Oleh :
Danang Nugroho
Heni Haryani
Maria Margareta H
Nur Intan
Pembimbing :
ABSTRACT
Leprosy or Morbus Hansen is a chronic granulomatous infection that
causes skin disorders and nervous system caused by bacteria Mycobacterium
Leprae. Pre, through and post to combination treatment can come about leprosy
reaction. There are two main reactions that come aboutin leprosy, that is type 1
reactions (reversal) and type 2 reactions or Erythema Nodosum Leprosum (ENL).
Erythema Nodosum Leprosum is common in Multi Basiler MB type leprosy
patients with symptoms of cutaneous nodules accompanied by systemic,
accompanied by extrutaneous symptoms that attack certain organs.The principle
of management in cases of leprosy reaction is by rest, administration of analgetic
or sedative drugs, drugagainst reaction and Multi Drug Therapy (MDT) still
given in accordance with.
1
PENDAHULUAN
Penyakit kusta (Morbus Hansen) merupakan suatu penyakit infeksi
granulomatous kronis yang mempengaruhi kelainan kulit dan sistem saraf yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae. Penyakit ini tidak hanya
menimbulkan masalah medis saja namun dapat menimbulkan masalah yang
kompleks seperti sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional.1
Ketidaktahuan akan menyebabkan stigma di masyarakat, sehingga mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya.2 Program pemberian obat kombinasi pada pasien
kusta meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan kusta, perhatian saat
ini sudah beralih ke arah reaksi kusta.1
Reaksi kusta merupakan suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi
antigen-anti-bodi (respon humoral) yang dapat timbul sebelum, selama, dan
setelah terapi kombinasi. Terdapat dua reaksi utama yang terjadi pada penderita
kusta, yaitu reaksi tipe 1 (reversal) serta reaksi tipe 2 atau Eritema Nodosum
Leprosum (ENL). Eritema Nodosum Leprosum disebabkan oleh pembentukan
kompleks imun yang dihubungkan dengan reaksi imunitas humoral yang
berlebihan yang terjadi padapasien lepromatous umumnya terjadi pada pasien
kusta tipe Multi Basiler (MB) dengan gejala berupa nodul kutaneus yang
nyeridisertai keterlibatan sistemik, dapat disertai dengan gejala ekstrakutaneus
yang menyerang beberapa organ tertentu dan menyebabkan manifestasi klinis
yang berbeda-beda. 1,2,3
Mengetahui kedua kondisi tersebut sangat penting untuk dikenali karena
dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen, hingga kegagalan organ sistemik.
Gangguan fungsi saraf didefinisikan sebagai penurunan fungsi sensorik atau
motorik. Neuritis (peradangan saraf perifer) dapat diikuti dengan gangguan fungsi
saraf.1,3Penatalaksanaan reaksi kusta harus terlebih dahulu ditentukan tipe reaksi
dan derajat keparahanya. Perinsip tatalaksana pada kasus reaksi kusta yaitu
dengan istirahat, pemberian obat analgetik ataupun sedatif, obat anti reaksi dan
Multi Drug Therapy (MDT) tetap diberikan sesuai indikasi.1,2,3
2
DEFINISI
menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor
risiko ENL merupakan komplikasi reaksi kekebalan pada kusta. Hal ini sebagian
disebabkan oleh deposisi antigen M.leprae dan antibodi komplek. Komplek ini
yang merusak jaringan di organ atau jaringan yang diserang oleh M.leprae. Selain
itu sistem kekebalan tubuh mengaktifkan sel makrofag dan sel T yang menyerang
dan membunuh bakteri. Peradangan ini ditandai dengan adanya nodul kemerahan
di kulit yang teraba panas dan nyeri, neuritis, artralgia dan gejala sistemik
3
berupa malaise dan demam, secara histopatologi ditandai dengan adanya infiltrasi
EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2007, jumlah kasus baru yang dilaporkan adalah 258 133 dan
telah menurun secara bertahap menjadi 214 783 yang dilaporkan pada tahun 2016.
Penurunan tingkat kasus yang baru terdeteksi sekitar 2% per tahun.
Kasus yang baru terdeteksi WHO selama 10 tahun terakhir disajikan dalam
diagram batang di bawah ini. Jumlah kasus baru yang terdeteksi selama periode
10 tahun tetap hampir statis atau menunjukkan penurunan yang lambat.
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Angola 1078 1184 937 1076 508 431 850 NR 823 618
Bangladesh 5357 5249 5239 3848 3970 3688 3141 3622 3976 3000
Brazil 39125 38914 37610 34894 33955 33303 31044 31064 26395 25218
Comoros 108 338 318 NR 502 NR 480 324 343 304
CtedIvoire 1204 998 884 NR 770 1030 1169 910 891 895
Congo 8820 6114 5062 5049 3949 3607 3744 3272 4237 3742
Egypt 887 797 700 680 649 644 NR 564 583 651
Ethiopia 4187 4170 4417 4430 NR 3776 4374 3758 3970 3692
Micronesi 141 124 122 177 196 252 195 178 164 169
India 137685 134184 133717 126800 127295 134752 126913 125785 127326 135485
Indonesia 17723 17441 17260 17012 20023 18994 16856 17025 17202 16826
Kiribati 63 42 96 182 111 94 137 123 180 218
Madagascar 1644 1763 1572 1520 1577 1474 1569 1617 1487 1780
Mozambique 2510 1313 1191 1207 1097 758 NR NR 1335 1289
Myanmar 3637 3365 3147 2936 3082 3013 2950 2877 2571 2609
Nepal 4436 4708 4394 3118 3184 3492 3225 3046 2751 3054
Nigeria 4665 4899 4219 3913 3623 3805 3385 2983 2892 1362
Philippines 2514 2373 1795 2041 1818 2150 1729 1655 1617 1721
SouthSudan NR NR NR NR NR 1801 576 691 NR NR
SriLanka 2024 1979 1875 2027 2178 2191 1990 2157 1977 NR
Sudan 1706 1901 2100 2394 706 727 677 684 624 624
Tanzania 3105 3276 2654 2349 2288 2528 2005 1947 2256 247
Totalofnewcas 241541 233948 228372 214577 210973 222079 206159 204282 202777 204686
esinhigh-bur-
dencountries
(%)ofcase 93.57 93.95 93.29 93.92 93.09 95.37 95.60 95.50 96.21 95.30
sinhigh-
burden
countrie
Global total 258133 249007 244796 228474 226626 232857 215656 213899 210758 214783
4
Indonesia menempati urutan ke 3 setelah India dan Brazil dalam hal
penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Program pemberantasan penyakit
kusta di Indonesia saat ini ditujukan untuk mencapai target eliminasi kusta, sesuai
target yang dicantumkan oleh WHO, yaitu tercapainya penurunan prevalensi kusta
sebesar 1 per 10.000 penduduk.6
ETIOLOGI
Penyebab ENL belum diketahui pasti sampai saat ini. Faktor pencetus
terjadinya ENL adalah infeksi piogenik, kehamilan dan respon imunologi. Pada
reaksi ini terjadi peningkatan deposit kompleks imun di jaringan karena
peningkatan sementara respons imunitas yang diperantarai sel dengan ekspresi
pada sitokin tipe Th1. Semakin tinggi tingkat multibasilernya, makin besar risiko
terjadinya ENL.1,3
PATOGENESIS
Patogenesis mycobacterium leprae menyebabkan ENL yaitu sebagai
berikut:7 :
5
MHC kelas I akan mengaktifkan CD8+, selanjutnya terjadi apoptosis. MHC kelas
II akan mengaktifkan CD4+ yang banyak menghasilkan interferon dan
interleukin 2 yang menghasilkan Th 1 dan Th 2 yang mengaktifkan makrofag
untuk memakan mycobacterium leprae, kemudian terbentuk sel epiteloid yang
bergabung dengan sel epiteloid lainnya membentuk granuloma.7
Menginduksi
Antigen sel B sel plasma
Inflamasi &
Memproduksi
nekrosis jaringan
antibodi
6
Memfagositosis Terbentuk ikatan
kompleks imun antigen + antibodi
dan menghasilkan
enzim proteolitik
Kompleks antigen
antibodi beredar di
Akumulasi sel sirkulasi darah
PMN
polimorfonuklear Mengaktifkan
leukotaktik menghasilkan
sistem komplemen
factor.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis ENL sering terjadi pada tipe MB yaitu Lepromatous Leprosy
(LL), tetapi tidak jarang pada pasien Borderline Lepromatous (BL). Gejala dapat
dilihat pada perubahan lesi, neuritis (nyeri tekan), gangguan fungsi saraf tepi,
gangguan konstitusi dan komplikasi pada organ tubuh.3
Gejala klinis pada kulit berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan tempat
predileksi dilengan dan tungkai. Gejala ini umumnya menghilang dalam beberapa
hari atau lebih dan mungkin diikuti dengan pembentukan nodus baru, sedangkan
nodus lama menjadi keunguan. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3
minggu atau lebih. Pada ENL dapat disertai gejala konstitusi dari ringan sampai
berat.9
7
Tabel 1. Perbedaan reaksi ringan dan berat pada ENL9
No Gejala Reaksi ringan Reaksi berat
1. Lesi kulit Nodul, merah, panas dan nyeri, Nodul merah, tebal, panas dan
dapat menjadi ulkus jumlah sedikit nyeri, sering menjadi ulkus,
jumlah banyak, berlangsung
lama
2 Gejala Demam : ( ) Demam : (+)
konstitusi
3. Saraf tepi Membesar, tidak nyeri, fungsi saraf Membesar, nyeri, fungsi saraf
tidak terganggu terganggu
4. Gangguan pada Tidak ada gangguan Terjadi pada peradangan pada
organ lain organ-organ tubuh seperti :
Mata : Iridocyclitis
Testis : Orchitis
Ginjal : Nephritis
Sendi : Arthritis
Kelenjar limfe : Limphadenitis,
dan lain sebagainya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit
atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan
terhadap basil tahan asam, antara lain dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jumlah
tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn sebaiknya minimal 4-6 tempat,
yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif (yang
paling eritematosa dan infiltratif).9
Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skapel steril. Setelah lesi
tersebut didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar
menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan mengandung sedikit mungkin darah.
Irisan yang dibuat harus sampai di dermis, melampaui subepidermal clear zone
agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel
lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu
8
dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen.9
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA) akan tampak merah pada
sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan
butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan
granular merupakan bentuk mati. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan
nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (IB).9
Indeks Bakteri
0 0 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
1+ 1-10 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
2+ 1-10 BTA dalam 10 LP, hitung 100 lapangan pandang
3+ 1-10 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
4+ 10-100 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
5+ 100-1000 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
6+ >1000 BTA atau 5 clumps ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan
pandang: hitung 25 lapangan pandang
2. Pemeriksaan Histologi
Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung sejumlah
besar polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler. ENL dapat
menunjukkan gambaran vaskulitis pada pemeriksaan darah khusus, didapatkan
leukosit PMN, trombositosis, peningkatan LED, anemia normositik normokrom,
serta peningkatan kadar gammaglobulin (IgG, IgM).3
9
Gambar 3. tampak makrofag berbusa dan limfosit disekitar arrector pilori
dan pembuluh darah edematous.8
3. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada
tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat
bersifat spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1
(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.9
DIAGNOSIS BANDING 9
Tabel 2 : Diagnosis banding reaksi kusta
No. Diagnosa Alasan Definisi Deskripsi lesi Gambar
diagnosa
1 Eritema Tampak lesi Merupakan Tampak
induratum eritema inflamasi nodul atau
dengan panniculitis plak
penebalan yang eritematous
yang sering berkaitan dan sering
terjadi pada dengan ditemukan
kaki bagian Mycobacteri ulkus
belakang dan um distribusi
10
jarang tuberculosis regional
ditemukan
pada bagian
tangan
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Kusta
Pada tahun 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan
Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe PB maupun MB.10
a. Tujuan pengobatan MDT 10
Tujuan pengobatan adalah :
1. Memutuskan mata rantai penularan
2. Mencegah resistensi obat
3. Memperpendek masa pengobatan
4. Meningkatkan keteraturan berobat
5. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah
ad sebelum pengobatan.
b. Regimen pengobatan MDT 10
Multi drug therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta,
salah satunya rimfampisin sebagai anti kusta yang bersifat bakterisidal kuat
sedangkan obat anti kusta yang bersifat bakteriostatik.10
Regimen pengobatan MDT yang di Indonesia sesuai dengan yang di
rekomendasikan oleh WHO :10
11
1. Pasien pausibasiler (PB)
a. Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg)
1 tablet depson/ DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 100 mg
Diminumm selama 6-9 bulan.
b. Anak ( 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
1 tablet depson/ DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 50 mg
Diminumm selama 6 bulan
2. Pasien multibasiler (MB)
a. Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg)
3 tablet lampren @100 mg (300 mg)
1 tablet depson/ DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg
1 tablet dapson/DDS 100 mg
Diminumm selama 12 bulan.
b. Anak ( 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
3 tablet lampren @50 mg (150 mg)
1 tablet depson/ DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg selang hari
12
1 tablet dapson/DDS 50 mg
Diminumm selama 6 bulan.
13
Reaksi Thalidomide Prednisone Lama Agen lain yang
atau pemberian belum terbukti
prednisolon e
Reaksirever Tidakmember 0,51mg/kg. Biasanyaant Agenanti
sal ikanhasil Rifampisin ara -
(reaksitipeI) dapat 6bulan inflamas
meningkatkan 2tahun. Bisa i non-
katabolisme lebihlama/le steroid
obatini. bih pendek.
Turunkanperl
ahan-
lahan,dosissela
ng
seharimungki
n
dapatditoleran
si dengan
baik
14
2. Reaksi berat
a. Prinsip umum:
1. Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat
bervariasi dalam manifestasinya.
2. Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di
pusat rujukan.
3. Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat
disesuaikan oleh dokter sesuai dengan kebutuhan pasien individu.
b. Prinsip pengobatan reaksi berat
1. Imobilisasi lokal/istirahat di rumah
2. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
3. MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah
4. Menghindari /menghilangkan faktor pencetus
5. Memberikan obat anti reaksi : prednisone, klofazimin
6. Bila ada indikasi rawat inap pesien dirujuk ke rumah sakit
7. Reaksi tipe 2 berat yang berulang diberikan prednison dan
klofazimin.
15
Tipe 1 dan 2 berat Dosis maksimal awal 1 mg/kg
anak BB
Evaluasi tiap 2 minggu, untuk
penurunan dosis.
Total lama pengobatan
maksimal 12 minggu
Neurutis Pada neuritis yang terjadi <
dari 6 bulan diberikan
prednisos dengan dosis standar
12 minggu. Dosis dimulai 40-
60 mg/hari dengan dosis
maksimal 1mg/kg BB.
Biasanya terjadi penyembuhan
dalam beberapa hari.
ENL berat berulang Sesuai skema Dewasa :
( dependent steroid) 300 mg/hari selama 2 bulan
200 mg/hari selama 2 bulan
100 mg/hari selama 2 bulan
Pemberian prednison harus dibawah pengawasan dokter puskesmas/
petugas dan harus dicatat pada formulir evaluasi pengobatan reaksi berat. Jika
terdapat kondisi pasien yang kontraindikasi pemberian prednison : Tuberkulosis,
diabetes mellitus, tukak lambung berat, infeksi sekunder pada tangan atau kaki
yang memburuk, dalam keadaan berat maka pengobatan reaksi harus di unit
rujukan. Prednison bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu
pasien harus mematuhi aturan pemberian prednison. Tidak boleh dihentikan
secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan rebound phenomena (demam,nyeri
otot, nyeri sendi, malaise). Sedangkan efek samping pemakaian yang jangka
panjang berupa gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, mudah infeksi,
perdarahan atau perforasi padapasien tukak lambung,osteoporosis, cushing
syndrome: moon face, obesitas sentral, jerawat, pertumbuhan rambut berlebihan
dan tumbuh lemak supraklavikular.11 Berikut skema pemberian prednison pada
raksi kusta :11
16
Skema 1. Skema pemberian prednison
2 minggu pertama 40 mg/hari ( 1x8 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu kedua 30 mg/hari ( 1x6 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu ketiga 20 mg/hari ( 1x4 tab) pagi hari sesudah makan
2 minngu keempat 15 mg/hari ( 1x3 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu kelima 10 mg/hari ( 1x2 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu keenam 5 mg/hari ( 1x1 tab) pagi hari sesudah makan
17
fasilitas rujukan, yang akan menyesuaikan dosis dan durasi obat anti-reaksi sesuai
dengan kebutuhan individu pasien.12
Azathioprine dan metotreksat telah digunakan dalam kombinasi dengan
prednisolon untuk pengobatan reaksi Tipe ENL dan mungkin menawarkan
rejimen steroid hemat untuk pengobatan. Dalam suatu study yang dilaporkan oleh
Jitendra, Bachaspatimmayum, Devi dan Rita pada case report : azathioprine in
chronic recalcitrant erythema nodosum leprosum pada bulan agustus 2017 pasien
diberikan Azathioprine dimulai pada dosis 100 mg / hari setelah ada perbaikan
gejala dalam satu minggu dan tidak ada kekambuhan pada minggu ke 10, itu
diberikan selama delapan bulan setelah itu dosisnya meruncing sampai 50 mg /
hari selama empat bulan lagi. Dan pemberian prednison sesuai skema dan
ditambah dengan pemberian azatrhioprine selama 12 bulan. Da tidak ada
kekambuhan reaksi pada pasien.14
18
DAFTAR PUSTAKA
19
13. World Health Organization. Exper tCommittee onLeprosy : eighth
report . Geneva 2010; hal : 26-27.
14. Jitendra SSV, Bachaspatimayum R, devi AS, Rita S, A Case Report :
Azathioprine In Chrinic Recalcitrant Erythema Nodosum Leprosum in
Journal of clinical and Diagnostic Reasearch, 2017 Aug, Vol-11(8);
FD01-FD02. Available from : :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28969152
20