Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
(BPH)

Dosen Pembimbing: Ana Fitria Nusantara, S.Kep. Ns., M.Kep.

Di Susun Oleh 7:
1. Sulaiman Baihaqi (14201.06.16044)
2. Syahidatul Maimunah S (14201.06.16045)

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN – PROBOLINGGO
TAHUN AJARAN 2018- 2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
(BPH)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar
Sistem Perkemihan

Mengetahui,
Dosen Mata Ajar

Ana Fitria Nusantara, S.Kep. Ns., M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, saya susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA (BPH)” dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, saya
juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok
pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari, M.Kep., Sp.Kep.Mat., sebagai Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Ana Fitria N, S.Kep.Ns.,M.Kep Sebagai dosen mata ajar Sistem
Perkemihan.
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa
sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk
perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, 19 september 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i


Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi ...................................................................................... 4
2.2 Definisi ....................................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi .............................................................................................. 6
2.4 Klasifikasi .................................................................................................. 7
2.5 Etiologi ....................................................................................................... 8
2.6 Patofisiologi ............................................................................................... 9
2.7 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan ......................................................................................... 14
2.10 Komplikasi ............................................................................................... 18
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .................................................................................................. 19
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................... 21
3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 22
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 24
4.2 Saran ........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,
menyebabkan gejala urinaria (Nursalam & fransisca, 2009). BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh
hiperplasi beberapa atau semua komponen postat yang mengakibatkan
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki- laki,
insidennya berhubungan dengan usia. Prevelansi histologist BPH
meningkat dari 20% pada laki- laki berusia 41- 50 tahun, 50 % pada laki-
laki usia 51- 60 tahun, hingga lebih dari 90% pada laki- laki berusia diatas
80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi
juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun ±25% laki- laki
mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah meningkat
hingga usia 75 tahun dimana 50% laki- laki megeluh berkurangnya
pancaran atau aliran pada saat berkemih (BAK) (Cooperberg 2013)
Dirumah sakit umum pusat sanglah denpasar selama tahun 2013
terdapat 103 pasien BPH yang menjalankan operasi, dari total 1161 pasien
urologi yang menjalani operasi. Factor- factor resiko terjadi BPH masih
belum jelas , beberapa penelitian mengarah pada predisposisi genetic atau
perbedaan ras. Sekitar 60% laki- laki berusia dibawah 60 tahun yang
menjalankan operasi BPH memiliki factor keturunan yang kemungkinan
besar bersifat autosomal dan dominal, diamana penderita yang memiliki
orang tua menderita PBH memeiliki resiko 4x lipat lebih besar
dibandingkan dengan yang normal (Cooperberg 2013)
Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti,
tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di
Jakarta yaitu RSCM dan Sumber waras selama 3 tahun (1994-1997)
terdapat 1040 kasus (Emerson, 2009).

1
Meskipun jarang mengancam jiwa,salah satu pokok
permasalahannya adalah gejala-gejala yang ditimbulkan pada pembesaran
kelenjar prostat dirasakan sangat tidak nyaman oleh pasien dan
mengganggu aktivitas sehari-hari. Menurut survei, berdasarkan pola
penyakit pasien rawat jalan pada Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat,
Umur diatas 60 tahun pada 2003 penyakit BPH (Benigna Prostat
Hipertropi) menempati urutan ke-19 yaitu sebesar 1,37% (530 orang).
(Profil Kesehatan Jawa Barat 2003) dalam (Septian, 2005). Sedangkan
data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Dr. Adjidarmo
Rangkasbitung Lebak di Ruang Duku tahun 2012 jumlah penderita BPH
(Benigna Prostat Hipertropi) .
Oleh karena itu peran perawat sebagai tenaga kesehatan diperlukan
upaya promotif (peningkatan) dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit, preventif (pencegahan) yaitu dengan cara
memberitahu dan mengajarkan pola hidup yang sehat, kuratif (pengobatan)
yaitu dengan cara menganjurkan klien untuk melakukan pembedahan atau
pengobatan lain, dan rehabilitative (pemulihan) dengan cara memberikan
asuhan keperawatan secara langsung pada penderita BPH (Benigna Prostat
Hipertropi)

1.2 Rumusan Masalah


Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien BPH?

1.3 Tujuan Tujuan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan
pada pasien BPH.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar pembaca lebih memahami tentang anatomi dan fisiologi BPH.
2. Untuk mengetahui definisi dari BPH.
3. Supaya pembaca mengetahui epidemiologi dan etiologi dari BPH.
4. Pembaca dapat menjelaskan patofisiologi dari BPH.

2
5. Pembaca mampu mengidentifikasi tanda, gejala dan klasifikasi BPH
6. Mampu mendeskripsikan komplikasi dari BPH.
7. Agar pembaca mengetahui hal-hal yang dapat terdeteksi dalam
pemeriksaan diagnostik pada pasien BPH.
8. Mengetahui penatalaksaan dari penderita BPH.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
a. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang proses terjadinya BPH.
b. Menambah referensi pendidikan mengenai asuhan keperawatan pada
pasien BPH.

1.4.2 Bagi Mahasiswa


Untuk menambah wawasan mengenai konsep terjadinya gagal jantung
dan asuhan keperawatan pada pasien BPH.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah dari buli-
buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram
(Purnomo, 2012).

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Prostat (Sumber: Kumar dkk., 2010).


Kelenjar prostat terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai
menonjol pada masa pubertas. Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur
hidup. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan kandung kemih,
uretra, vas deferens, dan vesikula seminalis. Prostat terletak di atas diafragma
panggul sehingga uretra terfiksasi pada diafragma tersebut, dapat terobek
bersama diafragma bila terjadi cedera. Prostat dapat diraba pada pemeriksaan
colok dubur (Syamsuhidajat dkk., 2012). Selain mengandung jaringan
kelenjar, kelenjar prostat mengandung cukup banyak jaringan fibrosa dan
jaringan otot polos. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus
ejakulatorius, dan dikelilingi oleh suatu pleksus vena. Kelenjar limfe
regionalnya ialah kelenjar limfe Gambar 1. Anatomi Kelenjar Prostat
(Sumber: Kumar dkk., 2010).

4
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang
mengandung kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan
profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan
dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang
dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih banyak lagi.
Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam
sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan
menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (pH
3,5−4). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat
menjadi 6−6,5. Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa mungkin dapat
menetralkan sifat asam cairan 12 seminalis lainnya selama ejakulasi, dan juga
meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton & Hall, 2008;
Sherwood, 2011).

5
2.2 DEFINISI
Begingn prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat
(Yuliana elin, 2011)
BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan
gejala urinaria (Nursalam & fransisca, 2009)
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak
disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen postat yang
mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostaktika (Arif Muttaqin, 2014)
Pada laki-laki,kelenjar prostat berada tepat di bawah kandung
kemih,mengelilingi uretra (saluran kencing). Ketika pria bertambah umur
prostat melebar,menimbulkan tekanan di sekeliling dan menyebabkan gejala-
gejala seperti sering kencing dan retensi urin. Pembesaran prostat
menyebabkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung
kemih. Retensi urin dapat berkembang ketika tubuh sulit
mengosongkankandung kemih. Hydronephrosis dan dilatasi ruang ginjal dan
ureter adalah komplikasi retensi urin akibat pembesaran prostat. ( May
DiGiulio,2007)
BPH adalah pembesaran prostat yang dapat menyebabkan gangguan
pada system reproduksi pria (Prostat) atau gangguan pada system perkemihan
yang dapat berdampat sangat fatal, sehingga menyebabkan gangguan eliminasi
uri (Fatimatus, April, dan Azizah. 2017)

2.3 EPIDEMIOLOGI
Gejala-gejala BPH sama dengan gejala-gejala kanker prostat. Penting
bagi pasien untuk melakukan check-up teratur untuk mengevaluasi risiko
kanker prostat dan melakukan screening periodic untuk kanker prostat. Fungsi
ginjal dapat secara temporer dipengaruhi oleh hydronephrosis akibat retensi
urin. ( May DiGiulio,2007).

Hiperplasia noduler di temukan pada sekitar 20% laki-laki dengan


usia 40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia
70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kanker prostat , karena konsep

6
BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebenarnya kelenjar
prostat merupakan kelenjar ejakulat yang membantu menyemprotkan sperma
dari saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis
prostat membesar untuk mencegah urine dari vesika urinaria melewati uretra.
Namun, pembesaran prostat terus menerus akan berdampak pada obstruksi
saluran kencing (meatus urinarius intermus) (Mitchell, 2009).

Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40−79 tahun


mempunyai gejala traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat dengan
penyebab utama adalah BPH. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti
belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran kejadian dua rumah sakit besar
di Jakarta yaitu Cipto Mangunkusumo dan Sumberwaras selama tiga tahun
(1994− 1997) terdapat 1040 kasus (Kidingallo dkk., 2011).

2.4 KLASIFIKASI
Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda

Keparahan Penyakit Kekhasan gejala dan tanda

Ringan Asimtomatik Kecepatan urinary


puncak <10mL/s Volume urin
residual setelah pengosongan >25-
50 mL Peningkatan BUN dan
kreatinin serum

,Sedang Semua tanda diatas ditambah


obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda
dari detrusor yang tidak stabil)

Parah Semua yang diatas ditambah satu


atau dua lebih komplikasi BPH

Sumber ISO Farmakoterapi 2 hal:146

7
2.5 ETIOLOGI
1. Proses penuaan dan adanyya sirkulasi androgen membutuhkan
perkembangan BPH
2. Bentuk nodular jaringan prostat mengalami pembesaran
3. Normalnya jaringan yang tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat
menjadi spons menebal dan membessar
4. Uretea prostatic menjadi tertekan dan sempit menyebabkan kandung
kemih menjadi kencang untuk bekerja lebih keras mengeluarkan urine
Efek obstruksi yang lama menyebabkan tegangan dinding kandung
kemih dan menurun elastisitasnya (Nursalam & fransisca, 2009)
Penyebab BPH yang pasti sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotesteron (DHT) dan
penuaan.
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya BPH, yaitu sebagai berikut
1. Dihydrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor
androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat
mengalami hiperplasi
2. Ketidakseimbangan hormone estrogen- testosterone. Pada proses
penurunan pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan
testostosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma- epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel
4. Berkurangnya sel mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkatkan mengakibatkan proliferasi
sel transit (Arif Muttaqin, 2014)
Dengan bertambahnya usia,akan terjadi perubahan
keseimbangan testosterone estrogen karena produksi testosterone
menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada

8
jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi
secara perlahan-lahan ,efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan.(
Wim de Jong)

Dokter di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle.


2014 telah mengidentifikasi beberapa kebiasaan makan yang
mempengaruhi risiko BPH. Asupan tinggi daging merah dan lemak
dari makanan meningkatkan kemungkinan mengembangkan BPH,
sedangkan makan protein dan sayuran ramping dikaitkan dengan risiko
yang lebih rendah. Selain itu, asupan makanan dari lycopene dan seng,
serta asupan suplemen vitamin D, tampaknya menurunkan risiko BPH.

2.6 PATOFISIOLOGI
Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang
sangat erat dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon
yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya
akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di sintesis dalam kelenjar prostat
dari hormon testosterone dalam darah. Proses sintesis ini di bantu oleh enzim
5[]-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai precursor, estrogen juga
memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seirng dengan
penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitive dengan stimulus
androgen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH.
Dengan pembesaran yang sudah melebihi normal, maka akan terjadi desakan
pada traktus urinarius.Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang
menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang
kuat dari M. detrusor mampu mengeluarkan urine secara spontan. Namun,
obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari M. detrusor untuk
berkontraksi yang ahirnya menimbulkan obtrusi saluran kemih (Mitchell,
2009).
Sejalan dengan bertambahnya umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperpl

9
sia. Jika prostat membesar, maka akan meluas ke atas (kandung kemih)
sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prosstatica dan
menyumbatnya aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intraversikal. Sebagai
kompensasi terhadapat tekanan uretra prostatica, maka otot detrusor dan
kandung kemih berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar.
Kontraksi yang terus- menurus menyebabkan perubahan anatomi dan kandung
kemih berupa: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sekula, dan divertikel kandung kemih.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli- buli
tidak terkecuali pada keduamura ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko- ureter.
Keadaan ini jiMka berlangsung terus akan mengakibatkan hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal (Muttaqi, A. 2014)
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika
dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus (Purnomo, 2012). Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan
pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli
ke ureter Tabel 1. Derajat penyakit BPH (Sumber: Sjamsuhidajat dkk, 2012).
20 Ginjal dan ureter - Refluks vesiko-ureter - Hidroureter - Hidronefrosis -
Pionefrosis - Gagal ginjal atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (Purnomo, 2012)

10
Obstruksi pada leher kandung kemih mengakibatkan berkurangnya atau
tidak adanya aliran kemih, dan ini memerlukan intervensi untuk membuka
jalan keluar urin. Metode yang mungkin adalah prostatektomi parsial,
Transurethral Resection of Prostate (TURP) atau insisi prostatektomi terbuka,
untuk mengangkat jaringan periuretral hiperplasia insisi transuretral melalui
serat otot leher kandung kemih untuk memperbesar jalan keluar urin, dilatasi
balon pada prostat untuk Gambar 7. Pengaruh BPH pada saluran kemih
(Sumber: Purnomo, 2012). 21 memperbesar lumen uretra, dan terapi
antiandrogen untuk membuat atrofi kelenjar prostat (Price & Wilson, 2012).
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap kelenjar. Pada
prostat normal rasio stroma dibanding dengan kelanjar adalah 2:1, pada BPH,
rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi
peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal.
Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik
sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai
penyebab obstruksi prostat (Purnomo, 2012).

11
2.7 MANIFESTASI KLINIS
1. Pada awalnya atau saat terjadi pembesaran prostat, tidak ada gejala,
sebab tekanan otot dapat mengalami kompensasi untuk mengurangi
resistensi uretra
2. Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan
pengeluaran urine, adanya perasaan berkemih tidak tuntas, dan retensi
urine
3. Terdapat gejala iritasi, berkemih, mendadak, berkemih sering dan
nokturia (Nursalam & fransisca, 2009)
4. Hesitansi perkemihan-kesulitan mengawali aliran urin karena tekanan
pada uretra dan leher kandung kemih
5. Frekuensi perkemihan-sering kencing karena tekanan pada kandung
kemih
6. Urgensi perkemihan perlu ke kamar mandi segera untuk kencing
karena tekanan pada kandung kemih
7. Nocturia perlu bangun malam hari untuk kencing karena tekanan pada
kandung kemih
8. Turunnya kekuatan aliran air kemih
9. Aliran urin tidak lancar
10. Hematuria ( May DiGiulio,2007)
Pasien BPH menunjukkan berbagai tanda dan gejala . Gejala
BPH berganti-ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin
parah, menjadi stabil,atau semakin buruk secara spontan. Berbagai
tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : Obstruktif (terjadi
ketika factor dinamik dan/atau factor static mengurangi pengosongan
kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan
lama pada leher kandung kemih.( Yuliana elin 2011)

12
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaaan rectal, tampak lembek, dan lunak pembesaran prostat
simetrik. Dan Pemeriksaan rectal digital menunjukkan penuhnya prostat
dan hilangnya median sulcus (midline groove antara dua lubang prostat
yang sejajar) (May Digiulio, 2007)
2. Urinalisis untuk menemukan hematuria dan infeksi. Biasanya ditandai
dengan hematuria mikroskopis.
3. Serum kreatinin dan BUN untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetaui penyakit komplikasi dari BPH, karena
obstuksi yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan hidronefrosis
yang lambat laun akan memperberat fungsi ginjal dan pada ahirnya
menjadi gagal ginjal
4. Serum PSA untuk mengetahui adanya kanker, tetapi mungkin terdapat
peningkatan pada BPH . biasanya PSA (Prostate Specific Antigen ) dapat
naik perlahan (Nursalam & fransisca, 2009)
5. Pemeriksaan uroflowmetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine.
Pada obstrusi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat. Hal ini
disebabkan obsruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,
volume residu urine juga diukur. Normalnya residual urine <100 ml.
Namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urin\aria tidak
mampu mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
6. Foto polos abdomen, untuk menilai adanya batu saluran kemih.
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari BPH,
misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperlihatkan gambaran pembesaran prostat.
7. PIV, untuk melihat adanya komplikasi pada ureter dan ginjal, seperti
hidroureter, hidronefrosis (Arif Muttaqin, 2014)
8. Urografi menunjukkan volume urin residu paska pengosongan tinggi.
9. Prostate ultrasound menunjukkan hipertrofi.

13
10. Kadar BUN dan kreatinin dapat naik,jika fungsi ginjal terganggu ( May
DiGiulio,2007)

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
Jenis obat yang digunakan adalah Antagonis Adrenergic reseptor α yang
dapat berupa :
Inhibitor 5 agar α, yaitu finasteride dan Fitofarmaka. Tujuannya agar
mengurangi resistensi otot polos prostat atau mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik
2. Non Farmakologi
A. Watchful waiting
Pada watchful waiting ini,pasien tidak mendapatkan terapi apapun
dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk leluhannya,misalnya :
1. Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alkhol setelah
makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan
iritasi pada buli-buli (kopi atau coklat)
3. Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin.
Lycopene. prostat mengandung reseptor sel khusus untuk lycopene,
antioksidan merah ditemukan di tomat, semangka, jambu biji, dan
jeruk. reseptor tersebut menunjukkan pentingnya lycopene dalam
kesehatan prostat. Dalam satu studi, peneliti Jerman meminta 40
pria dengan BPH untuk mengambil 15 mg likopen setiap hari
selama bulan sue. pertumbuhan prostat berhenti pada pria
mengonsumsi suplemen lycopene, sedangkan ukuran prostat
meningkat hampir 25 persen di antara laki-laki mengambil plasebo.
Selanjutnya, sebagian besar laki-laki mengambil lycopene manfaat
dari penurunan prostate-specific antigen (PSA), penanda risiko
kanker prostat.

14
5. Jangan menahan kencing terlalu lama

Setiap 6 bulan ,pasien diminta untuk control dengan ditanya


dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan ,penilaian
IPSS,pemeriksaan laju pancaran urine,maupun volume residual
urine.jika keluhan miksi bertambah jelek dari pada sebelumnya
,mungkin peril difikirkan untuk memilih terapi yang lain.

B. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen
dinamik
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponenenstatik.
Jenis obat yang digunakan adalah :
a) Antagonis adrenergic reseptor-αyang dapat berupa
b) Inhibitor 5 α redukstase,yaitu finasteridedan dutasteride
c) Fitofarmaka (Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013)
3. Tekhnik Pembedahan
a. Pembedahan endrourplogi (TURP) atau pembedahan terbuka.
Bertujuan untuk reseksi prostat yang membesar
b. Kriteria pembedahan dilakukan:
Klien mengalami retensi urine akut atau pernah retensi urine akut,
kliend dengan residual urine > 100 ml. klien dengan penyulit,
tetapi medikamentosa tidak berhasil dan flowmetri menunjukkan
pola obstrusktif (Arif Muttaqin, 2014).
c. Prostatektomi retro Pubis: Pembuatan insisi pada abdomen
bawah,tetapi kandung kemih tidak dibuka , hanya ditarik dan
jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior
kapsula prostat.
d. Prostatektomi Parineal: yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat
dibuang melalui perineum (Amin Huda dan Hardhi Kusuma.
2013)

15
Jenis penanganan pada pasien dengan BPH tergantung pada
berat gejala kliniknya . Berat derajat klinik dibagi menjadi empat
gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisavolume
urin. Seperti yang tercantum dalam bagan berikut ini ; (Wim De
Jong)

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat,atas atas mudah <50 ml


diraba

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50-100 ml


dicapai

III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100ml

IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urin total

1. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah,diberi


pengobatan konservatif.
2. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection /tur)
3. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan,bila diperkirakan prostate
sudah cukup besar,reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan
pembedahan terbuka ,melalui trans vesikal retropublik/peranal
4. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membabaskan klien dari
retensi urine total dengan pemasangan kateter (Amin Huda dan Hardhi
Kusuma. 2013)
4. Discharge planning
1. Berhenti merokok
2. Biasakan hidup bersih
3. Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan hindari
minuman beralkhol
4. Berolahraga secara rutin dan berusaha mengendalikan stress

16
5. Menilai dan mengajarkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda
hematuria dan infeksi
6. Jelaskan komplikasi yang mungkin BPH fan untuk melaporkan hal ini
sekaligus
7. Anjurkan pasien untuk menghindari obat-obatan yang mengganggu
berkemih seperti obat OTC yang mengandung simpatomimetik seperti
fenilpropanolamin dingin dan Mendorong untuk selalu check up.
Peran perawat sebagai tenaga kesehatan diperlukan upaya
promotif (peningkatan) dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit, preventif (pencegahan) yaitu dengan
cara memberitahu dan mengajarkan pola hidup yang sehat, kuratif
(pengobatan) yaitu dengan cara menganjurkan klien untuk
melakukan pembedahan atau pengobatan lain, dan rehabilitative
(pemulihan) dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara
langsung pada penderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi) (Sarma
E & Dian H, 2014)

Penatalksanaan untuk pasien:

1. Perubahan gaya hidup dan menggunakan obat-obatan herbal BPH.


Ini termasuk penurunan untuk mengkonsumsi alkohol dan kafein, dan
berfungsi untuk memperbaiki gejala nokturia, dan berkemih pada bukan
waktunya waktunya (Kapoor A. 2012;19 (Suppl 1):10-17.
2. Terapi Kompelementer
Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat tradisional.
Karena BPH jarang menyebabkan komplikasi serius, pria biasanya memiliki
pilihan antara mengobati daripada memilih untuk waspada menunggu
Pengobatan Pilihan: Tujuan utama dari pengobatan untuk BPH adalah untuk
meningkatkan aliran kemih dan mengurangi gejala. Banyak pilihan yang
tersedia. Mereka termasuk terapi obat, prosedur invasif minimal, dan operasi
besar. Perawatan bedah Operasi harus dipertimbangkan pada pasien yang
gagal pengobatan medis, memiliki retensi urin refrakter, gagal penghapusan

17
kateter, atau memiliki infeksi saluran kemih berulang, hematuria persisten,
batu kandung kemih, atau insufficiency.
3. Prostatektomi terbuka
Adalah pengobatan yang paling invasif untuk BPH dan berhubungan
dengan paling morbiditas. Oleh karena itu, prosedur ini biasanya dicadangkan
untuk digunakan pada pasien dengan kelenjar prostat yang sangat besar atau
masalah struktural seperti lobus median besar yang menjorok ke kandung
kemih atau kandung kemih kalkulus atau uretra besar divertikulum (Praveen
R. Int. Res. J. Pharm. 2013)

2.10 KOMPLIKASI
Apabila buli-bul menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin.
Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak
mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika meningkat,
dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan
ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam
buli-buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi
refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan
dapat menyebabkan hernia atau hemoroid (Manjoer, A, dkk)

18
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Anamnesis sebelum operasi:
Pasien dengan BPH datang dengan keluhan nyeri pada saat berkemih.
Selain itu juga mengatakan sulit kencing, frekuensi berkemih meningkat,
sering terbangun pada malam hari untuk miksi, keinginan untuk berkemih
tidak dapat ditunda, nyeri/ terasa panas pada saat berkemih, panacaran
urine melemah, merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik, kalau mau miksi harus menunggu lama, jumlah urine
menunggu dan harus menunggu lama, jum’at urine menunggu dan harus
mengedan saat berkemih, aliran urine terus menetes setelah berkemih,
merasa letih, anoreksia, mual, muntah, dan klien terasa cemas dengan
pengobatan yang dilakukan.
b. Anamnesis sesudah operasi
Klien mengatakan nyeri pada luka post op, ekspresi wajah menahan nreri
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, penyakit keluarg,
pengaruh BPH terhadap gaya hidup.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terutama pada klien praoperatif. Nadi
dapat meningkat pada keadaan kesakitan, pada retensi urine akut, dehidrasi
sampai shok pada retensi urine, serta urosepsi sampai syok septic.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra
memberikan manifestasi paada tanda- tanda obstruksi dan iritasi saluran
kemih. Tanda- tanda obstruksi antara lain: pancaran miki melemah,
intermitensi, dan menetas setelah miksi. Sementara itu tanda iritas, antara
lain: adanya peningkatan frekuesni, urgensi, nokturia, dan disuria.
Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan
stenosis meatus, stiktur uretra, batu uretra, karsinoma, maupun fimosis.
Pemeriksakan skrotum untuk menentukan adanya epididimis.

19
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tekhnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis dan pylonefrosis. Pada daerah supra-
simfisis, keadaan retensi akan menonjol.
Pemeriksaaan Fisik (head to toe) Fokus:
Abdomen
Insppeksi : Melihat bentuk perut (sedikit membuncit)
Auskultasi : Mendengarkan peristaltic usus
Palpasi : Terdapat distensi abdomen, abdomen terasa tidak nyaman. Terasa
adanya balloment dank lien akan terasa ingin miksi.
Perkusi : Suara hypertympani. Dilakukan perkusi untuk mengetahui
residual urine
Genetalia:
Inspeksi : Terpasang katetet , pancaran urine melemah, jumlah urine
menurun, aliran urine tidak lancer/ terputus- putus, urine tidak terus-
menerus menetes setelah miksi, ada darah dalam urine.
Palpasi : Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan
menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat,
batas atas semakin sulit untuk diraba.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya
kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba
prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)


2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi

20
Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan
atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan
pada batu prostat akan teraba krepitasi.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih: (BPH)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agent injury fisik (spasme kandung
kemih)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
sekunder dari prosedur pembedahan
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping pembdahan
5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal
6. Retensi urine
7. Ansietas berhubungan dengan perasaan takut terhadap tindakan
pembedaha

21
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
sumbatan saluran pengeluaran pada kandung kemih: (BPH)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam
pasien dapat mengeluarkan urine tanpa harus mengejan.
Kriteria Hasil:
1. Kandung kemih secara penuh
2. Tidak ada residu urine lebih dari 100-200 cc
3. Intake cairan dalam rentang normal
4. Bebas dari ISK
5. Tidak ada spasme bladder.
6. Balance cairan seimbang
Intevensi :
1) Pantau intake dan ouput cairan
2) Lakukan penilaian kemih yang komperehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya output urin, pola berkemih
3) Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10
menit)
4) Anjurkan untuk segera kencing jika sudah merasa ingin berkemih
5) Klaborasi dengan tim medis dalam pemberian pbat sesuai dengan
indikasi pasien
2. Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agent injury
fisik (spasme kandung kemih)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam
pasien dapat mengontrol nyeri
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik non farmakoloi untuk mengurangi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
3. Mampu mengenali nyeri (skala dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :

22
1. Observasi TTV
2. Observasi karakteristik nyeri
3. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
4. Batasi pengunjung
5. Anjurkan klien untuk beristirahat
6. Ambulasikan klien sesegera mungkin
7. Kolaborasikan dengan pemberian obat anakgesik sesuai indikasi
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek
sekunder dari prosedur pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
1. Kaji tanda- tanda infeksi
2. Ajarkan pasien untuk mengenali tanda dan gejala infeksi
3. Ajarkan cara menghindari infeksi
4. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian obat yang sesuai
dengan indikasi pasien

23
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak
disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen postat yang
mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostaktika (Arif Muttaqin, 2014)
Pada laki-laki,kelenjar prostat berada tepat di bawah kandung
kemih,mengelilingi uretra (saluran kencing). Ketika pria bertambah umur
prostat melebar,menimbulkan tekanan di sekeliling dan menyebabkan gejala-
gejala seperti sering kencing dan retensi urin. Pembesaran prostat
menyebabkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung
kemih. Retensi urin dapat berkembang ketika tubuh sulit
mengosongkankandung kemih. Hydronephrosis dan dilatasi ruang ginjal dan
ureter adalah komplikasi retensi urin akibat pembesaran prostat. ( May
DiGiulio,2007) dan BPH sebabkan dari berbagai hal antara lain adalah :
dihydotestosteron, ketidakseimbangan hormone estrogen- testosterone,
kebiasaan yang tidak sehat seperti minum alqoho, dll. Namun pada dasarnya
penyebab BPH belum diketahui secara pasti
Penatalaksanaan dari BPH bervariasi. Dapat melalui penatalaksanaan
medis maupun non medis. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk
mengurangi gejala BPH antara lain Penghambat adrenergic Penghambat
enzim 5-a-reduktasev fitoterapi
Tata laksana non medis tersebut diantaranya diet makanan,menghindari
merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Karena apabila penyakit BPH
tidak segera dtangani, maka akan menyebabkan berbagai macam komplikasi

1.2 Saran
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun
ketidaklengkapan materi tentang BPH, kami memohon maaf. Kamipun sadar
bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharap kritik dan saran yang membangun.

24
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :


Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta:
MediAction Publishing.

Sinaga, S & Dian H. 2014. Jurnal Oybstretika Scientia Vol. 2 No. 2. Banten :
Akademi Keperawatan Yatna Yuana Lebak

Challem, J. 2014. The Guy’s Guide to Prostate Health. Journal of American


Medical Praveen r. int. Res. J. Pharm, 2013. International research journal
of pharmacy

Digiilio, M, dkk. Keperawatan Medikal Bedah. 2014. Yogyakarta : Rapha


publishing

Praveen r.2013. international Research Journal of Pharmacy. Associente


Proffessor, dm wayanad Institute of Medical Sciences, Nassera nagar,
Meppadi. India

25

Anda mungkin juga menyukai