Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH) ”

OLEH : KELOMPOK 2

1. AMELIA ERMI JUWITA (203310681)


2. FIGO RAHMADIA (203310694)
3. NABILLA SETIA NINGRUM (203310702)
4. SHAFA APRIELLA PUTRI N (203310713)
5. SOFIYA CHAIRANI (203310715)
6. RISMA LAILATUL RAHMI (203310710)

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.Yosi Suryarinilsih,M.Kep.,Sp.Kep.MB

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES PADANG 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Konsep Penyakit Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Benign Prostate
Hyperplasia (Bph)” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibuk
Ns.Yosi Suryarinilsih,M.Kep.,Sp.Kep.MB,Sebagai Dosen Pembina mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Padang, 30 Januari 2022

KELOMPOK 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................3
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.................................................................5

2.1 Konsep Penyakit Benign Prostate Hyperplasia (Bph)…………5


1. Pengertian
2. Anatomi
3. Tanda Dan Gejala
4. Etiologi
5. Patofisiologi dan WOC
6. Pemeriksaan penunjang
7. Treatment dan peran perawat
2.2 Asuhan Keperawatan ..............................................................26
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Intervensi keperawatan
4. Analisis jurnal EBN
BAB III: PENUTUP.....................................................................................51
3.1 Kesimpulan..................................................................................51
3.2 Saran............................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................52

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut (sarma eko natalia sinaga, 2014) Benigna Prostat Hipertropi


(BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler kelenjar prostat yang
berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan.

Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di


Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang
berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat
menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031. Namun demikian, tidak
semua penderita BPH berkembang menjadi penderita BPH bergejala.
Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai
hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada
usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun
mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti
belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua
rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumber waras selama 3 tahun
(1994-1997) terdapat 1040 kasus (Emerson, 2009).

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit dimana


terjadi pembesaran dari kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak dari sel-sel
yang biasa terjadi pada laki-laki berusia lanjut (Bufa, 2006 dalam Samidah &
Romadhon, 2015). Kondisi patologis ini paling sering terjadi pada pria lansia
dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk intervensi medis
pada pria di atas usia 50 tahun.

Menurut survei, berdasarkan pola penyakit pasien rawat jalan pada


Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat, Umur diatas 60 tahun pada 2003
penyakit BPH (Benigna Prostat Hipertropi) menempati urutan ke-19 yaitu

1
sebesar 1,37% (530 orang). (Profil Kesehatan Jawa Barat 2003) dalam
(Septian, 2005).

Menurut (Kemalasari et al., 2015) benign prostatic hyperplasia


mempunyai karakteristik berupa hyperplasia pada stroma dan epitel prostat.
Hal ini dapat mengakibatkan pembesaran prostat dan akan terbentuk nodul
pada bagian periuretral. Jika kelenjar prostat it uterus membesar dapat
menyumbat uretra dan menimbulkan manifestasi klinis seperti lower urinary
tract symptoms( LUTS) ,hipertrofi,serta distensi kandung kemih dengan akibat
retensi urin,nocturia,dysuria,dan peningkatan frukensi urinasi.

Benign prostatuc hyperplasia merupakan penyakit yang dapat


memengaruhi kualitas hidup seorang pria usia lanjut. Tidak hanya BPH,
keadaan lain yang juga dapat memengaruhi kualitas hidup seorang pria berusia
lanjut adalah gangguan seksual. Gangguan seksual tersebut meliputi gangguan
ereksi,gangguan ejakulasi,kesulitan untuk mencapai orgasme,penurunan
libido,dan ketidakpuasaan seksual lainnya. Benign prostatic
hyperplasia(BPH) dan gangguan seksual dapat menurunkan secara signifikan
kualitas hidup.

Menurut (Maulana, 2021) Faktor-faktor resiko terbentuknya BSK


terdiri atas faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsic berupa
keturunan (hereditair), usia, serta jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki lebih
beresiko. Sedangkan faktor ekstrinsik berupa geografi, konsumsi air, diet,
pekerjaan, serta iklim dan temperature.(District, 2015). Stasis urin juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya BSK. BPH dapat mengakibatkan aliran urin
terhambat pada akhirnya menimbulkan stasis urin.

BSK terbagi menjadi 4 jenis berdasarkan lokasi pembentukannya,


yaitu batu ginjal, batu ureter, batu kandung kemih, serta batu uretra.
Manifestasi klinis timbul tergantung pada letak batu, namun pada umumnya
gejala sangat khas pada batu saluran kemih adalah nyeri kolik.

2
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018
memperkirakan sekitar 59 pria dari 100.000 penduduk menderita BPH atau
sekitar 70 juta diseluruh dunia. Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua
setelah penyakit batu saluran kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir
50% pria di Indonesia yang berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita
BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang. Angka kejadian BPH di
Provinsi Bali berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018
sebanyak 4.122 orang dimana penderita BPH tertinggi ada di Kabupaten
Gianyar yaitu sebesar 794 kasus. Angka kejadian BPH di RSUD Sanjiwani
Gianyar Tahun 2018 sebanyak 605 kasus sedangkan pada periode Januari
sampai April 2019 mencapai 49 kasus.(Sumberjaya & Mertha, 2020).

Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari


tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan setelah terjadi
gangguan. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan
kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut
jantung (sampai mencapai 24 kali per menit), penurunan tekanan darah,
penurunan ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan
peningkatan temperatur pada extermitas (Rahmayati, 2010).

Penatalaksanaan nonfarmakologi mencakup terapi agen fisik dan


intervensi perilaku kognitif. Salah satu intervensi perilaku kognitif yang
digunakan untuk mengurangi nyeri pasca operasi adalah relaksasi Benson.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Konsep Penyakit BPH ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien BPH ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui konsep penyakit BPH
2. Agar Bisa Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien BPH
1.4 MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat teoritis

3
Hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan untuk memperkaya
ilmu pengetahuan tentang konsep penyakit Benign Prostate Hyperplasia
(BPH) serta asuhan keperawatannya.

2. Manfaat praktis
a. Bagi Pasien Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Sebagai pengetahuan baru bagi pasien tentang apa itu Benign


Prostate Hyperplasia (BPH) dan apa pemeriksaan penunjang yang
perlu di lakukan dan penyebabnnya.

b. Bagi keluarga pasien

Sebagai informasi bagi keluarga tentang apa itu Benign


Prostate Hyperplasia (BPH) dan bahaya nya bagi pasien.

c. Bagi masyarakat

Sebagai sumber pengetahuan baru bagi masyarakat,terutama


yang keluarga nya juga terkena penyakit tersebut,serta sebagai
informasi baru juga bagi masyarakat yang belum tau apa itu Benign
Prostate Hyperplasia (BPH).

d. Bagi instalasi kesehatan


Sebagai informasi tambahan bagi instalasi kesehatan.
e. Bagi penulis

Untuk lebih memperkaya wawasan tentang apa itu Benign


Prostate Hyperplasia (BPH) serta dampak atau komplikasi nya bagi
pasien dan bagaimana penerapannya dalam asuhan keperawatan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENYAKIT BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)


1. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak


kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler
yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika .BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih
tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius.

Menurut (sarma eko natalia sinaga, 2014) Benigna Prostat


Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan seluler
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin
berkenaan dengan proses penuaan.

Menurut (Harun, 2019) Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau


hiperplasia prostat jinak adalah gambaran histologis proliferasi sel stroma
dan epitelial prostat yang menyebabkan kelenjar prostat membesar.
Prostat yang membesar menyebabkan penekanan pada uretra pars prostat
dan mengganggu aliran urin dari kandung kemih.

2. Anatomi
1) Anatomi saluran kemih
a. Ginjal

5
Ginjal terletak dibelakang dari cavum abdominalis
(rongga perut) di belakang peritonium pada kedua sisi vertebrata
lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen/perut.
Ginjal berbentuk seperti kacang merah (kara/ercis). Sisi
dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung sedangkan
sisi luarnya berbentuk cembung. Jumlah ginjal ada dua yaitu
ginjal kanan dan ginjal kiri. Ukuran ginjal sebelah kiri lebih
besar dibanding dengan ginjal sebelah kanan. Ginjal memiliki
ukuran panjang ± 0-12 cm dan lebar ± 6-8 cm dan tebal 2,5 cm
dengan ukuran berat sekitar 200 gram.

1) Piramida ginjal
2) Arteri interlobuler
3) Arteri renalis
4) Vena ginjal
5) Ginjal hilus
6) Pelvis ginjal
7) Ureter
8) Tambuk kecil
9) Kapsula ginjal
10) Kapsula ginjal inferior
11) Kapsula ginjal superior
12) Vena interlobular
13) Nefron
14) Kaliks minor
15) Tambuk mayor
16) Papilla ginjal

6
Batas bagian atas ginjal kanan adalah organ hati,
sedangkan batas atas ginjal kiri adalah organ limpa. Makna
batas ginjal ini, saat kita menarik nafas maka ginjal akan
bergerak ke bawah. Pada umumnya ginjal laki-laki lebih
panjang dibanding dengan ginjal perempuan.

Setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian


korteks (di sebelah luar) yang mengandung semua kapiler
glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian
medulla di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus
berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus
ke tubulus proksimal, kemudian sampai di tubulus distal, dan
akhirnya hingga ke duktus pengumpul (collecting duct).
Gabungan organ glomerulus, tubulus proksimal, tubulus distal,
duktus coleduktus dinamakan nefron. Satu ginjal terdapat
1.000.000 nefron.

b. Ureter

7
Ureter adalah saluran muskuler berbentuk silinder yang
mengantarkan urine dari ginjal menuju kandung kemih (buli-
buli/vesica urinaria). Dalam tubuh manusia terdapat dua ureter.
Panjang ureter pada orang dewasa ± 25-30 cm dengan luas
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian terletak pada rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter :


a) Tunika mukosa

Adalah lapisan dari dalam keluar yang tersusun dari sel


ephitelium

b) Tunika muskularis

Merupakan otot polos longgar dan saling dipisahkan


oleh jaringan ikat dan anyaman serabut elastis. Otot ini
membentuk tiga stratum/lapisan yaitu, stratum longitodinal,
stratum sirkuler dan stratum longitudinal eksternum.

c) Tunika adventisia : tersusun dari jaringan ikat longgar.


c. Kandung kemih

8
Kandung kemih adalah organ yang mengumpulkan urine
yang diekskresikan organ ginjal melalui ureter sebelum dibuang
ke luar tubuh melalui uretra. Kandung kemih merupakan
kantong berongga yang terpenuhi otot-otot dan dapat
digelembungkan (elastis). Kandung kemih ini secara anatomi
berada di belakang simfisis pubis. Dipersilahkan saudara
melihat gambar sistem urinaria di atas. Bagian kandung kemih
terdiri dari 3 bagian yaitu :

a) Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan


bawah. Bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosiikale yang terdiri dari jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostat.
b) Korpus,yaitu bagian antara verteks dan fundus
c) Verteks,yaitu bagian yang maju ke arah muka dan
berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
d. Uretra

9
Uretra adalah saluran yang berjalan dari leher kandung
kemih ke lubang luar, dilapisi membran mukosa yang
bersambung dengan membran yang melapisi kandung kemih.
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang pubis ke bagian penis yang panjangnya sekitar
20 cm. Uretra laki-laki terdiri dari : uretra prosaria, uretra
membranosa, dan uretra kavernosa.

Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis.


Panjangnya sekitar 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri
dari tunika muskularis. Muara uretra pada wanita terletak di
sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina). Uretra wanita
dikelilingi oleh sfingter uretra dan disyarafi oleh saraf pudenda.
Secara seksualitas daerah di ujung uretra ini sangat sensitif
karena ada ujung-ujung syaraf pudenda. Daerah ini disebut zona
erotis uretra atau titik-U (Rahmadani, 2019).

2) Anatomi BPH

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang


terletak disebelah inferior buli-buli di depan rektum dan
membungkus uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari
dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram.

10
Kelenjar prostat yang terbagi atas beberapa zona, antara lain zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler, dan zona
periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona
transisional (Reynard J., 2006).

Kelenjar postat merupaka organ berkapsul yang terletak


dibawah kandung kemih dan ditembus oleh uretra. Uretra yang
menembus kandung kemih ini disebut uretra pars prostatika. Lumen
uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional (Eroschenko.,
2008).

Prostat merupakan kelenjar asesorius seksual pria yang secara


anatomis berlokasi pada dasar pelvis, mengelilingi leher kandung
kemih dan uretra. Parenkim prostat terbagi menjadi beberapa bagian
yaitu zona perifer (PZ) membentuk 70% prostat, zona sentral (CZ)
membentuk 25% prostat, zona transisional (TZ) dan zona
fibromuskular anterior (AFS). Zona transisional berkembang seiring
waktu, zona ini merupakan tempat bermulanya pembesaran prostat
jinak. Fungsi utama kelenjar prostat adalah tempat penyimpanan
cairan seminal dan membantu proses ejakulasi. Otot polos prostat
membantu pengeluaran semen pada saat ejakulasi. Kandungan
sekresi prostat yaitu prostate spesific antigen (PSA), sitrat, seng,

11
spermine dan kolesterol. Dua puluh lima persen cairan seminal
merupakan cairan alkalis yang diproduksi oleh prostat sehingga
sperma menjadi motil dan dapat bertahan hidup pada kondisi vagina
yang asam.

Menurut (Amadea, Riselena Alysaa, Alfreth, dan Wahyuni,


2019) Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur,
mengelilingi saluran uretra pada pintu saluran yang masuk ke
kandung kemih. Ketika urin keluar dari kandung kemih, akan
melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut uretra
prostat.

Menurut (Maulana, 2021) Kelenjar prostat adalah salah satu


organ reproduksi pria yang terletak di bawah kandung kemih dan
mengelilingi uretra pars posterior. Secara histologis kelenjar prostat

12
dibagi menjadi beberapa region, meliputi : regio perifer, regio
sentral, transisional, fibromuskular anterior, dan periuretra. Sebagian
besar BPH ditemukan pada zona transisional, sedangkan untuk
karsinoma prostat biasa ditemukan pada zona perifer. (Partin et al.,
2020).

Secara anatomis kelenjar prostat mengelilingi uretra pars


posterior (pars prostatica dan membranasea) sehingga pada kondisi
BPH dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran. Kelenjar
prostat yang membesar akan menyebabkan penyempitan karena
menekan uretra pars posterior dan pada akhrinya menyebabkan
terhambatnya aliran urine (retensio urine) sehingga akan
mengakibatkan urin statis yang akan meningkatkan resiko
pembentukan batu saluran kemih serta infeksi saluran kemih (ISK).
BPH juga mengakibatkan peningkatan tekanan intravesika.
Kontraksi dari vesika urinaria harus lebih kuat untuk mengeluarkan
urin. Kontraksi kuat vesika urinaria yang berlangsung dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan berbagai kelainan anatomi
pada vesika urinaria berupa hipertrofi musculus detrusor,
terbentuknya selula, serta divertikel vesika urinaria. Tekanan tinggi
intravesika juga dapat menyebabkan aliran balik urin menuju ureter,
biasa disebut dengan refluks vesiko-ureter. (Partin, A. W.,
Dmochowski & Kavoussi, L. R., & Peters, 2020).

3. Tanda Dan Gejala

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia


disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi
menjadi dua yaitu :

1) Gejala Obstruktif yaitu :

13
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang


disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran


destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.

2) Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit


ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya


dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

gejala-gejala yang dialami seperti sering berkemih, urgensi,


berkemih pada malam hari, berkemih terputus putus, pancaran urin
melemah, dan menunggu lama untuk berkemih. Resistensi urin pada
akhirnya menyebabkan disfungsi otot detrusor, retensi urin dan gejala
saluran kemih bawah atau lower urinary tract symptoms (LUTS).

14
Gejala awal BPH termasuk kesulitan dalam mulai buang air kecil
dan perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat
tumbuh lebih besar, ia menekan uretra dan mempersempitnya. Ini
menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong lebih keras
untuk mengeluarkan air seni, yang menyebabkan otot kandung kemih
menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Ini membuat kandung kemih tidak
pernah benar-benar kosong, dan menyebabkan perasaan perlu sering
buang air kecil. Gejala lain termasuk aliran urin yang lemah.(Amadea,
Riselena Alysaa, Alfreth, dan Wahyuni, 2019).

4. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum


diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

1) Dihydrotestosteron
2) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
3) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
4) Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
5) Interaksi stroma - epitel
6) Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
7) Berkurangnya sel yang mati
8) Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
9) Teori sel stem
10) Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit .

15
Menurut (Harun, 2019) menyatakaan Etiologi molekuler BPH
secara pasti masih belum jelas. Benign prostatic hyperplasia secara
histologis ditandai dengan peningkatan jumlah sel epitelial dan stroma
pada daerah periuretral. Peningkatan jumlah sel mungkin disebabkan oleh
proliferasi sel epitelial dan stroma atau terganggunya program kematian
sel. Jumlah sel dan volume pada suatu organ bergantung pada
keseimbangan proliferasi sel dan kematian sel. Peran androgen dan GF
pada BPH masih dipertanyakan meskipun keduanya menstimulasi
proliferasi sel pada model. Androgen, estrogen, interaksi stroma epitelial,
faktor pertumbuhan (GF) dan neurotransmitter kemungkinan memiliki
peranan pada BPH baik secara terpisah maupun kombinasi.

5. Patofisiologi Dan WOC

Menurut (Harun, 2019) Hiperplasia prostat menyebabkan


resistensi uretra sehingga terjadi kompensasi pada fungsi kandung kemih.
Obstruksi tersebut mengganggu fungsi otot detrusor, ditambah dengan
pengaruh usia terhadap fungsi kandung kemih dan sistem saraf
menyebabkan gejala BPH yaitu sering berkemih, tidak dapat menahan
berkemih, dan berkemih pada malam hari. Hiperplasia prostat lebih dulu
muncul pada TZ periuretral di dalam atau disekitar sfingter prostat.
Seiring perjalanan BPH jumlah nodul kecil bertambah dan dapat
ditemukan pada hampir semua bagian TZ maupun zona periuretra.

Prostat manusia mempunyai kapsul yang berpengaruh terhadap


perkembangan LUTS. Diperkirakan kapsul tersebut memindahkan
tekanan akibat penambahan jumlah jaringan ke uretra sehingga
meningkatkan resistensi uretra. Bukti klinis menunjukkan bahwa insisi
kapsul prostat memberikan perbaikan signifikan pada obstruksi urin
meskipun volume prostat tetap sama. Ukuran prostat tidak berkorelasi
dengan derajat obstruksi. Faktor-faktor seperti resistensi uretra, kapsul
prostat, dan pleomorfisme anatomi lebih penting terhadap perkembangan

16
gejala klinis. Retensi urine dapat menyebabkan pembentukan batu
kalkulus atau sistitis.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars


prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase
kompensasi. Perubahan struktur pada bulibuli dirasakan oleh pasien
sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejalagejala
prostatismus (Amalia., 2007).

17
“WOC BPH”

17 1
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan fisik

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE)


merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping
pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan
adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat
diperkirakan adanya pembesaran prostat, Adanya kekakuan prostat
dapat disebabkan oleh infeksi dan adanya nodul dapat disebabkan
oleh kanker prostat. Nodul pada kanker prostat biasanya keras dan
tegas dan adanya asimetri prostat harus diperiksa lebih lanjut.

2) Urinalisa

Pemeriksaan urinalisa dapat mengungkapkan adanya


leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain
yang menimbulkan keluhan miksi, di antaranya seperti karsinoma
buli-buli, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan.

3) Pemeriksaan fungsi ginjal

1
18
pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu
tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih
bagian atas.

4) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

Metode pemeriksaan PSA antara lain enzyme immunoassay


dengan prinsip “sandwich”. Nilai rujukan PSA adalah 8.0 ng/ml
menunjukkan kemungkinan adanya kanker prostat, kadar PSA >20
ng/ml memastikan adanya kanker prostat. Tumor jinak pada saluran
kemih atau prostat dapat meningkatkan kadar PSA ≥12 ng/ml.

5) Pemeriksaan kreatinin

Selain pemeriksaan kadar PSA, American urological


Association (AUA) juga merekomendasikan pemeriksaan kreatinin
serum.

6) Urinalisis dan kultur urin

Pemeriksaan urin ini dimaksudkan untuk menyingkirkan


penyebab lain dari gejala saluran kemih. Kultur urin diperlukan
untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih.

7) Uroflowmetri

Uroflowmetri merupakan metode pemeriksaan yang


sederhana, noninvasif dan berguna untuk mendeteksi adanya
obstruksi saluran kemih. Uroflowmetri adalah perekam elektronik
aliran urin dalam satu kali berkemih yang memberikan informasi
aliran urin.

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran


urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan
uroflowmeter dengan penilaian :

19 2
 Flow rate maksimal  15 ml / dtk = non obstruktif.
 Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
 Flow rate maksimal  10 ml / dtk = obstruktif.
8) Pemeriksaan urodinamik

Evaluasi urodinamik diperlukan untuk memperoleh informasi


tentang risiko, ketidaknyamanan dan biaya yang perlu
dipertimbangkan. Urin residu dan aliran urin dapat ditentukan
dengan metode invasif. Pemeriksaan dengan USG urin residu setelah
pasien berkemih merupakan pemeriksaan urodinamik yang sering
dilakukan.

9) Sistouretroskopi

Pemeriksaan sistouretroskopi ini juga diperlukan untuk


membedakan striktur uretra dari kanker prostat. Penilaian yang
dilakukan pada sistoutetroskopi antara lain adanya jaringan
obstruktif, konfigurasi dan lokasi obstruksi. Selanjutnya dapat
menilai retensi urin, trabekulasi, divertikula dan batu saluran kemih.

10) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi untuk prostat adalah untuk menilai


ukuran, bentuk, adanya karsinoma dan karakter jaringan prostat.
Modalitas pilihan pemeriksaan radiologi untuk prostat yaitu
ultrasonografi (USG) abdomen, transrectal ultrasonographyi
(TRUS), computed tomografi (CT).

11) PA(Patologi Anatomi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca


operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis
untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna
sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.

3
12) Biopsi prostat

Biopsi prostat diindikasikan apabila dicurigai adanya kanker


20
prostat atau metastasis kanker prostat. Pertimbangan untuk
melakukan biopsi prostat adalah berdasarkan hasil pemeriksaan DRE
yang abnormal dan peningkatan kadar PSA.

Menurut (Maulana, 2021) Pemeriksaan penunjang pada pasien


BPH pemeriksaan lab urinalisis, radiologis, residual urin serta pancaran
urin serta residu urin. Pemeriksaan urinalisis bertujuan untuk memeriksa
kemungkinan adanya proses inflamasi atau infeksi pada saluran kemih
ditandai dengan adanya sel darah putih dalam urin. Kemudian dapat
dilakukan kultur urin untuk mencari kuman penyebab infeksi, dan faal
ginjal. Pada pemeriksaan radiologis kita melakukan pemeriksaa PIV
(Pielografi Intravena) dan TRUS (Transrectal Ultrasound).

Menurut (Amadea, Riselena Alysaa, Alfreth, dan Wahyuni, 2019)


Penanganan BPH dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain watch
full waiting, medikamentosa, dan tindakan pembedahan. Transurethral
resection prostate (TURP) menjadi salah satu pilihan tindakan
pembedahan yang paling umum dan sering dilakukan untuk mengatasi
pembesaran prostat. Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat yang
disebut resektoskop ini bertujuan untuk menurunkan tekanan pada
kandung kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat.
TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih efektif untuk
menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan
obat-obatan.

7. Treatment Dan Peran Perawat Dalam Treatment


1) Treatment yang di gunakan
a.Watchfull Waiting

4
Watchful waiting adalah strategi manajemen yang lebih
disukai untuk pasien dengan gejala ringan. Ini juga merupakan
pilihan yang tepat untuk pria dengan gejala sedang sampai berat
yang belum mengalami komplikasi dari LUTS dan BOO
(misalnya, insufisiensi
21 ginjal, retensi urin atau infeksi berulang).
Watchful waiting adalah strategi manajemen di mana pasien
dipantau oleh dokter, namun saat ini tidak menerima intervensi
aktif untuk BPH.

b. Medical Therapies (Medikamentosa)

Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan


bila telah mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai
menyebabkan perasaan yang mengganggu, apalagi
membahayakan kesehatannya, direkomendasikan pemberian
medikamentosa. Dalam menentukan pengobatan perlu
diperhatikan beberapa hal, yaitu dasar pertimbangan terapi
medikamentosa, jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, dan
evaluasi selama pemberian obat.

c.Alpha-Blockers

Pengobatan dengan antagonis adrenergik α bertujuan


menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi
resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine
adalah obat antagonis adrenergik-α non selektif yang pertama kali
diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan
mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh
pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak
diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan
menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler.

d. Terapi Intervensi

5
a) Transurethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio yang


berfrekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada
prostat. Cara ini baik untuk tujuan menghasilkan prosedur
dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme
ejakulasi dapat dipertahankan.
22

b) Surgical Therapies (Terapi Pembedahan)

Intervensi bedah merupakan alternatif pengobatan yang


tepat untuk pasien dengan LUTS dan untuk pasien yang telah
mengembangkan AUR atau komplikasi yang berhubungan
dengan BPH lainnya. Operasi adalah pilihan yang paling
invasif untuk manajemen BPH dan umumnya, pasien akan
gagal memiliki terapi medis sebelum melanjutkan dengan
operasi.

c) Transurethral holmium laser ablation of the prostate (HoLAP)

Laser holmium: YAG yang digunakan untuk


mengobati jaringan prostatik transuretral menggunakan sebuah
laser fiber 550 mikron dalam sebuah mode noncontact.
Teknologi ini memberikan laser energi di panjang gelombang
inframerah dari 2120 nm yang diserap oleh air dan
menghasilkan suatu penetrasi optik sebesar 0,4 mm.

d) Photoselective vaporization of the prostate (PVP)

PVT adalah bentuk prostatektomi transurethral


dilakukan dengan menggunakan fiber 600 mikron dalam mode
noncontact. Perbedaan utama dari HoLAP adalah panjang
gelombang dari 532 nm (dalam spektrum yang terlihat hijau)
yang diserap oleh air irigasi dan hemoglobin mengakibatkan
kedalaman penetrasi optik sebesar 0,8 mm.

6
e) Transurethral incision of the prostate (TUIP)

TUIP merupakan tindakan operasi yang mempunyai


efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan terapi
TURP. Cara kerjanya dengan melakukan mono insisi atau
bilateral insisi yang menggunakan pisau colling yang dimulai
dari muara ureter, leher buli-buli sampai ke verumontanum.
23
Insisi dilakukan diperdalam hingga ke kapsula prostat.

f) Transurethral vaporization of the prostate (TUVP)

Transurethral electrovaporization adalah adaptasi dari


perangkat lama, penguapan dilakukan denagn cara
menggunakan rol bola elektroda atau alat penggulung yang
memaparkan suhu yang spesifik terhadap jaringan prostat
sehingga sel tumor mengalami lisis dan cairan intrasel
menguap.

g) Transurethral resection of the prostate (TURP)

TURP melibatkan operasi pengangkatan bagian dalam


prostat ini melalui pendekatan endoskopik melalui uretra,
tanpa sayatan kulit eksternal. Secara historis, prosedur ini
adalah yang paling umum pengobatan aktif untuk gejala BPH
tetapi morbiditas potensial, keinginan untuk mempersingkat
pemakaian kateter dan tekanan untuk mengurangi waktu
tinggal di rumah sakit telah mendorong pengembangan
prosedur alternatif.

7
2) Peran perawat dalam treatment pasien
a. Pemberi asuhan,yakni memebrikan pelayanan keperawatan pada
pasien yang membutuhkan sesuai dengan prinsip dan etika
perawat seperti memberikan pelayanan dalam mengatasi
maslaah BPH seperti tindakan
24 bedah.
b. Memberikan informasi dengan tepat dan sesuai agar tidak
menimbulkan kebingungan bagi pasien.
c. Pemimpin komunikasi,dalam menangani pasien dengan keluhan
tertentu terkadang seorang perawat harus menjadi pemimpin
komunikasi agar informasi yang di sampaikan jelas dan tidak
terjadi kekeliruan saat dilakukan treatment dalam mengatasi
BPH
d. Pendidik,perawat diharapkan mampu mengubah gaya hidup
pasien atau keluargannya menjadi lebih sehat,agar gangguan
kesehatan seperti BPH lagi.
e. Pembela, perawat berperan dalam menjembatani antara pasien
dengan dokter maupun tenaga kesehatan
lainnya ,menyampaikan pendapat tentang perawatan yang
diberikan seperti hal nya dalam tindakan operasi dan tindakan
sitotomi perawat disini berperan dalam menyampaikan keluhan-
keluhan yang di rasakan pasca tindakan.
f. Sebagai pemberi bimbingan/konseling pasien,perawat berperan
dalam memberikan bimbingan kepada pasien,keluarga tentang

8
treatment yang di jalani serta dampak atau efek yang akan di
rasakan oleh pasien. Peran perawat sebagai conselor yaitu
sebagai tempat konsultasi dari masalah yang dialami BPH
dengan mengadakan perencanaan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.
g. Peran perawat sebagai care provider yaitu memberikan
pelayanan keperawatan kepada individu yang difokuskan pada
penanganan nyeri.
h. Peran perawat sebagai clien advocate, perawat juga berperan
sebagai pelindung klien, yaitu membantu untuk
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan
mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya komplikasi dari
BPH dan melindungi klien khususnya anak dari efek
hospitalisasi yang
25 berasal dari pengobatan atau tindakan
diagnostik tertetu.
i. Peran perawat sebagai educator yaitu memberikan penyuluhan
kesehatan BPH serta penanganan nyeri pasca trauma dan
pencegahan komplikasi.
j. Peran perawat sebagai koordinator yaitu peran ini dilaksanakan
dengan mengarahkan merencanakan serta mengorganisasi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien BPH.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS DIARE
1. Pengkajian

Menurut Dongoes (2007), Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien


dengan gangguan sistem perkemihan yang berhubungan dengan BPH
dalam riwayat keperawatan harus ditemukan :

1) Anamnesa
a. Identitas klien: nama lengkap,jenis kelamin,tanggal
lahir,umur ,nama orang tua. identitas digunakan untuk

9
mengetahui klien yg mengalami BPH yang sering dialami oleh
laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy clevo, 2012)
b. Keluhan utama pasien

Keluhan yang dirasakan pertama kali oleh pasien


sehingga membutuhkan tindakan. meliputi berbagai
gangguan/penyakit yang lalu, berhubungan dengan atau yang
dapat mempengaruhi penyakit sekarang. pada klien post operasi
BPH biasanya muncul keluhan nyeri, sehingga yang perlu dikaji
untk meringankan nyeri (provocative/ paliative), rasa nyeri yang
dirasakan (quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu
serangan, lama, (time) (Judha, dkk. 2012).

a) Riwayat kesehatan keluarga.


b) Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan sekarang
26

Keluhan yang sering dialami klien BPH dengan istilah


LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain: hesistansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi,
frekuensi dan disuria (jika obstruksi meningkat). Keluahan yang
di rasakan pasien saat di lakukan observasi , meliputi
keluhan/gangguan yang berhubungan dengan
gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini :

a) Bagaimana pola/frekuensi berkemih : poliuri, oliguri, BAK


keluar sedikit-sedikit tetapi sering, nokturia, urine keluar
secara menetes, incontinentia urin.
b) Adakah kelainan waktu bak seperti : disuria, ada rasa panas,
hematuria, dan lithuri.
c) Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara
umum :

10
 Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit yang
lain.
 Apakah terdapat mual dan muntah.
 Apakah tedapat edema.
 Bagaimana keadaan urinenya (volume, warna, bau,
berat jenis, jumlah urine dalam 24 jam).
 Adakah sekret atau darah yang keluar.
 Adakah hambatan seksual.
 Apakah ada rasa nyeri (lokasi, identitas, saat timbulnya
nyeri)
d. Riwayat kesehaatn dahulu

tanyakan pada klien riwayat penyakit yang pernah


diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan
faal darah beresiko terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo,
2014)
27
e. riwayat kesehatan keluarga

apakah ada anggota keluarga yang juga penderita


penyakit saluran kemih seperti BPH,ISK.

f. riwayat nutrisi

riwayat pemberian makan serta pola makan pasien setiap


harinnya.

2) Pemeriksaan fisik (data objektif)


a. Vital sign (tanda vital)
a) Pemeriksaan temperature dalam batas normal
b) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR
(Ackley, 2011)
c) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi

11
d) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan
tekanan darah (Prabowo,2014)
3) Pemeriksaan fisik(head to toe)
a. Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz
Alimul, 2009).
b. Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan
bau mulut, warna bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau
kotor). Lihat jumlah gigi, adanya karies gigi atau tidak (Aziz
Alimul, 2009).
c. Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa
pada kalenjar tiroid, kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga
kemampuan menelan klien, adanya peningkatan vena jugularis
(Aziz Alimul, 2009)
d. Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas,
apakah ada suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)
e. Abdomen
28
Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:
a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi
pada 9 regio abdomen untuk mengetahui ada tidaknya
residual urine
b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi
urin dan sering dilakukan teknik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis.
f. Genetalia
a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley
kateter dan biasanya terjadi hematuria setelah tindakan
pembedahan, sehingga terdapat bekuan darah pada kateter.
Dan dilakukan tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ, ini
tergantung dari warna urine yang keluar. Bila urine sudah
jernih spolling dapat dihentikan dan pipa spolling di lepas
( Jitowiyono, dkk. 2010)

12
b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatus, striktur uretralis,
urethralithiasis, Ca penis, maupun epididimitis (Prabowo,
2014).
g. Ekstermitas

Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot


dikarenakan mengalami penurunan kekuatan otot (Prabowo,
2014)

4) Data psikologis
a. Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit.
b. Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit.
c. Persepsi pasien terhadap penyakit.
5) Data social,budaya,spiritual
29
Hubungan dengan orang lain, kepercayaan yang dianut dan
keaktifannya, kegiatan dan kebutuhan sehari-hari :

a. Nutrisi (kebiasaan makan, jenis makanan, makanan pantang,


kebiasaan minum, jenis minuman).
b. Eliminasi bak dan bak (konsistensi, frekuensi, warna, bau, dan
jumlah)
c. Olahraga (jenis, teratur atau tidak).
d. Istirahat/tidur (waktu, lamanya)
e. Personal Hygiene.
f. Ketergantungan.
6) Data khusus,meliputi:
a. Hasil-hasil pemeriksaan diagnostik.
b. Program medis (pengobatan, tindakan medis)
7) Terapi dokter
Jenis obat-obatan yang di berikan oleh dokter.

13
8) Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboraterium
b. Pemeriksaan penunjang
c. Treatment pasien
2. Diagnosis keperawatan
1) Gangguan eliminasi urin b.d ketidak mampuan mengakses toilet d.d
urgensi,dribbling
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri
3) Risiko infeksi d.d efek prosedur invasif
4) Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan serat d.d feses keras

3. Intervensi keperawatan

30 Perencanaan
Diagnosa
No
Keperawatan Tujuan Intervensi
( SLKI) ( SIKI )
1 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri:
eliminasi urin b.d intervensi BAB/BAK
ketidak keperawatan OBSERVASI
mampuan selama 2x 24 jam  Mengidentifikasi kebiasaan
mengakses toilet maka gangguan BAK/BAB sesuai usia
d.d eliminasi b.d  Memonitor integritas kulit
urgensi,dribbling ketidak mampuan pasien
mengakses toilet TARAPEUTIK
membaik dengan  Mendukung penggunaan
kriteria hasil. toilet/commode/pispot/urinal
(L.04034) secara konsisten
 Menjaga eliminasi selama
 Sensasi eliminasi
berkemih  Mengganti pakaian pasien
meningkat selama eliminasi,jika perlu
 Desakan  Latih BAK/BAB sesuai
berkemih jadwal,jika perlu
menurun
 Menyediakan alat bantu
 Berkemih EDUKASI

14
tidak tuntas  Menganjurkan BAK/BAB
menurun secara rutin
 Volume  Menganjurkan ke kamar
residu urin mandi/toilet,jika perlu
menurun
 Urin menetes
menurun
 Nokturia
menurun
 Mengompol
menurun
 Enuresis
menurun
2  Disuria
menurun
Nyeri akut b.d  Frukensi
agen pencedera BAK
fisiologis d.d membaik
mengeluh nyeri
Manajement nyeri
OBSERVASI:
Setelah dilakukan  Mengidentifikasi
intervensi lokasi,karakteristik ,intensit
keperawatan as nyeri
selama 1x 24 jam  Mengidentifikasi skala nyeri
maka nyeri aut  Mengidentifikasi factor
menurun ,dengan yang memperberat dan
kriteria hasil memperingan nyeri
(L.08066)  Mengidentifikasi pengaruh
 Keluhan nyeri nyeri pada kualitas hidup
menurun  Memonitor keberhasilan
 Meringis terapi komplementer yang
menurun sudah diberikan
 Gelisah TARAPEUTIK:
menurun  Memberikan teknik
 Kesulitan nonfarmakologis untuk
tidur menurun mengurangi rasa nyeri
 Berfokus  Mengontrol lingkungan
pada diri yang memperberat rasa
sendiri nyeri
menurun  Memfasilitasi istirahat dan
 Diaphoresis tidur
menurun
 Perasaan EDUKASI:
takut  Menjelaskan strategi
mengalami meredakan nyeri

15
cedera  Menganjurkan
berulang menggunakan analgetik
menurun secara tepat
 Frukensi nadi  Mengajarkan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
 Pola napas mengurangi rasa nyeri
3 membaik KOLABORASI
 Focus  Mengolaborasikan
Risiko infeksi membaik pemberian analgetik,jika
d.d efek prosedur  Proses perlu
invasif berpikir
membaik
 Fungsi
berkemih
membaik
 Nafsu makan
membaik
 Pola tidur Pencegahan infeksi
membaik OBSERVASI
 Memonitor tanda dan gejala
Setelah dilakukan
infeksi local dan sitemik
intervensi selama
TARAPEUTIK
1x24 jam maka 32  Memberikan perawatan kulit
risiko infeksi d.d
pada area edema
efek prosedur
invasive menurun  Mencuci tangan sebelum dan
Dengan kriteria sesudah kontak dengan pasien
hasil: dan linngkungan pasien
(L.14137)  Mempertahankan teknik
 Kebersihan aseptic pada pasien beresiko
tangan tinggi
meningkat EDUKASI
 Nafsu makan  Menjelaskan tanda dan gejala
meningkat infeksi
 Nyeri  Mengajarkan cara mencuci
menurun tangan dengan benar
 Cairan berbau  Mengajarkan cara memeriksa
busuk kondisi luka atau luka
menurun operasi
 Gangguan  Menganjurkan meningkatkan
kognitif asupan cairan

4 menurun
 Kadar sel
Konstipasi b.d
darah putih
ketidakcukupan
membaik
asupan serat d.d

16
feses keras  Kultur darah
membaik
 Kultur urin
membaik
 Kultur area
luka
membaik
 Kultur feses
membaik
 Kadar sel
darah putih
Manajement konstipasi
membaik
OBSERVASI
 Memeriksa tanda dan gejala
konstipasi
 Memeriksa pergerakan
Setelah dilakukan usus,karakteristik feses
intervensi selama  Mengidentifikasi factor
1x24 jam maka 33
risiko konstipasi
konstipasi b.d TARAPEUTIK
ketidakcukupan  Melakukan massase
asupan serat abdomen,jika perlu
membaik  Melakukan evakuasi feses
Dengan kriteria secara manual,jika perlu
hasil: EDUKASI
(L.04033)
 Menjelaskan etiologi
 kontrol masalah dan alasan tindakan
pengeluaran
 Menganjurkan peningkatan
feses
asupan cairan,jika tidak ada
meningkat
kontaindikasi
 keluhan
 Melatih buang air besar
defekasi
secara teratur
lama dan
 Mengajarkan cara mengatasi
sulit
kontipasi/impikasi
menurun
KOLABORASI
 mengejan
 Mengonsultasikan dengan
saat defekasi
tim medis tentang
menurun
penurunan /peningkatan
 teraba mass
frukensi suara usus
pada rektal
 Mengolaborasikan
menurun
penggunaan obat pencahar
 urgency
,jika perlu
menurun
 nyeri
abdomen
menurun

17
 konsistensi
feses
membaik
 frukensi
defekasi
membaik
 peristaltic
usus
membaik

4. Analisis jurnal EBN


1) Tinjauan EBN
a. Latar belakang

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pemberasan


progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang
mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin,
2015). Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen
34
uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal untuk dapat
mengeluarkan urin buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus tersebut
menyebabkan perubahan struktur dari buli-buli yang pasien
rasakan sebagai keluhan pada saluran kencing sebelah bawah
atau lower urinary tract symtomp (LUST) yang dulu dikenal
dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2011).

Pembedahan kelenjar prostat pada pasien BPH bertujuan


untuk menghilangkan obstruksi aliran urin. Transurethral
Resection of the Prostat (TURP) dan prostatektomi menjadi
salah satu pilihan tindakan pembedahan untuk mengatasi
obstruksi saluran kemih (Smeltser & Bare, 2013). Penangananan
BPH dapat dilakukan dalam berbagai cara diantaranya lain
watchfull waiting, medikamentosa, dan tindakan pembedahan.

18
Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH
adalah dengan melakukan pembedahan. Salah satu tindakan
yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan BPH adalah
tindakan pembedahan Transurethral Resection of the Prostate
(TURP) yang prosedur pembedahan dengan memasukkan
resektoskopi melalui uretra untuk mengeksisi dan
mengkauterisasi atau mereseksi kelenjar prostat yang
mengalami obstruksi. Prosedur tersebut menimbulkan luka
bedah yang berakibat menimbulkan nyeri pada luka post operasi
(Purnomo, 2011).

Dalam sebuah studi terdapat 64 klien menjalani TURP


bersamaan dengan operasi batu kandung kemih atau
vesicolithotomy. TRU Prostat merupakan prosedur pembedahan
dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra untuk
mengeksisi dan mengkauterisasi atau mengreksisi kelenjar
prostat yang obstruksi.
35 Prosedur pembedahan TRU prostat
menimbulkan luka bedah yang akan mengeluarkan mediator
nyeri dan menimbulkan nyeri paska bedah.

b. Alasan EBN tersebut di ambil

Karena kita bisa mengetahui Penatalaksanaan


nonfarmakologi mencakup terapi agen fisik dan intervensi
perilaku kognitif. Salah satu intervensi perilaku kognitif yang
digunakan untuk mengurangi nyeri pasca operasi adalah
relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan gabungan antara
teknik respon relaksasi dan sistem keyakinan individu/ faith
factor difokuskan pada ungkapan tertentu berupa nama-nama
Tuhan atau kata yang memiliki makna menenangkan bagi pasien
itu sendiri yang diucapkan berulang-ulang dengan ritme teratur.
Keyakinan memiliki pengaruh fisik atau bahkan jiwa manusia

19
yaitu relevan serta berpengaruh dalam terapi dan pencegahan
penyakit. (Benson & Proctor 2000 dalam Solehati, & Kosasih,
2015).

2) Masalah klinik(metode PICO)

ANALISIS JURNAL DENGAN PICO


Judul artikel Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Nyeri pada Pasien
Post Operasi Benigna Prostat Hyperplesia (BPH) di RS
Sobirin Kabupaten Musi Rawas
(The Effect of Benson Relaxation on Pain in Patients with
Postoperative Benign Prostate Hyperplesia (BPH) at
Sobirin Hospital, Kabupaten Musi Rawas).
Peneliti Novi Andayani ,Yeni Eliyanti,Siska Ayu Ningsih
( Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKES) Bhakti Husada Bengkulu)
Identitas Jurnal Nama Jurnal : ANJANI journal: health sciences study
36
No :2
Vol :1
Page : 41-48
Tahun : 2021
Diakses dari :
http://journal.pdmbengkulu.org/index.php/anjani/article/view/329

(P) Problem/population Masalah penelitian :


Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pemberasan
progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan
oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika,
Pembedahan kelenjar prostat pada pasien BPH bertujuan
untuk menghilangkan obstruksi aliran urin dan masih
banyaknya pasien post operasi BPH dengan nyeri.

20
Subjek penelitian :
Populasi sebanyak 94 orang dan sampel penelitian
sebanyak 10 orang. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian adalah menggunakan data primer dan sekunder.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis
data univariat dan bivariat dengan metode statistik uji t
pada taraf signifikansi 0,05. Jenis penelitian yang
digunakan adalah quasi eksperiment menggunakan pre
dan post test design dengan pengaruh relaksasi benson
terhadap nyeri pada pasien post operasi benigna prostat
hyperplesia (BPH) di RS Sobirin Kabupaten Musi Rawas.
Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini
37 consecutive sampling yaitu 10 orang.
adalah
( I ) Intervention Intervensi atau tindakan mandiri keperawatan yang dapat
dilakukan dalam mengurangi nyeri pada pasien dengan
post operasi BPH salah satunya yaitu dengan
mengajarkan tehnik relakasasi Benson. Salah satu cara
untuk menurunkan skala nyeri post operasi BPH yaitu
memberikan terapi relaksasi benson kepada pasien
dimana terapi benson merupakan terapi dengan cara non
farmakologi dalam pain management dan merupakan
tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk
menyelesaikan permasalahan biologis pasien. Nyeri dapat
diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yang bertujuan
untuk meringankan atau mengurangi rasa nyeri sampai
tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh klien. Ada dua
cara penatalaksanaan nyeri yaitu terapi farmakologis dan
non-farmakologis. Tindakan perawat untuk
menghilangkan nyeri selain mengubah posisi, meditasi,
makan, dan membuat klien merasa nyaman yaitu
mengajarkan teknik relaksasi.

21
Salah satu intervensi perilaku kognitif yang digunakan
untuk mengurangi nyeri pasca operasi adalah relaksasi
Benson. Relaksasi Benson merupakan gabungan antara
teknik respon relaksasi dan sistem keyakinan individu/
faith factor difokuskan pada ungkapan tertentu berupa
nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki makna
menenangkan bagi pasien itu sendiri yang diucapkan
berulang-ulang dengan ritme teratur. Keyakinan memiliki
pengaruh fisik atau bahkan jiwa manusia yaitu relevan
serta berpengaruh dalam terapi dan pencegahan penyakit.
Relaksasi Benson merupakan relaksasi menggunakan
teknik pernapasan yang biasa digunakan di rumah sakit
pada pasien yang sedang mengalami nyeri atau
mengalami
38 kecemasan. Dan, pada relaksasi Benson ada
penambahan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata
yang merupakan rasa cemas yang sedang pasien alami.
Kelebihan dari latihan teknik relaksasi dibandingkan
teknik lainnnya adalah lebih mudah dilakukan dan tidak
ada efek samping apapun.

(C) Comparison Dalam penelitian Pengaruh Terapi Relaksasi Benson


Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Benigna
Prostat Hyperplasia (2018) menyatakan Dari hasil
penelitian didapatkan nilai p value 0,000 dimana p ˂ α
(0,05) maka Ha diterima. Kesimpulan: Dari hasil yang
didapatkan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi relaksasi benson terhadap intensitas
nyeri pasien post operasi benigna prostat hyperplasia di
ruang Kamboja RSUD Kabupaten Buleleng.

22
Hal ini sejalan dengan Solehati, & Kosasih, (2015)
mengatakan selain mengurangi nyeri pasca bedah,
Relaksasi Benson menghambat aktifitas saraf simpatik
yang mengakibatkan penurunan terhadap konsumsi
oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot
tubuhmenjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan
tenang dan nyaman. Selain itu, Relaksasi Benson
berfokus pada kata atau kalimat tertentu yang diucapkan
berulang kali dengan ritme teratur dan disertai sikap yang
pasrah pada Tuhan Yang Maha Kuasa sesuai keyakinan
pasien memiliki makna menenangkan. Responden yang
melakukan terapi Benson dengan melafalkan dzikir, maka
syaraf pusat dengan bekerja sesuai teori gate control,
dimana aktivasi pusat otak yang tinggi dapat
39
menyebabkan gerbang sumsum tulang menutup sehingga
memodulasi dan mencegah input nyeri untuk masuk ke
pusat otak yang lebih tinggi untuk dinterpretasikan
sebagai pengalaman nyeri.

(O) Outcome Hasil penelitian ini adalah rata-rata nyeri pada pasien
post operasi benigna prostat hyperplesia (BPH) sebelum
dilakukan relaksasi benson di RS Sobirin Kabupaten
Musi Rawas adalah 7,10. Rata-rata nyeri pada pasien
post operasi benigna prostat hyperplesia (BPH) setelah
dilakukan relaksasi benson di RS Sobirin Kabupaten
Musi Rawas adalah 4,90. Ada pengaruh relaksasi
benson terhadap nyeri pada pasien post operasi benigna
prostat hyperplesia (BPH) di RS Sobirin Kabupaten
Musi Rawas dengan nilai p = 0,000, berarti < 0,05 (α).

23
Perawat RS Sobirin Kabupaten Musi Rawas dapat
memberikan terapi non farmakologi khusunya relaksasi
benson yang dapat diterapkan sebagai terapi
pendamping atau sebagai bagian dari intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan
khususnya pada pasien yang mengalami nyeri pasca
operasi BPH .

ANALISIS JURNAL DENGAN PICO


Judul artikel The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of
Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat
Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal
Peneliti Arifianto, Dwi Nur Aini, Novita Diana Wulan Sari.
(Health Science Institute of Widya Husada Semarang)
Identitas Jurnal Nama
40 Jurnal : media keperawatan indonesia
No :1
Vol :2
e-ISSN : 2615-1669
Page : 1-9
Tahun : 2019
Diakses dari https :
https://core.ac.uk/download/pdf/234037979.pdf

(P) Problem/population Masalah penelitian :


Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu
penyakit dimana terjadi pembesaran dari kelenjar prostat
akibat hiperplasia jinak dari sel-sel yang biasa terjadi
pada laki-laki berusia lanjut.
Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada
pasien dengan BPH adalah tindakan pembedahan

24
Transurethral Resection Of the Prostate (TURP) yang
prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi
melalui uretra untuk mengeksisi dan mengkauterisasi atau
mereseksi kelenjar prostat yang mengalami obstruksi.
Prosedur tersebut menimbulkan luka bedah yang
berakibat menimbulkan nyeri pada luka post operasi.

Subjek penelitian :
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu
(quasy experiment) dengan desain pre and post test
without control. Populasi dalam penelitian ini adalah
pasien post operasi BPH sebanyak 32 pasien di Ruang
Kenanga RSUD dr. H Soewondo Kendal pada bulan Juni
sampai Agustus 2018 yang diambil dengan menggunakan
teknik
41 purposive sampling dengan menggunakan Uji Non
Parametrik Wilcoxon Match Pair Test karena sakala data
ordinal. Instrumen dalam penelitian menggunakan
koesioner, Lembar observasi skala nyeri dengan
menggunakan Numeric Rating Scale, Stopwatch, dan
Teknik terapi relaksasi Benson.
( I ) Intervention Instrumen dalam penelitian menggunakan koesioner,
Lembar observasi skala nyeri dengan menggunakan
Numeric Rating Scale, Stopwatch, dan Teknik terapi
relaksasi Benson.

Salah satu intervensi perilaku kognitif yang digunakan


untuk mengurangi nyeri pasca operasi adalah relaksasi
Benson. Relaksasi Benson merupakan gabungan antara
teknik respon relaksasi dan sistem keyakinan individu/
faith factor difokuskan pada ungkapan tertentu berupa
nama-nama Tuhan atau kata yang memiliki makna

25
menenangkan bagi pasien itu sendiri yang diucapkan
berulang-ulang dengan ritme teratur. Keyakinan memiliki
pengaruh fisik atau bahkan jiwa manusia yaitu relevan
serta berpengaruh dalam terapi dan pencegahan penyakit.

terapi benson diberikan dengan cara membimbing


responden untuk berdoa seperti biasa dilakukan seperti
menyebut nama Allah. Terapi benson ini dengan
mengucapkan Subhanallah (Maha suci Allah),
Alhamdullilah (segala puji bagi Allah), Allahuakbar
(Allah Maha Besar), Lailaha-illallah (Tiada Tuhan selain
Allah ) dengan nada suara rendah dan berulang - ulang
dalam waktu 15 menit. Pada proses meditasi terapi
benson ini konsentrasi pikiran dilakukan pada Allah
secara
42 terus menerus, tanpa henti dan secara sadar serta
dilakukan dengan totalitas baik kognitif atau emosional
terhadap Allah SWT. Terapi benson yang dilakukan
pasien sebagai bentuk relaksasi untuk mencegah stimulus
nyeri masuk kedalam otak sangat bermanfaat untuk
membantu pasien mengontrol nyeri pasca operasi BPH.
Konsep dari Herbert Benson apabila melakukan relaksasi
selama 15 menit akan menyebabkan aktivitas saraf
simpatik dihambat sedangkan saat pasien relaksasi yang
akan bekerja sistem saraf parasimpatis yang akan
mengakibatkan penurunan terhadap konsumsi oksigen
oleh tubuh selanjutnnya otot – otot tubuh menjadi relaks
sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman
dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa nyeri.

(C) Comparison Temuan ini sesuai dengan hasil penelitian. Solehati, &
Kosasih, (2015) menyatakan bahwa salah satu manfaat

26
dari terapi relaksasi benson adalah menurunkan nyeri.
Bagi penderita yang sangat membutuhkan teknik
menurunkan skala nyeri, terapi relaksasi benson terbukti
bekerja dengan cara menghambat saraf simpatik dan
mengakibatkan saraf parasimpatik bekerja akibatnnya
otot-otot tubuh menjadi rileks dan menekan rasa nyeri
pada pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Indah Sintya


Dewi,dkk (2018), menjelaskan bahwa ada pengaruh terapi
relaksasi Benson terhadap penurunan intensitas nyeri
pada pasien pasca bedah benigna prostat hyperpalsia
(BPH).
43

(O) Outcome Results of Statistics Wilcoxon Sign Rank test with


confidence level of 95% (α = 0.05) and obtained p value
0.000 < 0.05. Conclusion : the result of this research there
is an effect of benson relaxation technique on a scale of
postoperative pain in patients with Benign Prostat
Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal.

ANALISIS JURNAL DENGAN PICO


Judul artikel PENGARUH TERAPI RELAKSASI BENSON
TERHADAP INTENSITAS NYERI PASIEN POST
OPERASI BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA
(The Effect of Benson Relaxation Therapy to Patients
Post Surgery Pain Intensity Benign Prostate
HyperplasiaIn Kamboja Room General Hospital
Buleleng)

27
Peneliti Putu Indah Sintya Dewi ;Ni Made Dwi Yunica Astriani
(Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Buleleng)
Identitas Jurnal Nama Jurnal : jurnal kesehatan MIDWINERSLION
No :1
Vol :3
Page : 12-16
Tahun : 2018
Diakses dari :
http://ejournal.stikesbuleleng.ac.id/index.php/
Midwinerslion/article/view/4

(P) Problem/population Masalah penelitian :


Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit
pembesaran atau hipertrofi dari prostat. Pembedahan
terbuka (prostatectomy) adalah suatu tindakan
pembedahan yang dilakukan jika prostat terlalu besar
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Setiap tindakan
pembedahan akan timbul masalah infeksi luka akibat
prosedur insisi. Luka ini akan merangsang terjadinya
respon nyeri.
Subjek penelitian :
Jenis penelitian ini adalah Pra-Eksperimental One Group
Pre-Post test design dengan Uji Paired T-tes yang
dilaksanakan di ruang Kamboja RSUD Kabupaten
Buleleng. Pengumpulan data menggunakan lembar
observasi dengan teknik Acidental Sampling dengan
jumlah sampel 11 orang.
( I ) Intervention
Salah satu tindakan yang di gunakan dalam mengatasi
45 pasien post operasi BPH adalah dengan terapi
nyeri

28
relaksasi benson. Relaksasi Benson merupakan salah satu
teknik relaksasi sederhana, mudah pelaksanaannya, dan
tidak memerlukan banyak biaya. Relaksasi ini merupakan
gabungan antara teknik respons relaksasi dan sistem
keyakinan individu atau faith factor. Fokus dari relaksasi
ini pada ungkapan tertentu yang diucapkan berulang-
ulang dengan menggunakan ritme yang teratur disertai
sikap yang pasrah. Ungkapan yang digunakan dapat
berupa nama-nama Tuhan atau kata-kata yang memiliki
makna menenangkan bagi pasien itu sendiri. Empat
elemen dasar agar teknik relaksasi benson berhasil dalam
penerapannya adalah lingkungan yang tenang, secara
sadar pasien dapat mengendurkan otot-ototnya, pasien
dapat memusatkan diri selama 10-15menit pada ungkapan
yang telah dipilih, dan pasien bersikap pasif terhadap
pikiran-pikiran yang mengganggu.

(C) Comparison Hal ini di dukung oleh Novi Andayani ; Yeni Eliyanti;
Siska Ayu Ningsih(2021) menyatakan nilai mean
terhadap nyeri pada pasien post operasi benigna prostat
hyperplesia (BPH) di Rumah Sakit Dr. Sobirin Kabupaten
Musi Rawas sebelum relaksasi benson adalah 0,379
dengan standar deviasi 1,197 dan setelah relaksasi benson
adalah 0,233 dengan standar deviasi 0,738. Berdasarkan
hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000, berarti < 0,05
(α) sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh
relaksasi benson terhadap nyeri pada pasien post operasi
benigna prostat hyperplesia (BPH) di RS Sobirin
Kabupaten Musi Rawas.
sesuai dengan teori dari Sunaryo dan Lestari (2015) yang
menjelskan bahwa konsep dari Herbet Benson apabila

29
melakukan relaksasi selama 15 menit maka akan
menyebabkan aktivitas saraf simpatik dihambat sedangkn
saat pasien relaksasi yang bekerja sistem saraf
parasimpatis yang akan menyebabkan penurunan
terhadap konsumsi oksigen oleh tubuh selanjutnya otot-
otot tubuh menjadi rileks sehingga menimbulkan tenang
dan nyaman dengan demikian relaksasi Benson menekan
rasa nyeri.
(O) Outcome Dari hasil penelitian didapatkan nilai p value 0,000
dimana p ˂ α (0,05) maka Ha diterima. Dari hasil yang
didapatkan dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pemberian terapi relaksasi benson terhadap intensitas
nyeri pasien post operasi benigna prostat hyperplasia di
ruang Kamboja RSUD Kabupaten Buleleng.
46

3) Metode penelusuran literatur

Literatur di ambil dari google schooler yaitu jurnal dengan


judul Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Nyeri pada Pasien Post
Operasi Benigna Prostat Hyperplesia (BPH) di RS Sobirin
Kabupaten Musi Rawas (The Effect of Benson Relaxation on Pain in
Patients with Postoperative Benign Prostate Hyperplesia (BPH) at
Sobirin Hospital, Kabupaten Musi Rawas ) kata kunci yang di
gunakan adalah relaksasi benson terhadap nyeri pasien BPH dan
ditemukan sebanyak 51 artikel .artikel di telusuri dalam bahasa
indonesia . maka artikel “ Pengaruh Relaksasi Benson terhadap
Nyeri pada Pasien Post Operasi Benigna Prostat Hyperplesia (BPH)
di RS Sobirin Kabupaten Musi Rawas (The Effect of Benson
Relaxation on Pain in Patients with Postoperative Benign Prostate
Hyperplesia (BPH) at Sobirin Hospital, Kabupaten Musi Rawas)”

30
yang kami gunakan karena keseuaian dari topik yang akan kami
bahas.

Selanjutnnya penelusuran literatur dari google scholer dengan


menggunakan kata kunci Benson Relaxation Technique; Pain Scale
patient BPH dan ditemukan sebanyak 446 artikel. Dan literatur yang
di gunakan adalah “The Effect of Benson Relaxation Technique on a
Scale Of Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat
Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal(2019)” artikel
ditelusuri dengan bahasa inggris yang di terjemahkan ke dalam
bahasa indonesia menjadi “pengaruh teknik relaksasi benson
terhadap skala nyeri pasca operasi pada pasien benign prostat
hyperplasia di RSUD Dr. Soewondo Kendal”.

Selanjutnnya penelusuran literatur dari google scholer dengan


menggunakan kata kunci pengaruh relaksasi benson terhadap
intensitas nyeri pasien
47 BPH dan ditemukan sebanyak 39 artikel .
maka artikel yang di gunakan adalah “Pengaruh Terapi Relaksasi
Benson Terhadap Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Benigna
Prostat Hyperplasia(2018)” artikel ditelusuri dengan bahasa
indonesia.

Berdasarkan ketiga jurnal di atas maka akan di lakukan


pembahasan untuk melihat intervensi pemebrian teknik relaksasi
benson terhadap nyeri pasien post operasi BPH( gangguan sistem
perkemihan).

4) Jelaskan validitas hasil penelitian

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh


mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukam
fungsi ukurannya (Azwar 1986).

31
Dalam jurnal “Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Nyeri pada
Pasien Post Operasi Benigna Prostat Hyperplesia (BPH) di RS
Sobirin Kabupaten Musi Rawas” Penerapan EBN ini menunjukkan
terdapat pengaruh pada penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan
terapi relaksasi progresif hal ini dikarenakan terapi relaksasi
progresif merupakan gabungan antara relaksasi pernafasan dan
latihan otot yang dapat menimbulkan relaksasi pada pasien sehingga
pasien merasa nyaman dan nyeri yang dirasakan berkurang. Setelah
mengetahui bahwa terapi non farmakologi relaksasi progresif dapat
menurunkan intensitas nyeri diharapkan bagi pihak perawat RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek untuk dapat memberikan terapi non
farmakologi salah satunya adalah terapi relaksasi progresif yang
dapat diterapkan sebagai terapi pendamping selain terapi
farmakologi atau sebagai bagian dari intervensi keperawatan dalam
pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien yang
mengalami nyeri pasca operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia),
perawat hendaknya 48
memberikan pengarahan, membimbing, dan
menganjurkan pasien untuk dapat melaksanakan relaksasi progresif
untuk mengatasi keluhan nyeri dan untuk pasien sebaiknya
umempelajari berbagai tehnik manajemen nyeri khususnya relaksasi
progresif agar secara mandiri dapat mempraktekkan sendiri ketika
merasakan nyeri, sehingga nyeri dapat teralihkan dan bisa berkurang
setelah melakukan terapi relaksasi progresif.

5) Jelaskan seberapa penting dan mengapa intervensi ini penting

Dalam jurnal “Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Nyeri pada


Pasien Post Operasi Benigna Prostat Hyperplesia (BPH) di RS
Sobirin Kabupaten Musi Rawas” ebn sangat penting karena Efek
relaksasi benson terhadap nyeri post operasi yaitu menghambat
impuls noxius pada sistem kontrol gerbang (gate control theory).
Dalam teori kontrol gerbang dari Melzaks dan Wallmengusulkan

32
bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan
dapat ditemukan di sel-sel substansi gelatinosa di dalam kornus
dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Teori ini
ANJANI Journal: Health Sciences Study,mengatakan bahwa impuls
nyeri akan merangsang sel T di kornu dorsalis kemudian naik
menuju medula spinalis dan ke otak ketika gerbang pertahanan
terbuka sehingga nyeri dirasakan dan implus nyeri tidak dapat
dirasakan atau dihambat ketika gerbang pertahanan tertutup. Upaya
untuk menutup pertahanan tersebut merupakan terapi dasar dalam
mengurangi nyeri. Ketika relaksasi mengalihkan pikiran, talamus
akan menengahi perhatian secara selektif ke kortek prefrontal untuk
merubah suara-suara terhadap rangsangan nyeri sehingga
menghambat impuls nyeri. Kemudian otak sebagai penghambat
impuls menutup pintu transmisi pada impuls noxius sehingga impuls
nyeri tidak dapat dirasakan atau dihambat, dan alur serabut saraf
desenden melepaskan opioid endogen seperti endorfin dan dimorfin
sebagai penghambat nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromodulator inimenutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P(Solehati & Kosasih, 2015).

6) Applicability

Hasil penelitian Apriliyana (2015), tentang Pemberian relaksasi


benson terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Tn. W
dengan paska bedah Benigna Prostat Hiperplasia di Ruang Mawar II
RSUD Dr. Moewardi Surakarta menemukan bahwa ada penurunan
intensitas nyeri dari hari pertama dan kedua skala 5 menjadi 2
setelah di berikan relaksasi benson selama 2 hari dengan durasi
waktu 15 menit. Pemberian relaksasi benson merupakan tindakan
yang dilakukan secara sadar dengan cara nafas dalam dan lambat.
Nafas dalam dan lambat menstimulasi respon saraf otonom yaitu

33
dengan menggunakan respon saraf simpatik dan meningkatkan
parasimpatis. Stimulasi saraf simpatik meningkatkan aktifitas tubuh
sedangkan saraf parasimpatis lebih banyak menurunkan aktifitas
tubuh sehingga dapat menurunkan aktifitas. Sehingga intervensi ini
sudah di terapkan di Indonesia.

BAB III

50
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
BPH atau benign prostatic hyperplasia sebanarnya merupakan
istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel
epitel kelenjar prostat. Diagnosis BPH dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan colok dubur dan
pemeriksaan penunjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian batu
saluran kemih pada pasien BPH yaitu usia dan pekerjaan yang berpengaruh
secara langsung,Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang
belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara
lain :1)Dihydrotestosteron; 2)Perubahan keseimbangan hormon estrogen -

34
testoteron; 3) Interaksi stroma - epitel; 4) Berkurangnya sel yang mati; 5)
Teori sel stem.
3.2 SARAN
Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena keterbatasan referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umunya. kita sebagai
perawat harus lebih banyak lagi pengetahun tentang masalah BPH dan
terutama banyak menyerang laki-laki yang sudah berusia lanjut,sehingga
disini sangat di perlukan peran perawat dalam penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA

51
Amadea, Riselena Alysaa, Alfreth, dan Wahyuni, R. D. (2019). Jurnal Medical
Profession Benign prostatic hyperplasia (BPH). Encyclopedia of Reproduction, 1(2),
172–176.

Harun, H. (2019). Aspek Laboratorium Benign Prostatic Hyperplasia. Jurnal Ilmiah


Kedokteran, 1(2), 36–44.

Kemalasari, D. W., Nilapsari, R., & Rusmartini, T. (2015). Korelasi Disfungsi Seksual
dengan Usia dan Terapi pada Benign Prostatic Hyperplasia. In Global Medical &
Health Communication (GMHC) (Vol. 3, Issue 2, p. 60).
https://doi.org/10.29313/gmhc.v3i2.1547

Maulana, D. A. (2021). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN BATU


SALURAN KEMIH PADA PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA.
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 3(3), 603–610.
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

35
Partin, A. W., Dmochowski, R. R., & Kavoussi, L. R., & Peters, C. A. (2020). Campbell-
Walsh-Wein UROLOGY TWELFTH EDITION.

Rahmadani, P. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. STIKES Insan Cendikia Medika.

sarma eko natalia sinaga, dian harumawati putri. (2014). Asuhan Keperawatan Tn.”A”
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan: Post Operasi Prostatektomy. Jurnal
Obstretika Scientia, 2(2), 178–191.
https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/OBS/article/view/171/170

Sumberjaya, I. W., & Mertha, I. M. (2020). Mobilisasi Dini dan Penurunan Skala Nyeri
pada Pasien Post Operasi TURP. Jurnal Gema Keperawatan, 13(1), 43–50.

hadi purwanto( 2016), ebook-keperawatan medikal bedah II. kementrian kesehatan


republik indonesia.jakarta.

25

36

Anda mungkin juga menyukai