Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan pustaka

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM

Oleh :

Danang Nugroho

Heni Haryani

Maria Margareta H

Nurul Ayu Pratiwi

Lintang Dwi Utari

Susan Utari Ningsih

Nur Intan

Pembimbing :

dr. Dwi Astuti Candrakirana, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
Nugroho D, Haryani H, Margareta M, Pratiwi NA, Utari LD
Ningsih SH, Intan N
KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad, Pekanbaru
ABSTRAK
Penyakit kusta atau Morbus Hansen merupakan suatu penyakit infeksi
granulomatous kronis yang menyebabkan kelainan kulit dan sistem saraf yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae. Sebelum, selama dan sesudah
pengobatan kombinasi dapat terjadi reaksi kusta. Terdapat dua reaksi utama yang
terjadi pada penderita kusta, yaitu reaksi tipe 1 (reversal) serta reaksi tipe 2 atau
Eritema Nodosum Leprosum (ENL). Eritema Nodosum Leprosum sering terjadi
pada pasien kusta tipe Multi Basiler MB dengan gejala berupa nodul kutaneus
yang nyeri disertai keterlibatan sistemik, dapat disertai dengan gejala
ekstrakutaneus yang menyerang beberapa organ tertentu. Perinsip tatalaksana
pada kasus reaksi kusta yaitu dengan istirahat, pemberian obat analgetik ataupun
sedatif, obat anti reaksi dan Multi Drug Therapy (MDT) tetap diberikan sesuai
indikasi.
Kata kunci : Eritema Nodosum Leprosumus, Kusta

ABSTRACT
Leprosy or Morbus Hansen is a chronic granulomatous infection that
causes skin disorders and nervous system caused by bacteria Mycobacterium
Leprae. Pre, through and post to combination treatment can come about leprosy
reaction. There are two main reactions that come aboutin leprosy, that is type 1
reactions (reversal) and type 2 reactions or Erythema Nodosum Leprosum (ENL).
Erythema Nodosum Leprosum is common in Multi Basiler MB type leprosy
patients with symptoms of cutaneous nodules accompanied by systemic,
accompanied by extrutaneous symptoms that attack certain organs.The principle
of management in cases of leprosy reaction is by rest, administration of analgetic
or sedative drugs, drugagainst reaction and Multi Drug Therapy (MDT) still
given in accordance with.

Key word : Erythema Nodosum Leprosumus, Leprosy

1
PENDAHULUAN
Penyakit kusta (Morbus Hansen) merupakan suatu penyakit infeksi
granulomatous kronis yang mempengaruhi kelainan kulit dan sistem saraf yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae. Penyakit ini tidak hanya
menimbulkan masalah medis saja namun dapat menimbulkan masalah yang
kompleks seperti sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional.1
Ketidaktahuan akan menyebabkan stigma di masyarakat, sehingga mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya.2 Program pemberian obat kombinasi pada pasien
kusta meningkatkan angka keberhasilan dalam pengobatan kusta, perhatian saat
ini sudah beralih ke arah reaksi kusta.1
Reaksi kusta merupakan suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi
antigen-anti-bodi (respon humoral) yang dapat timbul sebelum, selama, dan
setelah terapi kombinasi. Terdapat dua reaksi utama yang terjadi pada penderita
kusta, yaitu reaksi tipe 1 (reversal) serta reaksi tipe 2 atau Eritema Nodosum
Leprosum (ENL). Eritema Nodosum Leprosum disebabkan oleh pembentukan
kompleks imun yang dihubungkan dengan reaksi imunitas humoral yang
berlebihan yang terjadi padapasien lepromatous umumnya terjadi pada pasien
kusta tipe Multi Basiler (MB) dengan gejala berupa nodul kutaneus yang
nyeridisertai keterlibatan sistemik, dapat disertai dengan gejala ekstrakutaneus
yang menyerang beberapa organ tertentu dan menyebabkan manifestasi klinis
yang berbeda-beda. 1,2,3
Mengetahui kedua kondisi tersebut sangat penting untuk dikenali karena
dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen, hingga kegagalan organ sistemik.
Gangguan fungsi saraf didefinisikan sebagai penurunan fungsi sensorik atau
motorik. Neuritis (peradangan saraf perifer) dapat diikuti dengan gangguan fungsi
saraf.1,3Penatalaksanaan reaksi kusta harus terlebih dahulu ditentukan tipe reaksi
dan derajat keparahanya. Perinsip tatalaksana pada kasus reaksi kusta yaitu
dengan istirahat, pemberian obat analgetik ataupun sedatif, obat anti reaksi dan
Multi Drug Therapy (MDT) tetap diberikan sesuai indikasi.1,2,3

2
DEFINISI

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi


mycobacterium leprae (M.Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit, mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan
testis.4
Reaksi kusta merupakan episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta,
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) dan reaksi antigen
antibodi ( respon humoral). reaksi dapat terjadi pada penderita sebelum
pengobatan, saat pengobatan dan sesudah pengobatan.4,5
Terdapat dua reaksi utama yang terjadi pada penderita kusta, yaitu reaksi tipe 1
(reversal) serta reaksi tipe 2 atau Eritema Nodosum Leprosum. Eritema Nodosum
Leprosum disebabkan oleh pembentukan kompleks imun yang dihubungkan
dengan reaksi imunitas humoral yang berlebihan yang terjadi padapasien
lepromatous umumnya terjadi pada pasien kusta tipe Multi Basiler (MB) dengan
gejala berupa nodul kutaneus yang nyeridisertai keterlibatan sistemik, dapat
disertai dengan gejala ekstrakutaneus yang menyerang beberapa organ tertentu
dan menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda-beda. 3,4,5
Eritema nodosum leprosumadalah suatukomplikasiimunologikustayang

menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor

risiko ENL merupakan komplikasi reaksi kekebalan pada kusta. Hal ini sebagian

disebabkan oleh deposisi antigen M.leprae dan antibodi komplek. Komplek ini

beredar di darah dan dapat mengendap dalam jaringan, terutama di dinding

pembuluh darah kecil dan menyebabkan vaskulitis, dan pelepasan enzim-enzim

yang merusak jaringan di organ atau jaringan yang diserang oleh M.leprae. Selain

itu sistem kekebalan tubuh mengaktifkan sel makrofag dan sel T yang menyerang

dan membunuh bakteri. Peradangan ini ditandai dengan adanya nodul kemerahan

di kulit yang teraba panas dan nyeri, neuritis, artralgia dan gejala sistemik

3
berupa malaise dan demam, secara histopatologi ditandai dengan adanya infiltrasi

netrofil disekitar lesi dengan tanda peradangan kronis.3,5

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2007, jumlah kasus baru yang dilaporkan adalah 258 133 dan
telah menurun secara bertahap menjadi 214 783 yang dilaporkan pada tahun 2016.
Penurunan tingkat kasus yang baru terdeteksi sekitar 2% per tahun.
Kasus yang baru terdeteksi WHO selama 10 tahun terakhir disajikan dalam
diagram batang di bawah ini. Jumlah kasus baru yang terdeteksi selama periode
10 tahun tetap hampir statis atau menunjukkan penurunan yang lambat.

Tabel 1Deteksi kasus baru di 22 negara prioritas global, 2007-2017


negara

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Angola 1078 1184 937 1076 508 431 850 NR 823 618
Bangladesh 5357 5249 5239 3848 3970 3688 3141 3622 3976 3000
Brazil 39125 38914 37610 34894 33955 33303 31044 31064 26395 25218
Comoros 108 338 318 NR 502 NR 480 324 343 304
CtedIvoire 1204 998 884 NR 770 1030 1169 910 891 895
Congo 8820 6114 5062 5049 3949 3607 3744 3272 4237 3742
Egypt 887 797 700 680 649 644 NR 564 583 651
Ethiopia 4187 4170 4417 4430 NR 3776 4374 3758 3970 3692
Micronesi 141 124 122 177 196 252 195 178 164 169
India 137685 134184 133717 126800 127295 134752 126913 125785 127326 135485
Indonesia 17723 17441 17260 17012 20023 18994 16856 17025 17202 16826
Kiribati 63 42 96 182 111 94 137 123 180 218
Madagascar 1644 1763 1572 1520 1577 1474 1569 1617 1487 1780
Mozambique 2510 1313 1191 1207 1097 758 NR NR 1335 1289
Myanmar 3637 3365 3147 2936 3082 3013 2950 2877 2571 2609
Nepal 4436 4708 4394 3118 3184 3492 3225 3046 2751 3054
Nigeria 4665 4899 4219 3913 3623 3805 3385 2983 2892 1362
Philippines 2514 2373 1795 2041 1818 2150 1729 1655 1617 1721
SouthSudan NR NR NR NR NR 1801 576 691 NR NR
SriLanka 2024 1979 1875 2027 2178 2191 1990 2157 1977 NR
Sudan 1706 1901 2100 2394 706 727 677 684 624 624
Tanzania 3105 3276 2654 2349 2288 2528 2005 1947 2256 247
Totalofnewcas 241541 233948 228372 214577 210973 222079 206159 204282 202777 204686
esinhigh-bur-
dencountries
(%)ofcase 93.57 93.95 93.29 93.92 93.09 95.37 95.60 95.50 96.21 95.30
sinhigh-
burden
countrie
Global total 258133 249007 244796 228474 226626 232857 215656 213899 210758 214783

4
Indonesia menempati urutan ke 3 setelah India dan Brazil dalam hal
penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Program pemberantasan penyakit
kusta di Indonesia saat ini ditujukan untuk mencapai target eliminasi kusta, sesuai
target yang dicantumkan oleh WHO, yaitu tercapainya penurunan prevalensi kusta
sebesar 1 per 10.000 penduduk.6

ETIOLOGI
Penyebab ENL belum diketahui pasti sampai saat ini. Faktor pencetus
terjadinya ENL adalah infeksi piogenik, kehamilan dan respon imunologi. Pada
reaksi ini terjadi peningkatan deposit kompleks imun di jaringan karena
peningkatan sementara respons imunitas yang diperantarai sel dengan ekspresi
pada sitokin tipe Th1. Semakin tinggi tingkat multibasilernya, makin besar risiko
terjadinya ENL.1,3

PATOGENESIS
Patogenesis mycobacterium leprae menyebabkan ENL yaitu sebagai
berikut:7 :

Mycobacterium leprae ditangkap oleh makrofag mitsuda positif yang


berperan sebagai Antigen Presenting Cell menghasilkan MHC kelas I dan II.

5
MHC kelas I akan mengaktifkan CD8+, selanjutnya terjadi apoptosis. MHC kelas
II akan mengaktifkan CD4+ yang banyak menghasilkan interferon dan
interleukin 2 yang menghasilkan Th 1 dan Th 2 yang mengaktifkan makrofag
untuk memakan mycobacterium leprae, kemudian terbentuk sel epiteloid yang
bergabung dengan sel epiteloid lainnya membentuk granuloma.7

Pasien-pasien mitsuda-negatif hanya dapat terjadi lisis parsial, sedangkan


fosfolipid bakteri tetap ada. Sel-sel lepra atau virchowcytes akan difagositosis oleh
sel makrofag lainnya. Pada jalur ini, new antigen presenting cells (NAPCs)
dengan modifikasi informasi antigenik dapat terlihat, dan menstimulasi imunitas
humoral. Mekanisme ini dapat menjelaskan reaksi ENL.7

Menginduksi
Antigen sel B sel plasma

Inflamasi &
Memproduksi
nekrosis jaringan
antibodi

6
Memfagositosis Terbentuk ikatan
kompleks imun antigen + antibodi
dan menghasilkan
enzim proteolitik
Kompleks antigen
antibodi beredar di
Akumulasi sel sirkulasi darah
PMN

polimorfonuklear Mengaktifkan
leukotaktik menghasilkan
sistem komplemen
factor.

Peranan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-a) juga berpengaruh pada


patogenesis ENL. Sekresi TNF- yang berlebih pada ENL berasal dari dinding
bagian dalam Mycobacteriumleprae yang dapat merangsang kekebalan alamiah
pada tubuh manusia, yaitu Triacetylated Lipoprotein (TLP) yang merupakan
Pathogen Associated Molecular Pattern (PAMPs). Pada ENL, kadar TNF- yang
dilepaskan oleh sel mononuklear darah tepi lebih banyak dibandingkan penyakit
lain. TNF- juga bekerja sinergis dengan IFN- sebagai protektif imunitas dengan
memperantarai terbentuknya granuloma dan menghambat pertumbuhan M.leprae
secara in-vitro.8

GEJALA KLINIS
Gejala klinis ENL sering terjadi pada tipe MB yaitu Lepromatous Leprosy
(LL), tetapi tidak jarang pada pasien Borderline Lepromatous (BL). Gejala dapat
dilihat pada perubahan lesi, neuritis (nyeri tekan), gangguan fungsi saraf tepi,
gangguan konstitusi dan komplikasi pada organ tubuh.3
Gejala klinis pada kulit berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan tempat
predileksi dilengan dan tungkai. Gejala ini umumnya menghilang dalam beberapa
hari atau lebih dan mungkin diikuti dengan pembentukan nodus baru, sedangkan
nodus lama menjadi keunguan. Perjalanan reaksi dapat berlangsung selama 3
minggu atau lebih. Pada ENL dapat disertai gejala konstitusi dari ringan sampai
berat.9

7
Tabel 1. Perbedaan reaksi ringan dan berat pada ENL9
No Gejala Reaksi ringan Reaksi berat
1. Lesi kulit Nodul, merah, panas dan nyeri, Nodul merah, tebal, panas dan
dapat menjadi ulkus jumlah sedikit nyeri, sering menjadi ulkus,
jumlah banyak, berlangsung
lama
2 Gejala Demam : ( ) Demam : (+)
konstitusi
3. Saraf tepi Membesar, tidak nyeri, fungsi saraf Membesar, nyeri, fungsi saraf
tidak terganggu terganggu
4. Gangguan pada Tidak ada gangguan Terjadi pada peradangan pada
organ lain organ-organ tubuh seperti :
Mata : Iridocyclitis
Testis : Orchitis
Ginjal : Nephritis
Sendi : Arthritis
Kelenjar limfe : Limphadenitis,
dan lain sebagainya

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit
atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan
terhadap basil tahan asam, antara lain dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jumlah
tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn sebaiknya minimal 4-6 tempat,
yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif (yang
paling eritematosa dan infiltratif).9
Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skapel steril. Setelah lesi
tersebut didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar
menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan mengandung sedikit mungkin darah.
Irisan yang dibuat harus sampai di dermis, melampaui subepidermal clear zone
agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Virchow (sel
lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu

8
dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen.9
M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA) akan tampak merah pada
sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan
butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan
granular merupakan bentuk mati. Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan
nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (IB).9
Indeks Bakteri
0 0 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
1+ 1-10 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
2+ 1-10 BTA dalam 10 LP, hitung 100 lapangan pandang
3+ 1-10 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
4+ 10-100 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
5+ 100-1000 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
6+ >1000 BTA atau 5 clumps ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan
pandang: hitung 25 lapangan pandang

2. Pemeriksaan Histologi
Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung sejumlah
besar polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler. ENL dapat
menunjukkan gambaran vaskulitis pada pemeriksaan darah khusus, didapatkan
leukosit PMN, trombositosis, peningkatan LED, anemia normositik normokrom,
serta peningkatan kadar gammaglobulin (IgG, IgM).3

Vaskulitis atau nekrosis vaskuler dengan perdarahan terlihat pada lesi


kasus ENL. ENL berat sering dikaitkan dengan deposit basil yang besar. Infiltrasi
polimorf hebat dapat meluas area dermis yang luas dan bisa terdapat edema.
Infiltrat polimorf juga dapat ditemukan pada saraf. otot dan nodus limfatikus jika
ditemukan deposit kompleks imun pada daerah tersebut. Pada pewarnaan apusan
kulit terlihat sejumlah basil tahan asam yang sudah mati dan berdegenerasi.8

9
Gambar 3. tampak makrofag berbusa dan limfosit disekitar arrector pilori
dan pembuluh darah edematous.8

3. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada
tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat
bersifat spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1
(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.9

Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:

Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)


Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick)

DIAGNOSIS BANDING 9
Tabel 2 : Diagnosis banding reaksi kusta
No. Diagnosa Alasan Definisi Deskripsi lesi Gambar
diagnosa
1 Eritema Tampak lesi Merupakan Tampak
induratum eritema inflamasi nodul atau
dengan panniculitis plak
penebalan yang eritematous
yang sering berkaitan dan sering
terjadi pada dengan ditemukan
kaki bagian Mycobacteri ulkus
belakang dan um distribusi

10
jarang tuberculosis regional
ditemukan
pada bagian
tangan

2. Erythema Gejala kulit Sarkoidosis inflamasi


Nodosum bervariasi, adalah abnormal
ec. dan berkisar penyakit yang
Sarkoidosis dari ruam yang membentuk
dan nodula melibatkan benjolan
(benjolan kumpulan yang dikenal
kecil) untuk sel inflamasi sebagai
eritema atau granuloma.
nodosum. granuloma
yang
tersebar di
bagian
tubuh.

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Kusta
Pada tahun 1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan
Multi Drug Therapy (MDT) untuk tipe PB maupun MB.10
a. Tujuan pengobatan MDT 10
Tujuan pengobatan adalah :
1. Memutuskan mata rantai penularan
2. Mencegah resistensi obat
3. Memperpendek masa pengobatan
4. Meningkatkan keteraturan berobat
5. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah
ad sebelum pengobatan.
b. Regimen pengobatan MDT 10
Multi drug therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta,
salah satunya rimfampisin sebagai anti kusta yang bersifat bakterisidal kuat
sedangkan obat anti kusta yang bersifat bakteriostatik.10
Regimen pengobatan MDT yang di Indonesia sesuai dengan yang di
rekomendasikan oleh WHO :10

11
1. Pasien pausibasiler (PB)
a. Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg)
1 tablet depson/ DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 100 mg
Diminumm selama 6-9 bulan.
b. Anak ( 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
1 tablet depson/ DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet dapson/DDS 50 mg
Diminumm selama 6 bulan
2. Pasien multibasiler (MB)
a. Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg)
3 tablet lampren @100 mg (300 mg)
1 tablet depson/ DDS 100 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg
1 tablet dapson/DDS 100 mg
Diminumm selama 12 bulan.
b. Anak ( 10-14 tahun)
Pengobatan bulanan : hari pertama (obat diminum di depan petugas)
2 kapsul rifampisin 150 mg dan 300 mg
3 tablet lampren @50 mg (150 mg)
1 tablet depson/ DDS 50 mg
Pengobatan harian : hari ke 2-28
1 tablet lampren 50 mg selang hari

12
1 tablet dapson/DDS 50 mg
Diminumm selama 6 bulan.

2. Penatalaksanaan reaksi kusta


Prinsip pengobatan :11
1. Istirahat dan immobilisasi
2. Pemberian analgetik/antipiretik, sedatif
3. Pemberian obat anti reaksi pada reaksi berat
4. MDT diteruskan dengan dosis tidak diubah
Penatalaksanaan reaksi kusta berbeda tergantung tipe reaksi dan berat
ringannya penyakit. Penatalaksanaan berdasarkan tipe reaksi : 11,12
1. Reaksi tipe I (Reversal)
Terapi pada reaksi tipe 1 dengan steroid yang biasanya berlangsung 3-6
bulan. Pasien yang masih memakai pengobatan antileprosit harus melanjutkan
jalur standar MDT.
2. Reaksi tipe II ( Eritema Nodusum Leprosum)
Terapi Reaksi ENL dengan standar prednisolon (dosis harian tidak melebihi 1
mg / kg berat badan) selama 12 minggu. Pasien yang mengalami reaksi ENL saat
masih menjalani MDT harus melanjutkan pengobatan standar dengan MDT. Jika
terapi MDT sudah selesai, pada terapi reaksi ENL, maka terapi MDT tidak perlu
diulang kembali. Pemberian analgesik dengan dosis yang adekuat untuk
mengendalikan demam dan nyeri. Kombinasi klofazimin dan kortikosteroid
diindikasikan untuk pengelolaan pasien dengan reaksi ENL berat yang tidak
merespons secara memuaskan terhadap pengobatan dengan kortikosteroid saja
atau untuk pasien yang memiliki risiko toksisitas kortikosteroid tinggi.

Tabel 3. Penatalaksanaan reaksi kusta 13

13
Reaksi Thalidomide Prednisone Lama Agen lain yang
atau pemberian belum terbukti
prednisolon e
Reaksirever Tidakmember 0,51mg/kg. Biasanyaant Agenanti
sal ikanhasil Rifampisin ara -
(reaksitipeI) dapat 6bulan inflamas
meningkatkan 2tahun. Bisa i non-
katabolisme lebihlama/le steroid
obatini. bih pendek.
Turunkanperl
ahan-
lahan,dosissela
ng
seharimungki
n
dapatditoleran
si dengan
baik

Eritema Obat yang Jikathalidomid Durasi rata- Pentoxyfylline


nodosum lebih efektif etidak rata Clofazimine
leprosum bila tersedia tersedia,0,5 pengobatan
(reaksitipeII dan tidak ada 1mg/ kg/hari adalah
) kontraindikasi. sekitar 5
tahun. bisa
bertahan
selama 10
tahun

Fenomena Mungkin bisa __ Plasmapheresi


lucio Tidak membantu s dilaporkan
(biasanya memberikan membantupad
berhenti hasil a penderita
dnegan yang
penggunaan tidakmembaik
antimikroba)
Penatalaksanaan berdasarkan ringan dan berat reaksi kusta :11
1. Reaksi ringan
Pada reaksi ENL ringan berobat jalan dan istirahat di rumah dapat
diberikan analgesik / antipiretik seperti Paracetamol atau asam mefenamat , MDT
diteruskan dengan dosis yang tidak dirubah, menghindari/menghilangkan faktor
pencetus, reaksi kusta ringan yang tidak membaik setelah pengobatan 6 minggu
harus diobati sebagai reaksi kusta berat.

14
2. Reaksi berat
a. Prinsip umum:
1. Reaksi ENL berat sering berulang dan kronis serta dapat
bervariasi dalam manifestasinya.
2. Manajemen ENL berat yang terbaik dilakukan oleh dokter di
pusat rujukan.
3. Dosis dan durasi obat anti reaksi yang digunakan dapat
disesuaikan oleh dokter sesuai dengan kebutuhan pasien individu.
b. Prinsip pengobatan reaksi berat
1. Imobilisasi lokal/istirahat di rumah
2. Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
3. MDT tetap diberikan dengan dosis tidak diubah
4. Menghindari /menghilangkan faktor pencetus
5. Memberikan obat anti reaksi : prednisone, klofazimin
6. Bila ada indikasi rawat inap pesien dirujuk ke rumah sakit
7. Reaksi tipe 2 berat yang berulang diberikan prednison dan
klofazimin.

Tabel 4: Penatalaksanan reaksi berat 11


Tipe reaksi dan Prednisone Klofazimin
neuritis
Tipe 1 dan 2 berat Sesuai skema. Setiap 2 minggu
dewasa pasien harus diperiksa ulang
untuk melihat keadaan klinis
dan memeriksa fungsi saraf .
bila kondisi :
Membaik, dosis diturunkan
sesuaikan skema
Menetap, dosis dilanjutkan
selama 1 minggu
Memburuk, dosis dinaikkan 1
tingkat diatasnya

15
Tipe 1 dan 2 berat Dosis maksimal awal 1 mg/kg
anak BB
Evaluasi tiap 2 minggu, untuk
penurunan dosis.
Total lama pengobatan
maksimal 12 minggu
Neurutis Pada neuritis yang terjadi <
dari 6 bulan diberikan
prednisos dengan dosis standar
12 minggu. Dosis dimulai 40-
60 mg/hari dengan dosis
maksimal 1mg/kg BB.
Biasanya terjadi penyembuhan
dalam beberapa hari.
ENL berat berulang Sesuai skema Dewasa :
( dependent steroid) 300 mg/hari selama 2 bulan
200 mg/hari selama 2 bulan
100 mg/hari selama 2 bulan
Pemberian prednison harus dibawah pengawasan dokter puskesmas/
petugas dan harus dicatat pada formulir evaluasi pengobatan reaksi berat. Jika
terdapat kondisi pasien yang kontraindikasi pemberian prednison : Tuberkulosis,
diabetes mellitus, tukak lambung berat, infeksi sekunder pada tangan atau kaki
yang memburuk, dalam keadaan berat maka pengobatan reaksi harus di unit
rujukan. Prednison bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu
pasien harus mematuhi aturan pemberian prednison. Tidak boleh dihentikan
secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan rebound phenomena (demam,nyeri
otot, nyeri sendi, malaise). Sedangkan efek samping pemakaian yang jangka
panjang berupa gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, mudah infeksi,
perdarahan atau perforasi padapasien tukak lambung,osteoporosis, cushing
syndrome: moon face, obesitas sentral, jerawat, pertumbuhan rambut berlebihan
dan tumbuh lemak supraklavikular.11 Berikut skema pemberian prednison pada
raksi kusta :11

16
Skema 1. Skema pemberian prednison
2 minggu pertama 40 mg/hari ( 1x8 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu kedua 30 mg/hari ( 1x6 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu ketiga 20 mg/hari ( 1x4 tab) pagi hari sesudah makan
2 minngu keempat 15 mg/hari ( 1x3 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu kelima 10 mg/hari ( 1x2 tab) pagi hari sesudah makan
2 minggu keenam 5 mg/hari ( 1x1 tab) pagi hari sesudah makan

Tepai Kombinasi klofazimin dan kortikosteroid diindikasikan untuk


pengelolaan pasien dengan ENL berat yang tidak merespons secara baik terhadap
terapi dengan kortikosteroid saja atau pasien yang memiliki risiko toksisitas
kortikosteroid tinggi. Prednisolon harus diberikan dalam dosis harian tidak
melebihi 1 mg / kg berat badan. Pengobatan dengan clofazimine harus dimulai
dengan 100 mg tiga kali sehari selama maksimal 12 minggu, dengan dosis
kemudian meruncing sampai 100 mg dua kali sehari selama 12 minggu dan 100
mg sekali sehari selama 12-24 minggu.11,12 Sperti skema dibawah :

Skema 2. Skema pemberian klofazimin


300 mg/hari atau 3 x 100 mg selama 2 bulan
200 mg/hari atau 2 x 100 mg selama 2 bulan
100 mg/hari selama 2 bulan

Penatalaksanaan reaksi ENL dengan clofazimine saja diindikasikan pada


kasus ENL berat bila penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan. Pengobatan
dengan clofazimine harus mengikuti panduan yang sama seperti bila digunakan
bersamaan dengan prednisolon. Namun, total durasi pengobatan dengan dosis
tinggi clofazimine tidak boleh melebihi 12 bulan. Dibutuhkan sekitar 4-6 minggu
agar clofazimine dapat berfungsi penuh dalam mengendalikan ENL. Pengelolaan
reaksi ENL yang berat sangat kompleks dan harus dilakukan hanya oleh dokter di

17
fasilitas rujukan, yang akan menyesuaikan dosis dan durasi obat anti-reaksi sesuai
dengan kebutuhan individu pasien.12
Azathioprine dan metotreksat telah digunakan dalam kombinasi dengan
prednisolon untuk pengobatan reaksi Tipe ENL dan mungkin menawarkan
rejimen steroid hemat untuk pengobatan. Dalam suatu study yang dilaporkan oleh
Jitendra, Bachaspatimmayum, Devi dan Rita pada case report : azathioprine in
chronic recalcitrant erythema nodosum leprosum pada bulan agustus 2017 pasien
diberikan Azathioprine dimulai pada dosis 100 mg / hari setelah ada perbaikan
gejala dalam satu minggu dan tidak ada kekambuhan pada minggu ke 10, itu
diberikan selama delapan bulan setelah itu dosisnya meruncing sampai 50 mg /
hari selama empat bulan lagi. Dan pemberian prednison sesuai skema dan
ditambah dengan pemberian azatrhioprine selama 12 bulan. Da tidak ada
kekambuhan reaksi pada pasien.14

INDIKASI RUJUKAN PASIEN REAKSI KE RUMAH SAKIT


Berikut adalah kondisi yang sebaiknya dilakukan di unit rujukan :11
1. ENL melepuh, pecah (ulcerasi) suhu tubuh tinggi, neuritis.
2. Reaksi tipe 1 dengan lesi di wajah, edema tangan dan kaki atau neuritis.
3. Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya
hepatitis, DM, hipertensi dan tukak lambung berat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramaswari NP. Continuing Professional Development: Masalah Reaksi


Reversal dan Eritema Nodusum Leprosum pada penyakit kusta. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali. Indonesia 2015: 42(9):
654-7.
2. World Health Organization. Weekly epidemiological record: Global
leprosy situation 2012. Geneva 2012; 87: 317-28.2.
3. Lee JD, Rea HT, Modlin LR . Fitzpatricks Dermatology in GenerLRal Medicine. 8th ed.
2012, New York: McGraw Hill. Leprosy. Page 2253-62.
4. Amirudin MD. Eritema Nodosum Leprosum. Ilmu Penyakit Kusta. 2003.
Makassar : Hassanudin University Press. Page. 83-99.
5. Hastings RC, Leprosy.Edisi ke-2. Brazil: Churchill Livingstone :
1994:Page 205.
6. World Health Organization. Global Leprosy U pdate,2016:
Accelerating Reductionof Disease Burden : Geneva 2017; hal :
501-520.
7. Sari N, Amiruddin DM, Amin S, Adam MA, Djamaluddin W, Vitayani S.
Peran Interleukin-2, Interleukin-10 dan Tumor Nekrosis Faktor- pada
Penyakit Kusta. Internet]. 2012 [dikutip 24 November 2017]. 40(1):35-40.
Tersedia di : http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/26/162/35-40.pdf
8. Prameswari R, Listiawan YM, Prakoeswa SRC. Peran TNF- pada
Imunopatogenesis ENL dan Kontribusinya pada Penatalaksanaan ENL.
[Internet]. 2012 [dikutip 22 November 2017]. 24(1):44. Tersedia di :
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bik37d30d30345full.pdf
9. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Program Pengendalian
Penyakit Kusta.2014; hal.99-119

10. Smitha P, Raghavendra R, Sripathi H, Laxmi S, Ridhi S. Localized and


persistent erythema nodusum leprosum- a rare variant. Dermatology
[Serial on the internet]. 2008. Available from:
https://escholarship.org/uc/item/2xv335d1
11. Thomas, R, Robert, L. Leprosy. Fitzpatricks Dermatology in
GeneralMedicine.Eighth Edition, Vol.2,Chapter 189;2012.hlm.1786-
1796.
12. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Program Pengendalian
Penyakit Kusta.2014; hal.116-119

19
13. World Health Organization. Exper tCommittee onLeprosy : eighth
report . Geneva 2010; hal : 26-27.
14. Jitendra SSV, Bachaspatimayum R, devi AS, Rita S, A Case Report :
Azathioprine In Chrinic Recalcitrant Erythema Nodosum Leprosum in
Journal of clinical and Diagnostic Reasearch, 2017 Aug, Vol-11(8);
FD01-FD02. Available from : :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28969152

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Diastema Gigi
    Diastema Gigi
    Dokumen1 halaman
    Diastema Gigi
    Maria Margareta Hutajulu
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan Kak Desi
    Surat Pernyataan Kak Desi
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan Kak Desi
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi - DR - Zul
    Imunisasi - DR - Zul
    Dokumen15 halaman
    Imunisasi - DR - Zul
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Diastema Gigi
    Diastema Gigi
    Dokumen6 halaman
    Diastema Gigi
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Deswiza
    Deswiza
    Dokumen5 halaman
    Deswiza
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Leukimia Akut
    Leukimia Akut
    Dokumen20 halaman
    Leukimia Akut
    fani melinda
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    Daftar Isi
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Periodontitis Pada DM Final
    Periodontitis Pada DM Final
    Dokumen45 halaman
    Periodontitis Pada DM Final
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Daftar Jga Ipn - RG
    Daftar Jga Ipn - RG
    Dokumen4 halaman
    Daftar Jga Ipn - RG
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas Case
    Tugas Case
    Dokumen11 halaman
    Tugas Case
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • COVER Print
    COVER Print
    Dokumen1 halaman
    COVER Print
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Ayu
    Jurnal Ayu
    Dokumen57 halaman
    Jurnal Ayu
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Komunitas
    Komunitas
    Dokumen13 halaman
    Komunitas
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Katapengantar
    Cover Katapengantar
    Dokumen4 halaman
    Cover Katapengantar
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Ayu-Keratitis Filamentosa
    Case Ayu-Keratitis Filamentosa
    Dokumen11 halaman
    Case Ayu-Keratitis Filamentosa
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Nurul Ayu Pratiwi-Aw
    Nurul Ayu Pratiwi-Aw
    Dokumen5 halaman
    Nurul Ayu Pratiwi-Aw
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Nama Nurul Ayu
    Nama Nurul Ayu
    Dokumen1 halaman
    Nama Nurul Ayu
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurding Ayu
    Cover Jurding Ayu
    Dokumen1 halaman
    Cover Jurding Ayu
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Vitiligo Ayu DR - Endang
    Case Vitiligo Ayu DR - Endang
    Dokumen5 halaman
    Case Vitiligo Ayu DR - Endang
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • HD Laporan Kasus
    HD Laporan Kasus
    Dokumen37 halaman
    HD Laporan Kasus
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR - Norsaid Ayu
    Tugas DR - Norsaid Ayu
    Dokumen4 halaman
    Tugas DR - Norsaid Ayu
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Case Skabies - EHD (AYU)
    Case Skabies - EHD (AYU)
    Dokumen5 halaman
    Case Skabies - EHD (AYU)
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Baru LG
    Baru LG
    Dokumen21 halaman
    Baru LG
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • Tugas DR - Nana Ayu
    Tugas DR - Nana Ayu
    Dokumen1 halaman
    Tugas DR - Nana Ayu
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen5 halaman
    JUDUL
    heruap17
    Belum ada peringkat
  • Case Ayu - Malassezia
    Case Ayu - Malassezia
    Dokumen5 halaman
    Case Ayu - Malassezia
    nurul ayu pratiwi
    Belum ada peringkat