infection (1,5%), noonan syndrome
tersebut seringkali terjadi akibat komplikasi sebelum dan sesudah operasi. Sekitar
dilakukan secara dini dan tepat serta tanpa kelainan kongenital yang menyertai.
gagal tumbuh kembang dan sering ditemukan gangguan pada fungsi peristaltik
usus.10 Komplikasi paska kolostomi yang dapat terjadi pada neonatus yaitu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
proksimal. 1
dan perempuan yaitu 4:1.1 Indonesia belum mempunyai data pasti tentang
kejadian HD, namun data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Jakarta tahun 2004 tercatat 40–60 pasien HD masuk setiap tahunnya.2 Kejadian
peningkatan. Pada tahun 2008 yaitu 8%, tahun 2009 sebanyak 10% dan tahun
2010 sebanyak 20% dari total bayi dengan kelainan kongenital yang dirawat.3
tersebut seringkali terjadi akibat komplikasi sebelum dan sesudah operasi. Sekitar
3
2.3 Etiopatologi Hirschprung’s Disease
neuroblast sampai di midgut dan mencapai kolon distal pada minggu kedua belas.
berikut:
Gen yang sering adalah reseptor tirosine kinase (RET) sebesar 10–35%, endotelin
(EDN) 3 sebesar kurang dari 5%, dan endotelin-ß reseptor (EDNRB) sebesar 7%.
4
Gangguan kromosom pada lokus tertentu seperti di kromatid kromosom 13 dan
dimana migrasi neuralblast berhenti. Semakin dini migrasi terhenti maka semakin
mekanis diusus dan dilanjutkan oleh mekanisme persarafan lokal (enteric nervous
penumpukan isi usus dan distensi usus (megakolon). Kegagalan sfingter anus
internal untuk relaksasi karena adanya obstruksi, hal ini mempersulit evakuasi zat
padat (feses), cairan dan gas. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi
enterokolitis yaitu inflamasi pada usus halus dan kolon, yang merupakan
gastrointestinal dari oris hingga anal. Pada HD migrasi sel neuroblast terhenti
5
Gambar 2.1 Embriologi Hirschprung’s Disease
Dikutip dari: Parisi MA, Pagon RA, Bird TD, Dolan CR,
Stephens K, Adam MP 17
a. Short Segment
sering terjadi sebesar 70–80%. Tipe short segment lebih sering ditemukan pada
b. Long Segment
6
Daerah aganglionosis terdapat di atas rektosigmoid hingga kolon
descenden. Insidensi sebesar 10–25% dari total kasus HD. Laki-laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa
c. Total Segment
Angka kejadiannya sebesar 3–15% dari total kasus HD yang terjadi. 17-19
d. Ultrashort Segment
7
a. Umur bayi
kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung
10%. 5,21
b. Faktor ibu
Umur ibu >35 tahun bila hamil meningkatkan risiko terjadinya kelainan
kongenital pada bayi. Bayi dengan SD sering ditemukan pada bayi yang
Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada HD dan bayi baru lahir
sebagai gejala obstruksi akut. Tiga tanda (trias) yang sering ditemukan adalah
sebagai berikut:
8
2.7 Diagnosis Hirschprung’s Disease
penunjang.
a) Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Keterlambatan pengeluaran mekonium pertama >24 jam.
- Muntah berwarna hijau.
- Riwayat distensi abdomen, perut kodok melebar kesamping.
- Obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi
defekasi.
a) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Distensi abdomen, kesan perut kodok atau melebar kesamping
- Colok dubur, pada pemeriksaan didapatkan jepitan pada lumen rektum yang
menyempit, dan jika tipe ultrashort atau short sering ditemukan buang air
Biopsi yang dilakukan dapat dengan dua cara pertama biopsy rectal dengan
pengambilan sample yang tebal dan kedua biopsy rectal dengan penyedotan
sederhana. Keuntungan cara yang pertama adalah hasil patologi anatomi (PA)
yang didapatkan mempunyai gambaran yang khas namun cara ini rumit karena
sebelum biopsy dilakukan prosedur seperti operasi dengan anastesi umum, serta
risiko perdarahan lebih besar. Cara yang kedua mempunyai keuntungan prosedur
yang tidak rumit, risiko perdarahan lebih sedikit, akan tetapi gambaran PA tidak
9
khas. Hasil PA pada HD umumnya didapatkan dari lapisan mukosa sampai
muskularis dinding rektum tidak ditemukan ganglion Meisner dan Aurbach, dan
2. Radiologi
a. Babygram
bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.21
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD, maka
dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24–48 jam
10
barium dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah terlihatnya
barium yang membaur dengan feses kearah proksimal kolon. Sedangkan penderita
3. Manometri anorektal
pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau
komputer.14,21,24
sebagai berikut:
aganglionik.
spontan.
11
Pemeriksaan ini bermanfaat pada kasus HD tipe ultrashort yang biasa
menimbulkan distensi, muntah dalam 24–48 jam. Penyebab MPS masih harus
prematur pada saraf dikolon (pleksus mesenterik) juga disebut sebagai salah satu
penyebabnya. Penyebab MPS dapat berupa penyakit fibrosis kistik, small left
penggunaan obat-obatan pada ibu yang hamil. Adapun diagnosis dari MPS dapat
ditemukan gejala dan tanda obstruksi letak rendah dan pada pemeriksaan radiologi
didapatkan dilatasi sistema usus yang difus dan terkadang tampak adanya air fluid
level.25
2. Meconium ileus
Meconium ileus yaitu sumbatan pada intestinal bagian distal yang
Mekonium ileus adalah suatu manifestasi dini dari penyakit kistik fibrosis pada
yaitu tidak ada pengeluaran mekonium pada hari pertama, distensi abdomen dan
penyakit kistik fibrosis sering ditemukan pada 1/3 kasus. Pada pemeriksaan fisik
12
pemeriksaan radiologi babygram didapatkan dilatasi sistema usus, dengan
(singleton’s sign).26
3. Intestinal atresia
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada
neonatus yang baru lahir. Atresia Atresia intestinal dapat terjadi pada berbagai
tempat pada usus halus. 50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum dan
teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definitif bertujuan
1) Persiapan prabedah
Tindakan prabedah pada bayi HD sebagi berikut di bawah ini:
a. Jaga suhu pasien agat tetap hangat,jika tidak tersedia inkubator yang hangat,
tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa
disertai pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan
karena bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan
karena difusi cepat dari usus yang mengalami dialatasi air ke dalam sirkulasi.
13
Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan
dengan bilas kolon mengunakan garam faal. Cara ini efektif dilakukan pada HD
tipe segmen pendek, untuk tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan
dapat dikerjakan dengan satu atau dua tahap. Teknik ini disebut operasi definitif
yang dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari 10 kg).
di bawah ini:
Pasien neonatus bila langsung dikerjakan terapi definitif banyak
buruk.12
2) Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang
teknik pull-through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap
14
Renbein dan Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan mereksesi segmen
berikut:
a. Perawatan luka.
b. Perawatan kolostomi.
c. Peningkatan suhu.
d. Observasi terhadap distensi abdomen.
e. Fungsi kolostomi.12
dilakukan secara dini dan tepat serta tanpa kelainan kongenital yang menyertai.
gagal tumbuh kembang dan sering ditemukan gangguan pada fungsi peristaltik
usus.10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
15
No MR : 979787
Agama : Islam
Suku : Jawa
Ayah : Tn. S
Ibu : Ny. S
Tanggal masuk RSUD AA : 25 Februari 2018 pukul 23.21 WIB (usia 9 hari)
ANAMNESIS
Keluhan utama : Neonatus sampai usia 2 hari belum buang air besar (BAB)
dibantu bidan secara spontan, dengan riwayat P3A1H2, usia kehamilan 37–38
minggu. Saat lahir bayi langsung menangis kuat, sianosis (-), merintih (-), retraksi
(-), letargi (-), sesak (-), akral hangat (+). Nilai APGAR 8/9. Resusitasi tidak
16
dilakukan. Kemudian bayi diberikan injeksi vitamin K1 intramuskular di paha kiri
dan diberikan salep mata, berat badan lahir 2900 gram. Sisa ketuban jernih,
inisiasi menyusui dini (IMD) tidak dilakukan karena ibu dibawa ke Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Taluk Kuantan karena perdarahan setelah lahir akibat
perlengketan plasenta. Buang air besar (BAB) belum ada, buang air kecil (BAK)
sudah ada.
Neonatus sampai usia 2 hari belum ada BAB, perut kembung (+), kentut
tidak ada, muntah (+) setiap setelah diberi susu formula sebanyak 1 sendok
makan, keluhan demam tidak ada. Kemudian bayi dibawa ke Rumah Sakit (RS)
Taluk Kuantan dan dirawat selama 1 hari dikatakan bayi memerlukan tindakan
bedah dan bayi segera dirujuk karena tidak memiliki dokter spesialis bedah anak.
Neonatus (IPN) RSUD Arifin Ahmad penuh. Bayi dirawat selama 6 hari di EH
cardiac heart disease (CHD) berupa small patent ductus arteriosus (PDA),
dan kolostomi oleh dokter spesialis bedah anak. Kemudian bayi dirujuk ke RSUD
inkubator transport dengan menjaga suhu tetap hangat selama perjalanan. Bayi
17
Saat tiba di SCN II, bayi diletakkan di infant warmer dan hasil
pemeriksaan suhu saat tiba 36,5oC per aksila. Tatalaksana selanjutnya yaitu
tube (OGT). Selain itu, dilakukan pengukuran gula darah sewaktu (GDS)
pernapasan dan nadi tidak stabil. Pada pemeriksaan GDS didapatkan kadar gula
mg/dL. Pada hari kelima GDS bayi mengalami penurunan yaitu 46 mg/dL,
kemudian dilakukan pengukuran GDS kembali didapatkan hasil 126 mg/dL. Sejak
hari pertama bayi mengalami muntah dan perut kembung sehingga bayi di
puasakan atau nothing per oral (NPO) dan diberikan cairan intravena N5KClCa2.
Pada akhir minggu pertama, bayi mendapatkan air susu ibu (ASI) perah secara
bertahap di mulai dari 10 cc/3 jam. Berat badan bayi mengalami peningkatan dari
2595 gram menjadi 2780 gram. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil Hb
13,1 mg/dL, Ht 39,2%, leukosit 31.990/uL, trombosit 22.000/uL dan CRP 192
pertama yaitu Meropenem 50 mg/8 jam, Mikasin 20 mg/12 jam serta Omeprazole
trombosit bayi rendah. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hasil Na+ 138
mmol/L, K+ 4,2 mmol/L, Ca++ 0,32 mmol/L. Hasil pemeriksaan faktor koagulasi,
18
Pada minggu kedua, keadaan bayi semakin membaik kesadaran bayi
alert, suhu, frekuensi pernapasan, nadi dan GDS stabil. Bayi diberikan cairan
yaitu 15 cc/3 jam, 20 cc/3jam dan 30 cc/3 jam, 40 cc/3 jam, 50 cc/3 jam, 60 cc/3
jam, 70 cc/3 jam, 80 cc/3 jam, sehingga berat badan bayi mengalami peningkatan
dari 2780 gram menjadi 2910 gram. Bayi mendapatkan transfusi trombosit 50cc
sebanyak 3 kali dan FFP 2 kali karena trombosit bayi yang rendah dan faktor
koagulasi bayi tinggi. Hasil kultur darah keluar dan ditemukan mikroorganisme
selanjutnya yaitu dengan pemberian Mikasin 20 mg/12 jam dan Natur E 0,3
Bayi dipulangkan pada usia 23 hari dalam keadaan sadar, suhu tubuh
stabil, GDS dalam batas normal, reflek isap dan toleransi minum baik serta
Ibu P3A1H3 hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 25 mei 2017 dan
taksiran usia kehamilan 37–38 minggu. Kelainan fisik ibu tidak ada, tekanan
19
darah 110/70 mmHg, denyut jantung 86 denyut/menit, frekuensi napas 19
kali/menit, berat badan hamil 57 kg dan tinggi badan 150 cm. Ibu melakukan ante
natal care (ANC) sebanyak 9 kali ke posyandu, 3 kali ke bidan, 1 kali ke dokter
spesialis kandungan dikatakan usia kehamilan saat itu 32 minggu dan janin dalam
keadaan baik. Ibu memiliki riwayat keputihan berwarna putih kekuningan, gatal
(-), berbau (-) dan tidak diobati sejak usia kehamilan 8 bulan selama lebih kurang
posyandu dan didapatkan hasil yang selalu normal, tidak pernah melakukan
tablet tiap bulan selama 9 bulan dan rutin minum vitamin yang diberikan oleh
bidan. Ibu menggunakan KB spiral selama 2 tahun, dari tahun 1991–1992, lalu
yang digunakan untuk tiap per 3 bulan selama 9 tahun, dari tahun 2006–2015.
Setelah bayi dilahirkan, terjadi perlengketan plasenta lalu ibu dibawa ke RSUD
baik.
Riwayat orangtua :
- Ibu usia 44 tahun, pendidikan terakhir sekolah dasar (SD), seorang petani
Riwayat keluarga :
20
- Anak pertama lahir tahun 1991, perempuan, berat badan 3500 gram, lahir
Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
= Menderita Hirschsprung’s disease
- Neonatus sampai usia 2 hari belum ada BAB, perut kembung (+), ketut
Bayi laki-laki dengan usia masuk IPN 9 hari, berat badan masuk 2595
gram, suhu 36,5oC per aksila., GDS didapatkan hasil 62 mg/dL dan tampak
kolostomi (+).
21
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi:
Hasil:
- Cor: CTR lebih dari 50 %, aorta baik
- Pulmo: kedua hilus baik, infiltrate di kedua
sisi parakardial, bronkovaskular
di sekitar lesi meningkat.
- Sinus kostofrenikus keduanya lancip
- Kedua diafragma lancip
- Jaringan lunak dan tulang baik
Hasil:
- Peritoneal fat line baik
- Udara usus di distal minimal
- Tampak pelebaran usus tanpa
gambaran coil spring maupun hering
bone
- Tampak air fluid level pendek dengan
jumlah sedikit
- Tak tampak udara bebas sub
diafragma
- Tak tampak massa
- Tulang – tulang baik
22
Foto polos:
- Tak tampak udara di distal
- Tampak pelebaran kolon
- Tak tampak massa
Colon in loop:
- Kontras cair dimasukkan 30 ml lancar
- Tampak pelebaran kolon dengan
dinding irreguler. Tampak
penyempitan pada distal rektum
dengan gambaran paruh burung pada
ujung distal
- Tampak transisional zone yang pendek
23
- Atrial situs solitus
- AV – VA corcodance, normal systemic
and pulmonary venous drainage
- Dilated RV. Mild TR with PG 34
mmHg, no MR/AI/PI
- Moderate secundum ASD 5 mm
shunting L to R
- Small PDA 2,3 mm shunting L to R
- No R/LVOTO
- Qualitatively good biventricular
systolic function
- No pericardial effusion
Diagnosis bayi:
perbaikan
- Down syndrome
- Small PDA moderate ASD
3. Sepsis Neonatorum Awitan Lambat (SNAL) et causa Klebsiella pneumonia
Prognosis :
24
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
25
Minggu I (25 Februari 2018–03 Maret 2018)
Tanda-tanda GDS Toleransi Asupan Cairan Berat Badan Pemeriksaan Penunjang Terapi
vital (TTV) Minum
Kesadaran alert, Tidak stabil Nothing per oral ASI N5KClCa2 2595 gram −> - Hb 13,1 mg/dL, Ht 39,2%, - Meropenem 50 mg/8
suhu, frekuensi 62 mg/dL, (NPO) dari usia 10 cc/3 jam 2780 gram leukosit 31.990/uL, trombosit jam, Mikasin 20 mg/12
pernapasan dan 80 mg/dL, 9-13 hari 22.000/uL jam, Omeprazole 3
- CRP 192 mg/L mg/hari
nadi tidak stabil 93 mg/dL,
- Na+ 138 mmol/L, -Tranfusi trombosit 50cc
128 mg/dL, - K+ 4,2 mmol/L, sebanyak 3 kali
46 mg/dL, - Ca++ 0,32 mmol/L.
75 mg/dL, - PT 31 second,
70 mg/Dl - INR 2,83,
- APTT 56,9 second.
26
50 cc/3 jam, pneumonia ssp dengan
60 cc/3 jam, antibiotik yang sensitif yaitu
70 cc/3 jam, Amikasi, Tigecyclin
80 cc/3 jam Nitrofurantoin dan
Trimethoprim/Sulfamethoxazole
Bayi kemudian dipulangkan pada usia 23 hari dalam keadaan sadar, suhu tubuh, GDS dalam batas normal, refleks hisap dan toleransi minum baik serta mengalami
peningkatan berat badan.
27
BAB IV
PEMBAHASAN
(RSUD) Arifin Achmad paska rawatan di Rumah Sakit Swasta (EH) selama 7
hari, dengan diagnosa Hirschprung’s disease (HD), sindrom down (SD), cardiac
heart disease (CHD) berupa small patent ductus arteriosus (PDA) dan moderate
epistaksis, post kolostomi saat usia 4 hari karena alasan financial. Bayi
menunjukkan gejala trias HD pada usia 2 hari tidak ada buang air besar (BAB),
perut kembung (+) dan muntah (+), ditegakkan dari pemeriksaan barium enema
penyempitan pada distal rektum dengan gambaran paruh burung pada ujung
distal, tampak zona transisi yang pendek sesuai dengan megakolon congenital
memberikan kelainan kongenital lain berupa HD dan CHD seperti yang diderita
pasien ini.4-6
Tipe HD yang ditemukan berdasarkan segmen yang terkena yaitu short
merupakan 70–80% tipe HD yang paling sering terjadi. Tipe ini lebih sering
28
Riwayat keluarga pada pasien ini baik dari ibu maupun ayah dua generasi
kongenital yang didapat adalah faktor usia ibu saat hamil dan faktor lingkungan
ini adalah pemeriksaan histopatologi pada rektal biopsi. Namun, pada pasien ini
tidak ada data, namun gambaran khas histopatologi pada HD tidak ditemukan
ganglion Meisner dan Aurbach, dan terdapat penebalan (hipertrofi) serabut saraf
yang didapat dari lapisan mukosa sampai muskularis dinding rektum. 15,19
pada segmen usus yang menyempit dan merupakan tindakan operasi darurat
prosedur tahap kedua berdasarkan teori anak ten yaitu umur anak lebih dari 10
minggu (> 3 bulan), berat badan lebih dari 10 kilogram, leukosit 10.000 /uL, Hb
dan Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan mereksesi segmen yang menyempit
dikonfirmasi dari kultur darah yang diperiksa saat pasien masuk ke IPN. Dengan
hasil kultur didapatkan antibiotik yang sensitif sesuai dengan antibiotik yang
29
berat badan. Selama di IPN orang tua diberi waktu untuk melihat cara perawatan
asupan air susu ibu (ASI) diteruskan, melakukan vaksinasi yang dianjurkan
program Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan kontrol untuk melihat
kenaikan berat badan, hasil perawatan kolostomi, penyakit jantung yang diderita
DAFTAR PUSTAKA
30
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: W.B. Saunders
Company; 2011. hlm. 1284–88.
12. Yusriadi T. Hirschsprung disease. Dalam: Pintar bedah anak konsep praktis
ilmu bedah anak. Edisi ke-1. Sleman Yogyakarta. 2017;166–181 .
14. Kim HJ, Kim AY, Lee C, Wu CS, Kim JS, Kim PN, Lee MG, Ha HK.
Hirschsprung disease and hypoganglionosis in adults: radiologic findings and
differentiation. 2008;247(2):428–34.
31
15. Martucciello G, Pini Prato A, Puri P, Holschneider AM, Meier-Ruge W, Tovar
JA, Grosfeld JL. Controversies concerning diagnostic guidelines for
anomalies of the enteric nervous system: a report from the fourth
International symposium on Hirschsprung's disease and related
neurocristopathies. J Pediatr Surg. 2005;40(10):1527–31.
17. Parisi MA, Pagon RA, Bird TD, Dolan CR, Stephens K, Adam MP.
Hirschsprung disease overview. GeneReviews. 2002.
23. Tosson MAF. Case: Hirschsprung disease. Assiut University. 2016. Available
at : https://radiopaedia.org/cases/hirschsprungs-disease.
25. Yusriadi T. Mekoneum plug sindrom. Dalam: Pintar bedah anak konsep
praktis ilmu bedah anak. Edisi ke-1. Sleman Yogyakarta. 2017;186–88 .
26. Yusriadi T. Mekoneum ileus. Dalam: Pintar bedah anak konsep praktis ilmu
bedah anak. Edisi ke-1. Sleman Yogyakarta. 2017;94–6 .
27. Free FA, Barry G. Duodenal obstruction in the newborn due to annular
pancreas surg. 2004;103:321–325.
32
29. Puri, Hollwarth M. Pediatric surgery. Berlin. 2006;275.
33